BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok orang
yang berinteraksi dan bekerja untuk mencapai tujuan (Prastuti, 2014). Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan (Permanasari, 2010). Perusahaan yang baik harus mampu mengontrol potensi finansial maupun potensi non finansial di dalam meningkatkan nilai perusahaan untuk menjaga eksistensi perusahaan dalam jangka panjang (Agustina, 2013). Memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham merupakan tujuan utama perusahaan, untuk memenuhi tujuan tersebut dapat dicapai dengan memaksimalkan nilai perusahaan. Dengan jaminan kesejahteraan tersebut, pemegang saham tidak akan memiliki keraguan untuk menanamkan modalnya. Menurut Brigham (2007:11) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas pemegang saham yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham dan profitabilitas. Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar, seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan Islahuddin (2008).
Karena nilai pasar dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Terjadinya krisis ekonomi global pada tahun 2008 berdampak pada pasar modal Indonesia. Tercermin dari turunnya harga saham hingga 40–60 persen dari posisi awal tahun 2008 dan telah mengakibatkan para investor baik itu dari dalam maupun dari luar negeri lebih berhati-hati dalam menginvestasikan dananya terutama di pasar modal Indonesia. Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan industri pengolahan yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang saat ini hangat diperbincangan, perusahaan manufaktur menjadi barometer untuk menghadapi MEA. Dalam artikel G.T. Suroso, 2014 Pada saat ini 65 persen ekspor produk Indonesia masih mengandalkan komoditas mentah. Pemerintah berusaha membalik struktur ekspor ini yaitu dari komoditi primer ke manufaktur, dengan komposisi 35 persen komoditas dan 65 persen manufaktur. Oleh karena itu, industri manufaktur diharapkan tumbuh dan fokus pada peningkatan kapasitas produksi, untuk meningkatkan ekspor sampai 2019 (G.T. Suroso, 2014). Dampak positif dari MEA yaitu Indonesia dapat memperluas ruang investasinya tanpa ada batasan ruang antar Negara anggota ASEAN. Begitu pula kita dapat menarik investor dari para pemodal ASEAN. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini, namun juga pada prospek perusahaan di masa depan dan investor akan lebih tertarik pada perusahaan yang memiliki nilai perusahaan yang baik.
Kebijakan yang diambil manajemen dalam upaya peningkatan kesejahteraan pemegang saham membuat investor penting untuk mengetahui analisis nilai perusahaan, sebab analisis nilai perusahaan akan memberikan informasi kepada investor dalam menilai prospek perusahaan di masa depan dalam menghasilkan keuntungan. Bagi perusahaan yang memiliki nilai perusahaan yang baik akan memberikan sinyal yang positif terhadap naiknya harga saham. Rasio-rasio keuangan yang digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan antara lain adalah PER, PBV, dan Tobin’s Q. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan di masa lampau dan prospeknya di masa depan (Agustina, 2013). Naik turunnya nilai perusahaan salah satunya dipengaruhi oleh kepemilikan manajerial.Struktur kepemilikan sangat penting dalam menentukan nilai perusahaan. Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan akan muncul konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham (pemilik perusahaan) yang sering disebut agency problem (Permanasari, 2010). Dalam kenyataannya manajer perusahaan cenderung mengejar tujuan pribadinya sendiri, misalnya untuk memperoleh bonus yang tinggi. Manajer hanya memfokuskan diri pada proyek dan investasi yang akan memberikan laba besar dalam jangka waktu yang pendek dari pada memaksimalkan kesejahteraan
pemegang
saham
dengan
berinvestasi
pada
proyek
yang
menguntungkan dalam jangka panjang. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency conflict (Permanasari, 2010). Pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi
dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga
menyebabkan
penurunan keuntungan
perusahaan dan
berpengaruh terhadap harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan (Jensen dan Meckeling, 1976). Kepemilikan manajerial dapat menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan yang timbul diantara manajer dan pemegang saham sehingga kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan menurun (Jensen dan Meckeling, 1976).
Proporsi
jumlah
kepemilikan
manajerial
dalam
perusahaan
dapat
mengindikasikan ada kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham (Faisal, 2005). Dengan adanya peningkatan kepemilikan saham tersebut , tindakan yang menguntungkan pribadi manajer dapat dicegah, sehingga dapat menyatukan kepentingan antara agen dan principal. Peningkatan kepemilikan saham oleh manajemen akan mensejajarkan posisinya dengan para pemegang saham sehingga manajemen akan termotivasi untuk mengambil keputusan – keputusan yang meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian Nurlela dan Islahudin (2008) menunjukkan hasil variabel persentase kepemilikan manajemen mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyudi dan Pawesti (2006) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan manajerial mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan, yaitu mengoptimalkan nilai perusahaan yang terjadi karena adanya
pengendalian yang dimiliki.Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Haruman (2008) yang menyebutkan bahwa variabel kepemilikan manajerial memiliki pengaruh dengan arah hubungan negatif. Hal ini diartikan bahwa semakin tinggi proporsi manajerial, market value semakin turun.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lemons dan Lins (2001), Lins (2002) dan Siallagan dan Mahfoedz (2006). Selain kepemilikan manajerial, terdapat indikator untuk menilai nilai perusahaan memiliki prospek baik atau tidak di masa mendatang, adalah dengan melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Berbagai aspek keuangan di dalam perusahaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, salah satunya adalah rasio profitabilitas. Paradigma yang dianut oleh banyak perusahaan tersebut adalah profit oriented. Perusahaan yang dapat memperoleh laba besar dapat dikatakan berhasil atau memiliki kinerja keuangan yang baik.Sebaliknya apabila laba yang diperoleh perusahaan relatif kecil, maka dapat dikatakan perusahaan kurang berhasil atau kinerja yang kurang baik. Hal ini dikarenakan profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahaan (Agustina, 2013). Menurut Brigham (2007:148) profitabilitas dapat dikatakan sebagai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan pada periode akuntansi. Profitabilitas yang tinggi menunjukkan prospek perusahaan yang baik, sehingga investor akan merespon positif sinyal tersebut dan nilai perusahaan akan meningkat (Sukojo, 2007 dalam Rika, 2010). Dalam penelitian ini profitabilitas diproksikan melalui Return on Equity (ROE) sebagai ukuran profitabilitas perusahaan. Return on Equity (ROE) adalah rasio laba bersih setelah
pajak terhadap modal sendiri. Rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas investasi bagi para pemegang saham (Brigham, 2007:149). Dari definisi ROE di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat pengembalian yang dapat diperoleh pemilik perusahaan (pemegang saham) atas modal yang disetorkannya untuk perusahaan tersebut. Secara umum, semakin tinggi ROE semakin baik juga kedudukan pemilik perusahaan, sehingga menyebabkan baiknya penilaian investor terhadap perusahaan yang dapat meningkatkan harga saham dan nilai perusahaan. Penelitian Damayanti (2014) menunjukkan hasil variabel kinerja keuangan yang di proksikan dengan ROE berpengaruh pada nilai perusahaan. Sejalan dengan penelitian Susanti (2010) yang menguji analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan go public yang listed tahun 2005-2008 di BEI. Hasil penelitiannya menunjukkan variabel profitabilitas memiliki pengaruh signifikan positif terhadap nilai perusahaan, sehingga manajemen harus dapat meningkatkan laba agar nilai perusahaan meningkat. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Lifessy (2011) yang menguji pengaruh profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan dengan struktur modal sebagai variabel intervening. Menunjukkan hasil bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti telah menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Hal ini kemungkinan diakibatkan adanya faktor lain yang turut mempengaruhi hubungan kepemilikan manajerial dan profitabilitas pada nilai perusahaan. Menurut Narver (1971) dalam McWilliams dan Siegel (2000) kondisi
keuangan ternyata tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability) hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana reaksi masyarakat sekitar terhadap perusahaan yang dianggap
tidak
memperhatikan
lingkungan.
Perusahaan
perlu
melakukan
pengungkapan terhadap lingkungan di sekitar perusahaan (Agustina, 2013). Suatu perusahaan memang tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawabnya terhadap sosial dan lingkungan. Banyak perusahaan yang berlomba - lomba mengexpose diri dalam kegiatan yang berorientasi sosial, seperti PT. Media Group dengan program “Peduli Tsunami Aceh dan Nias”, PT. Unilever Indonesia dengan program “Lifebouy Hand Washing Campaign dan “Rinso, Bersih Itu Baik”, PT. Kalbe Farma dengan program “Puskesmas Keliling Procold”, AQUA dengan program “1=10 Liter”, serta banyak lagi program sosial yang memiliki program CSR yang beragam. Namun di sisi lain, PT. Lapindo Brantas meninggalkan kenangan buruk pada para korban lumpur yang harus kehilangan tempat tinggal, harta benda, dan pekerjaan akibat eksploitasi gas. Perusahaan terkesan lebih mengutamakan penyelamatan asetasetnya daripada mengatasi persoalan lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Peristiwa tersebut merupakan salah satu contoh yang menunjukkan lemahnya pelaksanaan pengungkapan tanggungjawab sosial di Indonesia. Mengingat peristiwa tersebut di atas, Indonesia mengambil inisiatif untuk melakukan regulasi pelaksanaan pengungkapan tanggungjawab sosial dengan mencantumkan kewajiban melaksanakan pengungkapan tanggungjawab sosial bagi
perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang sumber daya alam dan/atau dengan sumber daya alam. Kewajiban tersebut dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adanya UU Perseroan Terbatas tersebut sebagai bukti bahwa pelaksanaan pengungkapan tanggungjawab sosial belum dijalankan oleh perusahaan dengan baik dan wajar.Untuk itu perusahaan diwajibkan untuk melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Agustina, 2013). Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus ketidakpuasan publik yang bermunculan. Social responsibility dari perusahaan terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stakeholder, termasuk didalamnya pelanggan, pegawai, komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier, bahkan kompetitor (Nurlela dan Islahudin ,2008). Pertanggungjawaban sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) merupakan mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders. Bursa Malaysia (2006) mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai praktik bisnis yang terbuka dan transparan yang didasarkan pada nilai-nilai etika dan menghormati masyarakat, karyawan, lingkungan, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Pengungkapan tanggungjawab sosial menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan karena salah satu dasar pemikiran yang melandasi etika bisnis sebuah perusahaan. Semakin banyak perusahaan mengungkapkan tanggungjawab sosial dalam laporan tahunan, maka semakin baik pula nilai
perusahaan di mata investor, kreditor, ataupun masyarakat.Pentingnya pengungkapan tanggungjawab sosial terhadap keberlangsungan perusahaan, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan pengungkapan tanggungjawab sosial sebagai variabel pemoderasi dari pengaruh kepemilikan manajerial dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2013) yang berjudul “Pengaruh Profitabilitas Dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan”. Terdapat perbedaan dalam penelitian ini yaitu penambahan variabel independen kepemilikan manajerial dan menggunakan pengungkapan tanggungjawab sosial sebagai variabel pemoderasi untuk mengetahui apakah akan memperkuat atau memperlemah pengaruh kepemilikan manajerial dan profitabilitas pada nilai perusahaan. Kepemilikan manajemen dalam penelitian ini dijadikan sebagai variabel independen yang langsung mempengaruhi nilai perusahaan karena konflik keagenan antara agen dan prinsipal yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme yaitu dengan kepemilikan saham oleh manajemen yang diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Pengungkapan tanggungjawab sosial digunakan sebagai variabel pemoderasi karena masih
sangat sedikit
perusahaan yang mengungkapkan tanggungjawab sosial ke dalam sebuahlaporan. Alasan mengapa hal itu terjadi mungkin karena belum mempunyai sarana pendukung seperti: standar pelaporan, tenaga terampil baik penyusun laporanmaupun auditor. Selain itu di sektor pasar modal Indonesia belum adanya penerapan indeks yang pasti
untuk perusahaan yang telah menerapkan pengungkapan tanggungjawab sosial. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini berjudul “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Profitabilitas pada Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Tanggungjawab Sosial sebagai Variabel Pemoderasi”.
1.2
Rumusan Masalah Penelitian Berpedoman pada latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Apakah pengaruh kepemilikan manajerial pada nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2) Apakah pengaruh profitabilitas pada nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 3) Apakah pengaruh kepemilikan manajerial
pada nilai perusahaan manufaktur
dengan pengungkapan tanggungjawab sosial sebagai variabel pemoderasidi Bursa Efek Indonesia? 4) Apakah pengaruh profitabilitas pada nilai perusahaan manufaktur dengan pengungkapan tanggungjawab sosial sebagai variabel pemoderasi di Bursa Efek Indonesia?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang
dan pokok permasalahan yaitu :
1) Menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh kepemilikan manajerial pada nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2) Menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh profitabilitaspada nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3) Menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh kepemilikan manajerial pada nilai perusahaan manufaktur dengan pengungkapan tanggungjawab sosial sebagai variabel pemoderasidi Bursa Efek Indonesia. 4) Menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh profitabilitas pada nilai perusahaan manufaktur dengan pengungkapan tanggungjawab sosial sebagai variabel pemoderasi di Bursa Efek Indonesia.
1.4
Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka manfaat
yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan seluruh mahasiswa untuk mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh di bangku kuliahan dengan kenyataan yang sebenarnya di lapangan, khususnya mengenai pengaruh kepemilikan
manajerial
dan
profitabilitas
pada
nilai
perusahaandengan
pengungkapan tanggungjawab sosial sebagai variabel pemoderasi.
2) Kegunaan Praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi manajemen perusahaan dan dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui kemajuan dan kinerja perusahaan melalui nilai perusahaan.
1.5
Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang telah disusun secara sistematis dan
terperinci. Gambaran umum mengenai isi dari masing-masing bab diuraikan sebagai berikut: BAB I
: Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
: Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menguraikan tentang landasan teori, konsep-konsep yang digunakan, dan hasil penelitian sebelumnya yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian.
BAB III : Metode Penelitian Bab ini menguraikan tentang desain penelitian, lokasi atau ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis data, sumber data, populasi, sampel, metode
penentuan sampel, metode pengumpulan data, statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan teknik analisis data.
BAB IV : Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan tentang gambaran umum daerah atau lokasi penelitian, data penelitian, hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian BAB V
: Simpulan dan Saran Bab ini merupakan bagian akhir dari laporan penelitian yang menguraikan simpulan dari hasil pembahasan dan saran-saran yang sesuai dengan topik penelitian.