BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Globalisasi merupakan fenomena dimana masyarakat saat ini mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh negara lain mulai dari bidang politik, sosial, budaya, dan juga ekonomi. Dalam bidang ekonomi, globalisasi dapat diketahui dari satu pihak yang akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya pihak lain juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke pasar domestik. Dari sinilah masyarakat lokal dan asing terhubung satu sama lain. (Limbong, 2013:161). Selain barang dan jasa, kuliner pun menjadi bagian dari globalisasi dan tak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk globalisasi yang menonjol adalah KFC (Kentucky Fried Chicken), gerai makanan fastfood (cepat saji) yang menjual berbagai jenis makanan. Munculnya gerai fastfood yang menjual ayam goreng berawal dari berdirinya KFC oleh Harland D. Sanders pada tahun 1952 saat usianya menginjak 65 tahun di Salt Lake, Utah, Amerika Serikat. Dengan inovasi yang dibuatnya, tampilan dan rasa ayam gorengnya berbeda dengan ayam goreng pada umumnya sehingga gerai ini berkembang pesat di seluruh dunia. Restoran KFC
1
di Indonesia dibuka pertama kali pada bulan Oktober 1979 di jalan Melawai, Jakarta dan pemegang waralabanya adalah PT. Fastfood Indonesia (www.annehira.com/kfc.htm diakses pada tanggal 16 Maret 2016). Kuliner ini sangat diminati oleh semua kalangan dikarenakan cukup mengenyangkan dan cita rasa ayamnya yang khas juga sesuai dengan lidah masyarakat Iokal. Setelah berkembang di Indonesia, gerai fastfood yang menjual makanan serupa perlahan-lahan muncul seperti: CFC (California Fried Chicken), Mc Donald, Texas Chicken, dan A&W yang juga menjadi pesaing dari KFC. Gerai fastfood tersebut mempunyai inovasinya masing-masing dalam menarik konsumen akan tetapi konsepnya tetap berasal dari KFC. Di Indonesia, KFC dapat dikatakan sebagai restoran kelas menengah keatas karena menu paket yang ditawarkan berkisar mulai dari Rp.28.000 sampai Rp.100.000 dan lokasi pada umumnya berada di mall dan sejenisnya. Hal ini sangat berbeda dengan negara asalnya di Amerika Serikat yang justru dapat dinikmati kelas menengah kebawah. Adapun alasan mengapa di Indonesia harga menu yang ditawarkan dapat menjadi lebih mahal dikarenakan telah dikenakan PPN (Pajak Pembangunan Nasional) yang mempengaruhi pembangunan infrastruktur di Indonesia termasuk di Kota Makassar. Potensi Kota Makassar dalam dunia perdagangan dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang telah membangun bisnis yang
2
bergerak di berbagai sektor. Usaha kuliner yang dijalankan juga sangat beragam jenis dan bentuknya mulai dari restoran, rumah makan, sampai usaha kaki lima. Perkembangan bisnis tersebut membantu perekonomian individu dan mengurangi jumlah penggangguran, serta meningkatkan perekonomian di Kota Makassar. Ningsih (2012:86) mengemukakan bahwa, fenomena ekonomi adalah gejala dari cara bagaimana orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka. Cara yang dimaksud disini adalah semua aktifitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi barang-barang langka. Tantri berpendapat (2009:4) dalam bukunya, Pengantar Bisnis bahwa secara sederhana bahwa bisnis atau usaha adalah semua kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih yang terorganisasi dalam mencari laba melalui penyediaan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat. Semua orang memerlukan pangan, sandang dan papan untuk bisa bertahan hidup. Oleh karena itu, manusia perlu bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Kegemaran masyarakat dalam mengonsumsi
bentuk
kuliner
seperti
ayam
Kentucky
akhirnya
mendorong wirausahawan (entrepreneur) untuk membangun sebuah bisnis yang menjual makanan serupa yang tsak kalah bersaing dari tempat
aslinya
yaitu
dalam
bentuk
usaha
kaki
lima
yang
pengadaannya dapat dilakukan dengan gerobak biasa, rumah makan
3
dan juga di ruko (rumah toko) dengan konsep bisnis franchise atau perorangan. Alasan munculnya pemikiran tersebut adalah seringnya dijumpai antriaan yang cukup panjang dan memerlukan waktu yang lama agar dapat memesan menu yang diinginkan. Besarnya pangsa pasar untuk kuliner ini, dan harga yang lebih mahal pada akhirnya mengakibatkan bermunculannya bentuk usaha yang konsepnya lebih sederhana dan lebih murah, serta cita rasa yang tidak kalah dengan KFC. Sistem produksi antara gerai besar dengan usaha kaki lima cukup berbeda dimana tenaga kerja di gerai besar bisa terdiri antara empat sampai delapan orang sedangkan dalam usaha kaki lima sekitar dua sampai tiga orang. Dalam modal pun pedagang kaki lima harus menyiapkan kebutuhannya sendiri mulai dari gerobak untuk meletakkan ayam yang sudah selesai digoreng, bahan untuk memasak seperti minyak, pergorengan, dan juga gas berbeda dari gerai besar yang alat produksinya telah dipersiapkan sebelumnya oleh pihak manajemen sehingga lebih fleksibel. Apabila penjual atau wirausahawan cukup baik dalam menerapkan suatu strategi, maka usaha kaki lima ini dapat membentuk jaringan apabila sukses menarik pelanggan. Pemilihan lokasi usaha yang tepat akan sangat menunjang perkembangan
usahanya.
Keuntungan-keuntungan
yang
dapat
diperoleh dari pemilihan lokasi usaha yang tepat antara lain adalah unggul
dalam
posisi
persaingan,
memudahkan
pengadaan
4
bahan/barang, dan meningkatkan kemampuan pelayanan terhadap konsumen sebaliknya kerugian dari penetapan lokasi usaha yang tidak tepat adalah posisi persaingan yang lemah, karena letaknya bukan pada tempat yang strategis; dan kesulitan dalam pengadaan bahan/barang (Indriyatni, 2013). Fenomena penjual ayam Kentucky Kaki lima di Kota Makassar ini mulai terlihat antara tahun 2011-2016. Penjual ayam Kentucky atau yang dapat disebut ayam krispi oleh masyarakat Kota Makassar, telah mengalami perkembangan pesat dimana mereka bisa ditemukan di beberapa sudut jalan Kota Makassar dan sudah membuat sebuah jaringan. Dalam menjalankan usahanya ini, para penjual memilih waktu yang tepat untuk berjualan yaitu mulai dari sore sampai malam hari dikarenakan beberapa orang sudah menyelesaikan aktivitasnya baik dari sekolah, kampus, maupun kantor tapi ada juga sebagian dari penjual tersebut yang membuka gerainya pada pagi hari. Selain harga yang ditawarkan lebih murah dibandingkan tempat aslinya, konsumen tak perlu mengantri lama dan bisa memilih bagian dari daging ayam tersebut atau memakannya langsung dengan nasi hangat yang telah disiapkan. Dalam menjalankan usaha ayam krispi ini, yang dibutuhkan hanya keterampilan dan tak memandang status pendidikan maupun sosial, serta yang terpenting berada pada umur yang cukup untuk berkerja
dan
sanggup
untuk
menerima
tanggung
jawab.
5
Wirausahawan (entrepreneur) ataupun mereka yang turut mengelola usaha tersebut harus menjalin hubungan yang kooperatif dengan para pesaing karena jika persaingan terlalu ketat, maka konsumen yang ingin membeli tak bisa menentukan ia ingin memilih yang mana. Seorang wirausahawan harus mengetahui seperti apa yang digemari konsumen sampai harga yang cocok untuk sebuah jenis kuliner tersebut. Wirausahawan juga harus menerapkan sebuah strategi agar konsumen tetap membeli produknya dan tetap unggul dalam bentuk persaingan. Telah banyak penelitian sebelumnya yang dilakukan terhadap bisnis kuliner, baik yang berskala besar maupun kecil. Namun kebanyakan dari mereka mengkaji tentang usaha yang dilakukan oleh penjual makanan khas di daerahnya masing-masing. Salah satu Penelitian sebelumnya (Yunus, 2011:88), mengkaji tentang potret kehidupan sosial ekonomi pedagang kaki lima di Kota Makassar. Seorang pedagang kaki lima memilih untuk menjual pisang epe karena adanya dorongan untuk bekerja di kota dan ajakan dari sanak keluarga adan teman untuk menjadi penjual pisang epe. Dalam penelitian Darman (2015:17), keadaan sosial pedagang kaki lima penjual jagung rebus di daerah tepian sangat cukup strategis untuk berjualan dan mendapatkan
hasil
yang
lumayan
untuk
mendapatkan
suatu
penghasilan bagi keluarga mereka. Adapun Penelitian yang terkait dengan makanan siap saji (fastfood) telah dilakukan oleh Saleh
6
(2009:34). Makanan cepat saji menjadi lebih diminati karena dianggap lebih praktis sebab dapat menunjang kebutuhan masyarakat urban yang sangat sibuk bekerja. Dengan demikian perkembangan dan peningkatan perekonomian sebagian masyarakat juga membentuk kebiasaan makannya. Telah banyak penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan makanan siap saji (fastfood). Namun, masih ada yang belum meneliti tentang jenis makanan ini dalam bentuk usaha kaki lima sehingga penulis
dapat
mengkajinya
secara
mendalam.
Dampak
dari
bermunculannya usaha kecil ini adalah semakin tersedianya lapangan kerja dan memunculkan wirausahawan yang tentu berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu peneliti tertarik meneliti usaha Ayam Kentucky dengan penelitian berjudul: Ayam Kentucky: Studi Antropologi Tentang Usaha Ayam Goreng Kaki Lima di Kota Makassar. B. Masalah penelitian Fokus dari penelitian ini adalah melihat perkembangan salah satu bentuk usaha di Kota Makassar yang didasari oleh minat masyarakat yang tinggi akan suatu produk dan juga keinginan individu dalam mengembangkan diri sebagai wirausahawan (entrepreneur). Semakin banyaknya pedagang kaki lima di sepanjang jalan Kota Makassar dikarenakan keterbatasan skill dan pendidikan serta persaingan kerja
7
yang ketat di sektor formal. Oleh karena itu, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan seseorang memilih pekerjaan sebagai penjual ayam krispi di Kota Makassar? 2. Bagaimana praktek pengelolaan usaha ayam krispi di Kota Makassar? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk Menjelaskan apa yang menjadi faktor seseorang memilih pekerjaan sebagai penjual ayam krispi. b. Untuk mengetahui praktek pengelolaan usaha ayam krispi. 2. Manfaat penelitian a. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau gambaran kepada masyarakat mengenai masalah ketenagakerjaan
dan
juga
upaya
dalam
mengembangkan
keterampilan agar suatu usaha dapat berjalan secara optimal. b. Penelitian
ini
diharapkan
dapat
dijadikan
referensi
untuk
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan perkembangan usaha kaki lima dan sejenisnya. c. Penelitian ini menjadi salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan studi di Departemen Antropologi dan memperoleh gelar S1 di Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
8