BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan induk dari beberapa bentuk cabang seni yang ada di Indonesia, diantaranya seni tari, seni musik, seni rupa, seni drama dan seni sastra. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa “Kesenian adalah penciptaan wujud-wujud yang merupakan simbol dari perasaan manusia”. Kesenian juga merupakan salah satu bentuk aktifitas masyarakat. Segala bentuk dan fungsinya akan berkaitan dengan kehidupan masyarakat setempat. Kita mengetahui bahwa kebudayaan tradisional sangat banyak ragamnya di Indonesia, melibatkan perhatian yang serius untuk melestarikannya, agar tidak punah dan hilang, karena kebudayaan itu sendiri merupakan kekayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa. Masing-masing terbagi menjadi sejumlah Kabupaten dan Kecamatan yang semakin menunjukkan betapa majemuknya bangsa Indonesia. Sumatera Utara adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang dikenal banyak memiliki keragaman budaya. Keberagaman budaya ini terlihat dari berbagai macam etnis yang mendiami wilayah provinsi Sumatera Utara. Adapun beberapa etnis tersebut antara lain Melayu, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Nias, Karo, Pak-Pak Dairi, dan Simalungun. Simalungun merupakan salah satu daerah Sumatera Utara yang memiliki adat yang sangat kental. Berbagai macam budaya tradisional terdapat di daerah ini. Simalungun juga kaya akan keseniannya, baik seni tari, seni musik, dan seni rupa. Kesenian ini dikembangkan dan dilestarikan dengan adanya pagelaran 1
2
atau pertunjukan. Hal ini diadakan dengan tujuan agar kesenian Simalungun tidak punah dan menjadi aset kebudayaan yang menandakan ciri khas masyarakat Simalungun sesuai dengan tradisi dan kebiasaan para leluhur. Karena hilangnya suatu kebudayaan pada masyarakat merupakan hilangnya suatu identitas masyarakat tersebut. Tari merupakan cabang dari kebudayaan yang merupakan hasil karya cipta manusia yang diwariskan secara turun menurun. Tari merupakan bagian dari kebiasaan dalam kehidupan manusia dalam berinteraksi baik dengan manusia maupun dengan alam sekitarnya. Dilihat dari segi fungsi tari Soedarsono dalam Nurwani (2010;42) terdiri dari tiga bagian yaitu: “tari upacara, tari hiburan dan tari pertunjukan”. Tari upacara merupakan tari yang berhubungan dengan agama dan nilai sakral yang magis. Sedangkan tari hiburan merupakan tari yang menimbulkan
rasa
kegembiraan
dalam
pergaulan,
sehingga
sifatnya
menyenangkan, dan tari pertunjukan merupakan tari yang ditampilkan ditempat khusus, baik dipanggung tertutup maupun terbuka, sehingga tarian ini disebut juga dengan tarian teatrikal. Tor-tor Balangsahua merupakan bagian dari Tor-tor Usihan atau tarian totemitis atau menyerupai gerak hewan yang berasal dari daerah Simalungun. Tortor Usihan merupakan bentuk tari yang terinspirasi dari rangsang visual atau penglihatan dan rangsang audio (berdasarkan nama gual). Tor-tor Balangsahua juga terdapat dalam rangkaian Tor-tor dihar karena Tor-tor Balangsahua merupakan salah satu jurus silat yang ada pada Tor-tor dihar, dimana gerakan silat yang diambil dari teknik dan gerakan belalang dalam melakukan sombah.
3
Tor-tor adalah suatu media utama bagi masyarakat Simalungun dalam pelaksanaan pertunjukan adat, sehingga masyarakat harus menjaga dan melestarikannya. Oleh karena itu dalam setiap pelaksanaan pertunjukan ada manortor atau menari. Sedangkan Balangsahuwa merupakan kata lain dari belalang, sehingga Tor-tor Balangsahua ini menirukan beberapa gerakan yang mirip seperti gerakan belalang. Tor-tor Balangsahua ini sering ditampilkan pada pertunjukan adat masyarakat Simalungun. Tor-tor asli Simalungun yang kita kenal dengan Tor-tor Balangsahua (jurus belalang) asli warisan nenek moyang Simalungun. Bentuk Tor-tor Balangsahua ini dapat ditarikan oleh seorang penari juga bisa ditarikan oleh sepasang penari. Pada dahulunya Tor-tor Balangsahua ini seluruh gerakan asli melirukan gerak belalang. Tor-tor Balangsahua ini ditarikan oleh sepasang penari yang menandakan belalang jantan dan belalang betina. Belalang jantan memiliki warna hijau muda sedangkan belalang betina memiliki warna hijau tua atau hamper mirip warna kecoklatan, artinya gerakan balalang jantan pada Tor-tor Balangsahua ini terlihat lebih bersifat mengikuti kemana gerak belalang betina, sedangkan gerak belalang betina bersifat malu-malu. Namun pada tahun 1940 Tor-tor Balangsahua ini diangkat kembali oleh seniman daerah Simalungun dengan menambahkan dihar (silat) dan dapat ditarikan oleh seorang penari. Penari menarikan Tor-tor Balangsahua dengan jurus yang bergerak seperti belalang dengan disertai ekspresi wajah seperti belalang. Gerak dalam Tor-tor Balangsahua ini sangat mirip dengan bentuk belalang.
4
Dihar dalam Tor-tor Balangsahua ini memiliki keunikan, penari tidak boleh menyerang duluan, kemudian jurus dengan tenaga pukulan yang diberikan lawan tidak boleh dibalas dengan tenaga pukulan yang lebih besar. Gelanggang tempat atraksi dihar biasanya di kelilingi lambei horsing (semacam janur kuning) sebagai pembatas agar tidak sembarangan penonton atau orang lain masuk dikarenakan dihar ini memiliki gaib yang datang tanpa disadari oleh para penari, dan juga dapat mengetahui mana yang berniat baik dan mana yang berniat buruk. Ketertarikan penulis untuk mengangkat judul Bentuk Tor-tor Balangsahua Pada Masyarakat Tanah Jawa di Kabupaten Simalungun, dikarenakan penulis melihat adanya kesenian yang harus dipertahankan agar menjadi salah satu identitas masyarakat Simalungun. Selain tidak ada minat, kesungguhan dan kemauan, generasi yang jarang bisa meluangkan waktu, juga tidak adanya sanggar-sanggar latihan akibat minim dana. Hal-hal mendasar inilah yang tidak dimiliki generasi muda sekarang. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang Tor-tor Balangsahua yang dilakukan oleh masyarakat Simalungun sebagai bentuk pendataan agar Tor-tor Balangsahua tetap hidup dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dapat diteliti, yakni sebagai berikut. 1. Bagaimana bentuk Tor-tor Balangsahua? 2. Bagaimana elemen-elemen tari dalam Tor-tor Balangsahua?
5
3. Bagaimana gerak Tor-tor Balangsahua? 4. Bagaimana keberadaan Tor-tor Balangsahua pada masyarakat tanah jawa? 5. Bagaimana asal-usul Tor-tor Balangsahua? 6. Bagaimana Peranan Tor-tor Balangsahua?
C. Pembatasan Masalah Dalam suatu penelitian diperlukan adanya pembatasan masalah agar masalah yang diteliti tidak terlalu luas. Batasan masalah merupakan kunci pertanyaan dalam sebuah riset yang akan dicari jawabannya melalui penelitian. Dengan pertimbangan diatas, luasnya permasalahan dan terbatasnya waktu dan kemampuan yang ada pada penulis, maka dalam pembatasan masalah dapat ditinjau dari sisi sebagai berikut: 1. Bagaimana Bentuk Tor-tor Balangsahua pada masyarakat Tanah Jawa di Kabupaten Simalungun?
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang, identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang harus dijawab didalam penelitian ini, dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana bentuk Tor-tor Balangsahua pada masyarakat tanah jawa di Kabupaten Simalungun”
E. Tujuan Penelitian Kegiatan penelitian senantiasa berorientasi pada tujuan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk:
6
1. Mendeskripsikan bentuk Tor-tor Balangsahua pada masyarakat Tanah Jawa di Kabupaten Simalungun 2. Mendeskripsikan elemen-elemen tari pada Tor-tor Balangsahua
F. Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan penelitian ini, maka diharapkan tulisan dalam penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas yang diuraikan sebagai berikut: 1. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pembelajaran seni tari. 2. Dapat menjadi masukan bagi masyarakat dalam merencanakan program pemeliharaan, pelestaraian, penegmbangan dalam seni tari 3. Dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan untuk penelitian – penelitian yang relevan.