BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan industri kecil dan menengah yang tersebar di masyarakat Indonesia telah memberikan andil yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan masyarakat Indonesia. Pada umumnya, UKM tahu di Indonesia berskala kecil dan menengah. Jumlah industri besar di Indonesia adalah 3.952 buah sedangkan jumlah industri kecil yang terdaftar di Deperindag yaitu 40.378 buah (Ibrahim, 1998). Berdasarkan Badan Pusat Statistik, sekitar 38% kedelai di Indonesia
dikonsumsi
dalam
bentuk
produk
tahu.
Seiring
dengan
bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun, maka permintaan dalam negri terhadap produk pangan yang merupakan hasil olahan dari biji kedelai khususnya tahu mengalami pertumbuhan, tetapi pada tahun 2010 dan 2012 mengalami penurunan terhadap konsumsi tahu itu sendiri mungkin karena potensi konsumsi tahu oleh masyarakat Indonesia yang lemah, jumlah produksi tahu yang tidak maksimal, kurangnya ketersediaan kedelai dipasaran dan tingginya harga kedelai pada saat tahun tersebut. Pertumbuhan konsumsi tahu perkapita di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2013 terlihat pada Tabel 1.2 dibawah ini.
1
Tabel 1.1 Pertumbuhan Penduduk dan Konsumsi Tahu Berdasarkan Pendapatan Nasional Per Kapita di Indonesia Tahun 2009 – 2013 Tahun
Pertumbuhan
Pendapatan
Konsumsi
Penduduk Indonesia
Nasional Per
(kg/kapita/tahun)
(orang)
Kapita (rupiah)
2009
237.500.000
6.171.342,87
7,039
2010
240.700.000
23.974.407,31
6,987
2011
243.800.000
27.487.046,94
7,404
2012
246.900.000
30.674.674,07
6,987
2013
249.900.000
32.463.736,28
7,039
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2013 dan BPS, 2010 serta Worldbank, 2013. Industri kecil dan menengah dikarakteristikan sebagai industri dengan tingkat efisien energi yang rendah dan tingkat pencemaran yang tinggi, hal ini disebabkan oleh ( Visvanathan dan Kumar, 1999) : a. Usia tenaga kerja, teknologi yang kurang efisien, kurangnya informasi dalam penggunaan energi yang efisien dan teknologi yang berwawasan ramah lingkungan b. Kurangnya atau tidak adanya sistem pembuangan dan penanganan limbah dimana sistem tersebut lebih mengutamakan keuntungan daripada kesadaran akan lingkungan c. Kurangnya infrastruktur dalam industri
2
d. Adanya hambatan dari segi teknik, ekonomi, informasi, sosial dan institusi untuk mengadopsi dan mengimplementasikan teknologi berwawasan lingkungan UKM tahu yang berada di daerah kawasan Mojosongo, Surakarta ini merupakan industri kecil dan menengah dimana terdapat 30 hingga 50 pengrajin tahu yang tersebar di berbagai rumah yang ada dikawasan tersebut. UKM tahu yang pertama digunakan sebagai penelitian ini tediri dari 9 orang pengrajin dimana 9 orang pengrajin tersebut melakukan proses produksi dalam satu rumah secara bersama – sama dan diantara ke 9 pengrajin tahu tersebut sekaligus sebagai pemilik dari UKM tahu maupun tempe yang mereka produksi. Saya memilih UKM tahu pertama yang didirikan oleh Bapak Sunardi sejak tahun 1960 dan saat ini dijalankan oleh Bapak Sutadi yang masih menggunakan bak perebusan tungku. Satu hari UKM tahu ini memproduksi 40 kg – 70 kg kedelai yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan tahu. UKM tahu yang kedua yang dipilih didirikan oleh Bapak Christianto dan memiliki 3 orang karyawan dan menggunakan teknologi ketel uap. Satu hari industri ini bisa memproduksi hingga 300 kg hingga 400 kg kedelai. Di industri kedua ini hanya ada satu pemilik pengrajin tahu yaitu Bapak Christianto sendiri. Rumah produksi tahu ini bersebrangan dengan industri Bapak Sunardi. Untuk para pengrajin yang lain sama dengan industri yang pertama hanya berbeda dilokasi produksi saja, dimana satu rumah produksi memiliki beberapa pemilik UKM tahu maupun tempe.
3
Proses produksi tahu memerlukan input dan menghasilkan output. Input yang digunakan yaitu bahan bakar kayu yang cukup banyak dan bahan bakar minyak untuk alat transportasi serta penggunaan jumlah air bersih yang sangat besar. Air yang digunakan dalam satu hari mencapai ± 350 liter, sedangkan outputnya menghasilkan produk samping yang cukup banyak seperti limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dihasilkan pada saat proses penyaringan sedangkan limbah cair dihasilkan dari proses pentirisan dan pencetakan. Teknologi yang digunakan pada proses pemasakan tahu ini masih konvensional yaitu menggunakan bak perebusan besar yang dipanaskan dengan bara api yang berasal dari serbuk kayu, sedangkan UKM tahu kedua menggunakan teknologi ketel uap. Setiap bahan bakar yang digunakan baik untuk proses produksi maupun sebagai alat transportasi akan menghasilkan emisi yang akan mencemari lingkungan. Emisi ini dapat dievaluasi untuk mengetahui penggunaan input yang berdampak besar terhadap lingkungan. Cara evaluasi tersebut dapat mengaplikasikan konsep Life Cycle Assessment (LCA), dimana konsep ini merupakan suatu metode atau alat yang menilai sebuah produk dari proses awal hingga akhir dan mengetahui penggunaan sumber daya dan emisi yang dikeluarkan yang nantinya mungkin akan berpotensi merusak lingkungan sekitar dan membandingkan penggunaan kedua teknologi tersebut pada proses pengolahan tahu dan mengidentifikasi dan mengkuantitasikan semua bahan – bahan yang terlibat pada proses
4
pengolahan tersebut sehingga nantinya produksi tahu ini dapat menerapkan produksi yang lebih ramah lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan
masalah
pada
penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa saja faktor – faktor bahan yang terlibat pada proses pembuatan tahu pada UKM tahu tersebut? 2. Bagaimana karakteristik tahu dan kuantitas tahu serta energi yang diperoleh jika proses produksi dilakukan dengan bak perebusan dibandingkan dengan menggunakan ketel uap? 3. Bagaimana hasil perbandingan penggunaan energy dan emisi yang dihasilkan ketel uap dan bak perebusan dalam proses pemasakan tahu? 4. Bagaimana pengaruh terhadap lingkungan dari proses produksi dengan menggunakan bak perebusan dan ketel uap?
1.3 Batasan Penelitian Agar penelitian ini berfokus pada masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini diberikan batasan dan asumsi sebagai berikut: 1. Obyek penelitian dibatasi pada UKM tahu Sunardi dan Christianto didaerah Mojosongo, Surakarta. 2. Aspek yang dikaji mulai dari pengadaan bahan baku, proses pembuatan tahu hingga pemasaran.
5
3. Penelitian ini menganalisis perbandingan penggunaan energi bak perebusan dan ketel uap dalam proses pemasakan tahu. 4. Tahap penelitian yang dilakukan tidak sampai pada penanggulangan dampak industri, hanya identifikasi terhadap dampak. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Menganalisa dan mengevaluasi hasil penggunaan energi dan emisi yang ditimbulkan pada tiap – tiap UKM tahu dengan menggunakan ketel uap dan bak perebusan dalam proses pemasakan tahu. 2. Menganalisa hasil penggunaan energi dan emisi yang ditimbulkan oleh bensin dan kayu dengan pengujian beda signifikan.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diambil dari hasil penelitian ini adalah dapat memperkenalkan konsep Life Cycle Assessment pada industri kecil dan menengah. Selain itu mengetahui bahan bahan seperti material, energi, proses dan sub proses yang terlibat pada industri yang menggunakan teknologi secara konvensional maupun semi – modern (ketel uap) dan mengetahui dampak dampak yang ditimbulkan dari proses produksi tersebut.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Mengenai Tahu 2.1.1 Pengertian Tahu Tahu berasal dari negeri Cina. Asal katanya adalah tao-hu, teu-hu atau tokwa. Kata tao atau teu sendiri artinya kacang sedangkan hu atau kwa artinya rusak, lumat, hancur menjadi bubur. Jika kedua kata tersebut digabungkan akan memberi pengertian, makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur. (Kastyanto, 1999). Di Jepang, tahu dikenal dengan nama tohu, sedangkan dalam bahasa inggris disebut soybean curd atau juga tofu (Supriatna, 2005). Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyarian kedelai yang telah digiling dengan penambahan air (Sarwono, 2004). Tahu diperdagangkan dengan berbagai variasi bentuk, ukuran dan warna. Selain tahu putih atau tahu biasa, dipasar juga dikenal berbagai tahu komersil yang sudah memiliki nama dan berciri khas diantaranya (Sarwono, 2004) : 1. Tahu Sumedang Tahu sumedang disebut juga tahu pong atau tahu kulit. Tahu ini merupaka lembaran – lembaran tahu putih setebal 3 cm dengan tesktur lunak dan kenyal.
7
2. Tahu Cina Tahu Cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus dan kenyal dibandingkan tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8 cm. 3. Tahu Kuning Tahu kuning mirip tahu cina. Bentuknya tipis dan lebar, warnanya kuning dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. 4. Tahu Sutera Tahu sutera teksturnya sangat lembut dan lunak, tahu yang berasal dari Jepang ini biasanya dikonsumsi sebagai makanan penutup (dessert). Tahu merupakan konsentrat protein kedelai. Tahu merupakan suatu produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp.) dengan cara pengendapan proteinnya dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan. Syarat mutu tahu adalah sebagai berikut ( SNI 01-3142, 1998) : 1. Bau dan rasa
: normal
2. Warna
: putih atau kuning bersih
3. Penampakan
: normal tidak berlendir dan tidak berjamur
4. Kadar abu (%)
: maks. 1,0
5. Kadar protein(%bb)
: min 9,0
6. Lemak
: min 0,5
8
7. Kadar serat kasar (%bb)
: maks 0,1
Berdasarkan pengamatan 1 kg kedelai mengandung lebih kurang 300 – 400 gram (40%) protein, 200-300 gram karbohidrat, 150 – 200 gram lemak dan sisanya merupakan zat – zat mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium serta vitamin anti beri – beri ( Santoso, 1993). Pemanfaatan kedelai menjadi tahu ini memiliki kandungan gizi yang tinggi dan juga mengandung beberapa asam amino yang dibutuhkan manusia seperti terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Kandungan Asam Amino Esensial Kedelai tiap 100 gram No.
Asam Amino Esensial
Kandungan
1
Isoleusin (mg)
47,3
2
Leusin (mg)
77,4
3
Lisin (mg)
56,9
4
Metionin (mg)
11,0
5
Sistin (mg)
8,6
6
Fenilalanin (mg)
49,4
7
Tirosin (mg)
32,3
8
Treonin (mg)
41,3
9
Triptophan (mg)
11,5
10
Valin (mg)
47,6
Sumber : LIPI (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2000)
9
2.1.2 Kedelai Kedelai merupakan tanaman semusim dan termasuk tanaman basah. Kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut ( Rukmana dan Yuniarsih, 1996) : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyleddonae
Ordo
: Polypetales
Famili
: Leguminosae
Sub-famili
: Papilonodeae
Genus
: Glycine
Spesies
: Glycine max (L.) Merill
Kedelai mempunyai banyak kegunaan bagi manusia. Salah satu kegunaan kedelai sebagai sumber protein nabati, yang dapat diperoleh dengan cara mengolah kedelai menjadi berbagi jenis makanan seperti tahu, tempe, tauco, kecap dan susu kedelai. Alasan utama kedelai diminati masyarakat luas di dunia antara lain karena dalam biji kedelai terkandung gizi yang tinggi. Kandungan gizi yang terkandung dalam 100 gram bahan kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.2. Disamping itu kadar asam amino kedelai termasuk paling lengkap.
10
Tabel 2.2. Kandungan Gizi yang Terkandung Tiap 100 gram Bahan Kedelai Kandungan Gizi
Kedelai basah
Kedelai kering
Kalori (kkal)
286,0
331,0
Protein (g)
30,20
34,90
Lemak (g)
15,60
18,10
Karbohidrat (g)
30,10
34,80
Kalsium (mg)
196,0
227,0
Fosfor (mg)
506,0
585,0
Zat besi (mg)
6,9
8,0
Vitamin A (S.I)
95,0
110,0
Vitamin B1 (mg)
0,93
1,07
Vitamin C
-
-
Air (g)
20,00
10,00
Bagian yang dapat dimakan (%)
100,00
100,00
Sumber : LIPI (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2000) 2.1.3 Pembuatan Tahu Pada prinsipnya pembuatan tahu sendiri tediri dari dua tahap yaitu pembuatan bubur kedelai dan tahap koagulasi dari bubur kedelai. Langkah – langkah dalam membuat tahu meliputi penyotiran, pencucian, perendaman, penggilingan, pendidihan, penyaringan, penggumpalan dan pencetakan (Santoso, 2003). Biji – biji kedelai yang sudah dicuci direndam dalam bak air selama 6-12 jam. Indikasi bahwa waktu perendaman telah selesai ditandai
11
dengan berat kedelai telah mencapai 2,2 kali berat kedelai kering dan telah mengembang menjadi 2,4 kali kedelai kering. Waktu perendaman dapat dipercepat dengan menggunakan air panas (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Pemasakan bubur kedelai bertujuan (Shurtleff dan Aoyagi, 1984) : 1. Untuk mempermudah mengekstrak bubur kedelai 2. Untuk menginaktifkan zat antinutrisi kedelai (trypsin inhibitor) yang bersifat menggangu penggunaan protein dalam tubuh 3. Meningkatkan dan mengoptimalkan jumlah nutrisi dan mutu dari protein 4. memperbaiki rasa dan aroma 5. meningkatkan
umur
simpan
dengan
menginaktifkan
/
membunuh bakteri 6. mengubah
sifat
kimia
protein,
sehingga
pada
waktu
penggumpalan akan menghasilkan tahu yang baik Pemasakan dilakukan pada suhu 1000C – 1100C selama 10 menit atau pemasakan kedelai dapat dianggap selesai setelah bubur kedelai tiga kali berbusa, selanjutnya bubur kedelai disaring dengan kain blacu atau motif kasar yang diletakkan dalam panci kemudian ditekan dengan papan kayu dengan kuat sehingga diperoleh susu kedelai yang optimal. Susu kedelai yang masih hangat dan berwarna kekuning-kuningan ditambah dengan asam cuka yang telah dilarutkan dalam air atau whey yang disimpan 1-2 malam, lalu diaduk-aduk, dibiarkan 5 – 10 menit agar penggumpalan protein sempurna. Air asam yang terdapat diatas endapan dipisahkan, kemudian dimasukkan
12
kedalam cetakan dan pada bagian alas dihamparkan kain blacu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Proses pemasakan tahu sendiri ada dua jenis yaitu menggunakan
tungku atau konvensional dan dengan menggunakan ketel uap. Gambar 2.1 Pemasakan Tahu dengan Tungku
Gambar 2.2. Pemasakan Tahu dengan Ketel Uap
13
Dalam proses pembuatan tahu, digunakan bahan pembantu agar bahan baku kedelai dapat diproses lebih lanjut. Bahan pembantu yang digunakan antara lain (Sarwono, 2004) : a. Penggumpal Penggumpal yang digunakan untuk mengendapkan protein dan larutan padat pada sari kedelai antara lain batu tahu atau sioko, biang tahu dan Glucono-Delta-Lacton (GDL). Bahan penggumpal yang digunakan untuk pembuatan tahu adalah biang tahu bagi usaha yang sudah rutin produknya dan bagi usaha baru dapat menggunakan asam cuka makanan (asam asetat) pekat. b. Pewarna Ada dua jenis pewarna makanan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetik. Pewarna alami tahu biasanya menggunakan ekstrak kunyit. Tahu yang diberi pewarna alami ini cukup mudah dikenali karena pada permukaannya terdapat sedikit gumpalan dan beraroma khas kunyit. Apabila menggunakan pewarna sintetik sebaiknya menggunakan pewarna makanan dan bukan pewarna cat atau kain. c. Antibusa Bahan ini berfungsi untuk mencegahh timbulnya busa sewaktu memasak bubur kedelai. Ada beberapa zat antibusa yang bisa digunakan dalam pembuatan tahu, antara lain kalsium karbonat, minyak goring dan silicone defoamer. Adanya busa atau gelmbung
14
– gelembung udara yang terkait dalam tahu dapat menurunkan mur simpan tahu. d. Air Air sangat berpengaruh pada mutu tahu, oleh karena itu yang digunakan harus memenuhi persyartan untuk industri pangan, seperti tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak berasa, tidak mengandung besi dan mangan serta bebas dari jasad renik pathogen.
2.2 Industri Kecil dan Menengah (UKM) 2.2.1 Pengertian Usaha Kecil UKM adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia, tetapi sampai saat ini batasan mengenai usaha kecil di Indonesia masih beragam. Pengertian kecil didalam usaha kecil bersifat relatif, sehingga perlu ada batasannya, yang dapat menimbulkan definisi-definisi usaha kecil dari beberapa segi. Menurut (M.Tohar,1999:2) definisi usaha kecil dari berbagai segi tersebut adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan Total Asset Berdasarkan total asset, pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat membuka usaha. b. Berdasarkan Total Penjualan Bersih Per Tahun
15
Berdasarkan hal ini pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki hasil total penjualan bersih per tahun paling banyak Rp 1.000.000.000 ( satu miliar rupiah). c. Berdasarkan Status Kepemilikan Dari segi ini, didefinisikan bahwa pengusaha kecil adalah usaha berbentuk perseorangan, bisa berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang didalamnya termasuk koperasi. Berdasarkan UU No. 1 tahun 1995, usaha kecil dan menengah memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar. 3. Milik Warga Negara Indonesia (WNI) 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki atau dikuasai usaha besar. 5. Bentuk usaha orang per orang, badan usaha berbadan hukum/tidak, termasuk koperasi. 6. Untuk sektor industri, memiliki total aset maksimal Rp 5 miliar. 7. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 3 miliar pada usaha yang dibiayai.
16
Menurut BPS pada seminar di Kementerian Negara Koperasi dan UKM Tahun 2009, landasan hukum penyusunan variabel UMKM 2006-2008 adalah UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM meliputi : 1. Usaha mikro: memiliki kekayaan paling banyak Rp. 50.000.000,- atau hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000, 2. Usaha kecil: memiliki kekayaan bersih > Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- atau hasil penjualan tahunan > Rp. 300.000.000,- sampai Rp.2.500.000.000,3. Usaha menengah; memiliki kekayaan bersih > Rp.500.000.000,- sampai denga Rp 10.000.000,- atau hasil penjualan > Rp 2.500.000.000,- sampai dengan Rp 50.000.000.000,-. 2.2.2 Pengertian Usaha Menengah 1. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 Pengertian Usaha Kecil Menengah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. 2. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Pengertian Usaha Kecil Menengah: Berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
17
3. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 Pengertian Usaha Kecil Menengah: Didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan atau omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau asset atau aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : - Bidang usaha ( Fa, CV, PT, dan koperasi ) - Perorangan ( Pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa ) 4. Menurut UU No 20 Tahun 2008 Pengertian Usaha Kecil Menengah: Undang undang tersebut membagi kedalam dua pengertian yakni Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : a. Kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
18
Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 2.3 ISO 14000 Perdagangan global memunculkan gagasan untuk memperbaiki kualitas lingkungan dengan penerapan “ecolabel” yang berarti produk yang diperdagangkan telah dihasilkan dari proses yang mempertimbangkan masalah lingkungan. Konsep sistem pengelolaan lingkungan yang baru diperkenalkan oleh International Organization for Standardization (ISO) dengan metode baku dalam sistem pengelolaan lingkungan ISO 14000 (Anonim 1, 2014). Kelompok standar ISO 14000 tentang manajemen lingkungan relatif masih baru diperkenalkan oleh ISO, namun banyak standar tentang hal – hal yang berkaitan dengan lingkungan sudah lama dimiliki oleh ISO, seperti halnya dengan kelompok standar ISO 9000, ISO 14000 dikeluarkan untuk mengakomodasikan pihak yang berkepentingan yaitu bisnis, industri, pemerintah, organisasi non pemerintah (LSM) dan konsumen (Raharjo, 2000). Beberapa seri dari ISO seri 14000 adalah (Raharjo, 2000) : 1. ISO seri 14001 tentang Environmental Management System (EMS)
19
2. ISO seri 14010 tentang Environmental Auditing 3. ISO seri 14020 tentang Environmental Labeling 4. ISO seri 14030 tentang Environmental Performance Evaluation (EPE) 5. ISO seri 14040 tentang Life Cycle Assesment, tediri dari e. ISO seri 14040
: LCA – Principles and framework
f. ISO seri 14041
: LCA – Goal and scope definition and
Inventory Analysis g. ISO seri 14042
: LCA – Life Cycle Impact Assesment
h. ISO seri 14043
: LCA – Life Cycle Interpretation
i. ISO seri 14048
: LCA – LCA Data Documentation format
j. ISO seri 14049
: LCA – Examples for the application of ISO
14041 Setiap manajaer hampir bisa dipastikan bahwa akan menghindari polusi yang ditimbulkan oleh organisasi dalam menjalankan aktivitasnya. Bagi manajer yang berwawasan lingkungan tidak cukup puas dengan sekedar memenuhi persyaratan minimum agar terhindar dari sanksi. Salah satu cara yang telah diakui bisa membawa perbaikan lingkungan adalah penerapan ISO 14000. Standar ini dimaksudkan untuk mengganti pandangan pengelolaan lingkungan sebagai beban biaya menjadi investasi terhadap lingkungan yang akan memberikan jaminan kelangsungan hidup organisasi yang lebih baik. Manfaat langsung yang bisa diperolah antara lain yaitu biaya penanganan limbah lebih rendah, penghematan energi dan bahan baku, biaya distribusi lebih murah, peningkatan citra organisasi dimata konsumen dan masyarakat,
20
dan kerangka kerja untuk perbaikan terus menerus sudah tersedia tinggal dilaksanakan (Raharjo, 2000).
Gambar 2.3 Skema ISO 14000 series Sumber : www.iso.org
21
2.4 Konsep Life Cycle Assessment (LCA) Life Cycle Assessment (LCA) adalah proses evaluasi dampak yang dimiliki oleh suatu produk terhadap lingkungan sepanjang umur hidupnya. LCA dapat digunakan untuk mempelajari dampak baik buruk produk maupun fungsi yang diharapkan dari produk tersebut. LCA secara umum dikenal sebagai analisis cradle-to-grave. Oleh karena itu LCA merupakan proses yang berkelanjutan, perusahaan dapat memulai LCA dari titik manapun dalam daur hidup produk ( atau daur hidup sebagai fungsi produk ) (Jian-Guang Wu,2009). Life Cycle Assesment adalah proses yang obyektif untuk menilai beban lingkungan yang berkaitan dengan produk, proses atau kegiatan dengan cara pengenalan dan penentuan kuantitas penggunaan bahan, energy dan pembebanan sisa bahan dan energi ke lingkungan, penilaian dampak lingkungan, penilaian dan penerapan peluang untuk menggerakan upaya perbaikan lingkungan. Penilaian ini mencakup seluruh daur hidup produk, proses dan kegiatan berdasarkan pengambilan dan perlakukan bahan, pembuatan produk, pengangkutan dan distribusi produk, penggunaan produk / penggunaan ulang produk / perawatan produk, daur ulang dan pembuangan akhir (Anonim 2, 2014). LCA dapat digunakan untuk membantu strategi bisnis dalam pembuatan keputusan, untuk peningkatan kualitas produk dan proses, untuk menetepkan kriteria eco-labelling dan untuk mempelajari aspek lingkungan dari suatu produk. Elemen utama dari LCA antara lain :
22
1. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan semua bahan yang terlibat, misalnya energi dan bahan baku yang dikonsumsi, emisi dan limbah yang dihasilkan. 2. Mengevaluasi dampak yang potensial dari bahan – bahan tersebut terhadap lingkungan. 3. Mengkaji beberapa pilihan yang ada untuk menurunkan dampak tersebut.
Gambar 2.4 Skema Life Cycle Assesment (ISO, 2006)
Penilaian daur hidup produk yang lengkap melalui langkah dan tahapan implementasi antara lain ( Curran, 1996) : 1. Goal and Scoping Definition. Goal Definition menyatakan tujuan dari kajian dan penerapan yang diinginkan mencakup mengapa kajian dilakukan dan bagaimana hasil kajian diterapkan. Penilaian daur hidup akan mencapai tujuan yang berbeda bagi kelompok pengguna yang berlainan. Tujuan yang beragam secara potensial mengarah pada
23
perbandingan produk, proses, kemasan atau kegiatan, pemilihan tempat dan teknologi, pengembangan atau perbaikan produk, pencegahan pencemaran, optimasi dan label. Rentang lingkup mencakup dari tahap spesifik hingga global. Scoping atau lingkup kajian menetapkan batas kajian, anggapan dan keterbatasan suatu penilaian daur hidup. Ini akan menetapkan jenis kegiatan dan dampak yang akan dicakup atau disisihkan dan alasan yang digunakan untuk penetapan itu. 2. Life Cycle Inventory (Inventarisasi daur hidup) adalah proses kuantifikasi yang obyektif atas dasar data untuk kebutuhan energi dan bahan baku, pembebasan ke udara, limbah cair, limbah padat dan pembebasan jenis bahan yang lain ke lingkungan selama rentang hidup produk, proses atau kegiatan spesifik. Analisis inventarisasi bahan dan energi yang digunakan serta pembebasan bahan ke lingkungan meliputi penggunaan bahan dan energi dari semua tahap dalam kehidupan suatu bahan atau proses mulai dari perolehan bahan baku hingga pembuangan akhir di lingkungan. Analisis ini menghasilkan katalog dan kuantitas penggunaan bahan dan energi serta pembebasan ke lingkungan yang berkaitan dengan suatu produk, proses atau kegiatan spesifik. Pelaksanaan kegiatan inventarisasi daur hidup membutuhkan model sebagai acuan untuk dianalisis karena analisis ini meliputi berbagai kegiatan dalam operasi proses produksi yang memiliki watak yang berbeda. Model ini diawali dari kajian masukan dan keluaran umum dalam suatu
kegiatan
industri.
Jenis
24
analisis
yang
digunakan
untuk
mengembangkan inventarisasi masukan dan keluaran berkaitan dengan sistem yang menghasilkan produk itu sendiri. Sistem produksi harus berpindah pindah ke dalam serangkaian subsistem yang saling berkaitan satu dengan yang lain oleh aliran bahan yang setimbang untuk menjelaskan kinerja sistem. Sistem dipecah hingga tingkat yang paling rendah sehingga tiap subsitem yang berkaitan dengan operasi fisis dapat memperoleh data masukan bahan dan energi dari subsistem itu, kegiatan analisis inventarisasi daur hidup digambarkan pada Gambar 2.5. Inputs
Raw Materials
Energy
Outputs
Raw Material Acquisition
Atmospheric Emissions
Manufacturing
Waterborne Wastes
Use / Reuse / Maintenance
Solid Wastes Coproducts
Recycle / Waste Management
Other Releases
System Boundary
Gambar 2.5 Kegiatan Analisis Inventarisasi Daur Hidup Produk (Owens, 1997). 3. Life Cycle Impact Analysis (Analisis dampak daur hidup) adalah suatu proses kuantitatif dan kualitatif yang bersifat teknis untuk penentuan watak dan penilaian pengaruh pembebanan pada lingkungan yang dikenali dengan komponen inventarisasi. Penilaian dampak pada bentuk yang paling sederhana adalah penilaian dampak untuk tiap jenis sistem sebagai
25
akibat dari berbagai tindakan. Tahapan dalam penilaian dampak daur hidup adalah : a. Penggolongan (classification) Merupakan proses penetapan dan penghimpunan data dari hasil kajian inventarisasi daur hidup ke kelompok stressor yang homogen (misal pengaruh rumah kaca atau senyawa ozon) didalam kelompok yang lebih besar (misal kesehatan manusia. Kesehatan ekologik dan penyusutan sumber daya). b. Perwatakan (characterization) Analisis dan perkiraan besaran dampak pada kesehatan manusia, ekologik atau penyusutan sumber daya untuk tiap penekan (stressor) yang diturunkan dari piranti penilaian dampak spesifik. c. Bobot (valuation) Penetapan nilai relative atau bobot pada berbagai dampak yang berlainan dan perpaduan diantara kelompok dampak yang mengizinkan penentu keputusan untuk melakukan asimilasi dalam mempertimbangkan rentang dampak yang sesuai terhadap berbagai kelompok dampak. 4. Life Cycle Improvement Analysis (Analisis perbaikan daur hidup) adalah penilaian yang sistematik bagi kebutuhan dan peluang untuk menyusutkan beban pada lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan energi dan bahan serta pengeluaran limbah sepanjang daur hidup suatu produk, proses atau kegiatan, misalnya adalah perubahan dalam rancangan produk, proses
26
dan pengelolaan limbah. Hal ini seperti bahwa hasil analisis diterjemahkan ke dalam tindakan spesifik yang menguntungkan hubungan antara industri dan lingkngan. Adapun manfaat dari Life Cycle Assesment adalah membantu dalam hal sebagai berikut : a. Mengidentifikasi
peluang
bagi
upaya
peningkatan
aspek
lingkungan dari produk pada beberapa titik daur hidupnya. b. Pengambilan keputusan bagi industri dan lembaga pemerintahan yang lebih baik (misalnya perencanaan strategi, penetapan prioritas, perancangan kembali produk atau proses). c. Menyeleksi indikator yang sesuai bagi upaya peningkatan kinerja, termasuk didalamnya teknik – teknik pengukuran. d. Pemasaran (misalnya klaim masalah lingkungan, ekolabel dan pernyataan suatu produk ramah lingkungan). e. Memberikan solusi atas informasi yang keliru. 2.5 Dampak Lingkungan Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari
27
knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin. Walaupun gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak berbahaya seperti nitrogen, karbon dioksida dan uap air, tetapi didalamnya terkandung juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat membahayakan gas buang membahayakan kesehatan maupun lingkungan. Bahan pencemar yang terutama terdapat didalam gas buang buang kendaraan bermotor adalah karbonmonoksida (CO), berbagai senyawa hindrokarbon, berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat debu termasuk timbel (Pb). Bahan bakar tertentu seperti hidrokarbon dan timbel organik, dilepaskan keudara karena adanya penguapan dari sistem bahan bakar. Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan kadar partikular debu yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem. Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut satu sama lain (Anonim3, 2014). Proses reaksi tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan jalan raya, dan adapula yang berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di atmosfer kadangkala berlangsung dalam suatu rantai reaksi yang panjang dan rumit, dan menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif atau lebih lemah dibandingkan senyawa aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di udara yang mengubah nitrogen monoksida (NO) yang
28
terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor menjadi nitrogen dioksida (NO2 ) yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimi (photochemical smog). Pembentukan smog ini kadang tidak terjadi di tempat asal sumber (kota), tetapi dapat terbentuk di pinggiran kota. Jarak pembentukan smog ini tergantung pada kondisi reaksi dan kecepatan angin. Berikut ini disajikan Tabel 2.3. mengenai sumber utama polutan yang relevan dengan standar – standar internasional. Tabel 2.3. Sumber Utama Polutan Udara dan Baku Mutu Internasional Polutan Karbon
Sumber Utama
Sulfur
kendaraan 10mg/m3 (10 ppm) lewat 8 jam, 30
monoksida Knalpot
(CO)
Komentar/Petunjuk WHO
bermotor, proses industri
mg/m3 lewat 1 jam (25 ppm)
pembangkit 350 ug/m3 (0,122 ppm) lewat 1
Dioksida Fasilitas
panas dan tenaga listrik jam; 500 ug/m3 lewat 10 menit
(SO2)
yang
mempergunakan (0,175 ppm)
minyak atau batu bara mengandung sulfur Timah hitam (Pb)
Knalpot
kendaraan 0,5-1 ug/m3 lewat 1 tahun
bermotor, pabrik baterai
Nitrogen (NO,NOx)
oksida Knalpot bermotor,
kendaraan 150 ug/m3 (0,08 ppm) lewat 24 eksplosif, jam; 400 ug/m3 lewat 1 jam (0,21
29
pabrik pupuk Oksidan
ppm) untuk NO2 didalam 150-200 ug/m3 (0,076-0,1 ppm)
fotokimia Terbentuk
(terutama
ozon, atmosfir
aldehida)
nitrogen
oleh
hidrokarbon
reaksi lewat 1 jam; 100-120 ug/m3 lewat oksida, 3 jam (0,05-0,06 ppm)
dan
sinar
matahari Non–metan
Emisi
kendaraan Tanggapi dengan nitrogen oksida
hidrokarbon
bermotor,
penguapan dan
sinar
matahri
untuk
(termasuk etan dan larutan, proses industri, membentuk oksidan fotokimia etilin buatan)
pembuangan
limbah
padat Karbon (CO2)
dioksida Segala sumber – sumber 5000 ppm lewat 2-8 jam, level pembakaran
telah naik kira-kira 280 ppm seabad yang lalu hingga lewat 350 ppm
sekarang,
tren
menyumbang efek rumah kaca Sumber : Subekti, 2002 Masalah yang ditimbulkan oleh polutan yang dibuat manusia adalah dalam distribusinya tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu, bukan dari jumlah keseluruhannya, sedangkan polusi dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Transportasi bukan merupakan sumber utama polutan SOx, tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya
30
ini
merupakan sumber utama polutan SOx, misalnya pembakaran batu arang, minyak bakar, gas, kayu dan sebagainya (Fardiaz, 1992). Limbah gas yang ditimbulkan berupa emisi BBM dan bahan bakar produksi yaitu berupa gas CO2, CnHm, CO, CH4, H2 dan N2 (Speight, 1993). Penyebab pencemaran lingkungan di atmosfer biasanya berasal dari sumber kendaraan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang dikeluarkan antara lain adalah gas NO2, SO2, SO3, ozon CO, HC dan partikel debu. Gas NO2, SO2, SO3, ozon CO, HC dapat dihasilkan dari proses pembakaran oleh mesin yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil (Mukono, 1997). Tabel 2.4. Bahan Pencemar yang Menghasilkan Bahan Pencemar Udara Sumber
HC
CO2 CO
SO2
NO
NO2
Sumber stasioner
+
+
+
+
+
+
Proses industri
+
+
+
+
+
+
Sampah padat
+
+
+
+
+
-
Pembakaran sisa pertanian
+
+
+
-
+
+
Transportasi
+
+
+
+
+
+
Bahan bakar minyak
+
+
+
+
+
+
Bahan bakar gas alam
-
+
-
-
-
-
Bahan bakar kayu
-
+
+
-
+
+
Incinerator
+
+
+
+
+
+
Kebakaran hutan
+
+
+
-
+
+
Sumber : Mukono, 1997
31
Keterangan
: + = menghasilkan - = tidak menghasilkan
Limbah gas yang ditimbulkan berupa emisi BBM dan bahan bakar produksi yaitu berupa gas CO2, CnHm, CH4, H2, dan N2. Faktor yang penting yang menentukan pengaruh CO terhadap tubuh manusia adalah konsentrasi COHb yang terdapat dalam darah, semakin tinggi prosentase hemoglobin yang terikat dalam bentuk COHb, semakin parah pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Hubungan antara konsentrasi COHb didalam darah dan pengaruhnya terhadap kesehatan seperti dalam tabel 4.11. Tabel 2.5 Pengaruh Konsentrasi COHb dalam Darah terhadap Kesehatan Manusia Konsentrasi COHb dalam
Pengaruh terhadap kesehatan
darah (%) <10
Tidak ada pengaruh
1,0 - 2,0
Penampilan agak tidak normal
2,0 – 5,0
Berpengaruh terhadap sistem syaraf sentral, reaksi panca indera tidak normal dan pandangan kabur
5,0 – 8,0 >10
Perubahan fungsi jantung Kepala pusing, mual berkunang – kunang, pingsan, sukar bernafas dan kematian
Sumber : Kristanto (2002)
32
SO2 merupakan polutan berbahaya bagi kesehatan manusia terutama manusia lanjut usia dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan dan kardivaskuler. Individu dengan gejala tersebut sangat sensitive jika kontak dengan SO2, walaupun dengan konsentrasi yang relative rendah. Jika SO2 bereaksi dengan kabut yang berisi uap air akan membentuk asam sulfat. Asam sulfat merusak setiap permukaan logam bahkan dapat merusak batu – batuan, perubahan warna benda dan kerapuhan. Senyawa belerang juga mengancam kehidupan dalam air karena pH air menjadi rendah. Pengaruh SO2 terhadap manusia dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabel 2.6 Pengaruh SO2 terhadap Manusia Konsentrasi
Pengaruh terhadap manusia
(ppm) 3–5
Jumlah minimum yang dapat dideteksi dari baunya
8 – 12
Jumlah minimum yang segera mengakibatkan iritasi pada tenggorokan
20
a. Jumlah minimum yang mengakibatkan iritasi pada mata b. Jumlah minimum yang segera mengakibatkan batuk c. Jumlah maksimum yang diperkenankan untuk kontak dalam waktu lama
50 – 100
Jumlah maksimum yang diperkenankan untuk kontak dalam waktu singkat ( 30 menit )
400 - 1000
Berbahaya walaupun kontak secara singkat
Sumber : Kristianto (2002) 33
Kedua bentuk NO dan NO2 sangat berbahaya bagi manusia. NO dan NO2 merupakan komponen utama terciptanya kabut yang menyebabkan penyakit paru – paru, pernafasan, pembuluh darah jantung dan radang ginjal kronis (BAPPEDAL dalam Kristianto, 2002). Emisi Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas buang yang larut dalam air yang langsung dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke paru-paru. Karena partikulat di dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar) dan senyawa anorganik (senyawasenyawa logam, nitrat dan sulfat). Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) dan partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan, menyebabkan SO2 dan partikulat dapat membengkaknya membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat meningkatnya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para lanjut usia. Larutan NO2 dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan SO2 maka, NO2 akan dapat menembus ke dalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran darah.
34
Data epidemilogi tentang resiko pengaruh NO2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum lengkap, maka evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan studi menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 μg/m3 . Percobaan pada manusia menyatakan bahwa kadar NO2 sebesar 250 μg/m3 dan 500 μg/m3 dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat. Gas NOx dapat menyebabkan timbulnya infeksi saluran pernafasan dan gangguan fungsi paru. Perubahan NOx menjadi asam nitrat dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan. Nitrat merupakan unsur yang mudah sekali terbawa air dan masuk ke saluran air, sungai, air tanah dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Nitrat yang masuk kedalam tubuh akan diubah menjadi nitrit. Selanjutnya nitrit akan masuk ke salam darah dan bereaksi dengan hemoglobin sehingga menghasilkan methemoglobin yang dapat merusak sistem transportasi oksigen didalam darah. Organ tubuh yang paling peka terhadap pencemaran NOx adalah paru – paru, apabila terkontaminasi gas NOx, paru – paru akan membengkak sehingga penderita sulit bernafas yang dapat mengakibatkan kematian. Kadar gas NO yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistim syaraf yang mengakibatkan kejang – kejang, bila keracunan ini terus berlanjut dapat menyebabkan kelumpuhan, sedangkan untuk gas HC dapat menimbulkan iritasi mata, batuk, pusing dan asma (Akhasdi, 2000).
35
BAB III METODOLOGI 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah evaluasi penggunaan sumber daya dan teknologi yang digunakan pada UKM tahu secara konvensional maupun semi – modern ( ketel uap ) di kawasan komplek sentra pengrajin tahu dan tempe di Mojosongo, Surakarta. 3.2 Pengumpulan Data 3.2.1
Data yang Diperlukan
a. Data primer. Data – data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini antara lain : Bahan baku dan bahan pembantu Jenis, jumlah/berat, tempat asal, alat pengangkut, frekuensi pengadaan, pemakaian, dan penyimpanan Mesin dan peralatan Jenis, jumlah dan kapasitas Proses produksi Urutan proses, waktu proses, jenis dan jumlah bahan bakar, scrap Tenaga kerja Jumlah, usia, jenis pekerjaan, jenis kelamin, jam kerja regular Produk Jenis, kapasitas produksi, penyimpanan Pemasaran
36
Cara pemasaran, daerah tujuan, alat angkut, jumlah produk, frekuensi pengangkutan b. Data sekunder. Data – data yang mendukung data primer, yang diambil dari sumber pustaka dan literatur. 3.2.2
Metode Pengumpulan Data
3.2.2.1 Pengamatan lapangan Melakukan pengamatan dan pengujian secara langsung di kawasan sentra pengrajin tahu dan tempe di Mojosongo, Surakarta. Pengamatan lapangan dilakukan dengan dua metode, yaitu : 1. Metode Interview Metode ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pemilik UKM tahu 2. Metode Observasi Metode ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala dan fakta yang dihadapi dan terjadi selama berada di lapangan. 3.2.2.2 Studi pustaka Studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian yang berasal dari penelitian sebelumnya dan buku penunjang tentang produksi bersih dan segala hal yang mendukungnya. Selain itu data pendukung lainnya bisa juga diperoleh melalui literatur ataupun referensi lainnya, seperti internet
37
ataupun buku penunjang kuliah terutama yang mengenai materi tentang produksi bersih. 3.3 Tahapan Penelitian 1. Pendahuluan Penelitian Melakukan identifikasi atau survei terlebih dahulu mengenai UKM tahu yang akan dikaji, lalu merumuskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan masalah yang terdapat pada penelitian ini. 2. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memberikan landasan teori terhadap kegiatan penelitian ini. Sumber yang digunakan dapat dari berbagai literature, internet, jurnal, maupun sumber lainnya. 3. Penetapan Tujuan dan Ruang Lingkup LCA Tahap ini bertujuan untuk memformulasikan dan mendeskripsikan tujuan, sistem yang akan dievaluasi, batasan-batasan, dan asumsi-asumsi yang berhubungan dengan dampak di sepanjang siklus hidup dari sistem yang sedang dievaluasi untuk pembuatan produk tahu. 4. Inventarisasi Daur Hidup Produk Tahap ini sering disebut Life Cycle Inventory (LCI) dimana dalam tahap LCI ini
dilakukan identifikasi untuk menunjukkan kebutuhan
material yang digunakan dalam satuan berat, penggunaan energi manusia dalam satuan energi, energi bahan bakar kayu dan sumber energi listrik yang dipakai dalam satuan energy juga serta output yang dihasilkan yaitu
38
produk utama, limbah padat dan cair dan emisi yang dihasilkan dari penggunaan energi. 5. Pengumpulan Data Tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data primer di lapangan. Data yang yang diperlukan seperti waktu proses untuk setiap proses produksi yang dilakukan untuk masing - masing industri yang bersangkutan, jumlah bahan baku yang digunakan serta peralatan yang digunakan untuk melakukan proses tersebut. 6. Uji Keseragaman Data & Uji Kecukupan Data Tahap ini peneliti melakukan uji keseragaman dan kecukupan data menggunakan bantuan software excel untuk mengetahui apakah data telah sesuai dengan tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang dikehendaki. 7. Perhitungan Data Tahap ini dilakukan perhitungan mengenai energi yang digunakan yaitu bensin dan kayu bakar, penggunaan energi manusia, dan penggunaan energi listrik serta emisi yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi tersebut 8. Identifikasi Daur Hidup terhadap Lingkungan Tahap ini sering disebut dengan Life Cycle Impact Assessment (LCIA). Pada tahap ini dilakukan identifikasi mengenai efek atau dampak yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan dari penggunaan energi, bahan utama dan bahan tambahan dimana yang telah disebutkan pada tahap sebelumnya.
39
9. Kesimpulan & Saran Tahap ini merupakan akhir dari penelitian yang berisi mengenai jawaban atas tujuan peneliti yang telah disebutkan sebelumnya serta saran dari peneliti untuk masing – masing industri. 3.4 Diagram Alir Mulai
Pendahuluan Penelitian
Studi Pustaka
Penetapan Sasaran & Ruang Lingkup LCA
Inventarisasi Daur Hidup Produk
Pengumpulan Data
Uji Keseragaman Data & Uji Kecukupan Data
Tidak
Ya Perhitungan Data
Identifikasi Daur Hidup terhadap Lingkungan
Kesimpulan & Saran
Selesai
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
40