BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa merupakan identitas suatu bangsa. Bahasabahasa daerah yang tersebar di Nusantara sangat beranekaragam, sehingga harus dipertahankan seperti bahasa Jawa. Bahasa Jawa ialah bahasa ibu orang-orang Jawa yang tinggal di Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan daerah-daerah transmigrasi yang tersebar di Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:89) menjelaskan bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya. Bahasa Jawa termasuk dalam anggota rumpun bahasa Austronesia bersamaan dengan bahasa Indonesia (Melayu), Sunda, Bali, Madura, Bugis, Ngaju, Iban, dan bahasa-bahasa lain
yang
tersebar
di
Sulawesi
Utara
serta
pulau-pulau
di
Filipina
(Poedjasoedarma,1979:1). Bahasa Jawa berkedudukan sebagai bahasa daerah. Beberapa fungsinya diambil alih oleh bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Bahasa Jawa sebagai bahasa daerah masih tetap terpelihara. Beberapa faktor yang menyebabkan terpeliharanya bahasa Jawa ialah tradisi kesusastraan Jawa yang sudah berurat dan berakar, pecinta-pecinta bahasa Jawa yang masih cukup banyak dan masih giat mengusahakan agar bahasa Jawa tetap
1
2
terpelihara, serta penutur bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dengan jumlah besar (Poedjasoedarma, 1979:2). Bahasa Jawa yang ada di
Daerah Istimewa Yogyakarta masih aktif
digunakan oleh penuturnya. Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang memiliki ragam hormat. Ragam hormat bahasa Jawa mengenal adanya ragamragam bahasa seperti ragam formal, ragam informal, dan ragam indah. Perbedaan antara ragam yang satu dengan ragam yang lain cukup jelas. Selain itu, bahasa Jawa memiliki tingkat tutur yang sangat kompleks seperti tingkat tutur ngoko, madya, dan krama (Poedjasoedarma, 1979:3). Ragam hormat bahasa Jawa di beberapa wilayah Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta masih digunakan oleh kalangan muda dalam kehidupan sehari-hari. Ragam hormat tersebut berupa penggunaan dan bentuk bahasanya dengan memunculkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati. Faktorfaktor yang dimunculkan merupakan bagian dari latar belakang status sosial orang pertama dan orang kedua dalam berkomunikasi. Selain itu, perlu dijelaskan bahwa ragam hormat bahasa Jawa yang dibahas dalam penelitian ini terbatas pada ragam hormat kalangan muda dengan usia sekitar 11 sampai dengan 30 tahun. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
3
1. Bagaimana penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimeawa Yogyakarta? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimeawa Yogyakarta. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian 1.4.1 Ruang Lingkup Data Data yang diambil dalam penelitian ini berbentuk ragam hormat bahasa Jawa. Ragam hormat tersebut terdapat di wilayah Kecamatan Mlati dan masih digunakan oleh kalangan muda dalam kehidupan sehari-hari. Sejauh penelitian ini disusun, belum ada yang meneliti tentang penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa yang digunakan oleh kalangan muda di Kecamatan Mlati dan faktorfaktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa di Kecamatan
4
Mlati. Pengambilan data tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran umum untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian yang membahas tentang Ragam Hormat Bahasa Jawa Kalangan Muda di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ini berdasarkan penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati. Penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati dibatasi pada suasana kebahasaan penggunaan ragam hormat, ragam hormat bertingkat tutur madya, krama, dan krama inggil, dan ragam hormat berbentuk sapaan. Pengklasifikasian penggunaan dan bentuk tersebut akan memunculkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati. Faktor-faktor tersebut dibatasi pada jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, profesi, pangkat atau jabatan, tempat dan situasi, serta hubungan kedekatan orang pertama dengan orang kedua yang merupakan bagian dari latar belakang status sosial orang pertama dan orang kedua dalam berkomunikasi. Ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati dalam penelitian ini digunakan untuk keperluan komunikasi sesuai dengan penggunaan dan bentuknya dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa. Peristiwa tutur tersebut meliputi tigal hal, yaitu medan (field), suasana (tenor), dan cara (mode) (Kushartanti, dkk, 2005:49). Segala sesuatu yang akan diuraikan dalam penelitian ini merupakan aturan-aturan bahasa yang bersifat
5
sosial yang harus diperhatikan ketika melakukan komunikasi bahasa. Komunikasi bahasa perlu memperhatikan kapan, dimana, tentang apa, dan dengan siapa kita berbicara. Hymes (1974) menyebutkan adanya unsur-unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa. Unsur-unsur tersebut disajikan dalam bentuk akronim SPEAKING (setting and scene, participants, ends, act sequence, key, instrumentalities, norms, dan genres) (Kushartanti, dkk, 2005:51-53). 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini ditujukan kepada kalangan muda untuk mengetahui pengklasifikasian penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa dan faktorfaktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa di Kecamatan Mlati. 1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang ragam hormat bahasa Jawa sejauh ini sudah pernah diteliti, baik itu dalam suasana kebahasaan penggunaan ragam hormat, ragam hormat bertingkat tutur madya, krama, dan krama inggil, dan ragam hormat berbentuk sapaan yang bervariasi. Penelitian ragam hormat bahasa Jawa pernah dilakukan antara lain sebagai berikut. Poedjasoedarma (1979) dalam bukunya dengan judul Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Buku tersebut membahas tentang sistem tingkat tutur yang ada dalam bahasa Jawa yang berhubungan dengan bentuk-bentuk yang terpakai di dalam tingkat tutur bahasa Jawa dan penggunaan masing-masing bentuk dalam kehidupan sehari-hari.
6
Ekowardono (1993) dalam bukunya yang berjudul Kaidah Penggunaan Ragam Krama Bahasa Jawa. Buku tersebut menguraikan pemakaian tingkat tutur krama yang temasuk ragam baku berdasarkan kaidah sosiolinguistik, leksikal, morfologis, dan sintaksis. Supardo (1999) dalam disertasinya yang berjudul Sistem Honorifik Bahasa Jawa Dialek Banyumas. Ciri honorifik menurut disertasinya adalah ciri yang melekat pada ciri fungsional yang menunjukkan bahwa honorifik mengacu, menyapa, dan memanggil seseorang berdasarkan perbedaan dalam hal derajat, peringkat kesantunan, dan menyarankan adanya kekuasaan. Sistem honorifik yang terdapat dalam penelitian tersebut meliputi gelar dan predikat, kekerabatan, pangkat, jabatan, dan profesi, serta kata ganti persona. Sulistyowati (1998) dalam tesisnya dengan judul Sistem Sapaan Bahasa Jawa dalam Analisis Kasus Sapaan di Kraton Yogyakarta. Penelitian tersebut mengungkapkan sistem sapaan, perubahan pemakaian sapaan, serta kekhasan sapaan bahasa Jawa di Keraton Yogyakarta sebagai upaya penggalian budaya Keraton
Yogyakarta.
Sapaan
tersebut
diklasifikasi
berdasarkan
bentuk,
kedudukan, dan keformalannya. Selain itu, kaidah alternasi, kookurensi, dan kolokasi digunakan dalam penelitian tersebut. Nurwanto (2009) dalam skripsinya yang berjudul Bentuk Penyingkatan dalam
SMS
berbahasa
Jawa.
Penelitian
tersebut
membahas
tentang
pendiskripsian singkat SMS berbahasa Jawa dalam situasi santai dengan ragam tidak baku. Pendiskripsian tersebut meliputi bentuk penyingkatan dalam SMS,
7
penggantian huruf dengan angka, campur kode, penghilangan fonem, penggantian fonem dengan fonem, dan peringkasan bentuk ulang. Penelitian yang hampir sama juga pernah dilakukan oleh Rosmiati (2009) dalam disertasinya yang berjudul Bentuk dan Fungsi Wacana SMS. Disertasi tersebut menguraikan kekhasan bentuk-bentuk dalam bahasa SMS berupa penyingkatan dan pengiriman SMS dalam bentuk gambar yang diperjelas dengan kata-kata untuk mendeskripikan suatu hal. Selain itu, dalam penelitian tersebut diuraikan kode dan alih kode dalam bahasa SMS serta faktor-faktor penentu kebahasaan dan fungsi komunikatif dalam bahasa SMS. Adanya tinjauan-tinjauan di atas dapat diketahui bahwa penelitian mengenai ragam hormat bahasa Jawa sudah pernah dilakukan, sehingga peneliti mengkaji ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati dilihat dari suasana kebahasaan penggunaan ragam hormat, ragam hormat bertingkat tutur madya, krama, dan krama inggil, dan ragam hormat berbentuk sapaan. Pengklasifikasian tersebut akan memunculkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati berupa jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, profesi, pangkat atau jabatan, tempat dan situasi, serta hubungan kedekatan orang pertama dengan orang kedua. 1.7 Landasan Teori Penelitian mengenai ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati ini didasarkan pada teori yang terdapat dalam kajian sosiolinguistik. Menurut Harimurti Kridalaksana (1982:156), sosiolinguistik
8
adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial. Objek studi sosiolinguistik dalam penelitian ini adalah penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati dan faktorfaktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati. Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa yang memiliki ragam hormat. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:920), menjelaskan bahwa ragam hormat adalah ragam bahasa yang dipakai jika lawan bicara orang yang dihormati seperti orang tua, atasan, sedangkan ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda, menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara dan orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicaraan. Penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati dibagi menjadi tiga, yaitu dilihat dari suasana kebahasaan penggunaan ragam hormat, ragam hormat bertingkat tutur madya, krama, dan krama inggil, dan ragam hormat berbentuk sapaan. Poedjosoedarmo (1975: 5-7) mengatakan bahwa ragam bahasa (style) merupakan salah satu dari lima varian bahasa. Ragam bahasa dibagi berdasarkan kriteria. Dilihat dari suasananya dapat dibedakan menjadi ragam santai (informal), ragam resmi (formal), dan ragam indah (literer). Berdasarkan tipe-tipe komunikasi dibedakan menjadi tiga, yaitu ringkas (restricted), lengkap (elaborated), dan syair (Rosmiati dalam disertasinya yang berjudul Bentuk dan Fungsi Wacana SMS, 2009:37).
9
Penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati dapat dilihat dari tingkat tutur bahasa Jawa. Tingkat tutur adalah variasi-variasi bahasa yang perbedaan antara satu dan lainnya ditentukan oleh perbedaan sikap santun yang ada pada diri pembicara terhadap lawan bicara (Poedjasoedarma, 1979:6). Tingkat tutur merupakan etiket tutur yang juga salah satu bentuk sikap sopan atau lebih tepatnya sikap andhap asor. Hal tersebut yang diungkapkan Geertz (1981) yang mengatakan bahwa andhap asor adalah merendahkan diri sendiri dengan sopan dan merupakan kelakuan yang benar yang harus ditunjukkan kepada setiap orang yang kira-kira sederajat atau lebih tinggi (Sudaryanto dalam Proseding Kongres Bahasa Jawa IV, 1991:369). Terdapat tiga tingkat tutur dalam bahasa Jawa, yaitu tingkat tutur ngoko, madya, dan krama inggil. Tingkat tutur ngoko yaitu bahasa Jawa yang tingkat kesopanannya rendah. Mencerminkan rasa tidak berjarak antara orang pertama dengan orang kedua atau menyatakan keakraban terhadap orang kedua seperti teman-teman yang sudah saling akrab, orang-orang yang berstatus sosial tinggi, menunjukkan rasa tak enggan terhadap orang lain yang berstatus sosial lebih rendah. Tingkat tutur madya yaitu bahasa Jawa yang tingkat kesopananya sedang atau biasa saja. Inilah sebabnya bahwa orang kedua yang disapa dengan madya pada anggapan orang pertama kurang begitu angker. Orang pertama harus menaruh rasa sopan santun, tetapi rasa segan tidak perlu setinggi seperti yang dikenakan kepada orang kedua yang seharusnya diberi. Tingkat tutur krama yaitu bahasa Jawa yang memiliki arti penuh kesopanan paling tinggi. Terdapat adanya sikap tidak enak atau pekewuh antara orang pertama dengan orang kedua yang
10
belum dikenal, berpangkat lebih tinggi, golongan priyayi, dan terhadap orang yang dihormati atau lebih tua (Poedjasoedarma, 1979:14-15). Selain itu, terdapat ragam hormat berbentuk sapaan yang merupakan bagian dari penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati. Sapaan adalah kata atau frase yang digunakan untuk saling merujuk dalam situasi pembicaraan yang berbeda-beda menurut sifat hubungan antara pembicara itu (Kridalaksana, 1982:147). Bentuk sapaan bermacam-macam seperti sapaan pronomina dan nomina. Kedua bentuk sapaan tersebut menunjukkan sikap hormat, sopan, dan halus untuk berkomunikasi dengan lawan bicara. Bentuk sapaan yang berupa pronomina dan nomina membedakan hubungan orang pertama dengan orang kedua. Selain itu, membedakan golongan masyarakat yang satu dengan yang lain, dalam arti perlu dihormati atau tidak dihormati. Pengklasifikasian
penggunaan dan
bentuk
ragam
hormat
di atas
menunjukkan tingkat-tingkat formalitas dengan memunculkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, profesi, pangkat atau jabatan, tempat dan situasi, serta hubungan kedekatan orang pertama dengan orang kedua. Faktor-faktor tersebut merupakan bagian dari latar belakang status sosial orang pertama dengan orang kedua dalam berkomunikasi. Peristiwa-peristiwa tutur yang terdapat dalam penelitian ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati dapat dilihat dari tiga hal. Pertama, medan (field) yang mengacu pada topik pembicaraan, seperti dalam
11
penelitian ini antara lain rapat, belajar mengajar di sekolah, jual beli di pasar, bertamu, dan sebagainya. Kedua, suasana (tenor) yang merupakan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terdapat dalam pembicaraan dengan keberagaman suasana formal dan informal. Ketiga, cara (mode) dengan mengacu pada peran yang dimainkan bahasa dalam komunikasi berupa bahasa lisan dan SMS. Penelitian ini tidak terlepas dari unsur-unsur bahasa yaitu SPEAKING. Pengertian SPEAKING akan diuraikan secara ringkas sesuai dengan penelitian ini. Setting and Scene merujuk pada tempat dan waktu percakapan, yaitu percakapan dalam suasana formal dan informal. Participants merujuk kepada penutur dan mitra tutur, yaitu antara orang pertama dengan orang kedua dengan memperhatikan latar belakang status sosial keduanya dalam berkomunikasi. Ends merujuk pada hasil percakapan dan tujuan percakapan, yaitu untuk menghormati orang yang diajak bicara. Act Sequence merujuk pada bentuk dan isi amanat dalam bentuk kata-kata dan pokok percakapan, yaitu berhubungan dengan penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa di Kecamatan Mlati berupa suasana kebahasaan penggunaan ragam hormat, ragam hormat bertingkat tutur madya, krama, dan krama inggil, dan ragam hormat berbentuk sapaan. Selain itu, berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, profesi, pangkat atau jabatan, tempat dan situasi, serta hubungan kedekatan orang pertama dengan orang kedua. Key merujuk pada pelaksanaan percakapan, yaitu tidak disampaikan dengan nada yang tinggi, suara
12
yang pelan, sopan, dan santun ketika berbicara. Instrumentalities merujuk pada bentuk lisan atau tulisan, yaitu bahasa lisan dan bahasa lisan yang dituliskan seperti bahasa SMS. Norms merujuk pada aturan-aturan perilaku peserta percakapan, yakni gerakan tubuh atau isyarat bentuk tubuh, dan Genres merujuk pada kategori, yakni percakapan atau dialog dan SMS. 1.8 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode yang terbagi dalam tiga tahapan, yaitu tahapan pengumpulan data, analisis data, sampai pada tahapan penyajian hasil analisis data. Ketiga tahapan itu memiliki metode dan teknik tersendiri yang berbeda satu sama lain (Mahsun, 2012:233). 1.8.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang diperoleh melalui dua metode, yaitu metode simak (pengamatan atau observasi) dan cakap atau wawancara. Metode simak adalah peneliti melakukan penyimakan penggunaan bahasa. Metode simak memiliki teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik sadap yang penyimakannya dilakukan dengan menyadap pemakaian bahasa dari informan, sedangkan teknik lanjutan menggunakan teknik simak bebas libat cakap dan teknik simak libat cakap, catat, dan rekam. Teknik simak bebas libat cakap adalah menyadap perilaku berbahasa di dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa keterlibatannya dalam peristiwa tutur tersebut (Mahsun, 2012: 242). Peneliti hanya sebagai pengamat dengan menyaksikan peristiwa-peristiwa tutur sesuai dengan penggunaan dan bentuk ragam hormat kalangan muda di Kecamatan Mlati. Selain itu, peneliti mencatat
13
hal-hal penting dalam peristiwa tutur dan melakukan perekaman. Hal tersebut dilakukan agar bahasa yang dimunculkan bersifat alamiah. Adapun teknik simak libat cakap adalah upaya penyadapan peristiwa tutur oleh peneliti dengan cara peneliti terlibat langsung dalam peristiwa tersebut. (Mahsun, 2012:245). Teknik ini digunakan oleh peneliti dengan bertanya dan menyapa mitra tutur dalam suatu peristiwa tutur. Peneliti tidak menggunakan perekaman, tetapi mengingat dan mencatat hal-hal penting yang menjadi topik pembicaraan selama peristiwa tutur berlangsung. Setelah
menyelesaikan pengumpulan
data,
peneliti
harus
segera
mempelajari catatan-catatan atau mentranskripkan rekamannya, melengkapinya dengan membuat catatan-catatan tentang hal-hal yang belum tercatat di lapangan. (Mahsun, 2012:246). Lokasi pengumpulan data diambil di wilayah Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi lima desa, yaitu Sendangadi, Sinduadi, Sumberadi, Tirtoadi, dan Tlogoadi. Selanjutmya, beberapa padukuhan yang terdapat di lima desa wilayah Kecamatan Mlati untuk dijadikan sampel penelitian. 1.8.2 Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Analisis kualitatif adalah data yang bukan berwujud angka misalnya jenis kelamin, bahasa yang digunakan oleh suatu komunitas, warna kulit, dan lainnya (Mahsun, 2012:254). Praktik analisis data secara kualitatif tersebut menggunakan
14
metode padan, yaitu metode yang menghubungbandingkan antarunsur yang bersifat lingual. Terdapat dua jenis metode padan, yaitu padan intralingual dan padan ekstralingual. Metode padan intralingual adalah metode analisis dengan cara menghubungbandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda (Mahsun, 2012:259). Metode padan ekstralingual adalah metode yang memiliki teknik yang sama dengan teknik metode padan intralingual, hanya yang dihubung-bandingkan berupa hal-hal di luar bahasa seperti referen, konteks tuturan:konteks sosial pemakaian bahasa, penutur bahasa yang dipilah misalnyagender, usia, kelas sosial, dan sebagainya (Mahsun, 2012:260). Hasil
pengumpulan
data
kemudian
dianalisis
untuk
mengetahui
penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati yang diklasifikasikan menurut suasana kebahasaan penggunaan ragam hormat, ragam hormat bertingkat tutur madya, krama, dan krama inggil, dan ragam hormat berbentuk sapaan. Selanjutnya, pengklasifikasian tersebut memunculkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, profesi, pangkat atau jabatan, tempat dan situasi, serta hubungan kedekatan orang pertama dengan orang kedua.
15
1.8.3 Metode Penyajian Data Hasil analisis data yang berupa temuan penelitian sebagai jawaban atas masalah tersebut disajikan dengan metode formal, yaitu menggunakan tanda dan lambang dan metode informal dengan menggunakan uraian kata-kata agar mudah dipahami oleh pembaca (Mahsun, 2012:279). 1.9 Sistematika Penyajian Tahap terakhir dari penelitian ini berupa laporan penelitian. Penelitian tentang ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati disajikan dalam lima bab. Bab I pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan deskripsi singkat mengenai wilayah Kecamatan Mlati, yaitu letak geografis, jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, tingkat usia, tingkat pendidikan, agama, dan mata pencaharian. Bab III berisi tentang penggunaan dan bentuk ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati meliputi suasana kebahasaan penggunaan ragam hormat, ragam hormat bertingkat tutur madya, krama, dan krama inggil, dan ragam hormat berbentuk sapaan. Bab IV berisi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ragam hormat bahasa Jawa kalangan muda di Kecamatan Mlati yang berupa jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, profesi, pangkat atau jabatan, tempat dan situasi, serta hubungan kedekatan orang pertama dengan orang kedua. Bab V sebagai penutup yang merupakan kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya dan saran.