BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapatkan makanan, pakaian, perumahan, dan pelayanan kesehatan serta pelayanan sosial lain yang diperlukan. UU No. 23 tahun 1992 tentang Tenaga Kesehatan, Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya Kesehatan ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat maka diselenggarakan upaya kesehatan dengan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif),
yang
dilaksanakan
secara
menyeluruh,
terpadu
dan
berkesinambungan dan diselenggarakan bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pencapaian tujuan tersebut, upaya kesehatan harus dilakukan secara integral oleh seluruh komponen, baik pemerintah, tenaga kesehatan maupun masyarakat.1
1
Purnomo. B., Hukum Kesehatan, Program Pendidikan Pascasarjana, Fakultas
1
Pembangunan kesehatan ini diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pelaksanaanya meliputi semua segi kehidupan, baik fisik, mental maupun sosial ekonomi. Para pelaku / tenaga kesehaan, pemerintah dan masyarakat untuk itu perlu bersama- samwa menyadari pentingnya kebersamaan dalam melaksanakan semua program kesehatan termasuk praktik kedokteran.2 Perlindungan
hukum
bagi
upaya
meningkatakan
kesehatan
masyarakat diperlukan perangkat hukum kesehatan yang dinamis dan terstruktur dalam rangka memberikan kepastian. Perangkat hukum tersebut diupayakan agar dapat menjangkau dan mengantisipasi perkembangan yang pasti akan semakin kompleks dan beragam di masa mendatang. Aturan- aturan tertulis perlu disusun untuk kepentingan warga negara dan sudah menjadi kewajiban untuk mematuhinya, khususnya bagi tenaga kesehatan bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi. Aturan-aturan ini yang kemudian mengatur profesi Kedokteran dan kedokteran gigi agar terhindar dari kesalahan melaksanakan tugas profesi. Kesalahan melaksanakan tugas profesi dengan menimbulkan akibat dan kerugian pada pasien dapat terjadi seperti: (1) melalaikan kewajiban, (2) melakukan sesuatu hal yang sebenarnya tidak boleh diperbuat baik mengingat sumpah profesi maupun sumpah jabatan, (3) mengabaikan sesuatu yang
2
KKI,2005-2010,Rencana Strategis Konsil Kedokteran Indonesia,Depkes RI, Jakarta hlm.1.
2
seharusnya dilakukan dan (4) perilaku yang tidak sesuai dengan patokan umum mengenai kewajaran yang diharapkan dari sesama rekan seprofesi dalam keadaan yang sama dan tempat yang sama, keempat bentuk kesalahan melaksanakan tugas profesi dapat disingkat menjadi kesalahan melaksanakan profesi atas dasar ketentuan professional, kesalahan melaksanakan profesi atas dasar peraturan perundang-undangan atau peraturan hukum. Di sisi lain terdapat kecenderungan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan dokter gigi, yang ditandai dengan maraknya tuntutan hukum yang diajukan oleh masyarakat, dokter dan dokter gigi dengan perangkat pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya hanya berupaya untuk menyembuhkan (inspanning verbintennissen), dan kegagalan penerapan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi tidak selalu identik dengan kegagalan dalam tindakan. Sebaliknya jika upaya penyembuhan yang dilakukan dokter dan dokter gigi berhasil, maka dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan sudah semestinya. Permasalahan dan sengketa medik semakin bertambah diantaranya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi. Undang- undang Praktik Kedokteran No.29 Tahun 2004 memberikan pemahaman keapada setiap dokter dan dokter gigi, bahwa dalam menyelenggarakan praktik kedokteran harus memenuhi standar kompetensi tertentu sehingga masyarakat akan mendapatkan pelayanan medik secara professional dan aman agar terhindar dari pelanggaran. Untuk mencapai kondisi ini Undang-undang Praktik Kedokteran menegaskan perlu adanya
3
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) sebagai pihak yang sangat berperan dan stratejik, untuk menjalin kerjasama secara harmonis dan sinergis dengan pihak- pihak lain yang juga turut mendapatkan amanah yaitu Organisasi Profesi, Kolegium, Institusi Pendididkan, Rumah Sakit Pendidikan, Departeman Kesehatan, dan Departemen Pendidikan Nasional. Pembentukan KKI mempunyai tujuan pembinaan pendidikan dan praktik dokter dan dokter gigi, perlindungan masyarakat yang membutuhkan pelayanan praktik Kedokteran dan Kedokteran gigi, serta Pemberdayaan organisasi profesi.3 Pembicaraan pelanggaran displin dokter dan dokter gigi bukan hal baru di Indonesia, banyak kasus- kasus yang mencuat di permukaan. Salah satu contoh kasus yang terjadi di Banjarmasin, MKDKI Mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) selama empat bulan karena yang bersangkutan dinilai melakukan pelanggaran disiplin kedokteran dalam tindakan operasi sedot lemak yang berakibat fatal4. Menurut Surat Edaran Nomor 680/Menkes/E/VI/2007 tentang Penegakan Hukum Di Bidang Kesehatan telah disepakati dengan pihak POLRI untuk mengambil langkah-langkah bersama dengan melibatkan berbagai institusi maupun organisasi profesi terkait dalam proses penegakan hukum. Kesepakatan-kesepakatan ini diantaranya :
3
4
KKI,2005-2010,Rencana Strategis Konsil Kedokteran Indonesia,Depkes RI, Jakarta hlm.13. Warto,http:/www. Tidak Disiplin, Izin Praktik Dokter Bedah Dicabut. Htm(oktober 2009)
4
a. Setiap dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang diajukan oleh masyarakat terlebih dahulu disampaikan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia untuk penetapan ada tidaknya kesalahan dalam penerapan disiplin kedokteran. b. Dalam penanganan dugaan pelanggaran hukum kesehatan yang berhubungan dengan tenaga kesehatan agar berkoordinasi dengan pihak penyidik setempat dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait.56 Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pembentukan Undang- undang Praktik Kedokteran nomor 29 Tahun 2004 menjadi suatu kebutuhan atau keharusan (condition sine quanon), yang merupakan landasan checks and balance perlindungan dan kepastian hukum (rechtszekeheid) bagi masyarakat penerima pelayanan kesehatan, juga bagi dokter dan dokter gigi sebagai pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sebelum ada Undang-undang tentang Praktik Kedokteran yang mengatur mengenai MKDKI, hampir semua konflik etiko-medikolegal diproses dalam persidangan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Sehingga MKEK terpaksa manangani kasus dugaan pelanggaran disiplin Kedokteran juga, walau tugas utamanya adalah pembinaan dan pengawasan pelaksanaan etik kedokteran, serta memproses kasus dugaan pelanggaran etik kedokteran saja. 5
Surat Edaran No.680/MENKES/E/2007,tentang Penegakan Hukum Di Bidang Kesehatan
5
MKEK ini kedudukannya dibawah naungan organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK merupakan bagian dari struktur kepemimpinan IDI yang mempunyai tugas dan wewenang antara lain untuk melakukan bimbingan, pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik kedoktearn, termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur kedokteran. MKEK Memperjuangkan agar etik kedokteran dapat ditegakkan di Indonesia. UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, juga mengatur penegakan disiplin dokter dan dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran, maka dibentuklah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). MKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi. Selain itu MKDKI mempunyai wewenang menyusun pedoman dan tatacara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi7. Keanggotaan MKDKI terdiri dari 3 orang dokter, 3 orang dokter gigi dari profesi masing- masing. Seorang dokter dan dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 orang sarjana hukum. MKDKI ini berwenang memberikan sanksi disiplin berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktek dan/ atau kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan lagi di institusi pendidikan kedokteran.
7
KKI,2008,Pedoman Penegakan Disiplin Kedokteran beserta Himpunan Peraturan tentang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia,Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI,Jakarta hlm.73.
6
MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran Etika, MKDKI menerusakan pengaduan pada organisasi profesi. Dengan adanya MKDKI ini dalam penyelesain kasus dugaan pelanggran disiplin diharapakan akan memberikan manfaat bagi dokter dimasa mendatang, evaluasi perilaku professional dan kinerja dokter “ teradu” dalam penyelesaian suatu kasus dugaan pelanggaran disiplin, oleh peer group harus dibuat untuk kepentingan pembelajaran agar tidak terulang kejadian yang sama di kemudian hari. Diharapakan dapat berguna untuk pendisiplinan pelaku. Sanksi
yang
telah
diberikan
oleh
MKDKI
tidak
menutup
kemungkinan adanya tuntutan perdata atau pidana dari pasien atau keluarga, maka dari itu judul yang di ambil ”Peran dan fungsi MKDKI dalam Penyelesaian Kasus Dugaan Pelanggaran Displin Medis” B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat di ambil dari pendahuluan diatas adalah “Bagaimanakah Peran dan fungsi MKDKI dalam Penyelesaian Kasus Dugaan Pelanggaran Displin Medis”
7
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai menjadi dua kelompok yaitu tujuan umum dan tujuan khusus: 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimanakah Peran dan fungsi MKDKI dalam Penyelesaian Kasus Dugaan Pelanggaran Displin Medis 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui penanganan kasus dugaan malpraktik yang diajukan melalui MKDKI dan tindak lanjut terhadap kasus dugaan Pelanggaran Displin Medis b. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dokter dan pasien mengenai penyelesaian kasus dugaan Pelanggaran Displin Medis melalui MKDKI. c. Untuk mengetahui tata cara pengaduan melalui MKDKI dan untuk mengetahui sejauh mana peran dan fungsi MKDKI dalam penyelesaian Pelanggaran Disiplin dokter dan dokter gigi. D. Manfaat Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
1. Manfaat Teoritis Manfaat Teoritis yaitu manfaat dari penelitian hukum ini yang bertalian dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoritis dari penelitian ini dapatmemberikan wacana dan sumbangan pemikiran bagi akademisi khususnya di bidang kesehatan, serta menambah wawasan dan pengetahuan peneliti. 2. Manfaat Praktis Manfaat Praktis yaitu manfaat dari penelitian hukum ini yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari rencana penulisan ini sebagai berikut : a. Bagi MKDKI Sebagai bahan masukan bagi pihak MKDKI dalam implementasi regulasi dan kebijakan dalam Menyelesaikan Kasus dugaan Pelanggaran Displin Medis b. Bagi Aparat Penegak Hukum Sebagai bahan masukan untuk Aparat Penegak Hukum dalam menangani Kasus dugaan Pelanggaran Displin Medis
9
c. Bagi Masyarakat (pasien) Sebagai pengetahuan masyarakat untuk mengetahui Penyelesaian Kasus dugaan Pelanggaran Displin Medis Melalui MKDKI d. Bagi Dokter Sebagai bahan masukan untuk dokter dalam melaksanakan tugas profesinya. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran Perpustakaan Fakultas Hukum UGM “Peran dan Fungsi Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam penyelesaian kasus dugaaan pelanggaran disiplin medik”, belum pernah dilakukan. Namun dijumpai penelitian yang mendekati dengan judul peneliti yaitu Analisa korelasi Tingkat Pengetahuan
Disiplin
Kedokteran
dan
Pelaksanaan
Praktik
Kedokteran yang baik pada Dokter Gigi Praktik Swasta8, penelitian tersebut meneliti mengenai tingkat pengetahuan tentang disiplin kedokteran dengan pelaksanaan praktik kedokteran yang baik oleh dokter gigi praktik swasta; hubungan antara faktor pengalaman berpraktik dokter gigi dengan pelaksanaan praktik kedokteran yang baik oleh dokter gigi yang praktik swasta;
8
Hananto Anggoro Wiryawan,2012,Analisa Korelasi Tingkat Pengetahuan Disiplin Kedokteran dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran yang baik pada Dokter Gigi Praktik Swasta,Thesis,Magister Hukum Kesehatan,UGM
10
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada Rumusan Masalah, Subjek penelitian dan Objek dari penelitian, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan oleh siapapun sehingga keaslian penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat dipertanggung jawabkan. Apabila dikemudian hari terdapat penelitian yang hampir sama maka peneliti mengharapkan penulisan ini dapat menambah dan mendukung penelitian yang telah ada tersebut.
11