1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mangga (Mangifera indica L.) bukan merupakan tanaman asli Indonesia, melainkan tanaman pendatang yang berasal dari India dan Sri Lanka yang beriklim panas. Walau demikian, pohon mangga telah sejak lama berkembang luas di seluruh pelosok nusantara, baik di kota maupun di desa, sehingga telah dianggap sebagai tanaman lokal (Sunarjono, 1990). Produksi mangga di Indonesia bersifat fluktuatif, namun cenderung selalu tinggi di setiap tahunnya. Pada tahun 2011 produksi mangga di Indonesia adalah sebesar 2,13 juta ton, naik sebanyak 0,84 juta ton (65,55%) dibandingkan tahun 2010. Pada tahun 2012, produksi mangga di Indonesia adalah sebesar 2,4 juta ton dan pada tahun 2013 adalah sebesar 2,2 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2014). Hingga saat ini, buah mangga umumnya dipasarkan dalam bentuk segar, baik untuk tujuan domestik maupun ekspor. Volume ekspor mangga bila dibandingkan dengan volume produksi selalu lebih rendah dari tahun ke tahun. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebagian besar produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga pada musim raya terdapat lonjakan produksi yang sangat besar. Wilayah sentra produksi mangga di Indonesia adalah Aceh, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali, NTB, Sulawesi Selatan dan lain-lain (Kusumo, dkk., 1989). Selain dalam bentuk segar, masyarakat juga mengolah buah mangga menjadi beragam produk. Bentuk olahan buah mangga yang sudah ada saat ini di antaranya adalah bubur mangga,
2 sirup mangga, sale mangga, asinan mangga, puree mangga, dan dodol mangga (Kusumo, dkk., 1989). Buah mangga pada umumnya hanya dimanfaatkan daging buahnya, sedangkan bijinya merupakan bahan sisa yang belum dimanfaatkan. Menurut Istiqoma dan Anggun (2011) hanya 66% bagian dari buah mangga yang dapat dimanfaatkan secara langsung. Hal ini berarti 34% merupakan bahan sisa yang belum dimanfaatkan, yang sebagian besar berupa biji. Dengan besarnya produksi mangga di setiap tahunnya, tentunya juga akan menghasilkan limbah berupa biji dalam jumlah besar. Jumlah biji mangga di lingkungan masyarakat cukup melimpah. Masih banyak dijumpai biji mangga yang hanya dibiarkan begitu saja, sehingga hanya menjadi limbah yang mengotori lingkungan. Alangkah lebih baik jika biji mangga dari tempat produksi pengolahan mangga dapat diakumulasikan, kemudian dilakukan pengolahan lebih lanjut terhadap biji mangga untuk meningkatkan nilai ekonomisnya. Biji merupakan salah satu cara utama tumbuhan untuk beregenerasi. Biji mengandung cadangan makromolekul dalam jumlah banyak dan khas, yang disimpan sebagai sumber makanan cadangan untuk menopang perkecambahan awal. Karbohidrat merupakan cadangan makanan utama pada sebagian besar biji. Bentuk karbohidrat cadangan yang paling banyak dijumpai adalah pati (Bewley et al., 2013). Biji mangga, atau disebut juga pelok, yang diperoleh dari buah mangga yang telah masak memiliki lapisan yang bersifat keras, ulet, dan berserabut. Serabut-serabut tersebut tumbuh bersatu dengan daging buah. Serabut terpendek terdapat pada bagian perut buah dan serabut terpanjang terdapat pada bagian pucuk buah. Pada biji mangga terdapat kulit keras, kulit ari, dan bagian
3 endosperm atau disebut juga keping biji (Kusumo, dkk., 1975). Menurut Haryanto (1993), keping biji mangga mengandung pati sebesar 23,49% dalam persentase basis basah. Walaupun demikian, biji mangga belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar suatu produk makanan. Sebagian kecil masyarakat pernah memanfaatkan pati biji mangga untuk membuat jenang. Akan tetapi, pemanfaatan lain dari biji mangga masih sedikit dilakukan. Padahal, kandungan pati yang tinggi di dalam biji mangga memunculkan potensi yang sangat besar untuk menjadikannya sebagai sumber gula, khususnya glukosa. Dari fakta tersebut, dapat dilakukan pemanfaatan biji mangga dengan cara hidrolisis, yakni pemecahan polimer menjadi monomernya karena adanya reaksi dengan molekul air (Wyman et al., 2005). Salah satu cara hidrolisis yang dapat dilakukan adalah hidrolisis asam. Pada hidrolisis ini, asam digunakan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi antara rantai polimer dengan molekul air (Wyman et al., 2005). Hidrolisis asam banyak digunakan dalam produksi sirup glukosa dari pati (Sunaryanto et al., 2013). Dalam hidrolisis asam, tingkat pemecahan polimer atau depolimerisasi sangat bergantung pada struktur polisakarida yang dihidrolisis, lama waktu proses, suhu proses, dan kekuatan asam yang digunakan (BeMiller dan Whistler, 1996). Nasution (2011) pernah melakukan hidrolisis pati biji mangga dengan menggunakan asam klorida (HCl) sebagai katalisator dalam penelitiannya. Namun, masih jarang terdapat penelitian mengenai hidrolisis pati biji mangga menggunakan asam lain selain HCl. Padahal, terdapat asam-asam kuat lain yang dapat digunakan dalam hidrolisis pati oleh asam, salah satunya adalah asam sulfat (H2SO4) (Binod et al, 2011). Setelah dihidrolisis, jenis dan porsi gula penyusun suatu polisakarida,
4 termasuk pati, dapat dianalisis. Salah satu cara analisis yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC). Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui porsi glukosa yang terdapat di dalam hidrolisat pati, sehingga dapat diketahui potensi bahan tersebut untuk dijadikan sebagai sumber glukosa (Uҁar dan Balaban, 2003). Dengan demikian, melalui penelitian terhadap karakteristik pati biji mangga dan kandungannya setelah dihidrolisis, dapat dipelajari besar tidaknya potensi biji mangga untuk dijadikan alternatif sumber glukosa cair. Diharapkan ke depannya biji mangga dapat lebih termanfaatkan sesuai dengan potensinya sebagai biomassa hasil pertanian, sehingga tidak hanya menjadi limbah yang dibuang begitu saja ke lingkungan.
1.2 Perumusan Masalah a. Apa komposisi kimia yang terdapat di dalam pati biji mangga? b. Bagaimana kualitas pati biji mangga dibandingkan dengan pati komersial (tapioka) berdasarkan sifat fisikokimianya? c. Berapa porsi glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis pati biji mangga dengan asam sulfat? Bagaimanakah potensi pati biji mangga sebagai sumber alternatif glukosa cair?
1.3 Tujuan Penelitian a. Mengetahui komposisi kimia yang terdapat pada pati biji mangga. b. Mengetahui kualitas pati biji mangga dibandingkan dengan pati komersial (tapioka) berdasarkan sifat fisikokimianya. c. Mengetahui porsi glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis pati biji mangga
5 dengan asam sulfat dan potensi pati biji mangga sebagai sumber alternatif glukosa cair. 1.4 Manfaat Penelitian Memberikan informasi kepada masyarakat umum, mahasiswa, maupun industri mengenai pemanfaatan biji mangga yang dapat digunakan sebagai sumber glukosa cair alternatif, serta menumbuhkan inisiatif bangsa Indonesia untuk lebih memanfaatkan bahan-bahan yang selama ini dianggap sebagai limbah yang dibuang begitu saja.