BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri yang sangat penting dalam menopang pembiayaan pembangunan. Besar kecilnya nilai pajak akan menentukan kapasitas anggaran dalam negeri baik dalam membiayai pengeluaran, pembangunan, maupun biaya rutin negara, oleh karena itu segala upaya ditingkatkan agar penerimaan negara dari sektor pajak dapat meningkat baik dari subjek ataupun pajak yang ada (Gunadi,2012). Menurut Soemitro (1990:2) dalam buku “Perpajakan: Pendekatan Komprehensif” pajak adalah iuran rakyat kepada negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa imbalan (tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Stelsel pajak merupakan tata cara atas pemungutan pajak. Sebagian besar pemungut pajak di Indonesia saat ini menggunakan self assessment system, yaitu suatu sistem pemungutan yang Wajib Pajaknya boleh menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Wajib Pajak dalam sistem ini bersifat aktif, sedangkan fiskus (pemerintah) hanya mengawasi, oleh karena itu Wajib Pajak harus mengetahui kapan mulainya suatu kewajiban pajak dan berakhirnya kewajiban-kewajiban yang menyertainya. Sistem pemungut pajak di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Indonesia menggunakan
1
official assessment system sampai dengan tahun 1967, kemudian diganti dengan semi self assessment dan withholding system tahun 1968-1983. Atas dasar perubahan Undang-Undang pada tahun 1983, barulah pada tahun 1984sistem pemungutan
pajak
di
Indonesia
menggunakan
self
assessment
system
(Suparmono, 2010:4). Firmanzah
(2012)
menyatakan
bahwa
penerimaan
perpajakan
berkontribusi rata-rata 70% terhadap total pendapatan negara dan hibah dalam kurun waktu 2006-2011. Komposisi penerimaan rata-rata khusus pajak dalam negeri periode 2006-2011terdiri dari: PPh 52% (dimana PPh non migas menguasai hingga 80%), PPn 34%, Cukai 9%, PBB 4%, sisanya BPHTB dan pajak lainnya. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan melakukan “tax reform”, yaitu dengan melakukan reformasi terhadap Peraturan Perundangundangan Perpajakan serta sistem administrasi perpajakan, agar basis pajak dapat semakin diperluas, sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak. Alex Radian (2008:15) dalam buku “Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan” berpendapat bahwa reformasi perpajakan pada dasarnya merupakan perbaikan (improvement) menuju keadaan perpajakan yang lebih baik. Reformasi menuntut perubahan menuju paradigma baru yang dianggap ideal
2
karena adanya perubahan kehidupan disegala bidang termasuk politik, ekonomi, teknologi, dan sosial. Direktorat Jendral Pajak melakukan reformasi perpajakan dengan menjalankan
sistem
modernisasi
administrasi
perpajakan.
Modernisasi
administrasi perpajakan adalah suatu proses reformasi pembaharuan dalam bidang administrasi perpajakan yang dilakukan warga komprehensif, meliputi aspek teknologi informasi, yaitu perangkat lunak, perangkat keras, dan sumber daya manusia (Wahyu Agung Priyadi, 2012). Tabel 1.1 APBN-P Dan Realisasi Penerimaan Perpajakan Tahun 2007-2011 (Miliaran Rupiah) Tahun
APBN-P*
Realisasi*
% Terhadap APBN-P
2007
489.891,8
490.988
100,2
2008
609.227,4
658.700,8
108,1
2009
651.954,8
641.379,9
98,4
2010
743.325,9
723.309,7
97,3
2011
878.685,2
873.735
99,4
Sumber : Nota Keuangan dan RAPBN (....) (Data Diolah Kembali)
Tabel 1.1 menunjukan APBN-P dan realisasi penerimaan perpajakan dari tahun 2007-2012. Pada tahun 2007 dan 2008, penerimaan pajak terealisasi dengan baik, namun pada tahun 2009, 2010, dan 2011 penerimaan pajak tidak terealisasikan dengan baik karena terjadinya penurunan. Hal ini menunjukan bahwa masih ada penerimaan pajak yang belum terealisasikan dengan baik. Upaya yang kini dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dalam meningkatkan pelayanan perpajakan melalui suatu reformasi perpajakan dengan penerapan
3
teknologi informasi dalam pelayanan perpajakan dengan penerapan teknologi informasi dan pelayanan perpajakan. Salah satu bentuk usaha yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perpajakan guna meningkatkan pelayanan perpajakan dan bentuk reformasi perpajakan adalah dalam pelaporan SPT melalui media elektronik (e-SPT) yang dikenal dengan sebutan e-filling. Administrasi modern dengan memanfaatkan teknologi informasi diperkenalkan sebagai jawaban atas keluhan terhadap administrasi perpajakan yang sering dianggap sebagai kelemahan dan penyimpangan dibidang pajak sepertie-Registrasion, e-Filling, ePayment merupakan salah satu dari proses modernisasi administrasi perpajakan, dengan maksud agar Wajib Pajak memperoleh kemudahan dalam memenuhi kewajibannya, sehingga tujuan untuk menciptakan administrasi perpajakan yang lebih tertib dan transparan dapat tercapai (Priyo Budi Santoso, 2012). Direktorat Jenderal Pajak akan membenahi strategi penagihan pajak untuk menambah penerimaan pajak pemerintah yang pada tahun 2011 mengalami kebocoran sangat besar. Salah satu penyebabnya adalah tingkat kepatuhan Wajib Pajak semakin menurun. Hal ini disebabkan karena masih banyak Wajib Pajak yang menunggak dan kesadaran Wajib Pajak yang rendah (I Wayan Agus Purnomo, 2011). Pengertian kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua perpajakan dan melaksanakan kewajiban perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakannya (Safri Nurmantu, 2005).
4
Uraian Wajib Pajak Terdaftar Wajib SPT SPT Tahunan PPh Rasio Kepatuhan
Tabel 1.2 Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT PPh Tahun 2007-2011 2007 2008 2009 2010 4.231.117
6.341.828
9.996.620 14.101.933 17.694.317
1.278.290 2.2097.849 5.413.114 30,21%
33,08%
2011
54,15%
8.202.309
9.332.626
58,16%
52,74%
Sumber : hasil data DJP 2011
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa Penyampaian SPT PPh mengalami kenaikan setiap tahunnya dari 2007-2011,yaitu dalam hal Wajib Pajak Terdaftar Wajib SPT dan SPT Tahunan PPh, namun dalam Rasio Kepatuhan Wajib Pajak tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 5,41% jika dibandingkan dengan tahun 2010.Salah satu penyebab dari fenomena ini, yaitu kesadaran Wajib Pajak yang rendah dan kendala dalam pengoperasian aplikasi e-SPT. Rizmy Otlani Novastria (2014) mengemukakan bahwa Wajib Pajak seringkali mengalami kendala, misalnya error dalam hal penginstallan serta impor file csv. Wajib Pajak seringkali tidak tahu dimana telah terjadi kesalahan karena tidak ada petunjuk penggunaan e-SPT. Kesadaran Wajib Pajak yang rendah akan timbul jika Wajib Pajak dapat memahami pentingnya pajak bagi pembangunan negara. Upaya meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, yaitu dengan cara memberikan sosialisasi menyangkut pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, di antaranya kewajiban penyampaian SPT kepada WP/PKP terutama bagi WP/PKP baru, menerbitkan dan mengirimkan himbauan/teguran/Surat
Tagihan
Pajak
terhadap
WP/PKP
yang tidak
menyampaikan SPT (Herry Susanto, 2012).
5
Direktorat Jendral pajak hingga tahun 2011 telah mampu menekan ketidak patuhan wajib pajak, dapat dilihat pada tabel di bawah ini jumlah wajib pajak yang terdaftar dan memiliki NPWP di Direktorat Jendral Pajak sebagai berikut: Tabel 1.3 Jumlah Wajib Pajak Terdaftar Tahun 2007-2011Di Dirtjen Pajak Indonesia Jenis Wajib Pajak Orang Pribadi
2007
2008
4.988.449
8.388.816
Bendahara
348.451
379.681
434.355
467.984
507.844
Badan
1.308.160
1.443.507
1.508.287
1.737.459
1.942.811
Jumlah
2009
2010
2011
13.949.750 17.327.184 19.913.904
6.645.060 10.212.067 15.964.392 19.532.627 22.364.559
Sumber: Hasil data DJP 2011
Berdasarkan data pada tabel 1.3 dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan jumlah Wajib Pajak badan terdaftar dan memiliki NPWP, namun meningkatnya jumlah wajib pajak terdaftar dan memiliki NPWP tidak menjamin wajib pajak tersebut patuh tanpa diikutsertakan dalam penyampaian dan pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak tersebut. Melaporkan SPT merupakan salah satu kewajiban para Wajib Pajak sebagaimana amanat Undang-undang Perpajakan Indonesia. Ikatan Akuntansi Indonesia (2013 : 8) dalam buku “Susunan dalam Satu Naskah UndangUndang Perpajakan” berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Jo Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang “Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan” (KUP) yang dimuat dalam pasal 3 ayat (1) menjelaskan bahwa:
6
“Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak”. (2013:1) Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Dirjen Pajak akan melakukan pendekatan teknologi untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, terutama untuk Wajib Pajak Badan, salah satunya adalah penerapan e-SPT. Sistem elektronik penyerahan SPT akan memudahkan petugas pajak melakukan pengawasan. Wajib Pajak Badan tidak lagi direpotkan dengan pengisian SPT secara manual. Kebijakan tersebut akan benahi dan dikembangkan pada tahun 2012 (I Wayan Agus Purnomo, 2012). Sistem perpajakan yang saat ini sedang dikembangkan, yaitu sistem SPT menjadi e-SPT. Direktorat Jenderal Pajak menyatakan bahwa Elektronik SPT atau e-SPT adalah aplikasi (software) yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan Wajib Pajakagar dapat memudahkan dalam menyampaikan e-SPT (Ghalih Huriarto, 2013). Berdasarkan uraian di atas, oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perpajakan dengan judul: “PENGARUH PENERAPAN ELEKTRONIK TERHADAP
SURAT
KEPATUHAN
PEMBERITAHUAN WAJIB
PAJAK
(E-SPT) BADAN
MASAPPh PADA
KPP
PRATAMA CIREBON”.
7
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka masalahmasalah dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan sistem elektronik surat pemberitahuan (e-SPT) Masa PPh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Cirebon. 2. Bagaimana pengaruh penerapan sistem elektronik surat pemberitahuan (e-SPT) Masa PPh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Cirebon. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud peneliti mengadakan penelitian ini, yaitu untuk memperoleh data dan informasi akurat mengenai penerimaan pajak setelah diterapkannya e-SPT serta untuk menempuh ujian sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Jenjang Program Pendidikan Strata 1 Universitas Widyatama Bandung. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui penerapan sistem elektronik surat pemberitahuan (e-SPT) Masa PPh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Cirebon. 2. Mengatahui pengaruh penerapan sistem elektronik surat pemberitahuan (e-SPT) Masa PPh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Cirebon. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat berguna dan bermanfaat sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan,yakni antara lain: 1. Akademis
8
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan berupa bahan bagi penelitian lebih lanjut dan sumbangan bagi pengembangan ilmu Perpajakan terutama tentang Kualitas Pelayanan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak. 2. Peneliti Hasil penelitian ini sangat berguna untuk menambah wawasan mengenai kualitas pelayanan pajak dan kondisi kepatuhan Wajib Pajak. 3. KPP Pratama Cirebon KPP Pratama Cirebon akan memperoleh tambahan informasi dan masukan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dan menanggapi persepsi negative dari Wajib Pajak tentang penerimaan pajak, serta dapat memahami faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. 4. Bagi Pembaca Hasil peneliatian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan pengetahuan dan menjadi masukan yang berguna bagi dunia pendidikan khususnya mengenai eSPT dan kepatuhan Wajib Pajak. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penulis melakukan penelitian di KPP Pratama Cirebonuntuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti. KPP Pratama Cirebonberlokasi di Jl. Evakuasi No.9 Cirebon.Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2014 sampai dengan selesai.
9