BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri manufaktur merupakan industri yang mendominasi perusahaan – perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Lebih dari 40% perusahaan yang listed
di BEI adalah industri manufaktur. Melihat kondisi
tersebut, pastinya akan menciptakan persaingan yang ketat, dan masing-masing perusahaan akan semakin meningkatkan kinerja agar tujuannya dapat tetap tercapai. Tujuan utama perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Sjahrial, 2007 : 12). Tujuan lain dari perusahaan yaitu mendapatkan laba dari tahun ke tahun serta menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Berkaitan dengan kelangsungan hidup perusahaan tersebut, salah satu keputusan yang dihadapi oleh manajer adalah keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan yaitu suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi keuangan dan hutang, namun didalam menentukan kebijakan pendanaan ini sering kali terjadi konflik kepentingan antara pemegang saham (principal) dan manajer (agent) yang disebut dengan konflik keagenan (agency conflict). Konflik keduanya akan muncul ketika manajer memiliki kepentingan yang berbeda dari pemegang saham. Pemegang saham ingin agar keputusan manajer adalah untuk memaksimalkan kekayaan mereka, tetapi terkadang manajer berperilaku untuk mengambil keuntungan pribadinya, untuk meminimalkan konflik keagenan (agency conflict)
1
antara manajer dan pemegang saham maka dibutuhkan suatu mekanisme pengawasan
yang
dapat
mensejajarkan
kepentingan
pihak-pihak
terkait
(Wahidahwati, 2002). Namun, adanya mekanisme pengawasan itu menyebabkan munculnya biaya yang disebut agency cost. Menurut Bringham dkk. (1990 dalam Indahningrum dan Handayani, 2009 : 190) “agency cost adalah biaya yang meliputi semua biaya untuk monitoring tindakan manajer, mencegah tingkah laku manajer yang tidak dikehendaki dan opportunity cost akibat pembatasan yang dilakukan pemegang saham terhadap tindakan manajer”. Salah satu obyek yang memungkinkan terjadinya perbedaan kepentingan adalah penggunaan free cash flow. Free cash flow merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk operasi atau investasi. Pemegang saham menginginkan
kelebihan
dana
tersebut
dibagikan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan mereka, sedangkan manajer berkeinginan menggunakan kelebihan dana yang ada untuk investasi pada proyek-proyek yang menguntungkan karena pada masa yang akan datang akan menambah insentif bagi manajer. Yang ditakutkan terhadap penggunaan kas yang berlebih (free cash flow) akan berujung kepada pengambilan keputusan investasi yang salah atau kepentingan lain yang menyimpang oleh manajer (fraud) sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dan secara tidak langsung mengurangi earnings pemegang saham. Pada perusahaan yang telah go public, berkaitan dengan agency cost dan free cash flow, peningkatan hutang merupakan alternatif dalam menurunkan konflik keagenan dan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan
2
sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajer (Wahidahwati : 2002). Free cash flow adalah hak dari pemegang saham sehingga investor akan menuntut pembagian free cash flow yang ada pada perusahaan sedangkan manajer berpandangan untuk menggunakan free cash flow melalui reinvestasi yang dapat
menguntungkan mereka (Syafi’i, 2011 : 2). Tekanan
pemegang saham untuk dapat memperoleh kas bebas mengharuskan manajer untuk dapat memperoleh sumber pendanaan dari pihak ketiga yaitu debtholders. Dengan adanya hutang maka perusahaan harus melakukan pembayaran secara periodik terhadap bunga dan pinjaman pokoknya sehingga dapat mengurangi keinginan manajer untuk mengunakan free cash flow guna membiayai kegiatankegiatan yang tidak optimal (Jensen 1986 dalam Keown dkk, 2010). Selain untuk mengurangi konflik keagenan dan kelebihan akan arus kas, menurut Babu dan Jain (1998 dalam Mulianti, 2010 : 14) “terdapat empat alasan mengapa perusahaan lebih menyukai menggunakan hutang daripada saham baru, yaitu (1) adanya manfaat pajak atas pembayaran bunga; (2) Biaya transaksi pengeluaran hutang lebih murah daripada biaya transaksi emisi saham baru; (3) lebih mudah mendapatkan pendanaan hutang daripada pendanaan saham; (4) Kontrol manajemen lebih besar adanya hutang baru daripada saham baru.” Namun perusahaan harus sangat hati-hati dalam menentukan kebijakan hutangnya karena peningkatan penggunaan hutang akan menurunkan nilai perusahaannya (Sujoko dan Soebiantoro, 2007 : 2). Menurut trade off theory, semakin tinggi hutang maka semakin tinggi beban kebangkrutan yang ditanggung perusahaan. Penambahan hutang akan meningkatkan tingkat risiko atas arus
3
pendapatan perusahaan. Semakin besar hutang, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perusahaan tidak mampu membayar kewajiban tetap berupa bunga dan pokoknya. Risiko kebangkrutan akan semakin tinggi karena bunga akan meningkat lebih tinggi daripada penghematan pajak. Selain itu risiko bisnis juga menjadi pertimbangan pada kebijakan hutang. Risiko bisnis ini berkaitan dengan ketidakpastian didalam pendapatan perusahaan. Menurut Mamduh (2004 dalam Mulianti, 2010 : 16), “perusahaan yang menghadapi risiko bisnis tinggi sebagai akibat dari kegiatan operasinya, akan menghindari untuk menggunakan hutang yang tinggi dalam mendanai asetnya. Hal ini karena perusahaan tidak akan meningkatkan risiko yang berkaitan dengan kesulitan dalam pengembalian hutangnya.” Keputusan pendanaan berupa kebijakan hutang yang akan diambil perusahaan berkaitan dengan pertimbangan kemampuan perusahaan dalam mengembalikan hutangnya. Kemampuan perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan para kreditur untuk meminjamkan dana kepada perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari struktur aset suatu perusahaan. Struktur aset adalah penentuan berapa besar alokasi untuk masing – masing komponen aset, baik dalam aset lancar maupun dalam aset tetap. Perusahaan dengan banyak aset yang dapat digunakan untuk jaminan akan lebih memilih untuk penggunaan utang yang lebih banyak. Besarnya aset tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan utang. Menurut Mamduh, (2004 : 345), “perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan utang dalam jumlah besar karena aset tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman Struktur aset
4
berhubungan dengan jumlah kekayaan (aset) yang dapat dijadikan jaminan.” Perusahaan yang struktur asetnya lebih fleksibel akan cenderung menggunakan utang lebih besar dari pada perusahaan yang struktur asetnya tidak fleksibel (Manan, 2004 : 28). Selain dari free cash flow dan sruktur aset, profitabilitas perusahaan juga menjadi determinan didalam penentuan kebijakan hutang dan dapat menjadi jaminan dalam meningkatkan kepercayaan kreditor. Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Profitabilitas menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aset untuk menghasilkan keuntungan bagi investor. Perusahaan
yang
memliki
profitabilitas
yang
tinggi
cendrung
menggunakan utang yang relatif kecil karena memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar pendanaan internal. Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan menggunakan laba ditahan sebelum memutuskan untuk menggunakan utang, ini sejalan dengan pendapat Myers dkk. (2006 : 492-493) yang menyarankan manajer untuk menggunakan pecking order theory untuk keputusan pendanaan. Pecking order merupakan urutan penggunaan dana untuk investasi yaitu laba ditahan sebagai pilihan pertama, kemudian selanjutnya oleh utang dan ekuitas. Implikasinya adalah adanya hubungan negatif antara profitabilitas perusahaan dengan debt ratio.
5
Penelitian yang searah atau mendukung penelitian ini diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2006), Indahningrum & Handayani (2009) dan Susilawati dkk. (2012) yang menyatakan bahwa free cash flow berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Hardiningsih dan Oktaviani (2012) yang mengatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara struktur aset perusahaan terhadap kebijakan utang perusahaan. Penelitian oleh Indahningrum & Handayani (2009) dan Susilawati dkk. (2012) yang menyatakan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang, sedangkan penelitian yang tidak sesuai dengan penelitian ini, diantaranya Nugroho (2011) dan Hardiningsih Oktaviani (2012) yang menyatakan bahwa free cash flow berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hutang, Susilawati dkk. (2012) yang menyatakan bahwa struktur aset tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang, serta Kusrini (2012) yang menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang. Berdasarkan adanya perbedaan pada penelitian-penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan bahwa masih terdapat ketidakkonsistenan antara fenomena empiris dengan teori yang ada serta ketidakkonsistenan hasil penelitian pengaruh variabel free cash flow, struktur aset dan profitabilitas dan pengaruhnya terhadap kebijakan hutang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian kembali mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur. Peneliti lebih spesifik membahas tentang pengaruh free cash flow, struktur aset dan profitabilitas dan pengaruhnya terhadap kebijakan hutang perusahaan, khususnya pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
6
Indonesia. Peneliti memberikan judul “Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Aset dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012”. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang berbentuk replikasi dengan menggunakan sampel yang berbeda dari penelitian terdahulu. 1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah free cash flow berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012? 2. Apakah struktur aset berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012? 3. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012? 4. Apakah free cash flow, struktur asset dan profitabilitas berpengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap kebijakan utang perusahaan manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012? 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan – keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: 1. Penelitian ini hanya meneliti tiga variabel independen yaitu free cash flow, struktur aset dan profitabilitas. 2. Penelitian ini mengambil sampel dari laporan keuangan audited dan company report perusahaan manufaktur di www.idx.coid pada periode 2008 sampai dengan 2012.
7
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh free cash flow, struktur aset dan profitabilitas terhadap kebijakan hutang pada perusahaan manufaktur di BEI. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh free cash flow, struktur aset dan profitabilitas terhadap kebijakan hutang pada Perusahaan manufaktur di BEI. Manfaat Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi Akademi Penelitian ini bermanfaat untuk diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan
literatur
ilmu
manajemen
keuangan,
memperkaya referensi kepustakaan serta diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pembacanya. 2. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan mampu menerapkan ilmu atau teori yang telah diperoleh pada saat mengikuti perkuliahan dengan permasalahan yang sesungguhnya, sehingga memperoleh gambaran yang jelas sejauh mana tercapai keselarasan antara pengetahuan secara teoritis dan prakteknya.
8
3. Bagi Perusahaan Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perusahaan dalam mengelola struktur modal yang optimal, termasuk arus kas khususnya free cash flow yang lebih baik, struktur aset dan profitabilitas sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan dalam pengambilan keputusan finansial. 4. Bagi Pembaca Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan alternatif sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan berinvestasi. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian berikutnya yang mengambil masalah yang sama sebagai bahan penelitian.
9