BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan keberadaan manusia. Hingga kini, tanah masih menjadi pusat perhatian bagi para ahli hukum, ahli geografi, ahli sosial, ahli ekonomi dan para ahli lainnya termasuk para penilai. Sebab, selain merupakan tempat manusia melakukan segala aktifitasnya, tanah juga merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah merupakan suatu aset atau properti yang unik, dan mempunyai karakter khusus yaitu ketersediaan tanah tidak bertambah. Di sisi lain, permintaan tanah terus meningkat, seiring pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota. Hal ini menyebabkan tanah mempunyai nilai ekonomi, yang penggunaannya di antaranya dipengaruhi oleh karakter fisik. American Institute of Real Estate Appraisal (2008: 33) mendefinisiakan karakter fisik adalah bagian tanah yang dipertimbangkan, meliputi ukuran, bentuk, topografi, lokasi dan pemandangan. Hidayati dan Harjono (2001: 82-85), menguraikan karakteristik fisik dimaksud adalah nilai tanah yang meliputi ukuran, bentuk, topografi, utilitas, pengembangan tapak, lokasi dan lingkungan. Kepemilikan tanah sesungguhnya telah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria. Di dalam Pasal 9 ayat 2 UUPA disebutkan bahwa “Tiap-tiap warganegara baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama
1
untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”. Tinjauan pasal di atas maka suatu keniscayaan bagi masyarakat dalam mengambil suatu manfaat dari adanya penguasaan tanah untuk mendapatkan pendapatan dari tanah tersebut. Harga tanah yang cenderung naik setiap tahunnya mendorong masyarakat berspekulasi dengan cara membeli tanah dengan tujuan untuk investasi. Tanah yang sudah dibeli kemudian dibiarkan kosong dan menunggu waktu yang tepat untuk dikembangkan dan/atau dijual lagi kepada pihak lain (Manihuruk, 2014: 4). Menurut Setiawan (2014: 3), tanah kosong atau tanah yang dibiarkan kosong dalam waktu relatif lama merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan kepemilikan tanah di Indonesia sangat mudah dan tidak dibatasi kepemilikannya yang berakibat banyak tanah di Indonesia yang dibiarkan kosong atau tidak dikelola, salah satunya di Kota Semarang. Kota Semarang merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah. Meningkatnya pertumbuhan penduduk di Kota Semarang berdampak pada perkembangan aktifitas kota. Ini dapat dilihat dari jumlah penduduk Kota Semarang yang terus meningkat setiap tahunnya dan ditunjukkan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Semarang/km2
Tahun 2009 2010 2011 2012 2013
Luas Daerah (km2) 373,70 373,70 373,70 373,70 373,70
Jumlah Penduduk 1.506.924 1.527.433 1.544.358 1.559.198 1.572.105
Kepadatan penduduk per km2 4.032 4.087 4.133 4.172 4.207
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Semarang, 2015
2
Tabel 1.1 terlihat bahwa setiap tahunnya Kota Semarang terus mengalami peningkatan jumlah penduduk dan juga kepadatan penduduk sedangkan luas daerahnya tetap atau tidak bertambah. Peningkatan jumlah penduduk tersebut mengakibatkan semakin besarnya permintaan terhadap lahan. Melihat kondisi ini dieprlukan perhatian khusus dari Pemerintah Kota dengan tujuan agar penggunaan lahan di kota dapat berjalan efisien dan optimal. Fakta yang terjadi di Kota Semarang menunjukan hal sebaliknya, masih ada lahan-lahan milik pemerintah atau swasta yang dibiarkan kosong tidak termanfaatkan oleh pemiliknya. Salah satu penyebabnya adalah karena lahan-lahan tersebut tidak diketahui nilainya. Lahan yang dibiarkan kosong karena tidak diketahui nilainya, secara tidak langsung berdampak pada tidak optimalnya pemanfaatan ruang. Untuk mengetahui nilai lahan kosong tersebut, maka perlu dilakukan penilaian, agar dapat dijadikan dasar untuk proyeksi pengembangan daerah secara berkelanjutan (sustainable). PT. Tanjung Mas Sejahtera berkedudukan di Kota Semarang, memiliki tanah kosong seluas 8.162 m2 sesuai dengan sertifkat Hak Guna Bangunan No.342. Berlokasi di Jalan Wahidin, Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi tanah merupakan kawasan di daerah perbukitan, dengan view pemandangan yang bagus dan berada pada kawasan bebas banjir. Posisi lahan ditepi jalan Dr. Wahidin memilki DMJ (Daerah Milik Jalan) selebar 15 meter (jalan utama) dan dikelilingi jalan sekunder atau lingkungan dengan DMJ (Daerah Milik Jalan) seleber 2,5 m di sebelah kiri lahan dan kondisi jalan hotmix dalam keadaan baik.
3
Fasilitas transportasi terdekat yang tersedia adalah bus kota, bus trans Semarang jurusan Kampus UNDIP Tembalang dan Banyumanik serta Simpang Lima di pusat kota. Apartemen Best Western di sebelah Java Mall dengan jarak kira-kira 1 km ke arah utara juga menjadi penanda lokasi penelitian. Kawasan Jalan Wahidin merupakan kawasan komersial dengan banyak ruko dan komplek pertokoan. Kawasan Semarang Atas saat ini sedang diminati masyarakat umum karena bebas banjir, berhawa sejuk, dan mendapatkan view kota yang bagus. Tanah kosong tersebut berpotensi dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar. Untuk mengidentifikasi kegunaan yang paling menguntungkan, maka diperlukan analisis Kegunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use) yang kemudian disebut HBU. Hidayati dan Harjanto (2011: 49), mendifinisikan HBU adalah proses analisis data untuk menarik kesimpulan berdasarkan pemilihan di antara alternatif pengembangan yang dimungkinkan. HBU tanah dalam keadaan kosong dan HBU properti yang telah dikembangkan merupakan dua konsep yang berbeda. Analisis HBU tanah dalam keadaan kosong, berfokus pada alternatif penggunaan. Analisis HBU properti yang telah dikembangkan berfokus pada analisis bukan merupakan alternatif penggunaan, melainkan tiga kemungkinan yaitu kelanjutan dari alternatif yang ada, modifikasi dari penggunaan yang ada, dan pembongkaran yang dilanjutkan pengembangan lahan kembali (SPI 360 tahun 2013). Menurut Dadi, dkk. (2006: 40) terdapat 4 kriteria yang harus dipenuhi dalam menganalisis HBU, antara lain sebagai berikut.
4
1. Diizinkan secara legal (legal permissible) 2. Memungkinkan secara fisik (phisically possible) 3. Layak secara finansial (financially feasible) 4. Produktif secara maksimal (maximally productive) HBU sebagai penggunaan yang optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut (SPI KPUP butir 6.3/2013). Salah satu kesulitan di dunia penilaian adalah keterbatasan data, baik data penawaran maupun transaksi riil yang terjadi di pasar (Manihuruk, 2014: 5). Penilaian tanah dengan luasan ribuan meter persegi yang tidak memiliki data pembanding seperti milik PT. Tanjung Mas Sejahtera dapat dilakukan dengan Metode Analisis Pengembangan Lahan (Land Development Analysis) yang kemudian disebut LDA. Penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan estimasi dan pendapatan atas nilai ekonomis suatu objek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan SPI dan peraturan-peraturan yang berlaku. Penilai adalah seseorang yang memiliki kualifikasi, kemampuan dan pengalaman dalam melakukan kegiatan praktek penilaian untuk mendapatkan nilai ekonomis sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki (KEPI & SPI 2013). Nilai adalah konsep ekonomi yang merujuk pada harga yang mungkin disepakati oleh pembeli dan penjual dari suatu barang atau jasa yang tersedia untuk dibeli. Nilai bukan merupakan fakta, tetapi lebih merupakan harga yang sangat mungkin dibayarkan untuk barang atau jasa pada waktu tertentu sesuai
5
dengan definisi tertentu dari nilai (SPI KPUP butir 4.5/2007). Nilai pasar (market value) adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi yang bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak, di mana kedua pihak bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan (SPI 1 butir 3.1/2013). Manihuruk (2014: 5), mendefiniskan LDA sebagai salah satu metode dari pendekatan pendapatan yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap tanah kosong yang luas dan tidak terdapat data dengan luasan sebanding di pasar. Metode ini digunakan untuk lahan yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Menurut Boshoff (2011), bahwa metode LDA mencerminkan nilai pasar pada estimasi nilai yang dihasilkan dari aset tersebut dalam kemampuan untuk mendapatkan manfaat yang lebih. Supardi, dkk. (2010: 120), memperkuat pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa LDA dapat digunakan apabila tanah yang dinilai terletak di daerah yang telah berkembang dan data pasar yang wajar di daerah tersebut sulit diperoleh. Kelemahan teori ini adalah hanya diterapkan pada tanah yang luas dan data pasar sulit diperoleh, dan pada daerah yang sudah berkembang. Citra negatif terhadap tanah yang luas dan dibiarkan kosong atau terbengkalai ditambah tidak adanya data penawaran dan transaksi riil seperti pada kasus PT. Tanjung Mas Sejahtera tersebut menarik untuk dilakukan penelitian lebih mendalam. Kegunaan penelitian adalah mendapatkan fungsi dan kegunaan
6
paling optimal dengan konsep Highest and Best Use (HBU) dari tanah kosong tersebut beserta nilai tanah yang dapat ditentukan dengan teknik penilaian Land Development Analysis (LDA).
1.2 Keaslian Penelitian Studi empiris terkait pengembangan lahan, sudah banyak dilakukan oleh banyak peneliti dengan berbagai Metode dan analisis yang berbeda. Beberapa analisis terhadap lahan kosong dari peneliti-peneliti sebelumnya dengan tujuan untuk menentukan nilai yang paling optimal dari suatu pengembangan lahan beserta potensi nilai tertinggi dan terbaik dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Daftar Penelitian-penelitian Terdahulu Penulis dan Tahun Wolverton (1993)
Alat Analisis The Land Residual Method
Hasil Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa harga sewa apartemen berkolerasi dengan estimasi nilai tanah.
Cappoza dan Li (2002)
The Real Option Method
Kelayakan investasi dan optimalisasi dari pengembangan suatu lahan dapat digunakan NPV dan IRR yang merupakan variabel penting.
Boshoff (2011)
Land Development Approach
Pendekatan pengembangan lahan penuh dengan syarat dan asumsi yang harus dipahami penilai, terutama penguasaan terhadap kelayakan pasar.
Supit (2013)
Highest and Best Use (HBU)
Penggunaan tertinggi dan terbaik pada lahan kosong di Manado adalah pengembangan Hotel yang merupakan HBU dari objek yang dikaji.
Manaf. dkk. (2013)
Land Development
Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam mengontrol keseimbangan antara efisiensi lahan perkotaan dan kebutuhan properti masyarakat
Muliawan (2014)
Land Development Analysis (LDA)
Dengan LDA diperoleh kesimpulan bahwa pengembangan ruko merupakan HBU tertinggi dan terbaik pada objek lahan yang diteliti pada kawasan tersebut.
Manihuruk (2014)
Land Development Analysis (LDA)
Berdasarkan LDA diperoleh kesimpulan bahwa pengembangan apartemen merupakan HBU tertinggi dan terbaik pada objek lahan yang diteliti yaitu di Desa Pesantren, Kecamatan Mijen, Kota Semarang.
7
1.3 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah terdapat tanah kosong seluas 8.162 m2 milik PT. Tanjung Mas Sejahtera di Jalan Wahidin, Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, yang belum dimanfaatkan secara optimal. Nilai pasar tanah kosong tersebut akan ditentukan dengan menggunakan Metode Land Development Analysis (LDA). Berdasarkan rumusan masalah di atas muncul beberapa pertanyaan penelitian (research question) yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Properti apa yang layak dibangun sehingga dapat dimanfaatkan pada lahan yang terletak di Jalan Wahidin, Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah?
2.
Berapakah indikasi nilai dari Land Development Analysis (LDA) tanah kosong tersebut?
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1.
Menganalisis peluang pengembangan lahan di Jalan Wahidin, Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah dengan analisis HBU (Highest and Best Use).
2.
Menganalisis indikasi nilai lahan kosong tersebut dengan menggunakan pendekatan pendapatan melalui Land Development Analysis (LDA).
8
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah adanya penerapan Land Development Analysis (LDA) untuk mengestimasi nilai pasar pada tanah kosong seluas 8.162 m2 di Jalan Wahidin, Kelurahan Candi, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, bagi pemilik lahan dan bagi dunia akademisi. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Bagi Investor Informasi estimasi nilai tanah tersebut dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam mempertimbangkan untuk mengambil keputusan investasi.
2.
Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan dan menjadi bahan referensi serta penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan metode Land Development Analysis (LDA).
1.6 Sistematika Penulisan Hasil dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk laporan penelitian tesis yang sistematis dan dituangkan dalam 5 bab. Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, keaslian penulisan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis yang berisi tentang tinjauan pustaka, landasan teori, dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Bab III Analisis Data yang berisi analisis data yang menjelaskan cara penelitian yang mencakup definisi variabel operasional,
9
cara memperoleh data beserta sumbernya dan pembahasan hasil penelitian, Bab IV Pembahasan yang berisi data, hasil olah data dan pembahasan tentang hasil olah data dan terakhir adalah Bab V berisi Kesimpulan dan Saran yang berisi kesimpulan dan saran atas hasil penelitian beserta keterbatasan penelitian.
10