BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Pemerintah daerah dalam menjalankan pelaksanaan pemerintahan memiliki urusan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang. Urusan Pemerintah daerah diatur dalam undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. Adapun urusan pemerintah daerah kota/kabupaten termasuk dalam urusan pemerintah konkuren. Urusan pemerintah konkuren adalah urusan pemerintah yang dibagi kewenangannya menjadi urusan pemerintah pusat, urusan pemerintah daerah provinsi, dan urusan pemerintah daerah kota/kabupaten. Urusan Konkuren yang menjadi kewenangan daerahterdiri dari urusan pemerintah wajib berkaitan dengan pelayanan dasar, urusan wajib pemerintah tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, dan urusan pemerintah pilihan. Urusan pemerintah wajib berkaitan dengan pelayanan dasar adalah urusan pemerintah wajib yang sebagian subtansinya berkaitan dengan pelayanan dasar. Jenisnya antara lain adalah pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, dan sebagainya. Urusan pemerintah wajib tidak berkaitan dengan pelayanan dasar adalah pelayanan yang subtansinya tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Jenisnya adalah tenaga kerja, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pangan, dan sebagainya. Sedang urusan pemerintah pilihan adalah urusan yang dapat dilaksanakan atau tidak perlu dilaksanakan mengingat potensi daerah yang dimiliki. Urusan pemerintah pilihan itu antara lain pariwisata, pertanian, kehutanan, dan sebagainya.
1
Pemerintah kabupaten / Kota dalam menjalankan urusan konkuren dibatasi oleh beberapa kriteria. Kriteria tersebut sebagaimana tercantum dalam pasal 14 ayat (4) UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Adapun kriteria bagi pemerintah kabupaten / kota adalah sebagai berikut : 1. Urusan
Pemerintahan
yang
lokasinya
dalam
Daerah
Kabupaten/Kota, 2. Urusan
Pemerintahan
yang
penggunanya
dalam
daerah
Kabupaten/Kota, 3. Urusan Pemerintahan yang manfaatnya atau dampak negatifnya hanya dalam daerah Kabupaten / Kota, 4. Urusan Pemerintahan yang sumber dayanya lebih efisien apabila dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten / Kota. Dalam melaksanakan urusannya, Pemerintah Kota/Kabupatendapat mengeluarkan kebijakan dalam bentuk produk hukum sehingga dapat mengikat seluruh warga masyarakat dan pemerintah. Hal tersebut dikarenakan dalam kehidupan warga negara tidak lepas dengan hukum. Dengan adanya hukum terdapat kepastian dalam aturan mengenai penyelenggaraan kehidupan warga negara. Bahkan plato menyatakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik didasarkan pada pengaturan hukum1. Oleh karenanya hukum menjadi perangkat penting dalam mewujudkan ketertiban masyarakat. Tidak hanya itu hukum juga merupakan alat paksa negara yang efektif. Dengan adanya penegakkan hukum, terdapat kekuatan negara untuk mengontrol
1
Suyudi, Ari et.all .2008. Studi Tatakelola Proses Legislasi. Jakarta : PSHK dan USAID, Democratic Reform Support Program, hal 2
2
warga masyarakatnya. Hukum juga dapat menjadi alat pendorong perubahan sosial. Oleh karenanya tidak ada negara yang tidak memiliki hukum. Salah satu kebijakan Pemerintah daerah yang berbentuk produk hukum adalah peraturan daerah. Peraturan Daerah (Perda) merupakan peraturan yang bertujuan untuk menjabarkan aturan undang –undang yang lebih tingi dan menampung kekhasan lokal daerah. Perda merupakan peraturan perundangundangan yang paling rendah hierarkinya. Hal tersebut sesuai dengan Undangundang nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundangundangan dimana hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut : 1.
Undang –undang Dasar Tahun 1945
2.
Undang-undang / Perppu
3.
Peraturan Pemerintah
4.
Keputusan Presiden
5.
Peraturan Daerah Peraturan Daerah sendiri pun dibagi lagi menjadi Peraturan Daerah
Provinsi,
Peraturan
Daerah
Kabupaten
/Kota,
Pemerintah Desa. Oleh karena hierarkinya yang berada di bawah maka menyebabkan materi perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya serta mampu diterima oleh masyarakat yang terkena dampak dari aturan tersebut. Salah satu peraturan daerah yang menarik untuk dikaji adalah Peraturan daerah tentang pemekaran (penggabungan / pemisahan) wilayah di tingkat Kecamatan atau Kelurahan.
3
Perda ini menarik untuk dikaji karena kelurahan sebagaimana halnya Kecamatan hanya memiliki fungsi administratif daripada fungsi politik. Kelurahan
bisa
dikatakan
hanya
sebagai
kepanjangan
pemerintah
kabupaten/Kota dalam menjalankan fungsinya. Namun, kedudukan Kelurahan sebagai lembaga pemerintahan paling bawah menjadikan kelurahanlah yang bersentuhan paling banyak dengan masyarakat. Sehingga penggabungan ataupun pemisahan kelurahan rentan terhadap pelaksanaan pelayanan publik. Seringkali
kebijakan
penggabungan
instansi
pemerintah
lebih
berorientasi pada kebutuhan pemerintah itu sendiri daripada kepada masyarakat. Kebutuhan yang berorientasi pada pemerintahan itu sendiri, diantaranya penghematan anggaran dan penyederhanaan aparat pemerintahan. Sedang kebijakan berorientasi pada masyarakan artinya juga menyangkut dampak yang diterima oleh masyarakat itu. Salah satu pemerintah daerah yang melakukan penggabungan kelurahan adalah pemerintah Kota Pekalongan. Tujuan dari penggabungan ini tampaknya lebih berorientasi pada pemerintahan daripada pelayanan kepada masyarakat. Hal ini menurut Walikota Pekalongan HM Basyir Ahmad dalam wawancara dengan bisnis.com pada 4 Februari 2015, disampaikan bahwa penggabungan 20 Kelurahan untuk memaksimalkan kinerja dan efisiensi tugas pejabat di tingkat kelurahan. Hal ini sesuai dengan anjuran pemerintah yang menghentikan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Secara otomatis terdapat perubahandalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang masih 47 Kelurahan menjadi 27 kelurahan.2
2
http://semarang.bisnis.com/read/20150205/8/76545/kota-pekalongan-merger-20kelurahan diunduh pada tanggal 18 Agustus 2015 pukul 21.00 WIB
4
Sehingga dapat disimpulkan pengurangan 47 kelurahan menjadi 27 kelurahan disebabkan adanya penundaan penerimaan PNS. Selain itu, pengurangan tersebut juga bertujuan untuk efesiensi tugas dari PNS yang sudah ada. Pemerintah Kota Pekalongan, akan menghemat anggaran belanja pemerintah dengan tidak membiayai 47 kelurahan melainkan hanya 27 kelurahan saja. Tampaknya penghematan ini tidak sepenuhnya tepat. Pemerintah Kota Pekalongan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk pergantianpergantian administrasi yang terjadi sebagai akibat penggabungan kelurahan tersebut. Semisal yang terjadi pada Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Disdukcapil menganggarkan sejumlah 400 juta rupiah untuk perubahan sejumlah 136 ribu Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan 57 ribu Kartu Keluarga (KK). Dana sebesar itu diantaranya untuk proses sosialisasi dan pencetakan. Disdukcapil ditargetkan untuk menyelesaikan itu dalam waktu enam bulan kedepan3 Padahal tujuan adanya pemerintahan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya bermuara
pada pelaksanaan
pelayanan masyarakat. Sehingga perlu diperhatikan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Tentu menjadi pertanyaan apakah penggabungan kelurahan tidak mengganggu fungsi pemerintahan dalam pelayanan kepada masyarakat?
3
http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/anggaran-ubah-ktp-dan-kk-rp400-juta. diunduh pada 18 Agustus 2015 pukul 21.00 WIB
5
Kelurahan merupakan area kerja lurah. Adapun lurah memiliki fungsi yang penting. Fungsi lurah yang paling sederhana adalah menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat.
Adapun pelayanan kepada masyarakat
diantaranya pengurusan Kartu tanda penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Surat keterangan tidak mampu, dan pelayanan administrasi lainnya. Fungsi lurah dalam pelayanan kepada masyaraka tersebut tentu tidak bisa dianggap remeh begitu saja.Fungsi tersebut penting dilakukan kepada masyarakat.Oleh karena lurah merupakan organ administratif pemerintah Kota/Kabupaten, maka pelaksanaan fungsi tersebut harus tetap dipantau dan diawasi oleh pemerintah Kota/Kabupaten. Termasuk juga ketika Pemerintah Kota/Kabupaten memutuskan untuk melakukan penggabungan wilayah kelurahan. Tidak serta merta tugas pemerintah Kota / Kabupaten selesai. Pemerintah Kota/Kabupaten harus terus melakukan evaluasi dan monitoring berkaitan dengan kinerja pemerintahan terutama dalam pelayanan kepada masyarakat. Keberhasilan lurah dalam menjalankan pelayanan kepada masyarakat menjadi kunci keberhasilan Pemerintah Kota/Kabupaten dalam melaksanakan pelayanan publik kepada masyarakatnya. Pemerintah Kota Pekalongan pada tahun 2013 telah menerbitkan Peraturan Daerah nomor 8 tahun 2013 tentang Penggabungan Kelurahan di Lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan. Pada tahun 2015 ini, perda penggabungan kelurahan efektif berlaku. Ketika perda ini mulai diberlakukan tetap saja masih ada berbagai pihak yang menolak pemberlakuan peraturan daerah ini. Padahal perda ini telah melalui sosialisasi dan penundaan pemberlakuan.
6
Semisal seperti Forum Rakyat Pekalongan Bersatu (FRPB) yang menolak kebijakan pemerintah berupa penggabungan kelurahan, penggunaan logo baru, dan perubahan trade mark Kota Pekalongan dengan cara berdemo. Mereka melakukan demo bertepatan pada HUT Kota Pekalongan, 1 April 2015.Kebijakan tersebut kebetulan diluncurkan bersamaan pada tahun 2015 ini.Mereka menyatakan 72 % masyarakat menolak kebijakan tersebut. Khusus mengenai penolakan penggabungan kelurahan, menurut kelompok ini menyebakan warga masyarakat harus mengganti administrasi kependudukan semisal Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan sebagainya. Hal itu akan membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit.4 Tidak hanya masyarakat saja yang resah dan menolak dengan kebijakan penggabungan kelurahan tersebut. Anggota DPRD pun juga terlibat dalam aksi penolakan penggabungan kelurahan tersebut. Padahal keberadaan perda ini seharusnya melalui proses pembahasan oleh anggota DPRD Kota Pekalongan. Memang perda ini merupakan hasil dari pembahasan DPRD periode lalu (2009 – 2014) tetapi keberadaan anggota DPRD dalam aksi protes menandakan kebijakan penggabungan kelurahan juga tidak setujui oleh elemen pemerintahan yaitu partai politik. Pada tanggal 6 Juni 2015, terjadi demo kembali menuntut pembatalan logo dan penggabungan kelurahan oleh FPRB di halaman depan kantor DPRD Kota Pekalongan. Tiga orang anggota DPRD Kota Pekalongan, Ismet Inonu
4
http://rakyatjateng.com/kado-hut-kota-pekalongan-frpb-tolak-logo-baru diunduh pada tanggal 18 Agustus 2015 pukul 21.00 WIB.
7
(FPDIP), Nurhadi (FPPP), dan Edi Supriyanto (FPDIP) menemui pendemo di depan kantor DPRD Kota Pekalongan. Mereka menyetujui tuntutan pendemo yaitu membatalkan logo baru dan penggabungan kelurahan.Mereka pun menurunkan salah satu bendera berlogo Kota Pekalongan yang baru. Untuk kemaslahatan umat, mereka setuju adanya perubahan, prinsipnya perwali mengenai aturan implementasi perda 8 tahun 2013 tentang penggabungan Kelurahan di lingkungan Pemerintah Kota Pekalongan harus direvisi.5 Kebijakan penggabungan kelurahan ini memang rentan dengan penolakan. Sejak awal pembentukan, proses sosialisasi, hingga penetapan, perda ini sudah mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Warga masyarakat yang menolak diantaranya partai politik, kelompok kepentingan, hingga warga kelurahan itu sendiri. Diantaranya salah satu kelurahan yang warganya menolak adalah warga
kelurahan
Noyontaansari.
Kelurahan
Noyontaansari
merupakan
kelurahan hasil penggabungan dari Kelurahan Landungsari dan Kelurahan Noyontaan. Penolakan terutama disampaikan oleh warga yang sebelumnya merupakan warga Kelurahan Landungsari. Berbeda dengan tuntutan – tuntutan warga masyarakat umum yang menolak secara keseluruhan kebijakan penggabungan kelurahan, warga Kelurahan Noyontaansari melakukan penolakan lebih karena tidak setuju dengan proses penamaan kelurahan yang menghilangkan sejarah. Warga
5
http://www.radarsemarang.com/2015/06/06/tiga-dewan-turunkan-logo-baru.html. diunduh pada tanggal 18 Agustus 2015 pukul 21.00 WIB
8
Kelurahan Noyontaansari tidak setuju apabila nama landung yang berasal dari tokoh perjuangan Mbah Landung dihilangkan. Mbah Landung adalah tokoh perjuangan pada zaman kolonial Belanda.Jasanya yang besar menjadikan daerah perjuangannya dinamakan sesuai dengan namanya.Selain itu pusara Mbah Landung sampai saat ini masih menjadi tempat keramat di daerah tersebut dan diziarahi oleh berbagai pihak. Pada 16 Januari 2015, Ratusan warga kelurahan Noyontaansari menggalang tanda tangan warga untuk menolak penggantian nama kelurahan menjadi Noyontaansari. Aksi damai itu diselenggarakan di depan gang 20 Kelurahan
Noyontaansari.
Mereka
menolak
nama
Noyontaansari
dan
menginginkan nama Landungsari tetap menjadi nama kelurahan. Disampaikan pula bahwa mereka merasa tidak ada sosialisasi tentang nama kelurahan baru, dan menyayangkan nama landungsari yang penuh historis bagi warga landungsari justru hilang.6 Kebijakan penggabungan kelurahan tampaknya tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan.Kebijakan tersebut ditolak oleh berbagai pihak mulai dari kelompok kepentingan, anggota DPRD, hingga warga kelurahan yang terkena dampak penggabungan kelurahan.Tentu akibat penolakan tersebut memiliki dampak terutama terhadap tujuan penggabungan kelurahan. Padahal salah satu tujuan diadakannya penggabungan kelurahan sebagaimana tercantum dalam perda itu adalah meningkatkan pelayanan kepada
6
Suara Merdeka Cetak pada tanggal 16 Januari 2015 diambil dari laman http://berita.suaramerdeka.com/smcetak pada tanggal 18 Agustus 2015 pukul 21.00 WIB
9
masyarakat secara efektif dan efisien7.Sehingga harusnya ada peningkatan dalam hal pelayanan kepada masyarakat setelah diadakannya penggabungan kelurahan. Peneliti tertarik terhadap tujuan yang hendak dicapai dalam penggabungan kelurahan di Kota Pekalongan. Oleh karenanya, dalam penelitian ini Peneliti mengambil judul : “Evaluasi kebijakan Penggabungan Kelurahan di Lingkungan Kota Pekalongan (Studi Kasus Kelurahan Noyontaansari)”
1.2. RUMUSAN MASALAH Dengan memperhatikan uraian latar belakang di atas perlu adanya pembatasan masalah sehingga ruang lingkup penelitian tidak terlalu luas. Perumusan masalah yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini adalah Evaluasikebijakan daerah. Perumusan masalahnya antara lain : a. Apakah tujuan penggabungan kelurahan di Kota Pekalongan terutama di Kelurahan Noyontaansari dapat tercapai ? b. Bagaimanakah respon warga masyarakat terhadap pencapaian tujuan penggabungan kelurahan ?
7
Pasal dua perda kota Pekalongan nomor 8 tahun 2013 tentang penggabungan kelurahan di lingkungan Kota Pekalongan. Pada pasal (2) ini disebutkan bahwa tujuan penggabungan kelurahan adalah (1) Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efisien, (2).Melaksanakan fungsi pemerintahan secara optimal, (3) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
10
1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian mengacu pada hal – hal yang hendak dicapai dalam suatu penelitian. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun penjabarannya sebagai berikut : a. Tujuan Umum Tujuan umum yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan penggabungan kelurahan di Kelurahan Noyontaansari, Kota Pekalongan. b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui
permasalahan-permasalahan
yang
timbul
berkaitan dengan usaha pencapaian tujuan penggabungan kelurahan di Kelurahan Noyontaansari, Kota Pekalongan 2. Mengetahui noyontaansari
respon
warga
berakaitan
masyarakat
dengan
kelurahan
pencapaian
tujuan
penggabungan Kelurahan di Kelurahan Noyontaansari, Kota Pekalongan
1.4. MANFAAT PENELITIAN Kegunaan penelitian ini dilihat dari 2 (dua) aspek yaitu aspek teoritis dan aspek praktis. Adapun penjabarannya sebagai berikut : a. Kegunaan teoritis Secara teoritis penelitian ini sebagai salah satu sumbangan terhadap ilmu pengetahuan sosial berkaitan dengan kebijakan publik dan fungsi pemerintahan. Kebijakan publik berkaitan dengan Evaluasi terhadap
11
tujuan sebuah kebijakan terutama berkaitan dengan kebijakan penataan ruang dan wilayah. Sedangkan penelitian Fungsi pemerintahan berkaitan dengan jalannya pemerintahan setelah adanya penggabungan daerah di tingkat kelurahan. b. Kegunaan praktis Secara praktis penelitian ini dapat menjadi masukan terhadap kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan berkaitan dengan penggabungan Kelurahan. Serta menjadi masukan berkaitan dengan jalannya fungsi Kelurahan di Pemerintah Kota Pekalongan.
1.5. KERANGKA TEORI 1. 5.1
Teori Kebijakan Publik Banyak ahli yang mengemukakan definisi kebijakan publik.
Kebijakan sendiri merupakan urusan atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, sedangkan publik dalam kamus Inggris-Indonesia, Public berarti (1) masyarakat, rakyat, umum, orang banyak (2) rakyat 8. Jadi Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh Pemerintah untuk kepentingan orang banyak atau masyarakat. Adapun Kebijakan Publik menurut beberapa tokohadalah sebagai berikut9 :
8
Shadily, hasan and M Echols, John.1989. kamus Inggris-Indonesia.Jakarta :Gramedia Pustaka 9
Winarno, Budi.2011. Kebijakan Publik : Teori, Proses, dan Studi Kasus.Yogyakarta =CAPS, hal 10
12
1. Menurut Anderson Purposive course of action or inaction undertaken by an actor or set of actor in dealing with a problem or matter of concern (Langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang diahadapi) 2. Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB:1975), Pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktifitas-aktifitas tertentu, atau suatu rencana. Selain di atas Pengertian Kebijakan Publik lain menurut beberapa dari literatur lain adalah sebagai berikut10 : 1. Pakar Inggris W.I. Jenkins merumuskan kebijakan sebagai Serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.
10
Abdul Wahab, Solihin.2012. Analisis Kebijakan Publik dari formulasi ke penyusunan model-model Implementasi kebijakan public.Jakarta : PT. Bumi Aksara.hal 15 13
2. Pakar dari Nigeria, Chief J.O Udoji mendefinisikan Kebijakan sebagai suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat. 3. Sedangkan Pakar Prancis, Lemieux merumuskan kebijakan publik sebagai
produk
aktifitas-aktifitas
yang
dimaksudkan
untuk
memecahkan masalah-masalah publik Setelah pemaparan dari pengertian kebijakan publik oleh beberapa tokoh tersebut di atas, akhirnya dapat dibuat rumusan tentang kebijakan publik adalah sebagai sebuah tindakan yang dilakukan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor politik baik berbentuk petunjuk yang lengkap atau sekedar pernyataan sederhana yang bertujuan tertentu untuk memecahkan permasalah publik. Sebagaimana pengertian di atas, perlu ditentukan kriteria yang masuk sebagai kebijakan publik. Adapun kriterian itu diungkapkan oleh Riant Nugroho sebagai berikut11 : 1.
Kebijakan
publik
adalah
kebijakan
yang
dibuat
oleh
administratur negara atau administratur publik. Jadi kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh Pemerintah, 2.
Kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau kehidupan publik, bukan kehidupan orang seseorang atau golongan. Kebijakan publik yang mengatur
11
Nugroho, Rian. 2007. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta = Elex Media Komputindo hal 34,
14
masalah bersama, pribadi atau golongan yang sudah menjadi masalah bersama dari masyarakat dari seluruh masyarakat di daerah itu 3.
Kebijakan itu jika manfaat yang diperoleh masyarakat yang bukan pengguna langsung dari produk yang dihasilkan jauh lebih banyak dari pengguna langsungnya.
Adapun Kebijakan Publik sebagaimana Pengertian di atas merupakan produk pemerintah atau tindakan pemerintah. Sedangkan produk pemerintah atau tindakan pemerintah yang masuk dalam ranah kebijakan publik adalah kebijakan yang mempengaruhi masyarakat. Penggabungan kelurahan ini masuk sebagai bagian dari kebijakan publik.Hal ini karena merupakan produk pemerintah yang berbentuk peraturan daerah.Selain itu, kebijakan ini mempengaruhi masyarakat karena berdampak pada penerimaan dan penolakan masyarakat. Kebijakan Publik dapat dilihat dalam bentuk Siklus ataupun proses. Adapun Kebijakan Publik dalam bentuk proses Kebijakan Publik dirumuskan oleh dua tokoh yaitu Thomas R Dye dan James Anderson.12
12
Kurniawan, Teguh. 2012. Perumusan Kebijakan Publik: Sumbang Saran Pemikiran dari Berbagai Perspektif Teori yang ada. Diambil dari :http://staff.ui.ac.id/teguh.kurniawan, didownload pada 11 Oktober 2013, pukul 19.30., hal 3
15
Tabel 1.1 Pembuatan Kebijakan sebagai sebuah proses (Thomas R Dye) Proses Aktifitas Peserta Identifikasi Masalah Publikasi Masalah Media Massa, Sosial, Mengekspresikan Kelompok tuntutan akan tindakan Kepentingan, Opini Pemerintah Publik, Inisiatif Masyarakat Penetapan Agenda Menentukan masalah – Elit, termasuk presiden masalah apa yang akan dan kongres, Kandidat diputuskan, masalah- untuk jabatan publik masalah apa yang akan tertentu, Media Massa dibahas/ ditangani oleh pemerintah Perumusan Kebijakan Pengembangan Proposal Pemikir, Presiden dan Kebijakan untuk Lembaga Eksekutif, menyelesaikan dan Komite kongres, memperbaiki masalah Kelompok Kepentingan Legitimasi Kebijakan Memilih Proposal, Kelompok kepentingan, Mengembangkan kongres, Presiden, dukungan untuk proposal Pengadilan terpilih, Menetapkannya menjadi peraturan hukum, memutuskan konstitusionalnya Implementasi Mengorganisasikan Presiden dan Staf Kebijakan departemen dan badan, Kepresidenan, Menyediakan Departemen dan Badan Pembiayaan atau Jasa Pelayanan, Menetapkan pajak Evaluasi Kebijakan Melaporkan output dari Departemen dan badan, program pemerintah, Komite Pengawasan Mengevaluasi dampak kongres, Media massa, kebijakan kepada Pemikir kelompok sasaran dan bukan sasaran, Mengusulkan perubahan dan reformasi Sumber : Teguh Kurniawan, 201213
13
Ibid hal 4
16
Tabel 1.2 : Tahapan kebijakan sebagi sebuah proses (James Anderson) Terminologi Kebijakan
Tahap 1 : Agenda Kebijakan
Definisi
Sejumlah permasalahan dari beberapa permasalahan yang mendapat perhatian publik
Common Sense
Membuat pemerintah untuk mempertimbangkan tindakan terhadap masalah
Sumber : Teguh Kurniawan ,201214
14
Ibid, hal 5
17
Tahap 2 : Perumusan Kebijakan Pengembangan Usulan akan tindakan yang terkait dan dapat diterima untuk menangani permasalahan publik Apa yang diusulkan untuk dilakukan terhadap masalah
Tahap 3 : Adopsi Tahap 4 : Kebijakan Implementasi Kebijakan Pengembangan Aplikasi dukungan terhadap kebijakan oleh sebuah proposal mesin tertentu sehingga administrasi sebuah kebijakan Pemerintah dapat dilegitimasikan atau disahkan Membuat Aplikasi pemerintah untuk kebijakan menerima solusi pemerintah tertentu terhadap terhadap masalah masalah
Tahap 5 : Evaluasi Kebijakan Upaya pemerintah untuk menentukan apakah kebijakan efektif, serta mengapa efektif atau tidak efektif
Apakah kebijakan bekerja baik ?
Berdasarkan tabel 1 dan tabel 2, terlihat pandangan Anderson dan Dye berbeda hanya pada bagian Identifikasi masalah kebijakan saja. Sedangkan tahapan lainnya cenderung sama walaupun memiliki perbedaan istilah. Adapun kebijakan penggabungan kelurahan ini telah diterapkan sehingga telah diimplementasikan.Kebijakan penggabungan kelurahan sudah memasuki tahapan evaluasi kebijakan. 1.5.2
Evaluasi Kebijakan Publik Evaluasi kebijakan sebagaimana uraian di atas merupakan tahapan dalam
kebijakan. Pengertian evaluasi kebijakan sebagaimana disampaikan James Anderson adalah kegiatan mengenai penilaian kebijakan yang meliputi subtansi, implementasi, dan dampak15 Menurut Prof Budi Winarno, bahwasannya evaluasi dapat dilaksanakan dalam menilai setiap tahapan proses kebijakan. Evaluasi kebijakan dapat menilai tahap perumusan masalah, program yang akan diusulkan untuk menyelesaikan masalah, implementasi, ataupun tahapan dampak kebijakan16 Selain itu, sebagaimana pandangan Lester dan Stewart, evaluasi kebijakan memiliki dua tugas yaitu menentukan konsekuensi yang ditimbulkan dan menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan.Untuk menentukan konsekuensi yang ditimbulkan suatu kebijakan yaitu dengan menggambarkan dampaknya.Sedangkan tugas lainnya untuk menilai kegagalan atau keberhasilan suatu kebijakan yaitu dengan melihat
15
Nugroho, Riant.2007.lop cit, hal
16
Winarno, Budi.2011.lop cit, hal
18
standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dengan melihat keadaan yang terjadi.17 Kebijakan publik yang dinilai berhasil belum tentu memiliki konsekuensi yang jelek. Kebalikannya apabila kebijakan publik dinilai gagal bisa jadi memiliki konsekuensi yang baik. Mengingat kriteria atau standard yang dapat dicapai terkadang juga terpengaruh lingkungan kebijakan. Sehingga kebijakan publik dikatakan berhasil atau memenuhi kriteria terkadang memiliki konsekuensi yang buruk apabila lingkungan kebijakan tidak sesuai yang diharapkan. Selanjutnya Lester dan Stewart, mengelompokan evaluasi implementasi kebijakan menjadi evaluasi proses, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan proses implementasi; evaluasi impak, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan hasil dan/atau pengaruh dari implementasi kebijakan; evaluasi kebijakan, yaitu apakah benar hasil yang dicapai mencerminkan tujuan yang dikehendaki; dan evaluasi meta-evaluasi, yang berkenaan dengan evaluasi berbagai implementasi kebijakan yang ada untuk menemukan kesamaankesamaan tertentu.18 Kegiatan-kegiatandalam
evaluasi
kebijakan
meliputi
pengkhususan
(specification), pengukuran (measurement), analisis, dan rekomendasi. Spesifikasi merupakan kegiatan yang paling penting diantara kegiatan lainnya dalam evaluasi kebijakan. Kegiatan ini meliputi kegiatan identifikasi tujuan atau kriteria melalui mana program kebijakan tersebut akan dievaluasi. Ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria inilah yang akan kita pakai untuk menilai manfaat program kebijakan. Pengukuran menyangkut
17
18
Ibid, hal 229 Nugroho, Rian. Op cit, hal 540
19
aktifitas pengumpulan informasi yang relevan untuk objek evaluasi, sedangkan analisis adalah penggunaan informasi yang telah terkumpul dalam rangka menyusun kesimpulan. Dan akhirnya rekomendasi, yakni penentuan mengenai apa yang harus dilakukan di masa yang akan datang.19 Untuk melakukan evaluasi kebijakan yang baik dengan margin kesalahan yang minimal beberapa ahli mengembangkan langkah-langkah dalam evaluasi kebijakan.Salah satu ahli tersebut adalah Edward A.Suchman. Suchman mengembangkan enam langkah dalam evaluasi kebijakan yakni20 : 1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi, 2. Analisis terhadap masalah, 3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan, 4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi, 5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab lain, 6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak. 1.5.2.2 Model Evaluasi Kebijakan Publik Model menurut Bullock dan Stallybrass (wahab, 2008 : 72) didefinisikan sebagai “representation of something else, designed for specific purpose dapat diartikan sebagai pengejewantahan terhadap sesusatu yang lain, yang dirancang untuk tujuan tertentu. Sedang Thomas R Dye (Wahab, 2008 : 73) mendefinisikan model sebagai Merely an abtraction or representation of political life (Suatu upaya menyederhanakan atau
19
Winarno, Budi. Op Cit hal 230
20
Ibid, hal 233
20
mengejawantahkan kenyataan politik)21. Adapun model evaluasi kebijakan publik disampaikan oleh beberapa tokoh yang diantaranya antara lain sebagai berikut : a. Model Evaluasi Kebijakan Rian D Nugroho Menurut Riant, evaluasi kebijakan public mencakup tiga hal makna evaluasi perumusan kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi lingkungan kebijakan. Penjelasan masing-masingnya adalah sebagai berikut22: 1. Evaluasi Formulasi Secara umum evaluasi formulasi adalah evaluasi kebijakan public berkenaan
dengan
apakah
formulasi
kebijakan
public
telah
dilaksanakan : 1) Menggunakan pendekatan yang sesuai dengan masalah yang hendak diselesaikan, karena setiap masalah publik memerlukan model formulasi kebijakan publik yang berlainan, 2) Mengarah pada permasalah inti, karena setiap pemecahan masalah
harus
benar-benar
mengarah
pada
inti
permasalahannya, 3) Mengikuti prosedur yang diterima secara bersama, baik dalam rangka keabsahan maupun dalam rangka kesamaan dan keterpaduan langkah perumusan,
21
Abdul Wahab, Solihin. 2008. Pengantar Kebijakan Publik. Malang : UMM Press, hal 72-73
22
Nugroho, Riant. Op Cit, hal 545 - 553
21
4) Mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal, baik dalam bentuk sumber daya waktu, dana, manusia, maupun kondisi lingkungan strategis. 2. Evaluasi Implementasi Sebagian besar pemahaman evaluasi kebijakan berada pada domain ini.Hal ini bisa dipahami karena memang implementasi merupakan faktor penting kebijakan yang harus dilihat benar-benar. Tujuan evaluasi implementasi kebijakan publik adalah untuk mengetahui variasi dalam indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu : a. Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik ? b. Faktor –faktor apa saja yang menyebabkan variasi kebijakan publik ? c. Bagaimanakah
strategi
meningkatkan
kinerja
implementasi
kebijakan public ? 3. Evaluasi Lingkungan Kebijakan. Jenis evaluasi ini mendapat sedikit sekali perhatian, baik dari praktisi maupun akademisi evaluasi kebijakan publik. Kenyataan ini harus diakui karena susungguhnya, sekuat apa pun pengaruh lingkungan, ia merupakan faktor yang berada di luar kendali kebijakan publik. Oleh karena itu, lingkungan acapkali “dikeluarkan” dari evaluasi kebijakan publik.
22
Namun
demikian, perkembangan terkini
membuktikan bahwa
keberhasilan atau kegagalan kebijakan tidak lagi ditentukan oleh keandalan
kebijakan
dan
implementasinya,
namun
dukungan
lingkungannya.Lingkungan kebijakan terdiri dari dua yaitu lingkungan formulasi dan lingkungan implementasi.Evaluasi lingkungan formulasi menghasilkan deskripsi bagaimana lingkungan kebijakan dibuat dan kenapa
kebijakan
seperti
itu.
Sedang
evaluasi
lingkungan
implementasi berkaitan dengan faktor-faktor lingkungan apa saja yang membuat kebijakan gagal atau berhasil diimplementasikan. b. Model Evaluasi Kebijakan Willian N Dunn Evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment).Evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan.Evaluasi memberi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target, dan evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Jadi, meskipun berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, evaluasi kebijakan lebih berkenaan pada kinerja dari kebijakan, khususnya pada implementasi kebijakan publik. Evaluasi pada “perumusan” dilakukan pada sisi post tindakan, yaitu lebih pada “proses” perumusan daripada muatan kebijakan
23
yang biasanya “hanya” menilai apakah prosesnya sudah sesuai dengan prosedur yang disepakati. Secara umum, Dunn menggambarkan kriteriakriteria evaluasi kebijakan public sebagai berikut23 : Tabel 1.3 Tipe Evaluasi Menurut Dunn Tipe Kriteria Efektifitas
Pertanyaan
Ilustrasi
Apakah hasil yang diinginkan telah Unit Pelayanan dicapai ?
Efisiensi
Seberapa banyak usaha diperlukan Unit untuk
mencapai
hasil
biaya,
Manfaat
yang bersih, Rasio Cost Benefit
diinginkan ? Kecukupan
Seberapa jauh pencapaian hasil yang Biaya tetap. diinginkan memecahkan masalah ?
Perataan
Apakah
biaya
Efektifitas tetap.
manfaat Kriteria Pareto, Kriteria
didistribusikan dengan merata kepada Kaldor kelompok-kelompok yang berbeda ? Reponsivitas
Hicks,
Kriteria
Rawls
Apakah hasil kebijakan memuaskan Konsistensi dengan survey kebutuhan, preferensi, atau nilai-nilai warga negara kelompok tertentu ?
Ketepatan
Apakah
hasil
(tujuan)
yang Program
publik
diinginkan benar-benar berguna atau merata dan efisien. bernilai ?
23
Nugroho, Riant. Op Cit, hal 555
24
harus
c. Model Evaluasi Kebijakan Fiance Menurut Fiance ada empat tipe evaluasi dalam menilai kebijakan yaitu evaluasi kecocokan, evaluasi efektifitas, evaluasi efisiensi, dan evaluasi meta. Penjelasan sebagai berikut24 : 1. Evaluasi Kecocokan, menguji dan mengevaluasi tentang apakah kebijakan yang sedang berlangsung cocok untuk dipertahankan ? juga apakah kebijakan baru dibutuhkan untuk mengganti kebijakan ini ? Pertanyaan pokok dalam evaluasi kecocokan ini adalah siapakah semestinya yang menjalankan kebijakan public tersebut, pemerintah atau swasta ? Jawaban itu memungkinkan penentuan tingkat kecocokan implementasi kebijakan. 2. Evaluasi Efektifitas, untuk menguji dan menilai apakah program kebijakan tersebut memperoleh hasil dan dampak kebijakan yang diharapkan ? Apakah tujuan yang dicapai dapat terwujud ? Apakah dampak yang diharapkan sebanding dengan usaha yang telah dilakukan ? Tipe ini lebih memfokuskan pada tujuan yang ingin dicapai yang biasanya secara tertulis tersedia dalam setiap kebijakan publik. 3. Evaluasi Efisiensi, merupakan pengujian dan penilaian berdasarkan tolak ukur ekonomis yaitu apakah input yang tersedia telah digunakan dan hasilnya sebanding dengan output kebijakannya ? Apakah cukup
24
Badjuri, Abdul Kahar dan Yuwono, Teguh.2002.Kebijakan Publik : Konsep dan Strategi. Semarang : Diponegoro University Press
25
efisiensi dalam penggunaan keuangan publik untuk mencapai dampak kebijakan ? 4. Meta Evaluasi, menguji dan menilai terhadap proses evaluasi itu sendiri. Apakah evaluasi yang dilakukan oleh lembaga berwenang sudah professional ? Apakah evaluasi tersebut sensitif terhadap kondisi sosial, kultural, dan lingkungan ? Apakah evaluasi tersebut menghasilkan laporan yang mempengaruhi pilihan-pilihan manajerial ? 1.5.3.Kelurahan Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat kerja kabupaten / Kota dalam wilayah kerja Kecamatan hal ini sebagaimana pengertian dalam Peraturan Pemerintah nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (PP 73 Tahun 2005). Pengertian lain sebagaimana disebutkan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah (daerah,rumah) Lurah. Kedudukan kelurahan sebagaimana PP 73 tahun 2005 adalah sebagai berikut : 1. Kelurahan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota yang berkedudukan di wilayah kecamatan, 2. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang berada di bawa dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui camat, 3. Lurah diangkat oleh Bupati / Walikota atas usul camat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) 4. Syarat – syarat lurah meliputi : a. Pangkat / golongan minimal Penata (III C), b. Masa kerja minimal 10 tahun,
26
c. Kemampuan
teknis
dibidang
administrasi
pemerintahan
dan
memahami sosial budaya masyarakat setempat. Kedudukan
lurah
menjadikannya
memiliki
tugas
sebagai
perangkat
pemerintahan.Tugas lurah adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan yang merupakan pelaksanaan pelimpahan urusan yang berasal dari bupati/walikota.Pelimpahan itu disesuaikan dengan kebutuhan kelurahan memperhatikan prinsip efisiensi dan peningkatan akuntabilitas.Dalam melimpahkan urusan kepada kelurahan, bupati/walikota juga menyertakan perihal sarana, prasarana, personil, dan pembiayaan.Adapun ketentuan pelimpahan itu diatur oleh Peraturan Bupati/Walikota dengan berpedoman kepada peraturan menteri. Fungsi kelurahan dalam menjalankan tugas-tugas di atas diatur dalam pasal lima PP 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan. Fungsi kelurahan adalah sebagai berikut : a. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan b. Pemberdayaan masyarakat c. Pelayanan masyarakat, d. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, e. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum, dan f. Pembinaan lembaga kemasyarakatan.
27
1.5.3.1.Pembentukan dan Penggabungan Kelurahan Pembentukan kelurahan diatur dalam PP 73 tahun 2005 tentang kelurahan pada pasal dua ayat satu hingga tiga. Ketentuan itu adalah sebagai berikut : 1. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan, 2. Pembentukan kelurahan dapat berupa penggabungan beberapa kelurahan atau bagian kelurahan yang bersandingan, atau pemekaran kelurahan dari satu kelurahan menjadi satu kelurahan atau lebih, 3. Pembentukan kelurahan harus sekurang-kurangnya memenuhi syarat : a. Jumlah Penduduk, b. Luas wilayah, c. Bagian wilayah kerja, d. Sarana dan prasarana pemerintahan. Ketentuan lebih lanjut berkaitan dengan pembentukan kelurahan dijabarkan dalam pasal (5) peraturan menteri dalam negeri nomor 31 tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Kelurahan. Adapun ketentuan itu adalah sebagai berikut : 1. Jumlah penduduk a. Wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 4.500 jiwa atau 900 KK, b. Wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 KK c. Wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, dan Papua paling sedikit 900 jiwa atau 180 KK 2. Luas Wilayah a. Jawa dan Bali paling sedikit 3 Km2, b. Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 5 Km2, dan
28
c. Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua paling sedikit 7 Km2 3. Bagian Wilayah Kerja wilayah kerja yang dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan kepada masyarakat, 4. Sarana dan prasarana pemerintahan a. Memiliki kantor pemerintahan, b. Memiliki jaringan perhubungan yang lancar, c. Sarana Komunikasi yang memadahi, d. Fasilitas umum yang memadahi Kelurahan yang tidak memenuhi ketentuan di atas dapat dilakukan penghabusan atau penggabungan kelurahan.Penggabungan kelurahan sendiri diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota.Ketentuan minimal Perda harus mencantumkan tujuan, syarat, mekanisme, dan pembiayaan. Perlu diketahui bahwasannya dalam Perda nomor 8 Tahun 2013 tentang Penggabungan Kelurahan di Wilayah Kota Pekalongan ternyata tidak mencamtumkan perihal ketentuan mekanisme dan hanya terdapat ketentuan tujuan, syarat, dan pembiayaan. Penelitian kebijakan penggabungan kelurahan ini lebih memfokuskan kepada pencapaian tujuan penggabungan kelurahan ini. Tujuan dari penggabungan kelurahan tercantum dalam pasal (2) Perda nomor 8 Tahun 2013, yaitu : a. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efisien, b. Melaksanakan fungsi kelurahan secara optimal, c. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat kesejahteraan masyarakat.
29
dalam rangka mewujudkan
Dengan memperhatikan keterbatasan dari peneliti selanjutnya peneliti telah menentukan bahwa tujuan yang akan diteliti adalah pencapaian peningkatan pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Berkaitan dengan pelayanan masyarakat, Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan) telah menetapkan standar pelayanan publik.Hal itu tercantum dalam Keputusan Menteri Aparatu Negara nomor 63 /KEP/ M.PAN / 7 / 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Standar itu antara lain adalah : a. Prosedur Pelayanan, Prosedur yang dibakukan termasuk bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan b. Waktu Penyelesaian, Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan, c. Biaya Pelayanan, Biaya /tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan d. Produk Pelayanan, Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan e. Sarana dan Prasarana, Penyediaan sarana dan prasarana yang memadahi oleh penyelenggara pelayanan public
30
f. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan. Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
1.6. DEFINISI KONSEPTUAL DAN OPRASIONAL 1.6.1 Definisi Konseptual Kebijakan Publiksebagai sebuah tindakan yang dilakukan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor politik baik berbentuk petunjuk yang lengkap atau sekedar pernyataan sederhana yang bertujuan tertentu untuk memecahkan permasalah publik. Evaluasi Kebijakan Publik adalah penilaian terhadap pencapaian tujuan kebijakan sebagaimana telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut, Penggabungan
Kelurahan
adalah
pembentukan
kelurahan
dengan
menggabungkan dua kelurahan atau lebih menjadi satu kelurahan dengan tujuan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Evaluasi kebijakan penggabungan kelurahan adalah Penilaian terhadap kebijakan penggabungan dua kelurahan atau lebih menjadi satu kelurahan berkaitan dengan pencapaian tujuan peningkatan pelayanan kepada masyarakat secara efektif dan efisien.
31
1.6.2. Definisi Oprasional Penelitian ini memfokuskan pada evaluasi implementasi dengan beberapa indikator yang berkaitan dengan pelayanan publik. Adapun indikator yang dipilih merupakan indikator yang memiliki korelasi terhadap kepuasan masyarakat. Adapun indikator tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kecocokan, Apakah kebijakan penggabungan kelurahan cocok untuk diterapkan 2. Efektifitas Bagaimana pencapaian dari pelayanan publik setelah adanya penggabungan kelurahan 3. Kecukupan Permasalahan pelayanan yang terpecahkan selama penerapan kebijakan 4. Responsifitas Pendapat masyarakat mengenai proses pelayanan 5. Ketepatan Apakah peningkatan pelayanan kepada masyarakat merupakan tujuan yang diinginkan dari kebijakan penggabungan kelurahan ini
32
1.7. METODE PENELITIAN Penelitian dipergunakan peneliti untuk memecahkan permasalahan. Jawaban pemecahan permasalahan tersebut berupa data-data hasil penggunaan metode tertentu. Metode ini berfungsi sebagai alat bantu peneliti dalam suatu penafsiran terhadap sesuatu permasalahan yang dihadapi seorang peneliti. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang digunakan oleh peneliti meliputi beberapa aspek sebagai berikut : a. Tipe Penelitian Penelitian ini penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu tipe penelitian dengan tujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan suatu gejala yang ditentukan dan menganalisa gejala-gejala yang ditentukan. Adapun untuk menganalisa gejala-gejala tersebut penulis menggunakan pendekatan kualitatif. b. Objek dan subjek penelitian Objek penelitian dari penelitian ini adalah proses pelayanan publik yang dilakukan di Kelurahan Noyontaansari. Subjek penelitian dari penelitian ini adalah lurah dan perangkat kelurahan serta pengguna pelayanan public di Kelurahan Noyontaansari. c. Sumber Data 1) Sumber Data Primer Sumber data utama dalam penelitian ini adalah proses pelaksanaan pelayanan publik di Kelurahan Noyontaansari sedang data penunjang berasal dari Lurah dan perangkat kelurahan. Adapun data primer dalam penelitian ini
33
diambil dari hasil pengamatan berhubungan langsung dengan proses pelayanan public di Kelurahan Noyontaansari, Kota Pekalongan. 2) Data Sekunder Sumber data yang diperoleh dari dokumen, arsip, risalah rapat, jurnal, data statistik, dan sumber yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder utama digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pencapaian peningkatan pelayanan publik di Kelurahan Noyontaansari, Kota Pekalongan. d. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara memperoleh data dengan mudah, tepat dan sistematis. Pada dasarnya ada banyak teknik pengumpulan data yang dapat digunakan untuk penelitian ini. Namun penulis hanya menggunakan beberapa saja yang relevan dengan objek studi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Wawancara, Observasi, dan Dokumentasi 1)
Wawancara Dilakukan dengan tanya jawab langsung kepada pihak-pihak yang telah ditentukan agar mendapatkan informasi yang diperlukan dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun pihak yang diwawancarai antara lain,.
2)
Observasi Metode
ini
dapat
mengidentifikasikan
tentang
fenomena
karakteristik objek penelitian guna memperoleh data atau fakta yang belum terdata atau mendukung data yang sudah ada. Mencakup observasi langsung ke objek penelitian untuk melihat proses
34
3)
Dokumentasi Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan pencatatan dan penelaahan terhadap catatan-catatan, arsip-arsip, dokumen serta peraturanperaturan lainnya yang ada kaitannya dengan permasalahan pembuatan peraturan daerah. Menurut Arikunto dokumentasi adalah metode yang dilakukan oleh peneliti untuk menyelidiki benda – benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, peraturan dan catatan harian25. Pengumpulan data yang dilakukan dengan mengambil data dokumen-dokumen yang ada.
e. Analisis Data Analisis data merupakan proses pengolahan data ke dalam bentuk yang lebih indah dibaca dan dipresentasikan. Menurut Bogdan dan Biklen (1982) analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain26 Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis domain. Menurut Sugionoanalisis data dapat dilakukan untuk memperoleh
25
Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Cet.7. Bogor: Ghalia Indonessia, hal 38
26
Moelong,Lexi J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. hal 248
35
gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti atau objek penelitian27. Data diperoleh dari grand tour dan mini tour question. Hasilnya berupa gambaran umum tentang objek yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah diketahui. Selanjutnya domain yang dipilih oleh peneliti selanjutnya ditetapkan sebagai fokus penelitian, perlu diperdalam lagi melalui pengumpulan data di lapangan. Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus melalui pengamatan, wawancara mendalam, dan dokumentasi sehingga data yang terkumpul menjadi banyak, oleh karena itu pada tahap ini diperlukan analisis lagi yang disebut dengan analisis taksonomi. Secara singkat tata cara analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Reduksi data Data yang diperoleh di lapangan disusun berdasarkan hal-hal yang pokok yang berhubungan dengan pokok masalah. Setelah itu laporan direduksi, dirangkum, dipilah hal-hal yang pokok, difokuskan pada halhal yang penting dan dicari tema atau polanya b) Pengujian data Data disajikan tertulis berdasarkan kasus-kasus aktual yang saling berkaitan. Tampilan data (data display) digunakan untuk memahami yang sebenarnya terjadi.
27
. Piliang, Indra J (ed). 2003. Otonomi Daerah Evaluasi dan Proyeksi.Jakarta: Penerbit Yayasan, hal 58
36
c) Penarikan kesimpulan verifikasi Menarik kesimpulan atau verifikasi yang merupakan langkah terakhir dalam kegiatan analisis kualitatif
1.8. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN Sistematika penulisan laporan Skripsi kurang lebih sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Dalam Bab ini penulis mengemukakan tentang latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, ruang lingkup penelitian masalah tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi oprasional, metodologi penelitian, analisi data, dan sistematika penelitian Bab II Deskripsi Organisasi Pada bab II ini membahas tentang gambaran deskripsi objek penelitian yaitu Pemerintah Kota Pekalongan yang memuat gambaran umum tentang geografis, data penggabungan kelurahan, profil Kelurahan Noyontaansari, dan jenis dan proses pelayanan publik di Kelurahan Noyontaansari Bab III Pembahasan Penelitian Dalam Bab III ini penulis memberikan gambaran hasil penelitian mengenai temuan penulis terhadap subjek dan objek penelitian sebagaimana batasan dan Indikator penelitan. Adapun dalam bab ini terdiri dari penjelesan indikator penelitian yaitu Kecocokan, Efektifitas, Kecukupan, Responsifitas, dan Ketepatan Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi Berisi kesimpulan analisis dan rekomendasi penelitian
37