1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti
saat masih menjadi teman dekat atau pacar sangat penting dilakukan agar pernikahan bertahan lama. Seiring berjalannya waktu, kehidupan pernikahan akan terasa sedikit hambar, berbeda dengan masa ketika pacaran dan awal pernikahan. Berdasarkan data hasil perhitungan Kementrian Agama RI mencatat terjadi 250 ribu kasus perceraian di Indonesia pada tahun 2009. Angka ini setara dengan 10% dari jumlah pernikahan di tahun 2009 sebanyak 2,5 juta pasangan yang menikah. Jumlah perceraian tersebut naik 50 ribu kasus dibanding tahun 2008 yang mencapai 200 ribu perceraian (Ririn, 2010). Faktor terjadinya perceraian adalah ketidakharmonisan pribadi, gangguan pihak ketiga, dan faktor ekonomi. Faktor perceraian akibat ketidak harmonisan pribadi disebabkan karena tidak adanya kualitas hubungan romantis yang baik dengan pasangan (relationship partner). Menurut Erickson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2005) usia dewasa muda berkisar dari 20-40 tahun. Pada masa dewasa muda, individu mulai melakukan pendekatan tertentu dengan dekatnya dan menjalin sebuah hubungan yang romantis. Dalam hubungan romantis diperlukan suatu keintiman. Keintiman dapat dicapai dengan menjalin hubungan interpersonal yang intim dan membuat komitmen dengan orang lain. Jika hal ini tidak terpenuhi maka seseorang akan mengalami perasaan terisolasi. Dengan adanya keintiman, maka kedekatan antar individu dalam sebuah hubungan meningkat. Selain itu, keintiman juga berperan dalam membantu individu mengartikan sebuah
2
hubungan yang dijalin. Misalnya, ketika seseorang menjalin hubungan dengan temannya, keintiman berperan dalam menentukan sejauh mana hubungan tersebut dapat berkembang ke tingkat yang lebih mendalam seperti menjadi pasangan romantis. Hubungan romantis merupakan proses attachment, yang dialami secara berbeda oleh setiap individu berdasarkan tipe pembentukan attachment masing–masing. Penelitian mengenai teori attachment dalam konteks hubungan romantis dewasa pertama kali dilakukan oleh Hazan & Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007). Pada studi Hazan & Shaver (dalam Bird & Melville, 1994) terhadap 620 pria dan wanita, menemukan bahwa hubungan dari pasangan yang memiliki secure attachment cenderung dapat bertahan paling lama (10 tahun) dibandingkan dengan mereka yang memiliki avoidant attachment (6 tahun) atau anxious/ambivalent attachment (5 tahun). Pasangan yang memiliki secure attachment pada studi ini mendeskripsikan diri mereka sebagai orang yang bahagia, percaya, ramah, serta dapat menerima dan mendukung pasangannya meskipun pasangannya tersebut memiliki beberapa kekurangan atau kesalahan. Pasangan yang memiliki pola avoidant attachment akan mengalami perasaan cemburu, takut akan keintiman, dan emosi yang berubah-ubah dengan ekstrim. Pasangan yang memiliki pola anxienty attachment mendeskripsikan hubungannya diwarnai oleh obsesi terhadap pasangan, kecemburuan, emosi yang sangat mudah berubah, memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap faktor seksual, dan menginginkan pasangannya memiliki perasaan yang sama dengan yang mereka rasakan. Pembentukan attachment sesungguhnya sudah berlangsung sejak individu masih sangat kecil. Oleh karena itu, kualitas attachment pada masa kanak-kanak terkait dengan kualitas attachment pada masa dewasa. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keluarga
3
akan mempengaruhi pembentukan tipe attachment pada diri seseorang. Hal ini tentu saja karena pengalaman attachment yang didapatkan seseorang sebelumnya berasal dari orang tua. Menurut Bowlby (dalam Mikulincer & Shaver, 2007), attachment adalah ikatan emosional yang dialami oleh anak ketika berinteraksi dengan figur tertentu, dimana anak menginginkan kedekatan dengan figur tersebut dalam situasi-situasi tertentu seperti ketika ketakutan dan kelelahan. Menurut Hazan dan Shaver (dalam Mikulincer & Shaver, 2007) attachment terbagi menjadi tiga dimensi. Dimensi pertama, individu dewasa dengan tipe avoidance attachment, biasanya akan selalu merasa tidak nyaman bila harus intim dengan orang lain. Hal ini terjadi karena ia tidak memiliki kepercayaan terhadap orang lain, sehingga jarang sekali individu dengan tipe ini menemukan cinta sejatinya. Dimensi kedua, individu dewasa dengan tipe ambivalent/ anxious attachment. Individu tipe ini memiliki perasaan tidak nyaman dalam hubungan intim dengan orang lain. Hanya saja pada tipe ini, individu dewasa memiliki kecenderungan memiliki obsesi dan rasa khawatir yang berlebihan terhadap pasangannya. Selain itu mereka juga merasa takut bila cinta mereka yang kuat tidak mendapat balasan dari pasangannya (Hazan & Shaver, dalam Mikulincer & Shaver,2007).
Dimensi yang ketiga, dewasa dengan tipe secure attachment dapat
digambarkan sebagai seseorang yang mudah dekat dengan orang lain, berharap dapat mempertahankan suatu intimate relationship dan dapat menerima orang lain sebagai seseorang yang dapat dipercaya. Selain individu dewasa yang bertipe secure attachment akan memiliki emosi positif lebih besar dibandingkan dengan emosi negatif. Hal ini dikarenakan mereka juga memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan tipe attachment
4
lainnya dalam menerima dan menginterpretasikan kejadian pada suatu hubungan dengan cara yang positif. Hazan & Shaver
(dalam Bird & Melville,1994) menambahkan bahwa tipe
attachment seseorang memegang peranan penting dalam kelanggengan suatu hubungan percintaan. Pendapat ini didukung oleh penelitian Monteoliva & Garcia-Martinez (2005) yang menemukan bahwa pola kelekatan secure berhubungan positif dengan kepuasan dan kelanggengan suatu hubungan. Dalam penelitian gambaran tipe attachment pada dewasa muda yang belum mempunyai pasangan dan mempunyai pasangan. Dewasa muda yang belum mempunyai pasangan terdiri dari orang yang belum pernah menikah namun pernah menjalin hubungan romantis (single). Sedangkan dewasa muda yang mempunyai pasangan terdiri dari berpacaran (courtship), tunangan (engagement) dan Menikah (marriage).
5
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya,
maka
permasalahan utama yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran tipe attachment pada dewasa muda yang belum mempunyai pasangan dan mempunyai pasangan di Jakarta Barat”? Peneliti akan melihat beberapa hal dari attachment pada dewasa muda. Berikut beberapa pertanyaan penelitian secara mendalam: 1. Bagaimana gambaran tipe attachment pada pria yang belum mempunyai pasangan dan mempunyai pasangan? 2. Bagaimana gambaran tipe attachment pada wanita yang belum mempunyai pasangan dan mempunyai pasangan?
1.3
TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empiris sebagai dasar
memperoleh jawaban atas permasalahan utama dalam penelitian ini secara umum, yaitu untuk mengetahui gambaran tipe attachment pada dewasa muda yang belum mempunyai pasangan dan mempunyai pasangan di Jakarta Barat.
6
1.4
MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis penelitian ini dapat: a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu kepada ilmu pengetahuan di bidang psikologi khususnya bidang klinis terhadap teori-teori yang berkaitan dengan masalah attachment pada dewasa muda. b) Sebagai referensi dalam membantu pengembangan alat ukur Adult Attachment Questionnaire yang sudah diteliti sebelumnya oleh Simpson et al., (1996) khususnya di Jakarta Barat. c) Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan referensi teoritis atau empiris untuk penelitian-penelitian lain di masa yang akan datang.
1.4.2
Manfaat Praktis Manfaat teoritis penelitian ini dapat: a) Sebagai acuan konseling untuk para dewasa muda dalam mengatasi masalah. b) Sebagai salah satu referensi dalam mengembangkan terapi untuk membentuk attachment yang lebih sehat.Terapi ini biasa disebut dengan Corrective Attachment Therapy. Corrective Attachment Therapy merupakan terapi yang digunakan untuk memberikan pemeliharaan hubungan pada masa anak-anak. c) Membantu para dewasa muda untuk memahami attachment yang mereka miliki dan berusaha untuk mengatasi kekurangan dari attachment mereka.