BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia (HAM). Hal ini diatur di dalam Pasal
28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh kesehatan” dan dalam Pasal 28 H Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Selain itu, jaminan kesehatan sebagai hak dasar juga tertuang didalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan) “Setiap orang berhak atas kesehatan”.1 Program jaminan sosial pada dasarnya adalah sebuah program untuk mewujudkan kesejahteraan melalui pendekatan sistem, dimana negara dan masyarakat
secara
bersama-sama
ikut
bertanggungjawab
dalam
penyelenggaraannya. Pemerintah sebagai lembaga penyelenggara negara harus mengupayakan jaminan atas kesehatan bagi setiap warganya, seperti menyediakan jasa pelayanan
1
Lihat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 2009 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
kesehatan dan perawatan kesehatan. Tujuannya ialah agar setiap warga negara benar-benar
mendapatkan
hak
dan
perlindungan
untuk
sehat.
Untuk
mengimplementasikan terwujudnya kesehatan bagi warganya, pemerintah perlu membuat pengaturan lebih lanjut mengenai jaminan kesehatan. Upaya tersebut telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya dengan diterbitkannya UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut UU SJSN). UU SJSN ini disebut-sebut sebagai awal baru dan pintu gerbang terbukanya sistem perasuransian yang baik dan terstruktur di Indonesia. Pasal 3 UU SJSN, menyebutkan bahwa “Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya”.2 Pada awalnya, untuk mewujudkan tujuan tersebut ditunjuklah 4 (empat) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu:3 1.
Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);
2.
Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN);
3.
Perusaaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan
2
Lihat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 2004 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456) 3 Lihat Pasal 5 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 2004 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456)
3
4.
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).
Namun, penyelenggaraan jaminan sosial yang dikelola oleh ASKES dapat dikatakan belum optimal. Hal ini dikarenakan perlindungan yang diselenggarakan oleh ASKES bersifat eksklusif, sebab peserta ASKES hanya berasal dari kalangan PNS, TNI/Polri dan pekerja formal yang cakupan kepesertaannya hanya dibawah 30% dari total penduduk di Indonesia. Sehingga pada tanggal 25 November 2011 pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (selanjutnya disebut UU BPJS). UndangUndang ini menyebutkan bahwa untuk menjalankan program pemenuhan jaminan sosial dibutuhkan suatu badan hukum yang menjalankan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (selanjutnya disebut BPJS)4 yang pertanggungjawabannya langsung kepada Presiden.5 BPJS dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan, sedangkan BPJS ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakanprogram jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan program jaminan hari tua.6 4
Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 2011 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256). 5 Lihat Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 2011 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256). 6 Lihat Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 2011 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256).
4
Sistem rujukan pelayanan kesehatan BPJS dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis.Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik, atau dokter
keluarga
yang
tercantum
pada
kartu
peserta
BPJS
Kesehatan.Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau fasilitas kesehatan sekunder.Pelayanan kesehatan di tingkat ini hanya dapat diberikan apabila peserta mendapat rujukan dari fasilitas primer.Rujukan ini hanya diberikan kepada pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik dan fasilitas kesehatan primer yang ditunjuk untuk melayani peserta tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan peserta karena keterbatasan fasilitas, pelayanan, dan atau tenaga.Apabila penyakit peserta masih belum dapat tertangani di fasilitas kesehatan sekunder, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tersier. Di sini, peserta akan mendapatkan penanganan dari dokter sub-spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub-spesialiastik.7 BPJS diharapkan menjadi ujung tombak dari amanat UU SJSN yang disebut-sebut sebagai awal baru dan pintu gerbang terbukanya sistem perasuransian yang baik dan terstruktur di Indonesia. Dengan terbukanya peluang bagi seluruh rakyat Indonesia untuk ikut serta di dalam BPJS, diharapkan seluruh
7
www.jamkesindonesia.com. Minim Pemahaman Sistem Rujukan BPJS Kesehatan. 3 November 2014, Pukul 20.45WIB, dapat diakses pada http://www.jamkesindonesia.com/home/cetak/254/Minim%20Pemahaman%20Sistem%20Rujukan %20BPJS%20Kesehatan.
5
rakyat Indonesia dapat memperoleh pelayanan kesehatan dan cita-cita seluruh rakyat Indonesia untuk hidup sehat dapat tercapai. Asuransi memiliki prinsip gotong royong, maksudnya premi yang dibayarkan oleh tiap anggota asuransi dijadikan sebagai dana kesehatan bagi anggota asuransi lainnya yang sedang sakit. Pemerintah berharap agar seluruh penduduk Indonesia menjadi peserta BPJS, sehingga prinsip gotong royong dari perasuransian dapat terlaksana dengan baik. Jumlah peserta BPJS Kesehatan bisa dibilang meningkat dengan cepat. Hal ini terlihat dari jumlah peserta BPJS Kesehatan per 27 Februari 2015 tercatat sebanyak 138.524.669 jiwa.8Jumlah ini lebih besar apabila dibandingkan dengan peserta Askes yang hanya sebanyak 16 juta jiwa9. Tujuan utama BPJS Kesehatan ialah seluruh penduduk mendapatkan pelayanan dan hak untuk sehat. Namun, pada kenyataannya banyak pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan ditolak oleh rumah sakit dengan alasan kapasitas rumah sakit untuk peserta BPJS Kesehatan penuh ataupun peserta BPJS Kesehatan tidak mendapat rujukan. Di Kota Pekanbaru, terdapat beberapa kasus yang pada akhirnya mengakibatkan pasien meninggal dunia karena ditolak oleh beberapa rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan namun tidak mau menerima pasien tersebut. Sebagai contoh ialah kasus yang menimpa JN (30 tahun) yang merupakan peserta JKN BPJS Kesehatan akhirnya meninggal dunia 8
www.bpjs-kesehatan.go.id, Jumlah Peserta BPJS Kesehatan, 1 Maret 2015, Pukul 20.03, dapat diakses pada http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/. 9 www.jpnn.com, Peserta Askes Keluhkan Fasilitas Layanan BPJS Menurun Drastis, 3 November 2014, Pukul 20.45 WIB, dapat diakses pada http://www.jpnn.com/read/2014/05/25/236532/Peserta-Askes-Keluhkan-Fasilitas-Layanan-BPJSMenurun-Drastis-.
6
karena ditolak 5 rumah sakit padahal JN memerlukan alat bantu pernapasan akibat kecelakaan yang dialaminya.10 Hal ini tentu bertentangan dengan UU Kesehatan yang menyebutkan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.11 Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan, maka BPJS Kesehatan membuat Perjanjian Kerjasama dengan rumah sakit-rumah sakit di Indonesia, baik rumah sakit milik pemerintah maupun rumah sakit milik swasta. Perjanjian kerjasama yang dibuat antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit tentu mengatur mengenai hak dan kewajiban BPJS Kesehatan dan rumah sakit. Selain itu, di dalam perjanjian kerjasama tersebut juga mengatur mengenai hak pasien yang menggunakan BPJS di rumah sakit tersebut. Fakta bahwa ada pasien BPJS Kesehatan yang ditolak rumah sakit inilah yang menjadi dasar penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :“Perlindungan Hukum terhadap Pasien Peserta JKN BPJS Kesehatan Dalam Perjanjian Kerjasama Antara BPJS Kesehatan Dengan RSUD Arifin Achamad Di Pekanbaru”.
10
www.pekanbaru.tribunnews.com, JN Meninggal Dunia Setelah Ditolak Lima Rumah Sakit di Pekanbaru, 3 November 2014, Pukul 20.50 WIB, dapat diakses pada http://pekanbaru.tribunnews.com/2014/07/08/jn-meninggal-dunia-setelah-ditolak-lima-rumahsakit-di-pekanbaru. 11 Lihat Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 144 Tahun 2009 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
7
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah implementasi dari perlindungan hukum bagi pasien peserta BPJS yang diatur dalam perjanjian kerjasama antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan cabang Pekanbaru dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru?
2.
Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban rumah sakit terhadap pasien pemegang JKN dalam hal terjadi kerugian dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru?
C.
Tujuan Penelitian Dalam Penulisan Hukum ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu : 1.
Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui implementasi perlindungan hukum bagi pasien peserta BPJS yang diatur dalam perjanjian kerjasama antara Badan Penyelenggara
Jaminan
Sosial
(BPJS)
Kesehatan
cabang
Pekanbaru dengan Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru b. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru
8
terhadap pasien pemegang JKN dalam hal terjadi kerugian dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru 2.
Tujuan Subyektif Penelitian
ini
bertujuan
untuk
memenuhi
persyaratan
memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D.
Keaslian Penelitian Sepanjang pengamatan penulis berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, belum pernah ada penelitian maupun penulisan hukum yang mengangkat judul “Perlindungan Hukum terhadap Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan Dalam Perjanjian Kerjasama Antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Dengan Rumah Sakit Umum Daerah (Rsud) Arifin Achamad Di Pekanbaru”. Meski demikian, telah ada beberapa penelitian yang mengangkat tema mengenai BPJS Kesehatan dan perlindungan hukum terhadap pasien. Beberapa penelitian yang terkait dengan penulisan hukum penulis, antara lain: 1.
Penulisan Hukum yang disusun oleh Ahmad Taufiq Labera dengan judul “Transformasi Kelembagaan Penyelenggara Jaminan Sosial dari Badan Hukum Privat (Persero) Menuju Badan Hukum Publik (Studi Terhadap PT ASKES dan PT JAMSOSTEK menjadi Badan
9
Penyelenggara Jaminan Sosial”
12
membahas mengenai proses
transformasi PT. ASKES (Persero) dan PT. JAMSOSTEK menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan serta implikasi yuridis dari perubahan tersebut, khususnya dalam perubahan tatanan kelembagaan dan perubahan tanggung jawab direksi maupun komisaris yang semula kepada menteri, kini beralih langsung kepada presiden. 2.
Penulisan Hukum yang disusun oleh Novie Karlina dengan judul “Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan bagi Peserta Jaminan Kesehatan Daerah
di
Rumah
Sakit
Diterbitkannya UU BPJS”
Bethesda 13
Kota
Yogyakarta
Pasca
membahas mengenai pelaksanaan
pelayanan kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Daerah pasca diterbitkannya UU BPJS, kendala serta upaya menanggulangi untuk mengatasi adanya kendala dalam pelaksanaan pelayanan Jaminan Kesehatan Daerah pasca diterbitkannya UU BPJS. Dalam penulisan hukum ini, dijelaskan bahwa pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah tetap berjalan, karena sumber dana BPJS berasal dari APBN, sedangkan Jaminan Kesehatan Daerah bersumber dari APBD, namun
12
Ahmad Taufiq Labera, 2014, Transformasi Kelembagaan Penyelenggara Jaminan Sosial dari Badan Hukum Privat (Persero) Menuju Badan Hukum Publik (Studi Terhadap PT ASKES dan PT JAMSOSTEK menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 13 Novie Karlina, 2014, Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan bagi Peserta Jaminan Kesehatan Daerah di Rumah Sakit Bethesda Kota Yogyakarta Pasca Diterbitkannya UU BPJS, Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
10
pada tahun 2019 Jaminan Kesehatan Daerah harus melebur ke BPJS Kesehatan. 3.
Tesis yang disusun oleh Adhi Kristian dengan judul “Pengalihan Anak Perusahaan PT. ASKES (persero) Menuju BPJS Kesehatan dan Implikasinya Bagi Manfaat Peserta Jaminan Kesehatan”14membahas mengenai pelaksanaan pengalihan anak perusahaan PT. ASKES (persero) ke BPJS Kesehatan dan implikasinya bagi peserta BPJS Kesehatan. Dalam penulisan hukum ini dibahas bahwa pengalihan tersebut tidak dapat tuntas sebelum 1 Januari 2014 sebagaiamana yang diperintahkan oleh Pasal 60 Ayat (1) UU BPJS serta pelaksanaan pengalihan tersebut apabila tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 142 Ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Dalam UU PT disebutkan bahwa perseroan tidak
dapat
melakukan
perbuatan hukum,
kecuali
diperlukan untuk membereskan semua urusan perseroan dalam rangka likuidasi. Selain penelitian-penelitian di atas, masih terdapat beberapa penelitian lain yang mengangkat tema terkait BPJS Kesehatan dan perlindungan hukum terhadap pasien. Namun, terdapat perbedaan diantara penelitianpenelitian yang telah ada dengan penulisan hukum yang dilaksanakan oleh penulis, yaitu dalam hal fokus penelitian dan objek dari penelitian itu sendiri.Penelitian yang dibahas oleh penulis ialah mengenai perlindungan 14
Adhi Kristian, 2014, Pengalihan Anak Perusahaan PT. ASKES (persero) Menuju BPJS Kesehatan dan Implikasinya Bagi Manfaat Peserta Jaminan Kesehatan, Tesis Magister Kesehatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11
hukum terhadap pasien peserta jaminan kesehatan nasional BPJS dalam perjanjian kerjasama antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan RSUD Arifin Achmad, khususnya pada ruang Rawat Inap kebidanan dan kandungan, yaitu ruang Camar kelas Perawatan I, II dan IIIserta bentuk pertanggungjawaban rumah sakit dalam hal terjadi kerugian dalam pelayanan kesehatan. Kekhususan semacam ini sekaligus menjadi keaslian (otentisitas) dari penelitian ini. Apabila di luar pengetahuan penulis ternyata telah ada penelitian serupa, maka diharapkan penulisan hukum ini dapat saling melengkapi serta menambah literatur dan khasanah ilmu hukum khususnya di bidang hukum perdata.
E.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Adapun
manfaatnya yaitu sebagai berikut : 1.
Manfaat Teoritis a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya hukum tentang Perjanjian Kerjasama antara BPJS dengan rumah sakit;
b.
Memberikan bahan masukan bagi penulis yang meneliti penelitian yang sejenis berikutnya; dan
c.
Menambah literatur atau informasi mengenai peralihan 4 (empat) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional menjadi BPJS Kesehatan dengan BPJS Ketenagakerjaan.
12
2.
Manfaat Praktis Dapat dijadikan masukan dan bahan kajian bagi pihak-pihak yang terkait dengan materi yang dibahas dalam penelitian dan Penulisan Hukum ini, yaitu: a.
Dapat dijadikan pedoman penelitian dan kajian-kajian berikutnya; dan
b.
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis sendiri maupun pihak-pihak lain yang berhubungan (baik langsung maupun tidak langsung) dengan hal-hal yang dibahas dalam Penulisan Hukum ini.