BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Meningioma merupakan tumor otak primer yang berasal jaringan meninges dan merupakan salah satu tumor primer yang cukup sering terdiagnosis. Prevalensi meningioma secara umum berkisar 0,7%, dengan insidensi 2-7 per 100.000 penduduk (Barnholtz,2007). Namun di antara tumor intrakranial, meningioma merupakan tumor dengan prevalensi paling tinggi. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa 20% dari seluruh tumor intrakranial dan 33,8% dari seluruh tumor sistem saraf pusat adalah meningioma(Bendszus,2000). Walaupun merupakan tumor jinak, meningioma dapat menyebabkan kematian karena terletak di intrakranial(Benson,2010). Manifestasi klinis dari meningioma dapat menjadi sangat spesifik tergantung dari lokasinya, sebagai contoh misalnya meningioma orbita paling sering mengakibatkan kebutaan karena menekan langsung nervus optikus dan jaringan intraorbita. Di sisi lain meningioma juga dapat tumbuh pada lokasi-lokasi di seperti fissura orbita superior, sinus kavernosus, lobus frontalis maupun temporalis(Benson,2008). Kebutaan yang disebabkan oleh meningioma bersifat ringan sampai sedang, namun di beberapa negara maju hal ini dapat terkait pembatalan lisensi mengemudi sehingga membatasi aktivititas pasien paska pembedahan (BorShavit,2014). Kehilangan lapang pandang yang berat serta kebutaan dilaporkan
1
paling banyak ditemukan pada meningioma yang terletak di tuberkulum sella dan yang menekan kiasma(Santarius,2014). Data epidemiologi dari negara-negara yang berbeda hingga saat ini menunjukkan berbagai faktor risiko meningioma, di antaranya yang paling menonjol adalah terkait dengan faktor reproduksi yaitu usia menarche, jumlah kehamilan, status menopause, dan pemakaian kontrasepsi hormonal baik secara oral
maupun
injeksi(Benson,2008).Hasil
penelitian
sebelumnya
masih
menunjukkan hasil yang berbeda-beda dalam menilai hubungan antara kontrasepsi hormonal ataupun terapi hormon pengganti terhadap peningkatan risiko meningioma, seperti Wigertz(2008) melaporkan penggunaan terapi hormon pengganti memiliki risiko yang cukup tinggi terhadap terjadinya meningioma pada perempuan menopause sementara Custer(2006) menemukan tidak ada peningkatan risiko meningioma pada wanita menopause dengan penggunaan terapi hormon pengganti yang mengandung progesteron dan estrogen. Terkait dengan beberapa penelitian sebelumnya yang secara epidemiologi menemukan adanya kaitan antara peningkatan risiko meningioma pada penggunaan hormon eksogen perempuan (progesteron dan estrogen), Perry et al tahun 2000, melakukan penelitian immunochemistry terhadap 175 jaringan tumor meningioma, 92% jaringan kehilangan ekspresi protein 4.1-family tumor supresor yaitu protein merlin maupun DAL-1. Reseptor progesteron sendiri memiliki reaksi imunokimia dengan protein DAL-1 (p<0.001) dan sebanding dengan ukuran tumor. Pada studi tersebut ekspresi hormon progesteron
2
ditemukan pada 51% jaringan tumor yang bersifat jinak dan 21% pada tumor atipikal. Data empirik di RSUP Dr.Sardjito menunjukkan bahwa sebagian besar wanita penderita meningioma orbitokranial yang menjalani operasi memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal (Supartoto,unpublished data). Pada kurun waktu antara Agustus 2009 sampai dengan Agustus 2010, terdapat 21 kasus meningioma orbitokranial, 18 diantaranya (86%) adalah wanita dan dari sampel wanita yang terkena meningioma tersebut,diketahui 16 orang adalah pemakai kontrasepsi hormonal (88,9%), 14 orang pemakai KB suntik per 3 bulan dan 2 orang mengkonsumsi pil KB. Bila dilihat dari lama pemakaiannya, durasi pemakaian kontrasepsi, didaptkan bahwa sebanyak 5 orang (16,7%) menggunakan kontrasepsi selama kurang dari 5 tahun, sedangkan 25 orang (83,3%) menggunakan kontrasepsi lebih dari 5 tahun (Supartoto,unpublished data). Bukti lain yang dapat dijadikan pendukung adalah dalam dua dekade terakhir, hubungan antara reseptor hormon seks dan meningioma telah banyak diteliti. Kejadian meningioma yang lebih tinggi pada wanita dibanding pria, adanya meningioma yang timbul pasca kehamilan, dan studi epidemiologi mengenai hubungan antara meningioma dan kanker payudara menunjukkan bahwa hormon seks steroid berpengaruh pada pertumbuhan meningioma (Roser,2004). Penelitian-penelitian yang menghubungkan reseptor estrogen dan progesteron telah banyak dilakukan sejak tahun 1970an(Wahab,2003). meskipun beberapa penelitian awal memberikan hasil adanya peningkatan
3
risiko yang tidak bermakna secara statistik. Selain reseptor estrogen dan progesteron, beberpa gen juga dicurigai berperan dalam proses patogenesis meningioma. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ozer et al, ditemukan amplifikasi gen HER-2/neu dalam 7 (12,73%) pasien. Kemudian temuan ini dikonfirmasi dengan hibridisasi kedua dengan probe kromosom 17p13.1 (p53). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa amplifikasi HER-2/neu dapat dianggap sebagai faktor genetik tambahan yang berperan dalam patogenesis meningioma bersama dengan kelainan kromosom(Ozer,2009). Data - data yang ditemukan di RSUP Dr.Sardjito dapat dipakai sebagai dasar untuk mengetahui seberapa besarkah pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap kejadian meningioma orbitokranial. Merujuk pada tingginya angka pengunaan kontrasepsi hormonal dikalangan para wanita di Indonesia maka latar belakang ini menjadi isu yang menarik untuk diteliti.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu sebagian besar pasien wanita yang menderita meningioma memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal.
C. Pertanyaan penelitian Berdasar uraian diatas dapat dikemukakan pertanyaan penelitian, apakah pemakaian
kontrasepsi
hormonal
sebagai
faktor
risiko
meningioma
orbitokranial pada wanita ?
4
D. Tujuan Penelitian Mengetahui besarnya risiko terjadinya meningioma orbitokranial pada wanita dengan riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal.
E. Manfaat Penelitian Dengan diketahui adanya hubungan antara kejadian meningioma pada wanita pengguna kontrasepsi hormonal dapat sebagai acuan penelitianpenelitian tentang patogenesis meningioma, serta mempengaruhi kebijakankebijakan di tingkat pemerintahan terkait penggunaan kontrasepsi hormonal untuk program Keluarga Berencana.
F. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian yang menghubungkan reseptor estrogen dan progesteron telah banyak
dilakukan sejak tahun 1970an dan mulai
dipublikasikan sejak tahun 1990an. Preston-Martin(1995) dalam penelitian kasus kontrol menemukan wanita dengan terapi hormonal pengganti yang mengandung hormon estrogen memiliki risiko 2 kali lebih tinggi terkena meningioma spinal. Schlehofer(1999) melakukan penelitian kasus kontrol serta melakukan pemeriksaan histologis terhadap jaringan tumor glioma dan meningioma, menemukan angka Relative Risk untuk meningioma pada wanita menopause (sekitar 49 tahun) yaitu 1.27.
5
Hatch(2005) melakukan studi kasus kontrol dengan mencari besar risiko riwayat reproduksi wanita terhadap kejadian meningioma, ditemukan bahwa perempuan dengan riwayat persalinan dua sampai tiga kali (multipara) memiliki risiko yang lebih besar terkena meningioma dibanding dengan yang tidak pernah melahirkan (nullipara). Selain menilai riwayat persalinan, pada riwayat menopause didapatkan perempuan dengan usia menopause antara 48 – 51 tahun memiliki peluang menderita meningoma dengan Odds Ratio 1.56. Custer(2006) melakukan studi kasus kontrol untuk menilai besar pengaruh kontrasepsi oral dan terapi hormon pengganti terhadap meningioma intrakranial pada populasi perempuan di Amerika. Pasien dengan riwayat kontrasepsi oral memiliki risiko terkena meningioma intrakranial sebesar 1,5 kali. Pada wanita dengan penggunaan hormon pengganti justru memberi efek protektif terhadap kejadian meningioma. Pemeriksaan ekspresi hormon pada jaringan meningioma juga dilakukan dan didapatkan hasil 92% jaringan mengandung ekspresi hormon progesteron. Michaud(2010) melakukan studi kohort mengenai glioma dan meningioma pada populasi perempuan di Eropa, ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan hormon Estrogen terhadap kejadian glioma. Pada perempuan dengan riwayat penggunaan hormon pengganti memiliki risiko 1,79 kali terkena meningioma sedangkan pengguna kontrasepsi oral risikonya 3,61 kali lebih tinggi dari mereka yang tidak pernah memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi.
6
Cea-Soriano (2012) melakukan penelitian studi kohort pada perempuan maupun laki-laki penderita meningioma di Inggris. Ditemukan bahwa tidak ada peningkatan risiko meningioma yang signifikan pada perempuan dengan riwayat pemakaian kontrasepsi oral, hormon pengganti ataupun terapi cyproterone asetat dosis rendah. Sementara itu pada pria terdapat peningkatan risiko yang signifikan pada pengguna analog hormon androgen (OR:19.09, 95%CI CI:2.81–12.74 ). Claus (2013) melakukan studi pada 1127 wanita dengan rentang usia 29 79 tahun dengan riwayat meningioma intrakranial di wilayah Amerika utara dengan turut menganalisa riwayat menarche, usia menopause, melahirkan dan juga indeks massa tubuh. Didapatkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral terkait dengan peningkatan risiko meningioma (OR:1.8,95%CI:1.1–2.9) namun penggunaan hormon pengganti tidak meningkatkan risiko meningioma.
7