BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Untuk mencapai kondisi sehat maka kebersihan diri harus kita perhatikan. Jika kebiasaan bersih sudah ditanamkan sejak dini, ketika dewasa akan bertingkah laku sesuai dengan norma kebersihan. Dan bahkan kualitas hidup juga akan sangat dipengaruhi oleh aspek kesehatan gigi dan mulut seseorang. Terminologi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut atau Oral Health Related Quality of Life adalah presepsi dari individu itu sendiri tentang kesehatan gigi dan mulut
serta
dampaknya
terhadap
pengalaman
nyeri,
fungsi
system
stomatognathic, serta bagaimana kesehatan gigi dan mulut tersebut mempengaruhi aspek psiokososial berdasarkan konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya.¹ Kesehatan gigi dan mulut penting untuk diperhatikan dan merupakan bagian integral dari kesehatan secara keseluruhan yang memerlukan penanganan segera sebelum terlambat dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan sesorang. Masyarakat di Indonesia, belum mempertimbangkan kesehatan gigi dan mulut. Masyarakat cenderung mengabaikan sakit gigi yang ditimbulkan padahal ketika sudah menjadi sakit, penyakit gigi merupakan jenis penyakit pada urutan pertama yang dikeluhkan masyarakat dan anak-anak.²
1
Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada saluran pencernaan, saluran pernafasan bagian atas dan mukosa genital pada mamalia. Tetapi populasi yang meningkat dapat menimbulkan masalah yang cukup besar. Beberapa spesies Candida yang dikenal banyak menimbulkan penyakit baik pada manusia maupun hewan. Candida albicans merupakan fungi opurtunistik penyebab sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginistis candida pada urin (candiduria), gastrointestinal candidiasis yang dapat menyebabkan gastrik ulcer (atau bahkan dapat menjadi komplikasi kanker). Di Amerika 75% wanita pada masa reproduksi pernah mengalami vulvavaginistis candidiasis. Antara 40-50% mengalami infeksi berulang dan 5-8% terkena infeksi candida kronis. Infeksi Candida juga sering merupakan penyebab komplikasi yang fatal pada kasus transplantasi organ. Di London, 40,5% terkena infeksi jamur pasca transplantasi hati dan 90% dari angka tersebut disebabkan oleh infeksi Candida spp sementara 66% oleh Candida albicans. Dari 345 kasus Candidemia yang diteliti di sebuah rumah sakit di Spanyol mortalitas mencapai 44% dengan perincian dari angka tersebut 51% disebabkan oleh infeksi Candida albicans sementara itu, di Jerman angka kematian akibat necrosectomy yang diikuti oleh infeksi jamur termasuk Candida mencapai 62%. Diagnosis laboratorium dan pengobatan terhadap penyakit yang disebabkan oleh Candida spp terutama Candida albicans belum memberikan hasil yang memuaskan. Resistensi terhadap antifungi juga sering terjadi. Beberapa usaha dilakukan untuk memperbaiki perangkat diagnosis dan metode pengobatan. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan
2
memahami mekanisme infeksi Candida albicans. Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi adalah adhesi, perubahan dari bentuk khamir ke bentuk filamen dan produksi enzim ektraselular. Adhesi melibatkan interaksi antara ligand dan reseptor pada sel inang dan proses melekatnya sel Candida albicans ke sel inang.3 Keberadaan Candida albicans dalam rongga mulut tidak selalu mengindikasikan terjadinya penyakit. Pada beberapa individu, Candida albicans merupakan komponen minor dari rongga mulut dan tidak menunjukkan symptom klinis. Kolonisasi Candida albicans dalam rongga mulut melibatkan adanya penambahan dan pemeliharaan populasi fungi yang stabil. Mikroorganisme secara rutin dibersihkan dari rongga mulut melalui mekanisme pembersihan host, sehingga untuk dapat bertahan hidup dalam ekosistem ini Candida albicans mempunya beberapa tempat untuk kolonisasi Candida albicans sehingga fungi dapat beradhesi pada kebanyakan ligand.4 Candida albicans selain bersifat flora normal, juga bersifat patogen. Candida bersifat oporturnistik karena dapat berkembang menjadi patogen dan menyebabkan infeksi bila terjadi perubahan pada individu (host) yang memungkinkan untuk pertumbuhannya. Berdasarkan data yang ada, perevalensi Candida pada orang dewasa adalah 3-48%, sedangkan pada anak – anak 45-46%.5 Infeksi jamur pada rongga mulut yang sering terjadi disebabkan oleh Candida sp dan spesies Actinomycetes. Candida albicans merupakan organisme yang komensal dalam rongga mulut, dan merupakan flora normal di rongga mulut.
3
Candida albicans dapat menimbulkan kelainan atau infeksi di dalam rongga mulut yang tampak dalam beberapa bentuk, yang sering disebut sebagai kandidiasis.6 Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya semangat back to nature serta krisis ekonomi berkepanjangan
yang
mengakibatkan
turunnya
daya
beli
masyarakat.
Kecenderungan peningkatan penggunaan obat herbal untuk pengobatan tidak lagi didasarkan atas pengalaman turun-menurun tetapi dengan dukungan dasar ilmiah.Sementara ini banyak orang yang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat herbal relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis7. Kaktus (Mammillaria myriacantha) merupakan salah satu produk bahan alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Kaktus saat ini tak hanya dikenal sebagai tanaman hias tapi juga sebagai salah satu sumber antioksidan. Hanya saja tidak sembarang kaktus melainkan kaktus berjenis Kaktus Pir Berduri (Opuntia ficus-indica).8 Kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) merupakan tanaman yang berasal dari Benua Amerika, namun tanaman ini sudah banyak dikonsumsi oleh penduduk asli suku India dan Meksiko sebagai bahan makanan yang dapat diolah mulai dari sup, selai, saus, dan keju. Selain itu, tanaman ini juga mengandung pigmen betalain yang berfungsi sebagai pawarna alami makanan. Tanaman ini ternyata tidak hanya dijadikan sebagai bahan olahan makanan akan tetapi tanaman ini juga mengandung zat aktif yang mampu mengubah reaksi tubuh terhadap alergen. Gel
4
pada kaktus pir buah mengandung berbagai zat aktif yang berguna untuk mengubah reaksi tubuh terhadap alergen. Dalam studi analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa terdapat unsur pokok berupa antioksidan pada kaktus tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan dilakukannya uji kapasitas antioksidan pada tiga jenis kaktus pir buah yang berasal dari Spanyol (Opuntia ficus indica, Opuntia undulate, dan Opuntia stricta) yang dilakukan secara in vitro. Ekstrak kaktus pir buah tersebut dianalisis untuk menentukan kandungan – kandungannya: askorbik acid, flavonoids, (quercetin, isorhamnetin, myricetin, kaempferol, dan luteolin), betalains, taurin, total karotenoid dan total fenol. Hasil analisis tersebut, didapatkan informasi adanya senyawa bioaktif dan unsur antioksidan pada ketiga sampel tersebut. Pada Opuntia ficus indica memiliki tingkat antioksidan dan unsur taurin yang tinggi.9 Selain berfungsi sebagai bahan makanan yang dapat diolah, ternyata kaktus ini juga mengandung zat aktif yang mampu mengubah reaksi tubuh terhadap allergen. Universitas Arizona meneliti kandungan pectin yang terdapat dalam buah kaktus efektif dalam penurunan tingkat kolestrol LDL dan juga membantu tubuh dalam menstabilkan kadar glukosa darah. Selain itu, publikasi terakhir Journal Of Ethnopharmacology and Diabetes Care menjelaskan bahwa pada bagian pipih kaktus tersebut sangat efektif terhadap diabetes tipe II.10 Gel kaktus pir buah mengandung zat aktif yang berguna untuk mengubah reaksi tubuh terhadap allergen. Kandungan zat aktif yang terdapat pada kaktus tersebut, yaitu berupa flavonoid yang terkenal sebagai zat antioksidan dalam tubuh. Dalam studi analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
5
terdapat unsur pokok berupa antioksidan pada kaktus tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan dilakukannya uji kapasitas antioksidan pada tiga jenis kaktus pir buah yang brasal dari Spanyol (Opuntia ficus indica, Opuntia undulate, dan opuntia stricta) yang dilakuan secara in vitro. Ekstrak kaktus pir buah tersebut dianalisis untuk menentukan kandungan – kandungannya : ascobic acid, flavonoids, (quercetin, isorhamnetin, myricetin, kaemferol, dan luteolin), betalains, taurine, total carotenoids, dan total phenolics. Pada hasil analisis tersebut, didapatkan informasi adanya senyawa bioaktif dan unsur antioksidan pada ketiga sampel tersebut. Opuntia ficus indica memiliki tingkat antioksidan dan unsur taurine yang tinggi.11 Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak memiliki sistem pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih, tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak memiliki sisitem pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih, tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Flavonoid merupakan salah satu senyawa fenol alami yang tersebar luas pada tumbuhan, yang disentesis dalam jumlah sedikit (0,5-1,5%) dan dapat ditemukan pada hampir semua bagian tumbuhan. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegah kanker. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, meingkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotic.12
6
Sebagai langkah nyata dalam mewujudkan masyarakat sehat khususnya dalam mengatasi penyakit – penyakit rongga mulut yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri Candida albicans maka upaya meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat perlu lebih digalakkan lagi serta melakukan penelitian dalam menggali potensi bahan alam. Kaktus pir berduri merupakan tanaman obat yang mudah dikembangkan dan dimanfaatkan secara luas. Berasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari ektrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Candida albicans yang dilakukan secara in vitro.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka timbul suatu, yaitu : -
Apakah ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) mempunyai efek menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans?
-
Apakah konsentrasi ekstrak pir berduri (Opuntia ficus indica) mempengaruhi daya hambat jamur Candida albicans?
7
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian Umum :
Untuk mengetahui pengaruh ekstrak buah kaktus pir berduri terhadap pertumbuhan bakteri Candida albicans. Tujuan Penelitian Khusus :
1. Untuk mengetahui daya hambat pada ekstrak kaktus pir berduri terhadap pertumbuhan Candida albicans. 2. Untuk mengetahui konsentrasi yang dibutuhkan atau sesuai dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans
1.4
Hipotesis Penelitian 1.
Ekstrak buah kaktus pir berduri dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.
2.
Besar konsentrasi ekstrak buah kaktus mempengaruhi daya hambat pertumbuhan jamur Candida albicans
1.5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini dapat diketahui daya hambat kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) terhadap pertumbuhan Candida albicans, maka diharapkan: 1.
Dapat mengetahui pengaruh antibakteri ekstrak buah kaktus pir berduri terhadap Candida albicans.
8
2.
Dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk menguji potensi buah kaktus pir berduri secara in vivo.
3.
Dapat membandingkan efek antibakteri dari ekstrak buah kaktus dengan antibiotik yang digunakan unuk Candida albicans.
4.
Diharapkan buah kaktus pir berduri dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans di masa mendatang.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kaktus Kaktus berasal dari kata Yunani, yaitu kaktos tanaman berduri. Seorang ahli botani bernama Linneaus yang membuat klasifikasi tanaman memasukkan kaktus ke dalam kelompok tumbuhan berduri atau Cactaceae. Kaktus pir berduri merupakan jenis tumbuhan yang banyak tumbuh di daerah – daerah yang tandus dan kering. Memiliki bentuk yang pipih dan lebar serta memiliki duri diseluruh bagian tubuhnya menyababkan tumbuhan ini sudah banyak dikembangkan khususnya di Indonesia. Seorang ahli botani memasukkannya dalam kelompok tumbuhan berduri atau Cactacea. Tanaman ini sudah banyak dijadikan sebagai bahan makanan yang dapat diolah baik secara alami maupun mesin – mesin pengolah.13
Gambar 1 : Buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)
Sumber: http://tokodeli.com/obat-herbal/manfaat-tanaman-kaktus/
10
2.2
Taksinomi dan Tatanama Kaktus pir berduri secara umum digunakan untuk menggambarkan beberapa jenis dari familI Cactacea. Termasuk dalam spesies Opuntia, Nopalea, dan Acanthocereus. Seluruh tanaman tersebut berasal dari Amerika. Kaktus pir berduri termasuk ke dalam :14
2.3
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Cactales
Famili
: Cactaceae
Genus
: cactus
Spesies
: Opuntia sp
Penyebaran dan Habitat Secara alamiah tumbuhan kaktus dapat ditemukan di Meksiko dan United
States, tetapi tumbuhan ini juga banyak tumbuh di Africa, Madagaskar, Australia, Sri Lanka, dan India. Kaktus telah menyebar dan dibudidayakan secara luas di seluruh dunia pada daerah beriklim tropis dan termasuk di Indonesia. Mengingat potensi sumber daya alam yang telah terbukti sangat sesuai untuk budidaya tanaman kaktus. Penyebaran tanaman spesies ini terjadi karena hasil budidaya manusia.15
11
2.4 Kandungan Kimia dan Senyawa Aktif Kaktus pir berduri memiliki getah yang mengandung D-glucose, Dgalactose, L-arabinose, D-xylose, L-rhamnose, dan D-galacturonic dan glucuronic acid.10 Kaktus pir berduri merupakan sayuran yang rendah kalori, untuk 100 g daun kaktus pir berduri menyediakan hanya 16 kalori. Meskipun demikian daun kaktus pir berduri memiliki anti-oksidan, vitamin dan mineral.Buah dari kaktus pir berduri juga mengandung vitamin B-kompleks seperti thiamin, riboflavin dan vitamin B-6 (pyridoxine).16 Opuntia ficus indica juga mengandung protein molecular dengan massa 6,5 kDa dan setelah diisolasi menjadi kombinasi berupa filtrasi gel kromatography dan melalui tahap HPLC. Selanjutnya terdapat 8 – 85% w/w kandungan gula dan 0.98% w/w adalah pentosa. Kaktus pir berduri juga menghasilkan flavonoid (quercetin, dihydroquercetin, dan quercetin 3 – methyl, kaemferol). Laporan lain memperlihatkan bahwa tumbuhan yang termasuk dalam family Cactaceae flavonols. Selainj itu, kaktus pir buah mengandung pigmen betalain yang berpotensi baik untuk pewarna makanan. Selanjutnya, buah Opuntia ficus indica juga mengandung askorbid acid. Disamping mengandung askrobik acid ternyata terdapat juga kandungan berupa organik acid yang diidentifikasi berupa maleik, manalok, succinik, tartaric dan oxalic. Juga mengandung sejumlah besar vitamin B1, B6, vitamin A. Buah Opuntia ficus indica juga mengandung mineral, kalsium, magnesium, sodium dan potassium, phosphorus, iron.17
12
Berikut ini beberapa zat kimia yang terdapat dalam buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica): a. Flavonoid Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang terbanyak ditemukan di alam. Senyawa ini umumnya ditemukan pada tumbuhan yang berwarna merah, ungu, biru, atau kuning. (IPB) Sebagian besar senyawa flavonoid di alam ditemukan dalam bentuk glikosid. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glokosida. Gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid akan larut dalam pelarut polar seperti etanol, methanol, butanol, aseton, dan air. Flavonoid merupakan deretan senyawa C6-C3-C6 artinya kerangka karbonya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzene) yang dihubungkan oleh rantai alifatik tiga karbon. Senyawa dari golongan flavonoid seperti quercetin dan kaemferol dari beberapa bahan alam dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Mekanisme kerja flavonoid diduga mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membrane sel bakteri. b. Betalain Buah kaktus pir berduri memiliki zat warna berupa betalain yang berpotensi baik untuk digunakan sebagai pewarna alami makanan.
13
Betalain ini telah digunakan untuk pembuatan jus, selai, sirup, dan jelly. c. Vitamin B1, B6, vitamin A, dan Vitamin E
2.5 Pemanfaatan Bagian dari kaktus yang dimanfaatkan berupa batang dan buah, dapat digunakan langsung baik secara tradisional maupun dalam bentuk ekstrak. Eksudat atau getah daun yang keluar bila dipotong secara tradisional dapat digunakan langsung untuk penyembuhan luka luar, sengatan serangga dan dapat memisahkan bakteri pada air yang tercemar. Sedangkan pada sari buah tumbuhan kaktus penggunaanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang dapat diolah, sebagai antioksidan, dan antibakterial.10 Buah kaktus kaya akan flavonoid yang merupakan salah satu kelas tersebar dari senyawa polifenol dan berfungsi sebagai antimikrobial. Quercetin dan naringenin yang merupakan turunan dari flavonoid yang dilaporkan sebagai penghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Candida albicans, Escherichia coli, Staphylococcus nervous, Staphylococcus aureus, dan Saccharomyces cerevisiae.18 Berikut penggunaan kaktus pir berduri secara luas antara lain :19 Penggunaan bahan tradisional Opuntia ficus indica telah banyak digukan oleh suku Mexico sebagai bahan obat yang efektif menyembuhkan luka bakar, luka karena terjatuh, edema,
14
dan masalah pencernaan. Tumbuhan ini mempunyai ekstrak alkohol yang memiliki anti-inflamasi, hypoglycemic, dan aktivitas anti-viral. Selain itu, di Meksiko batang buah pir berduri dijadikan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan penyakit diabetes. Dari sebuah situs kesehatan juga melaporkan bahwa tumbuhan ini dapat digunakan sebgai obat hyperlipidemy (kelebihan lemak dalam darah) dan obesitas. Aktivitasnya sebagai anti – inflammatory Beberapa studi penelitian yang telah dilakukan, memperlihatkan aktivitas analgesik dan anti – inflammatory pada genus Opuntia yang kandungan analgesik dan anti – inflamatorinya berupa ekstrak buah, lyophilizet cladodes, atau phytosterols dari ekstrak buah dan batangnya. Opuntia ficus indica mempunyai aktivitas anti – inflammatory yang cukup tinggi. Beta – sitosterol diidentifikasi sebagai zat anti – inflamasi yang diperoleh dari ekstrak batang tumbuhan tersebut meskipun aktivitasnya terlihat relatif kurang dibandingkan dengan hydrocortisone. Sebagai Neuroprotective Opuntia ficus indica dari hasil laporan yang diperoleh mempunyai aktivitas neuroprotective yang utama dalam melindungi sel – sel tubuh dari berbagai macam toksik. Opuntia ficus indica mengandung dua jenis flavonoid (quercetin dihydroquercetin, dan quercetin 3 – methyl) yang berfungsi sebagai antioksidan yang aktif dalam perlindungan tubuh.
15
Anti – diabetes Sebuah studi yang dilakukan mengenai “The nutritional value, antokxidant activityand the effect of cactus pear (Opuntia ficus indica) fruit juice on biochemical parameters, enzyme activities and lipid peroxidation in alloxan inducet diabetic rats”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian alloxan dapat menyebabkan diabetes. Pemberian juice kaktus secara rutin dapat menurunkan alloxan penyebab diabetes selama lima minggu secara bertahap dari glukosa, kolestro, urea, keratin, dan lain – lain. Dalam sebuah analisis medis di Meksiko memberikan bukti yang cukup bahwa mengkonsumsi buah kaktus pir beduri dapat mengurangi serum kadar glukosa antara penderita diabetes dari 10 sampai 30 mg/dl pada 30 sampai 180 menit pasca mengkonsumsi buah kaktus pir berduri ini. Dan Mengkonsumsi buah kaktus pir berduri memberikan efek metabolik pada penderita diabetes. Anti – oksidan Ekstrak dari Opuntia ficus indica memiliki karakter dan kandungan dengan jumlah fenol yang sangat tinggi, yang mana aktivitas dari fenol sendiri berupa antioxidant. Anti oksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak mempunyai system pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih, tubuh memerlukan anti oksidan eksogen. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker. Manfaat flavonoid antara lain
16
adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, anti – inflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik. Selain itu, senyawa golongan flavonoid (quercetin, kaemferol) dari beberapa bahan alam dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri khususnya mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif. Mekanisme kerja flavonoid diduga mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membrane sel.18 Dapat dijadikan sebagai anti – kanker dan anti – viral Mengandung betalain sebagai pigmen makanan alami yang aman untuk dikonsumsi dan sudah banyak digunakan oleh suku Meksiko dan Amerika. 2.6 Mekanisme Kerja Antibakteri Aktivitas mikroorganisme dapat dikendalikan dengan penghambatan secara fisik maupun kimia. Bahan antimikroba adalah penghambat mikroorganisme secara kimia yang menggangu aktivitas metabolism mikroba. Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri. berdasarkan cara kerjanya antibakteri dibedakan menjadi bakterisidal dan bakteriostatik. Bakteriostatik adalah zat yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri sedangkan bakterisidal adalah zat yang bekerja mematikan bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi.
17
Mekanisme kerja antibakteri secara umum adalah sebagai berikut : 20 a. Mengganggu sintesis dinding sel Sintesis dinding sel bakteri dapat diganggu zat antibakteri, sehingga dinding sel yang terbentuk menjadi tidak sempurna dan tidak tahan terhadap tekanan osmotis, sehingga menyebabkan pecahnya sel. b. Menggangu sintesis membran sel Sintesis molekul lipoprotein membran sel bakteri dapat diganggu zat antibakteri, sehingga membran menjadi lebih permeabel yang menyebabkan keluarnya zat – zat penting dari sel. c. Menggangu sintesis protein sel Zat antibakteri dapat berikatan dengan sub unit ribosom bakteri, sehingga menghambat sintesis asam – asam amino dan menghasilkan protein yang inaktif. d. Mengganggu sintesis asam nukleat Kelangsungan hidup sel sangat tergantung pada molekul – molekul protein dan asam nukleat. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau fungsi zat – zat tersebut dapat mendenaturasi protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki lebih lanjut. e. Antagonosme saingan Zat antibakteri dapat bersaing dengan zat – zat yang diperlukan untuk proses metabolisme, sehingga proses tersebut terhenti. Sifat antibakteri dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Antibakteri termasuk 18
ke dalam jenis spektrum luas bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan Gram negatif. Antibakteri termasuk ke dalam jenis spektrum sempit bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan Gram negatif saja. 2.7 Candida albicans Candida albicans adalah spesies yang sering ditemukan dan virulen terhadap manusia. Walaupun Candida albicans merupakan komponen normal dari flora rongga mulut, kadang – kadang pada suatu waktu bisa menimbulkan penyakit. Tetapi keberadaan Candida albicans di dalam rongga mulut tidak selalu menigindikasikan terjadinya penyakit. Pada beberapa individu, Candida albicans merupakan komponen minor dari rongga mulut dan tidak menunjukkan gejala klinis. Kolonisasi Candida albicans dalam rongga mulut melibatkan adanya peningkatan dan ketahanan populasi jamur yang menjadi stabil.21
GAMBAR 2: Candida albicans
Sumber : http://www.doctorfungus.org/thefungi/img/candida.jpg
19
2.8 Taksonomi Klasifikasi Candida albicans berdasarkan Jones at al. (2004), adalah sebagai berikut : 21 Kingdom : Fungi Phylum : Ascomycota Subphylum : Saccharomycotina Class : Saccharomycetes Ordo : Saccharomycetales Family : Saccharomycetaceae Genus : Candida Spesies : Candida albicans (C.P. Robin) Berkhout 1923 Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans.
2.9 Tinjauan Umum Agen infeksi dikenal sebagai mikroba yang berenang seharian di seluruh tubuk kita. Mikroba berada di mulut, tenggorokan, gusi, saluran hidung, gastroinstentinal, dan mikroorganisme lainya. Misalnya, bakteri, virus, jamur menjadi bagian dari setip manusia berupa makanan dan bahan kimia. Sebagai makna kiasan, mereka terus menerus berusaha “ memakan kita hidup-hidup”. Beberapa kali kematian disebabkan oleh adanya infeksi. Hanya sel jaringan sehat dan organ dalam tubuh kita yang dapat secara efektif mempertahankan diri terhadap mikroorganisme menular. Mikroba, baik berupa bakteri, virus atau jamur, biasanya tidak menimbulkan penyakit sampai perlawanan dari tubuh menurun.22
20
2.10
Karakteristik dan Morfologi Candida albicans Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk
tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ. Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit. Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah sekitar 8-12 µ.21 Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang- kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua. Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape. Dalam medium cair seperti glucose yeast, extract pepton, Candida albicans tumbuh di dasar tabung.21
21
2.11 Kandidiasis Kandidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur Candida alicans, dimana biasanya menginfeksi rongga mulut manusia. Candida umumnya menginfeksi bagian tubuh yang lemah dan merusak jaringan. Kandidiasis dapat juga terjadi pada bayi. Infeksi terjadi melalui infeksi yang telah ada pada ibu yang kemudian ditularkan kepada bayinya. Juga pada orang yang juga penurunan imunitas, kanker dan diabetes mellitus yang dapat menyabar melalui aliran darah. Kemudian menyebar lebih dalam, ke jaringan lunak ang lebih sensitif dan dapat menyebabkan infeksi yang dapat mengancam kehidupan. Seperti yang telah disebutkan, kondisi ini dapat mengakibatkan banyak reaksi yang merugikan pada banyak jaringan lunak tubuh vital. Kandidiasis biasanya berbatas pada kulit dan membran mukosa.23 Tipe klinis yang umum dari kandidiasis mukokutaneus termasuk: oropharingeal yang mempengaruhi rongga mulut dan pharing, vulvovaginal yang mempengaruhi vaginal dan mukosa vulva, paronichial yang mempengaruhi kuku dan lipatan kulit, interdigital biasanya mempegaruhi kulit diantara jari – jari, intertiginus yang mempengaruhi kulit pada area submamma, paha dan scrotum. Infeksi kndidiasis sistemik dapat terjadi, terutama pada pasien dengan gangguan imun yang berat. Sistem gastrointestinal, trakea, paru – paru, hati, ginjal, dan system syaraf pusat merupakan daerah yang potensial untuk penyebaran infeksi kandidiasis
sistemik
dan
dapat
mengakibatkan
septisemia,
meningitis,
hepatosplenik dan endocarditis.
22
Gejala umum dari kandidiasis yaitu: 24 -
Kelelahan yang kronis,
-
Kehilangan energi,
-
Malaise yang umum,
-
Penurunan libido.
2.12 Klasifikasi Kandidiasis Mulut Kandidiasis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Kandidiasis tipe akut a. Kandidiasis Pseudomembran b. Kandidiasisi Atropik atau Erytematous 2. Kandidiasis Tipe Kronis a. Kandidiasis atropik kronis
Denture stomatitis
Angular cheilitis
Median Rhomboid Glossitis
b. Kandidiasis hyperplastik kronis. c. Kandidiasis multifocal kronis. d. Kandidiasis Mukokutaneus. 3. Kandidiasis yang dihubungkan dengan gangguan imun (HIV). 2.13
Patogenitas dari jamur Candida albicans Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel host menjadi awal
berkembangnya infeksi. Setelah terjadi proses penempelan, Candida albicans berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Candida albicans berada dalam
23
tubuh manusia sebagai saproma dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu. Faktor yang dihubungkan dengan meningkatnya kasus kandidiasis antara lain disebabkan oleh:25,26 1. Kondisi tubuh yang lemah atau keadaan yang buruk, misalnya: bayi baru lahir, orang tua renta, orang dengan gizi rendah. 2. Penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus. 3. Kehamilan. 4. Rangsangan setempat pada kulit oleh cairan yang terjadi terusmenerus, misalnya oleh air, keringat, urin, atau air liur. 5. Penggunaan obat, diantaranya: antibiotic, kartikosteroid, dan sitostatik. Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan dalam system pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur merusak jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai factor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase, dan fosfolipase.26
24
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Anti Oksidant Mineral Vitamina B1, B6 dan vitamin A D – glactose Flavonoid
Kaktus Pir Berduri (Opuntia Fucus Indica)
Uji Aktivitas Antibacteria
Penghambatan Pertumbuhan Candida albicans
Keterangan : Di teliti Tidak diteliti
25
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium. B
Lokasi penelitian
-
Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
-
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas
Hasanuddin C
Waktu Penelitian
:
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – April D
Alat dan Bahan
1.
Alat : a. Pisau
i. Juice
b. Cawan Petri
j. Tabung reaksi
c. Batang pengaduk
k. Mesin sentrifuge
d. Tabung sentrifuge
l. Labu erlenmeyer
e. Autoklaf
m. Inkubator
26
2.
f. Jangka sorong
n. Ose bulat
g. Bunsen
o. Gelas ukur
h. Pinset
p. Botol fial
Bahan :
Isolat murni Candida albicans dari laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Ekstrak buah Kaktus Pir Berduri (Opuntia ficus indica)
BHIB (Brain Heart Infusion Broth)
Handscone
Masker
Kertas label
Aquades
Air steril (irigasi)
Spritus
Aluminium foil
Kapas
Ethanol
27
E. Populasi dan Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah biakan murni Candida albicans dan ekstrak buah kaktus pir berduri dalam 8 kali pengenceran, masing – masing 0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, 100%. Pada setiap kelompok konsentrasi dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. F Definisi Operasional 1.
Bakteri Candida albicans merupakan jamur berbentuk oval (3 – 6 µm), bertunas, dan menghasilkan banyak pseudomiselium yang merupakan massa pseudohifa. Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu (pseudohifa).
2.
Ekstrak kaktus pir berduri adalah hasil proses pemisahan suatu zat yang terkandung didalam buah kaktus pir berduri untuk mendapatkan kandungan senyawa yang murni dari buah kaktus pir berduri tersebut.
3.
Daya hambat diketahui dari uji kadar hambat antimikroba ekstrak buah kaktus pir berduri berupa konsentrasi dari ekstrak buah kaktus pir berduri yang dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans secara nyata pada medium kultur setelah di inkubasi.
4.
Zona inhibisi adalah luas daerah bening pada biakan medium bakteri setelah di inkubasi yang diukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong (mm).
28
5.
Konsentrasi sampel adalah konsentrasi dari sari buah kaktus pir berduri yang dibuat dengan memotong – motong buah tersebut dengan menggunakan pisau dan dicampurkan dengan aquades kemudian disaring dan diambil sarinya. Konsentrasi dibuat dalam 8 jenis yaitu 0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, 100%.
G
Prosedur Penelitian Secara keseluruhan prosedur kerja dalam penelitian ini terdiri dari:
pembuatan ekstrak buah kaktus, pengidentifikasian kandungan zat aktif ekstrak buah kaktus pir berduri, sterilisasi alat, pembuatan medium, pengenceran, uji daya hambat. 1. Pembuatan ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) Untuk pembuatan ekstrak kaktus pir berduri disiapkan buah kaktus sebanyak 3 kg yang sudah dicuci bersih. Setelah itu, potonglah buah kaktus tersebut menjadi potongan – potongan yang kecil dan di masukkan ke dalam wadah maserasi. Tambahkan alkohol 96% sebanyak 1 liter kedalam wadah yang berisi buah kaktus, dibiarkan selama 3 hari dalam bejana tertutup. Setelah 3 hari, rendaman kaktus disaring dan ampasnya direndam dengan cairan penyaring yang baru. Hasil penyaringan dikumpul dan diuapkan dengan menggunaka rotavapor hingga diperoleh ekstrak buah kaktus yang padat dan kering.
29
2. Sterilisasi alat Sterilisasi alat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: -
Labu erlenmeyer diisi dengan aquades sebanyak 250 ml lalu ditutup dengan kapas yang dipadatkan sedemikian rupa dan ditutup dengan aluminium foil dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 25 menit.
-
Cawan petri, pinset, batang pengaduk, dan tabung reaksi dibungkus dengan aluminium foil dan disterilkan dengan oven.
-
Bahan yang disterilkan adalah medium pembenihan. Cara sterilisasi adalah medium SDA yang telah dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian disterilkan ke dalam autoklaf selama 25 menit pada suhu 121oC.
H. Pembuatan Medium
1. Komposisi SDA ( Soboroid Dextra Agar) :
Dextrosa
40.000 Gms/liter
Pepton
10.000 Gms/liter
Agar
15.000 Gms/liter
30
2. Cara Membuat SDA dilarutkan sebanyak 65g ke dalam 1 liter aquadest. Kemudian sterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, kemudian tuangkan ke dalam tabung reaksi.
3. Pengenceran Pengenceran bertujuan menghasilkan beberapa konsentrasi ekstrak buah kaktus (Opuntia ficus indica) yang akan digunakan untuk Kadar Hambat Minimum dari ekstrak buah kaktus yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Candida albicans. Dalam penelitian ini dibuat pengenceran sebanyak 8 konsentrasi yaitu : 0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, dan 100%.
4. Uji daya hambat -
Persiapkan 6 buah cawan petri steril
-
Ketiga cawan petri tersebut diisi dengan medium SDA yang telah disterilkan. Tunggu medium hingga memadat.
-
Ambil isolate murni yang telah dipersiapkan dengan menggunakan ose bulat. Kemudian dimasukkan kedalam tabung yang berisi aquadest steril.
-
Isolat yang telah bercampur dengan aquadest tersebut kemudian di goreskan ke medium SDA dengan menggunakan cotton buds
-
Lakukan hal yang sama pada cawan petri kedua sampai keenam
31
-
Ambil beberapa paper disk dan kemudian direndam pada tabung yang berisi konsentrasi ekstrak buah yang berbeda
-
Untuk cawan petri pertama sampai cawan petri ketiga masing – masing diberikan paper disk yang telah direndam dengan ekstrak buah kaktus pada konsentrasi 0,5% sampai 25%
-
Sedangkan untuk cawan petri keempat sampai keenam diberi rendaman ekstrak buah kaktus pada konsentrasi 50% - 100%
-
Masukkan kedalam inkubator selama 1x24 jam.
5. Pengamatan Zona Inhibisi Daya hambat diketahui berdasarkan pengukuran diameter zona inhibisi (zona bening) yang terbentuk disekitas paper disc. Pengukuran tersebut menggunakan jangka sorong. Daya hambat minimal diketahui dari konsentrasi terkecil yang sudah dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans secara nyata.
32
I. Alur Penelitian
Pengenceran bahan uji
Konsentrasi Ekstrak Buah Kaktus Pir berduri
0,5%
1%
5%
10%
25%
50%
75%
100%
100%
Pemurnian Streptoccus mutans
Pembuatan Medium Kultur
Uji Daya Hambat
Inkubasi Pengamatan zona inhibisi Analisis Data
33
BAB V HASIL PENELITIAN
Setelah melakukan penelitian di laboratorium mengenai pengekstraksian buah kaktus, diperoleh hasil yaitu buah kaktus pir berduri sebanyak 3 kilogram yang selanjutnya dikeringkan sehingga diperoleh ekstrak buah kaktus pir berduri kering sebanyak 86,01 Gram. Berikut gambar dari ekstrak buah kaktus pir berduri:
Gambar 3: Ekstrak buah kaktus pir berduri Pada penelitian ini ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) dibagi dalam 8 konsentrasi yaitu 0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Kemudian dilakukan uji daya hambat antimikroba setelah masa inkubasi selama 1 x 24 jam pada suhu 37oC. Hasil pengamatan setelah diinkubasi adalah sebagai berikut :
34
Tabel I : Hasil Pengukuran Perluasan Zona Inhibisi Difusi Ekstrak Buah Pir Berduri (Opuntia ficus indica) dalam satuan mm
Replikasi
Konsentrasi ekstrak buah kaktus pir berduri (mm) 0,5% 1% 5% 10%
Kontrol + (mm)
Kontrol (mm)
I
0
0
0
0
0
0
II
0
0
0
0
0
0
III
0
0
0
0
0
0
Rerata
0
0
0
0
0
0
Sumber: Data Primer Tabel II : Hasil Pengukuran Perluasan Zona Inhibisi Difusi Ekstrak Buah Pir Berduri (Opuntia ficus indica) dalam satuan mm
Replikasi
Konsentrasi ekstrak buah kaktus pir berduri (mm) 25% 50% 75% 100%
Kontrol + (mm)
Kontrol (mm)
I
0
7,2
7,4
7,5
10,1
6
II
0
7,6
8
8
15
6
III
0
6,8
8
8,5
10,4
6
Rerata
0
7,2
7,8
8
11,8
6
Sumber: Data Primer
35
9 8
7.5 7.2 7.4
7.6
8
8
8
8.5
6.8
7
7.8 8 7.2
6 50%
5
75%
4
100%
3 2 1 0 Replikasi 1
Replikasi 2
Replikasi 3
Rerata
Gambar 4: Diagram penelitian zona inhibisi dari masing – masing konsentrasi Berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh dapat diketahui mulainya terbentuk zona inhibisi yaitu pada konsentrasi ekstrak buah kaktus 50% dimana terdapat rerata zona sebesar 7,2mm. Pada konsentrasi 25% zona inhibisinya sama seperti pada konsentrasi 0,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,5% - 25% belum dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau bisa diduga adanya clear zone pada area sekitar paper disk merupakan efek dari sterilisasi dari paper disk tersebut. Zona inhibisi yang ditimbulkan pada konsentrasi selanjutnya yang lebih besar dari konsentrasi 50% menunjukkan adanya peningkatan diameter yang diukur dengan satuan mm (millimeter). Maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak buah kaktus pir berduri dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans pada konsentrasi 50%.
36
BAB VI PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental labolatoris in vitro untuk mengetahui apakah ekstrak buah kaktus pir berduri mampu menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode difusi atau uji difusi, yaitu blank disk yang diresapi ekstrak buah kaktus dalam jumlah tertentu, diletakkan pada medium sabouraud dextra agar SDA yang telah digoresi organisme (Candida albicans). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokomia Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin pada bulan April 2013, bertujuan untuk mengetahui perbedaan daya hambat ekstrak buah pir berduri terhadap Candida Albicans. Pada penelitian ini digunakan ekstrak buah pir berduri dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 5%, 10%, 25%, 50%, 75%, dan 100% disertai dengan kontrol negatif (aquades) dan kontrol positif (betadine), setiap konsentrasi tersebut dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pada konsentrasi 0,5% sampai konsentrasi 2,5% tidak terlihat terbentuknya zona inhibisi disekitar blank disc yang berarti bahwa tidak adanya daya hambat pada konsentrasi tersebut terhadap bakteri Candida Albicans. Sedangkan pada konsentrasi 50% sampai dengan konsentrasi 100% terlihat adanya zona inhibisi, yang berarti bahwa pada konsentrasi 50% sudah memperlihatkan adanya daya hambat dari ekstrak buah pir berduri terhadap jamur Candida Albicans.13
37
Pada hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan rata – rata zona inhibisi pada konsentrasi 50% sebesar 7,2mm, pada konsentrasi 75% sebesar 7,8mm, dan pada konsentrasi 100% sebesar 8mm. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi dari ekstrak buah pir berduri maka semakin besar pula daya hambatnya. Daya hambat ini sangat dipengaruhi oleh adanya zat – zat antibakteri yang terdapat dalam buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica).24 Kaktus memiliki banyak khasiat dan mengandung zat – zat penting yaitu askorbik acid, flavonoid (quercetin, kaemferol), betalain serta berbagai vitamin (A, B1, B6, E) mineral, iron, dan phosphorous. Salah satu zat aktif paling utama adalah flavonoid yang aktif sebagai antimikroba, terutama melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degenerative. Jika dihubungkan dengan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi dari sari buah kaktus yang digunakan maka semakin besar pula zat – zat antimikroba yang terkandung dalam sari buah kaktus sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap daya hambat yang dihasilkan oleh sari buah kaktus tersebut.13 Flavonoid merupakan senyawa yang mempunyai efek antibakteri dan banyak terdapat pada buah kaktus pir berduri. Flavonoid merupakan fitokimia fenolik yang berfungsi sebagai peredam radikal bebas yang sangat kuat dan membantu mencegah penyakit yang berhubungan dengan stress oksidatif serta memiliki aktivitas antimikroba, antikarsinogenik, antiplatelet, antiskemik, antielergi, dan antiinflamasi. Flavonoid dalam buah kaktus pir berduri mempunyai aktivitas penghambatan lebih besar terhadap bakteri gram positif antara lain
38
adalah bakteri MRSA, hal ini di karenakan senyawa flavonoid merupakan bagian yang bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang bersifat polar daripada lapisan lipid yang non polar, sehingga menyebabkan aktivitas penghambatan pada bakteri gram positif lebih besar daripada bakteri gram negatif. Aktivitas penghambatan dari kandungan buah kaktus pir berduri pada bakteri gram positif menyebabkan terganggunya fungsi dinding sel sebagai pemberi bentuk sel dan melindungi sel dari lisis osmotik dengan terganggunya sel akan menyebabkan lisis pada sel.27 Pada sel jamur, dinding sel memiliki peranan penting dalam kelangsungan hidup dan patogenisitas jamur. Selain menjadi pelindung dan pemberi bentuk atau morfologi sel, dinding sel jamur merupakan tempat penting untuk pertukaran dan filtrasi ion serta protein, sebagaimana metabolisme dan katabolisme nutrisi kompleks. Komposisi primer dinding sel Candida albicans adalah 30% mannoprotein permukaan yang merupakan penentu utama spesifik serologik dan berperan dalam perlekatan sel jamur pada permukaan sel hospes. Selain itu menurut struktur protein di dinding sel jamur mengandung enzim-enzim seperti manan sintase, kitin sintase yang berperan dalam transpor energi untuk pertumbuhan dan kolonisasi jamur.
39
BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Kesimpulan pada penelitian ini adalah -
Ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) mampu menghambat jamur Candida albicans.
-
Ekstrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica) dapat menghambat jamur Candida albicans mulai dari konsentrasi 50%, 75%, dan 100%.
B. SARAN Sasaran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah : 1.
Untuk dapat memanfaatkan buah kaktus pir berduri sebagai bahan obat, perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut lagi secara in vivo untuk mengetahui penerapan obat dalam berbagai penyakit khususnya di bidang Kedokteran Gigi.
2.
Pengujian yang lebih intensif terhadap konsentrasi terbaik yang dapat digunakan sebagai terapi untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur Candida albicans.
40
DAFTAR PUSTAKA 1. Sri Susilawati. Kesehatan Gigi dan Mulut Pengaruhi Kualitas Hidup Seseorang. Vivat Academia. 2012 2. Oki Nurhidayat, Eram Tunggul, Bambang Wahyono. Perbandingan Media Power point dengan Flip chart dalam Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Unnes Journal of Public Health 2012:1 (1) 3. Eni Kusumaningtyas. Mekanisme Infeksi Candida albicans pada Permukaan
Sel.
[Internet]
http://peternakan.litbang.deptan.go.id
Available
from
:
[accessed at 11 Maret 2013].
4. Sri Larnani. Adhesi Candida albicans Pada Rongga Mulut. Dentofasial 2005 (1) 369 5. Ali Yusran. Uji Daya Hambat anti jamur ekstrak minyak atsiri Cinnamomun
burmanii
terhadap
pertumbuhan
Candida
albicans.
Dentofasial 2009 (1).p. 105 6. Ilyas M. Daya hambat ekstra mengkudu terhadap pertumbuhan Candida albicans. Dentofacial; 2008; 7(1). Pp 7-12. 7. Harsini, Widjijono. Penggunaan Herbal di Bidang Kedokteran Gigi. Maj Ked.Gigi; Juni 2008; 15 (1): 61-64. 8. Mardhiah Hayati. Respon Tunas Kaktus pada Berbagai Konsentrasi NAA dan BAP secara in vitro. Jurnal Floratek Penelitian Dosen dan Mahasiswa di Bidang Pertanian, Vol. 3, 2012: p 1-3.
41
9. Jana sarbojeet. Nutraceutical and Functional Properties of cactus Pear (Opuntia spp) and Its Utilization for Food Applications. Journal of Engineering Research and Studies, Vol. 3, 2012: 60 – 66. 10. Manpreet Kaur, Amandeep Kaur, Ramica Sharma. Pharmacological actions of Opuntia ficus indica: A Review. Journal of Applied Pharmaceutical Science, Vol. 2, 2012: p 15 – 18. 11. Fernandez Lopez JA, Almela L, Obon JM, Castellar R. Determination of Antioxidant Constituents in Cactus Pear Fruits. Plant Foods Hum Nutr 2010. 65: 253-259 12. Harlen Kaur Sandhar, dkk. A Review of Phytochemistry and Pharmacology of Flavonoids. Journal of International Pharmaceutica Sciencia, Vol. 1, 2011: p 25 – 41 13. Ganiswara SG, Setiabudi R Suyatna FD, Purwantyastuti dan Nafriadi. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2ed ed: 1995. P. 572-627 14. Sarbojeet Jana. Nutraceutical and Functional Properties of Cactus Pear (Opuntia spp) and Its Utilization for Food Applications. Journal of Engineering Research and Studies, Vol. 3, 2012: 60 – 66 15. Joel Fuhman. Freaky Fruits Cactus Pears. Health and nutrition news. Maret 2007 16. Gutierrez, Miguel Angel. Medicinal Use Of the Latin Food Staple Nopales The Prickly Pear Cactus. Nutrition Bytes . 1998 4(2)
42
17. SG Ganiswara, FD R Suyatna Setia budi, Purwantyastuti, Nafriadi. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 1995. P. 572 – 627 18. Sandhar Harlen Kaur, dkk. A Review of Phytochemistry and Pharmacology of Flavonoids. Journal of International Pharmaceutica Sciencia, Vol, 1, 2011: p 25 – 41. Available at http://www.ipharmscienda.com/Dacuments/1/4.pdf
19. E.M Galati, M.M Tripodo, A. Trovato, N. Miceli, M.T Monforte. Biological effect of Opuntia ficus indica, Cactacea waste matter. Journal of
Ethnopharmacology.
(2002).
P
17
–
21.
Available
at
www.elsevier.com/locate/jethpharm 20. Repository.ipb.ac.id/handle/123456789/62305?show=full 21. Larnani S, Adhesi Candida albicans Pada Rongga Mulut. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia. Vol 7, 2005: p. 369-379
22. Wunderlich RC, Kalita DK. Candida albicans. New Canaan: Keats Publishing Inc; 1984.p. 1-4. 23. Greenberg MS, Oral Medicine. 10th edition. BC Deckter inc. Hamilton. 2003 : p. 94-101. 24. John
F,
Oral
Candidiasis
[8
screen]
from:
http://www.dentalcare.com/soap/intermed/oralcand.htm. Acessed june 13, 2008 25. Simatupana MM. Candida albicans. USU Repository; 2009. 26. Tjampakasari CR. Karakteristik candida albicans. Cermin Dunia Kedokteran; 2006: No. 151, pp33.
43
27. Galuh puspitasari, Sri Murwani, Herawati. Uji Daya Hambat Antibakteri Perasan Buah Mengkudu Matang (Morinda citrifolia) terhadap bakteri MRSA
secara
in
vitro.
Available
at
http://pskh.ub.ac.id/wp-
content/uploads/2012/10/0813100019-Galuh-puspitasari.pdf
44
DOKUMENTASI a. Tahap mengestrak buah kaktus pir berduri (Opuntia ficus indica)
b. Buahkaktuspirberduridipotong-potong kecil kemudian dimasukkan kedalam wadah dan dimaserasi dengan etanol 96%
2). Buah kaktus pir berduri yang telah di maserasidenganetanol 96%
45
3). Penyaringanbuahkaktuspirberduri yang telahdimaserasi
4). Prosedur ditanaskan
46
5). Ekstrak buah kaktus pir berduri
6). Uji disk difution jamur Candida albicans
47