BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang No 20 tahun 2008, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam perindustriaan hasil-hasil pembangunan. Pada saat terjadi krisis ekonomi di negara Indonesia tahun 1997-1998, dimana banyak usaha berskala besar mengalami stagnasi bahkan berhenti aktivitasnya sedangkan sektor UMKM terbukti mampu bertahan. Berdasarkan pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, setidaknya pengembangan sektor swasta harus difokuskan pada UMKM. Sektor UMKM seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya. Maka dari itu, UMKM merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional karena sektor usaha ini dapat memanfaatkan sumber daya alam dan manusia lokal (Avonina, 2015) Provinsi
Jawa
Tengah
mempunyai
jumlah
UMKM
tertinggi
dibandingkan dengan provinsi lainnya. Perkembangan jumlah UMKM di Provinsi Jawa Tengah tahun 2014 mencapai 3,8 juta usaha yang mampu menyerap tenaga kerja hingga 7,8 juta orang (BI, 2014). Maka dari itu, dapat diartikan bahwa tenaga kerja produktif yang berhasil diserap oleh sektor UMKM sebesar 49% dari total angkatan kerja yang ada. UMKM di Provinsi
Jawa
Tengah
setiap
tahunnya
mengalami
pertumbuhan
walaupun
presentasenya fluktuatif yang cenderung turun presentasenya namum secara keseluruhan mengalami kenaikan. Berikut pertumbuhan UMKM di Provinsi Jawa Tengah: Tabel 1 1 Jumlah Unit UMKM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2014 Tahun Jumlah UMKM (Unit) 2010 67.616 2011 70.222 2012 80.583 2013 90.339 2014 99.681 Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Pro. Jawa Tengah Tahun 2015
Pada gambar di atas memperlihatkan kondisi UMKM yang ada Di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2010 jumlah UMKM sebesar 67.616 unit, kemudian pada tahun 2011 meningkat 3,85% menjadi 70.222 unit, pada tahun 2012 meningkat 14,75% menjadi 80.583unit. Hal tersebut juga terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Jumlah UMKM meningkat 12,10% menjadi 90.339 unit pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2014 naik 10,34% menjadi 99.681 unit. Walaupun jumlahnya selalu mengalami pertumbuhan namun secara relatif bersifat fluktuatif. Hal ini mengindikasikan keberadaan UMKM seharusnya menjadi perhatian penuh dari pemerintah maupun masyaraat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Sektor UMKM mempunyai peran penting dalam perekonomian negara. Sektor usaha ini memiliki pasar yang luas dan mempu menyerap banyak tenaga kerja. Besarnya peluang usaha ini, mempunyai beberapa masalah yang harus dihadapi oleh pelaku UMKM. Masalah yang menghadang pelaku
2
UMKM untuk mengembangkan usaha yaitu permodalan, administrasi, dan teknologi. Masalah utama yang dihadapi pelaku UMKM adalah modal. Hal ini dikarenakan usahanya masih berstatus bisnis mikro dan kecil. Oleh karena itu, terkadang usaha mereka tidak dilirik oleh lembaga perbankan. Melihat kondisi ini, memberikan peluang bagi lembaga keuangan informal seperti rentenir untuk memberikan pinjaman dana dengan cepat dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh pelaku UMKM. Namun, rentenir memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Keadaan ini akan menjadi ancaman bagi kehidupan para pelaku UMKM, karena sistem penerapan bunga yang tinggi (Bisnis, 2015) Maka dari itu, upaya pemerintah dalam mengatasi pemberian modal untuk para pelaku UMKM yaitu pemerintah mengeluarkan program pembiayaan bagi pelaku UMKM yang dikenal dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menurut BI, KUR merupakan kredit modal kerja/kredit investasi yang diberikan kepada pengusaha kecil yang memiliki usaha yang layak (feasible), namun belum bankable yang dijamin pemerintah melalui Askrindo dan Jamkrindo. Bank BRI merupakan salah satu bank yang ditunjuk pemerintah untuk program pembiayaan KUR. Program pembiayaan KUR bergunan untuk meningkatkan para pelaku UMKM dalam rangka mendorong perekonomian nasional (BI, 2015) KUR disalurkan melalui beberapa bank, antara lain: BRI, BNI, Mandiri, serta beberapa bank pembangunan daerah. Tujuan akhir dari peluncuran kredit KUR adalah untuk meningkatkan perekonomian, pengentasan
3
kemiskinan serta penyerapan tenaga kerja. Sektor usaha yang diperbolehkan untuk memperoleh KUR adalah semua sektor yang usaha produktif. Pada saat penyaluran KUR pemerintah membantu mengawasi penyaluran relisasi KUR melalui BPKP yang akan melakukan pengawasan yang bersifat preventif dan melakukan verifikasi secara selektif. BI juga akan membantu mengawasi Bank Pelaksana dalam kapasitas sebagai pengawas bank. Berikut tabel realisasi penyaluran KUR menurut Provinsi: Gambar 1 1 Realisasi Penyaluran Kredit KUR Menurut Provinsi Per 31 November 2014 (dalam jutaan rupiah) 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 -
Sumber: Kemenko Perekonomian, berbagai penerbitan
Pada data diatas dapat disimpulkan bahwa penyaluran KUR masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Maka dari itu, untuk meningkatkan perekonomian daerah, KUR dapat dijadikan sarana untuk membantu peningkatan permodalan UMKM. Sementara itu, perekonomian di wilayah Jawa relatif lebih maju. Hal ini disebabkan karena tingginya penyerapan KUR di Pulau Jawa yang tidak terlepas dari kontribusi perekonomian yang relatif maju dan memiliki banyak alternatif akses pembiayaan. Hal ini dibuktikan 4
dengan adanya 3 provinsi yang menyerap KUR terbesar di Pulau Jawa, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Jawa Tengah sebesar 28.201.489, Jawa Timur sebesar 26.659.797, sedangkan Jawa Barat sebesar 22.714.388. Tiga provinsi tersebut pada bulan November 2014 menyerap KUR sebesar Rp 77,57 triliun dari total KUR Nasional. Sementara penyerapan KUR paling rendah adalah Bangka Belitung dan Maluku Utara. Bangka Belitung sebesar 626.790, sedangkan Maluku Utara sebesar 720.033 dengan penyerapan KUR sebesar 1,34 triliun dari total KUR Nasional. Pedagang pasar merupakan pelaku UMKM yang bergerak pada sektor usaha kecil yang sering kali mengalami hambatan dalam permodalan. Namun, sekarang ini pedagang pasar tidak perlu khawatir dengan masalah permodalan, karena pemerintah mengeluarkan program pembiayaan yang disebut dengan KUR. Maka dari itu, KUR memberikan solusi yang tepat bagi pedagang pasar dalam hal permodalan. Gambar 1 2 Jumlah Pasar di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 350 300 250 200 150 100 50 0
Sumber: BPS Jawa Tengah Tahun 2015
5
Pasar tradisional adalah pasar umum yang menjual kebutuhan sehari-hari, seperti: sayuran, sembako, makanan/minuman, dll. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah pasar tradisional di Provinsi Jawa Tengah yang paling tinggi adalah Kab. cilacap sebesar 290, sedangkan tertinggi yang kedua adalah Kab. Klaten sebesar 197. Pada penelitian ini, penulis meneliti pasar tradisional Kraguman Kabupaten Klaten. Pasar Kraguman terletak di Desa Kraguman Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten. Sebelah Utara berbatasan dengan Bakso kepala sapi. Sebelat timur berbatasan dengan warung makan tawakal. Sebelah selatan berbatasan dengan jalan raya yogyakarta-solo km 24. Pasar Kraguman mempunyai luas tanah sebesar 3.875 m2. Pasar kraguman mempunyai 2 jenis bangunan yang digunakan para pedagang untuk berjualan yaitu kios sebanyak 44 buah dan los sebanyak 13 buah (Dinas Pasar Kraguman, 2015). Berikut jumlah pendapatan retribusi pasar yang ada di kecamatan Jogonalan: Tabel 1 2 Jumlah Pendapatan Retribusi Pasar di Kecamatan Jogonalan Per 1 April 2015 (dalam jutaan rupiah) Nama Pasar Jumlah Pasar Kraguman 88.455.000 Pasar Srowot 20.144.000 Pasar Dompyongan 25.884.000 Sumber: Dinas Pasar Kraguman 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pasar kraguman memiliki jumlah pendapatan retribusi terbanyak sebesar Rp 88.455.000 dibandingkan dengan pasar lainnya yang ada di kecamatan Jogonalan. Pendapatan terbanyak kedua yaitu pasar Dompyongan sebesar Rp 25.884.00 sedangkan pandapatan terkecil yaitu pasar Srowot sebesar Rp 20.144.000
6
Pendapatan retribusi berasal dari retribusi dasaran, retribusi sampah, retribusi titipan kendaraan, dan retribusi sewa kios. Adapun pertimbangan dipilihnya pasar Kraguman sebagai studi kasus dalam penelitian ini, yaitu pasar Kraguman merupakan pasar terbesar serta memiliki pendapatan retribusi terbanyak dibandingkan dengan pasar lainnya. Selain itu, pasar kraguman mempunyai lokasinya strategis dan mempunyai dua fungsi yaitu sebagai tempat berjualan sekaligus menjadi distribusi bagi pasar-pasar lainnya yang ada di daerah tersebut (Dinas Pasar Kraguman, 2015). Pada pasar tradisional Kraguman terdapat pedagang sayuran, pakaian, makanan/minuman, alat rumah tangga, penjahit, sembako, dll. Selain itu, pasar Kraguman terdapat Bank BRI Teras. Sebagian besar pedagang pasar Kraguman meminjam dana untuk modal usaha dan mengembangkan usahanya di Bank BRI Teras. Bank BRI Teras merupakan bank satu-satunya yang ada di pasar Kraguman. Suku bunga yang ditetapkan Bank BRI Teras sebesar 12 persen. Suku bunga yang ditetapkan Bank BRI Teras setidaknya meringankan beban pelaku UMKM dalam mengembangkan usahannya (Nur Sulistyowati, 2015). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan menjadi pokok pembahasan, yaitu: 1. Apakah terdapat hubungan antara faktor lingkungan dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman?
7
2. Apakah terdapat hubungan antara faktor perbedaan individu dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman? 3. Apakah terdapat hubungan antara proses psikologis dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1.
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara faktor lingkungan dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara faktor perbedaan individu dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman. 3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara faktor proses psikologis dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi : 1. Bagi Peneliti : a. Menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan dalam bidang keilmuan yang diamati. b. Sebagai sarana latihan dan penerapan ilmu pengetahuan perkuliahan. 2. Bagi Pembaca: a. Sebagai sarana informasi untuk mempermudah peminjaman kredit.
8
b. Sebagai sarana informasi untuk mengatahui perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan suatu barang atau jasa yang akan dibeli dan dikonsumsi. 1.5 Kerangka Pikiran Berdasarkan uraian di atas peneliti menggambarkan kerangka pikiran penelitian, sebagai berikut: Gambar 1 3 Kerangka Pemikiran Latar Belakang: 1. Pertumbuhan UMKM di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan yang paling besar pada tahun 2014 sebesar 99.681 unit. 2. Pemerintah mengeluarkan program pembiayaan bagi pelaku UMKM yang dikenal dengan KUR. 3. Realisasi penyaluran KUR menurut propinsi yang paling banyak adalah Jawa Tengah sebesar 28.201.489 4. Kab. Klaten mempunyai jumlah pasar tradisional yang paling banyak kedua setelah Kab. Cilacap yaitu Kab Cilacap sebesar 290 sedangkan Kab Klaten sebesar 197.
Rumusan Masalah: 1. Apakah terdapat hubungan antara faktor lingkungan dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman? 2. Apakah terdapat hubungan antara faktor perbedaan individu dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman? 3. Apakah terdapat hubungan antara faktor proses psikologis dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman? Tujuan: 1. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara faktor lingkungan dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara faktor perbedaan individu dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman. 3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara faktor proses psikologis dengan keputusan mengambil kredit KUR pada pedagang pasar Kraguman. Analisis Deskriptif Analisis Korelasi Spearman
HASIL
9