villages whieh are assumed as being relevant of being poor. The criteria of pove based on the total seore average, village total score, and deviation standard. The results of the analysis only show the location of the poor villages, and no existing number of poor population. The criteria about a poor village shoul extremely carefully utilized since part of the selected variables is based on the rep of the majority of the village population only, su that the benefit becomes very lim Informationabout these poorvillages is more suited for the parameters of poor vil facilities and Infrastructures. Information about poor villages, according to PO has several basic weaknesses which ean be improved with the support of the da the 1993 Agricultural Census or the 1994 National Socioeconomic Survey.
Pendahuluan Konsep tentang kemiskinan bukan merupakan hal yang mudah untuk dipahami, sebab kemiskinan sebagai gejala ekonomi berbeda dengan kemiskinan sebagaigejala sosial-budaya. Hendra Esmara (1986: 287) menyebutkanbahwa kemiskinan dilihat dari aspek sosial-budaya lebih banyak melihat dalam din penduduk miskin itu sendiri seperti nampak pada eara hidup dan tingkah laku. Kemudian kemiskinan dilihat dari aspek ekonomi lebih menitikberatkan pada lingkungan penduduk miskin yang nampak pada rendahnya pendapatan, gizi buruk, angka kematian bayi dan morbiditas yang tinggi serta rendahnya pendidikan.
Pengertian sederhana te kemiskinan biasanya berhubung dengan perkiraan peme kebutuhan hidup dan pendapat diperoleh. Perkiraan kebutuhan pada umumnya dibatasi kebutuhan daSar minimum se memungkinkan seseorang mencapai hidup layak. A pendapatan yang diperoleh tida memenuhi kebutuhan minimum penduduk atau keluarga tersebu dikatakan miskin. Dengan de kemiskinan dapat diukur d membandingkan antara j pendapatan yang diperoleb jumlah pendapatan yang dipe untuk memenuhi kebutuhan
Drs. Tukiran, M.A. adalah staf penelitipada Pusat Penelitian Kependudukan Un Gadjah Mada dan staf pengajar pada Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mad
perumahan, sandang, rekreasi, jaminan sosial dan kebebasan. manusia Ganguli dan Gupta (1976) menggunakan makanan dan gizi, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan sandang sebagai kebutuhan primer. Untuk Indonesia kebutuhan dasar minimum diukur dengan Kebutuhan X- Pisik Minimum (KFM) yaitu kebutuhan minimum selama sebulan dari seorang pekerja diukur menurut jumlah kalori, protein, vitamin dan bahan mineral lainnya sesuai dengan jumlah kebutuhan minimum yang memenuhi syarat kesehatan. Nilai KFM dihitung berdasarkan kebutuhan minimum seorang pekerja beserta keluarganya akan kebutuhan barang dan jasa untuk setiap bulan Jumlah barang dan jasa untuk Pekerja Lajang ada 47 jenis, sedangkan untuk pekerja satu isteri dan dua atau tiga anak ada 53 jenis dengan satuanyang berbeda. BiroPusat Statistik (1991) melalui SUSENAS menyusun kebutuhan dasar ke dalam dua kelompok yaitu kebutuhan dasar pangan terdiri dari 15 jenis dan kebutuhan bukan bahan makanan meliputi 4 jenis. Sama halnya dengan pengukuran kebutuhan dasar minimum, pengukuran kemiskinan pun cukup beragam. Ada tiga kelompok sekiranya perlu
14
untuk mengukur peme kebutuhan dasar minimum sepe dilakukan oleh Bank Dunia Ahluwalia (1975), Hasa (197
Singarimbun (1993). Untuk Indonesia, berda pendekatan kecukupan kon makanan sekitar 2100 kalori pe perhari, ditambah peme kebutuhan pokok minimum peru bahan bakar, sandang pend kesehatan dan transportasi, penduduk miskin 54,2 juta pada 1976 mengalami penurunan m 27,2 juta pada tahun 1990. Tuli tidak membahas kriteria peng kemiskinan untuk mengetahni penduduk miskin berdasarkan pendekatan seperti pemba sebelumnya, akan tetapi menekankan pada penulusuran dari penduduk miskin itu sendiri mengetahui lokasi penduduk dirasa penting dalam menyusun r pembangunan untuk mengen kemiskinan. Pembahasan menekankan pada pemilikan v serta pemberian skor untuk men karakteristik desa miskin dan des miskin dari Potensi Desa 1990. D
pula beberapa kelemahan kriter miskin dalam huhungannya d keadaan penduduk.
status
keberadaan dan pemanfaatan
potensi maupun prasarana desa.
Semakin baik prasarana dan pemanfaatan potensi yang ada, desa yang bersangkutan diasumsikan tidak miskin. Aspek perumahan dan lingkungan diasumsikan pula dapat mencerminkan derajat kehidupan penduduk. Semakin baik fasilitas perumahan dan lingkungan yang ada di desa tersebut, semakin baik pula tingkat kehidupan penduduknya. Aspek kependudukan diasumsikan dapat mencerminkan keadaan kesejahteraan penduduk dari desa yang ditempati. Pendudukmiskin pada umumnya tinggal pada perumahan dan lingkungan kumuh, kurang ditunjang oleh fasilitas kesehatan dan kualitas sumberdaya manusia yang ada umumnya rendah. Indikator potensi dan fasilitas desa diukur dengan 10 variabel dengan jumlah skor tertinggi 30, sedang 20, dan terendah 10. Keadaan perumahan dan lingkungan diukur dengan 8 variabel dengan jumlah skor tertinggi 27, sedang 17, dan terendah 7. Kemudian aspek kependudukan diukur dengan 7 variabel untuk desa urban dan 9 variabel untuk desa rural. Untuk desa Urban jumlah skor tertinggi 26, jumlah skor sedang 18, dan jumlah skor terendah 6. Kemudian untuk desa-desa/
diasumsikan dapat mencer karakteristik dari desa terseb miskin dalam hal ini disebut de Kedua, variabel terpilih diangg menggambarkan karakteristik d sedang/cukupan yakni desa-de kaya tetapi juga tidak miskin variabel terpilih dianggap menunjukkan desa-desa miskin Oleh karena variabel terpi digunakan untuk menguku kemiskinan desa sebagian bes dapat diukur secara past digunakan cara ranking/diu dengan pengukuran skala Kelemahannya adalah jarak ya antara karakteristik yang satu yang lain dalam satu variabel tidak dapat diketahui secar Namun demikian, untuk k pertama yakni desa kay mempunyai total skor atau rank cinggi daripada kategori kedu sedang) maupun kategori ketig
miskin). Penentuan skor untuk v didasarkan atas value judgme kedudukan dari variabel t terhadap status kemiskina Sejalan dengan hal ini susuna skor dari variabel yang satu variabel lainnya dapat sama, da tidak. Sebagai contoh variabe
penentuan skor secara ordinal ini sudah
barang tentu sattgat terbatas penggunaannya karena jarak yang pasti tidak diketahui Setelah total skor dari ketiga aspek dihitung, kemudian dijumlabkan seluruhnya untuk setiap desa sehingga didapatkan distribusi desa menurut jumlah skor secara menyeluruh. Untuk menentukan suatu desa ke dalam kelompok tidak miskin, miskin, dan sangat miskin digunakan cara sebagai berikut: a Desa tidak miskin apabila total skor . dari desa yang bersangkutan lebih besar dari pada total skor rata-rata
desa di suatu propinsi minns 1SD, b. Desa miskin apabila total skor desa tersebut terletak diantara total skor rata-rata desa di suatu propinsi minus 1SD dan 2 SD,
c. Sangat miskin apabila skor total desa( tersebut lebih kecil atau sama dengan skor total rata-rata desa di suatu propinsi minus 2 SD. Secara statistik penyusunan daftar desa miskin dibuat menjadi tiga kelas berdasarkan rata-rata total skor setiap desa besertaStandardDevtasinya (SD). Klasifikasi status desa untuk setiap kabupaten dilakukan sebagai berikut. Pertama, mengurutkan desa-desa dalam satu kabupaten menurut total skor mulai
16
desa tidak miskin, ke dalam kelo kaya, kaya, dan sedang/ cuk Dengan demikian didapatkan kelompok status desa yakni ama kaya, sedang/cukupan, miskin da miskin. Metode untuk menen status desa miskin dan amat seperti yang telah dijela sebelumnya, sedangkan untuk status lainnya sebagai berikut: Desa amat kaya ; X i > (X + 2 SD) amat
Desa kaya .
(X+ ISD) < X i < (X+ Desa sedang/cukupan : (X + 2 SI) ) < X i < (X-I Desa miskin : (X-2SD) < Xi < (X
—
Desa amat miskin . 2 SD) Xi < (X
—
Variabel Terpilih dan Skor
Telah disebutkan sebelumnya menentukan status desa dilihat d aspek yang mencakup 25 variabe desiL-urban dan 27 variabel desa-rura/. Distribusi variabel t untuk aspek potensi desa, peru dan lingkungan serta kea penduduk maupun skor yang dib sebagai berikut:
8. Tenaga keaebatan tinggal di daaa 9. Sarana Komnnikasi
10. Paaar
tt FERUMAHAN DAN LINGKUNGAN 11. Kepadatan peodndnk 12. Sumbar air minum 13. Wabah penyakit setahnu terakhir 14. Bebau bakar memasak IS. Pembnangau rampah
16. Jamban 17. Peuerangan rumah 18. Raaio tempat ibadah/1000 penduduk ID KEPENDUDUKAN 19. Angka kelahiran kaaar 20. Angka kematian kaaar 21. Enrolment ratio usia 7-15 th. 22. Rumah tasgga pnnya TV 23, Rata-iata ternak/RT ternak 24. Rumah tangga punya telpon 25. Soaial budaya penduduk •) 26. Rumah tangga pertanian 27. Transportasi penduduk *•)
Dokter Telepou umnm
2 3 Patamedis 2 Kantorpos 3 terpasang Bangunan Kios/kelompok pertokoan 2 permauen/setengah permanen 3 27 17 4 201-299 jiwa/km2 3 0-200 jhva/lcm2 PAM, pompa Sumur pompal 3 mala air 2 listrik 5 Selain muntabar/ Tidak ada demam bardarah paling sedikit 1kali 2 3 Minyak tanah 2 Listrik/gas Tempat sampah 3 Lubaug 2 diangkat 3 Betsama-sama Sendiri 2 3 Listrik uou PLN 2 Listrik PLN 3 (2-4)/1000 2 > 5/1000
31/37 (0-2)/1000 (0-»)/1000 >96% >30%
5 5 5 5
>5ekor
4
>10% B, C, dau D
3 4
<15%
3 3
8 dan 9
Dukunbay Tidak ada
Tanpa bang pennanen
> 300jiwa/ Air hujan/a
Muutabar/d bcrdarah p sedikit 1ka Kayu bakar
Sungai dan Laiunya
Lainnya <1/1000
18/22 (3-9)/1000 (5-9)/1000 81-95 % 5-29% 2-4 ekor 1-9% BdanQ B dan D, Cdau D 16-29% Selain 8 dan 9
3 3 3 3 2 2
> 10/1000 > 10/1000
< 80% <5% < 1ekor <1% B,QatauD
2 3 >30% 2 Tidak ada
*) Variabel no. 25: B = Fasilitas dan kegiatan olah raga (scpak bola, bola voli, bulu tangkis, bola basket, lapangan tenis, dan renang). C = Organisasi sosial (gugus depan pram
asuhan, panti wredha, panti cacat, dan usaha kesejahteraan lainnya). D = Rekreasi da (sandiwara, wayang orang, ketoprak, tari-tarian, musik, seni suara, dan karawitan).
**) 1 = dokar, 2 = sepeda, 3 * becak, 4 = gerobak, 5 = motor tempel, 6 = kapal motor, 7 tak bermotor, 8 = sepeda motor, 9= mobil roda 3 atau 4 dan lebih.
Propinsi Daerah Istimewa Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung DKJ Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Timor Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Irian Jaya Indonesia
Sumber:
18
Miskin % Jumlah 2899
1968 761 229 443 667 410 624 4 1401 2426 121 2168 71 153 685 363 2644 653 769 538 329 561 707 474 462 360 22917
Kompas, 30 April 1993
51,6 34,6 29,5 18,4 39,8 25,0 36,1 32,2 1,5 19,8 28,7 27,6 25,9 11,6 27,0 40,0 82,1 55,6 53,0 33,7 46,2 23,7 41,4 39,1 58,3
30,3 38,1 34,05
Tidak miskin % Jumlah 48,4 2720 65,4 3713 1818 70,5 81,6 1015 60,2 669 75,0 2001 63,9 727 67,8 1217 98,5 256 5687 80,2 6039 71,3 317 72,4 74,1 6211 88,4 542 73,0 414 1039 60,0 79 17,9 44,4 2110 579 47,0 1568 66,3 627 53,8 1059 76,3 58,6 795 60,9 1101 41,7 339 69,7 1062 586 61,9 44390 65,95
Tidak tahu 33
20
13
1
7
1
45 0 75 1
11 207
J
dengan kepadatan penduduk tidak setinggi diJawa tetapi laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi daripada di Jawa didapatkan sepertiga dari jumlah desa yang ada termasuk kelompok miskin. Wilayah Kalimantan dengan laju pertumbuhan penduduk sangat tinggi dan kepadatan penduduk sangat rendah hampir separuh (47 persen) dari desa yang ada termasuk dalam kelompok desa miskin. Untuk wilayah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Tirnur, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya tidak termasuk Bali dan Timor Timur, dengan kepadatan penduduk relatif jarang dan pertumbuhan penduduk cukup tinggi ditemukan lebih dari sepertiga (39 persen) dari jumlah desa yang ada termasuk kelompok desa miskin. Dengan demikian jumlah desa miskin yang ada cukup banyak, meskipun belum menunjuk pada jumlah penduduk miskin itu sendiri berapa jumlahnya. Distribusi jumlah desa miskin dan tidak miskin menurut propinsi seperti pada Tabel 2. Kasus Daerah Istimewa Yogyakarta
Dalam bal keadaan kependudukan, Dista Yogyakarta mempunyai beberapa
keunggulan dibandingkan dengan propinsi lainnya. Angka fertilitas dan
miskin. Hasil analisis PODES menunjukkan bahwa ada sek dari 438 desa atau 28,3 persen d yang ada termasuk kelompo miskin. Dari 124 desa miskin in desa diantaranya termasuk de miskin. Hampir semua desa mi persen) berada di daerah des Kemudian, bila dilihat dari de statusnya pada kelompok tidak yakni 314 desa, sebagian be persen) termasuk kelompo sedang/cukupan dan 16 pers desa) termasuk dalam kelomp amat kaya. Dengan demikian desa yang termasuk dalam ke kaya dan amat kaya sangat sedi banya 20 persen atau 66 dari 4 yang ada. Apabila diperhatikan m daerah Dati II nampaknya de miskin banyak dijumpai di Ka Gunung Kidul dan Kulon Progo kepadatan penduduknya relat dan pertumbuhan penduduk periode 1980-1990 adalali minu Untuk wilayah Gunung Ki Kulon Progo, keberhasilan pen fertilitas dan mortalitas justru dengan migrasi netto minus, s pertumbuhan penduduk menja pula. Akan tetapi persentase des
-
3 1 82 68 1 13 Total Bantul: 1 3 34 29 4 1 Kota 20 18 17 2 Desa 1 20 54 6 47 1 Total Kulon Progo: 5 3 1 1 Kota 33 50 49 1 Desa 33 55 52 1 2 Total Gunung Kidul: 4 1 1 2 Kota 64 2 74 71 3 Desa 78 64 2 1 73 4 Total Dista Yogyakarta; 1 3 120 40 16 64 Kota 3 117 10 194 184 Desa 4 314 120 16 Total 50 248 Sumber: Suyoto Projosuyoto, 1993' Pengukuran Desa Miskin berdasarkan SP 1990. Tidak diterbitkan. justru terbanyak dijumpai di Gunung Kidul (48 persen) dan Kulon Progo (38 persen). Apakah karena wilayahnya
banyak yang miskin sehingga mendorong migrasi keluar yang relatif tinggi? Nampaknya tidak demikian halnya, sebab di daerah yangrelatif maju seperti Kabupaten Bantul pun dijumpai bampir sepertiga (28 persen) dari desa yang ada termasuk kelompok desa miskin. Kemudian untuk Kabupaten
20
Sleman dengan migrasi neno s laju pertumbuhan dan kepa penduduk sangat tinggi justru desa miskin sedikit sekali (5 pers Pembahasan ringkas untuk Yogyakarta ini memberikan bukt cukup sulit menghubungkan kriteria desa miskin dengan k penduduk pada suatu daerah itu Apakah -dapat dikatakan bahw miskin identik dengan kep
Diskusi Memperhatikan jenis data yang diknmpulkan dalam Sensus Potensi Desa yang cukup lengkap ini, nampaknya dapat memenuhi syarat untuk menyusun indikator atau karakteristik desa miskin. Data yang dihimpun merupakan keadaan desa secara lengkap dan seragam untuk seluruh wilayah Indonesia. Dikumpulkan dalam waktu yang sama, setelah Sensus Penduduk 1990 dilaksanakan. Konsep dan definisi dari seluruh pertanyaan yang ada dijelaskan secara lengkap pada setiap daftar isian agar responden dalam hal ini Kepala Desa dapat dengan mudah untuk memahami dan memudahkan dalam menjawab daftar pertanyaan, sehingga akurasi data dapat dipertahaukan. Selain itu juga dilakukan wawancara kepada Kepala Desa atau staf lainnya yang dianggap mengetahui tentang keadaan desa. Meskipun daftar pertanyaan berikut penjelasannya telah disiapkan dengan balk dan rinci, tidak berarti data Podes tidak mempunyai kelemahan. Kelemahan mendasar adalah informasi yang dikumpuIEan hanya mencerminkan keadaan sebagian besar saja dan tidak menerangkan keadaan yang lebih
Semua variabel ini ditan kepada Kepala Desa maupun Desa lainnya dengan men "sebagian besar dari pendud daerahnya tentang 9 variabe diajukan tanpa dukungan da cukup akurat. Memang benar Kepala Desa dianggap mengetah hal ini, akan tetapi apakah tid jawaban yang diberikan? A jawaban yang diberikan cende arah positif atau yang baik sebag bahwa desanya semakin maju. D pula tentang pemberian skor k ekonomi yakni perdagangan d diberikanskor lebihtinggi dari ya Telepon umum terpasang, air PAM dan pompa listrik sekirany sesuai atau bias ke indikator urban. Kemudian tentang pertanian yang dikuasai hanya dengan luas tanpa memper produktivitas/hasil, jelas sangat Produktivitas lahan lebih p daripada luas lahan, apalagi d dengan jenis tanaman komoditas
tinggi. Kepadatan penduduk renda pada umumnya dijumpai pada de kurang maju dan justru desa kepadatan rendah diberikan sko Desa yang mampu mengusahaka
Sebaliknya, pemilikan ternak (23) cenderung ke desa-rural. Dalam hal wabah penyakit apakah Kepala Desa mengetahui dengan baik tentang demam berdarah dan muntaber. Terlepas dari kekuatan dan kelemahan variabel terpilih untuk mengukur desa miskin nampaknya pemberian skor dari setiap variabel masih perlu dipertimbangkan. Pengukuran dengan kriteria "sebagian besar" bila memungkinkan dinyatakan dengan persentase. Beberapa variabel dirasa kurang relevan seperti nomor 4; 5; 13; 15; 18; 19; 20; 23; 24 dan 25 perlu ditinjau lagi, yaitu peran dari setiap variabel maupun pemberian skor dalam mengidentifikasi desa miskin. Penyempurnaan variabel dan skor terpilib akan memberikan informasi lokasi desa miskin yang lebih baik. Bersamaan dengan ini dikembangkan pula pengukuran penduduk miskin. Kombinasi antara lokasi desa miskin dengan jumlah penduduk miskin akan sangat bermanfaat dalam menyusun program pengentasan kemiskinan. Sudah baraÿng tentu Biro Pusat Statistik akan memanfaatkan ke dua aspek ini yakin lokasi dan jumlah penduduk miskin dari data Sensus Pertanian 1993 maupun Susenas 1994.
22
dalam menguknr penduduk m dan karakteristik pen miskin dapat diketahui dengan dan mudah berdasarkan paramet ada, akan tetapi lokasi (wi penduduk miskin penting pula diketahui. Biro Pusat Statistik dalam untuk mengetahui lokasi pen miskin memanfaatkan data hasi 1990. Dengan berbagai kelemah ada lokasi desa miskin di setiap ramai dibahas. Ada yang setuju d pula yang tidak setuju tentang inf wilayah desa miskin tersebut. Se perlu dipahami bahwa informa miskin tersebut mengacu pada setelah sensus penduduk 199 bukan setelah tahun 1990. Berda variabel terpilih serta metode serta asumsi yang digunakan loka miskin dapat diketahui. Sekirany diketahui tidak tertutup kemun dalam desa miskin ada pula pen yang tidak miskin dan seba penduduk miskin terdapat pul desa tidak'miskin. Suatu tantangan bagi pem tentang kemiskinan untuk m metode pengukuran kemiskinan dengan keadaan penduduk Ind yang sekaligus dapat mengetahu
Jumlah
mungkin dapat menyediakan informasi lokasi dan jumlah penduduk miskin.
DAFTAR PUSTAKA Ahluwalia, Montek S., et al. 1975. Growth andpoverty in developing Washington: countries. for International Bank Recontruction and Development. Biro Pusat Statistik. 1993. Sistem informasi wilayah: (kantong) miskin. Jakarta. Booth, Anne. 1975. "Fiscal and monetary policies to promote development with equality", Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 23(24).
1993 "M kemiskinan naik daun", Kom April. Projosuyoto, Suyoto. 1993 Peng desa miskin berdasarkan 1990. Daerah lstimewa Yogy
Tidak diterbitkan. Sajogyo. 1974. Usaba perbaik keluarga. Bogor: In Pertanian Bogor. Widodo, Suseno Triyanto. Indikator ekonomi. Yogy Penerbit Kanisius. Ganguli, B.N. dan Devendra B. 1976. Level of living in indi Delhi: S. Chand and Compa World Bank. 1984. Indonesia: p for growth with lower oil Washington.