BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
telah
mendorong
perkembangan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih modern, karena penggunaan teknologi selalu mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Suatu teknologi pada dasarnya diciptakan untuk peningkatan kualitas hidup dan mempermudah aktivitas manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa selain memiliki sisi positif, teknologi juga memiliki sisi negatif. Bahkan dalam berbagai kajian penelitian, kemajuan teknologi menunjukkan korelasi yang positif terhadap meningkatnya angka kriminalitas, misalnya dalam penggunaan komputer. Sikap ketergantungan, keteledoran, kekurangpahaman atau kesengajaan dalammenggunakan komputer akan menimbulkan dampak negatif, bilamana tidak diimbangi dengan sikap mental dan sikap tindak positif1. Keberadaan
internet semakin pesat dan sangat mudah diakses oleh
masyarakat. Di setiap daerah, terlebih di kota-kota besar, sangat menjamur warung internet (warnet) yang tersebar, tidak hanya di pusat-pusat kota, tetapi juga di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Terlebih saat ini, dengan adanya persaingan pasar sempurna, pebisnis warnet menawarkan harga yang relatif murah dan terjangkau bagi kantong orang dewasa sampai dengan anak-anak. Tidak hanya itu, penawaran modem dan fasilitas pemasangan internet, baik kabel 1
Widyopramono, Kejahatan di Bidang Komputer, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994), hal. 28
1
maupun tanpa kabel sudah memasuki segala lini di masyarakat. Setiap jasa telekomunikasi melengkapi teknologinya dengan fasilitas ini. Dengan harga pra bayar maupun pasca bayar yang tidak menguras kantong, masyarakat dapat memanfaatkan teknologi ini dengan harga yang terjangkau. Di rumah, di sekolah, di tempat-tempat umum dapat menggunakan teknologi ini, bahkan dengan penawaran pemakaian secara unlimited. Di tempat-tempt publik pun, saat ini sudah banyak yang dilengkapi dengan fasilitas hotspot area, sehingga tanpa mengeluarkan sepeserpun uang, dapat mengakses teknologi internet dengan mudah. Kemudahan lain dapat diperoleh dengan fasilitas kemudahan dalam penggunaan internet. Cukup dengan mengetik serangkaian kata melalui search engine (keyword) yang diinginkan, maka akan diperoleh dengan mudah data dan informasi yang disajikan oleh berbagai macam situs. Bahkan seringkali, kesalahan dalam menulis/mengetikkan keyword, dapat memunculkan data, gambar, atau informasi yang tidak diduga, bahkan tidak sedang dicari dan berbau pornografi. Ini karena internet memang menyuguhkan berbagai hal sehubungan dengan kebutuhan informasi dan komunikasi, baik yang bersifat publik mapun privat. Perkembangan di bidang teknologi informasi yang semakin pesat saat ini merupakan jawaban atas makin komplesknya kebutuhan manusia akan informasi dan komunikasi Jaringan komunikasi dan informasi dunia atau dikenal juga dengan teknologi cyberspace, berisikan kumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer yang disebut jaringan
2
internet. Internet adalah media penyedia informasi dan kegiatan komunitas komersial terbesar dan tumbuh berkembang dengan sangat pesat. Cyberspace menawarkan manusia untuk “hidup” dalam dunia alternatif. Jagat raya cyberspace telah membawa masyarakat dalam berbagai sisi realitas baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, yang penuh dengan harapan, kesenangan, kemudahan dan pengembaraan seperti teleshoping, teleconference, teledildonic, virtual café, virtual architecture, virtual museum, cybersex, cyberparty dan cyberorgasm. . Proses cybernation yang menimbulkan harapan akan kemudahan, kesenangan dan kesempatan itu ternyata tidak selamanya demikian karena dalam cyberspace juga terdapat sisi gelap yang perlu kita perhatikan, sebagaimana yang dimyatakan oleh Neill Barrett dan Mark D. Rasch bahwa internet mempunyai sisi gelap, sebagai sarana yang mendukung kejahatan, di mana 80% gambar di internet adalah gambar porno. Cyberporn atau cybersex merupakan salah satu dari sisi negatif dari adanya teknologi informasi ini. Hal ini disebabkan sex merupakan suatu komoditi yang dapat membawa profit cukup besar dalam bisnis, terlebih melalui jasa ecommerce. Pornografi yang merambah sampai ke dunia maya dapat dengan mudah diakses oleh siapapun, tanpa batasan usia, kelamin, tingkat pendidikan, maupun stratifikasi sosial. Selain itu, kemudahan dan kenyamanan dalam bertransaksi sex secara online, melahirkan kepuasan dan keprivatan tersendiri, yang seringkali didalilkan tidak banyak merugikan, karena keresahan dan efek negatifnya tidak secara langsung dapat dirasakan
3
Seiring dengan semakin populernya internet, masyarakat penggunanya seakan-akan mendapati dunia baru yang dinamakan cyber space. Howard Rheingold menyatakan, cyber space adalah sebuah ruang imajiner atau maya yang bersifat artifisial, di mana setiap orang melakukan apa saja yang bisa dilakukan dalam kehidupan sosial sehari-hari dengan cara yang baru. Realitas baru yang terbentuk oleh media internet ini membawa perubahan paradigma dalam kehidupan umat manusia yang tidak lagi hanya merupakan aktivitas yang bersifat fisik dalam dunia nyata, akan tetapi menjangkau juga aktivitas non fisik yang dilakukan secara virtual2 Dapat dikatakan, cyber crime juga merupa kan sisi negatif dari gerakan globalisasi teknologi yang dicanangkan pihak barat. Meskipun tidak dapat kita pungkiri bahwa globalisasi melalui penyebaran teknologi internet juga banyak membawa perubahan positif. Derasnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan jawaban atas makin komplesknya kebutuhan manusia akan informasi. Jaringan komunikasi dan informasi dunia atau dikenal juga dengan teknologi cyberspace, berisikan kumpulan informasi yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer yang disebut jaringan internet. Internet adalah media penyedia informasi dan kegiatan komunitas komersial terbesar dan tumbuh berkembang dengan sangat pesat. Di antara banyaknya kemudahan yang diberikan internet, dampak negatif terjadi pula akibat pengaruh penggunaan media internet (cyber space) dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Cyber space telah memunculkan bentuk 2
Abdul Wahid, Mohammad Labib. 2010. Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Bandung: Refika Aditama, hlm. 31-32
4
kejahatan baru yang dikenal dengan istilah cyber crime atau kejahatan dunia maya sebagai bentuk kejahatan yang ditimbulkan dari kemajuan teknologi informasi dan mendapat perhatian luas dari dunia internasional.3 Cyber crime tidak terbatas pada kejahatan terhadap perangkat komputer saja, tetapi ada kejahatan yang memenfaatkan komputer untuk melakukan kejahatan lain. 1. Kejahatan terhadap komputer yang bertujuan merusak atau menyerang sistem atau jaringan komputer. 2. Kejahatan yang menggunakan komputer (internet) sebagai alat untuk melakukan kejahatan. Jenis kejahatan yang termasuk dalam kategori cybercrime, sebagai berikut4 : 1. Cyber-terrorism 2. Cyber-pornography.
Penyebaran
obscene
materials
termasuk
pornography, indecent exposure, dan child pornography 3. Cyber-harassment. Pelecehan seksual melalui e-mail, websites, atau chat programs 4. Cyber-stalking. Crimes of stalking melalui penggunaan komputer dan internet 5. Hacking. Penggunaan programming abilities dengan maksud yang bertentangan dengan hukum 6. Carding (credit-card fraud). Melibatkan berbagai macam aktivitas yang melibatkan kartu kredit. Carding muncul ketika seseorang yang bukan 3
Didik M. Arif Mansur , Elisatris Gultom. 2009. Cyber Law; Aspek Hukum Teknologi Informasi. Bandung: Refika Aditama, hlm. 5 4 ibid.hal, 25
5
pemilik kartu kredit menggunakan kartu kredit tersebut secara melawan hukum. Dari beberapa jenis cyber crime tersebut, yang menjadi fokus penelitian ini adalah Cyber-pornography. Secara etimologi, pornografi berasal dari dua suku kata, yaitu pornos dan grafi. Pornos, artinya suatu perbuatan yang asusila (dalam hal yang berhubungan dengan seksual), atau perbuatan yang bersifat tidak senonoh atau cabul. Grafi adalah gambar atau tulisan, yang dalam arti luas yang isi atau artinya menunjukkan atau menggambarkan sesuatu yang bersifat asusila atau menyerang rasa kesusilaan di masyarakat5. Pornografi bersifat relatif, artinya tergantung pada ruang, waktu, tempat dan orangnya serta kebudayaan suatu bangsa. Bahkan dalam lingkungan suatu bangsa sendiri, terjadi variasi pengertian pornografi itu, misalnya antara suku Aceh dan Bali, Minahasa dan Bugis terjadi perbedaan yang mencolok sekali. Pornografi tradisional biasanya dilakukan melalui media lama seperti buku, majalah, film dan videotape. Kehadiran Internet dan cyberspace memberi warna tersendiri dalam persoalan pornografi. Pornografi di internet berkaitan dengan isi atau content dari situs yang disajikan kepada pengaksesnya, Jaringan komunikasi global interaktif melalui fasilitas internet relay chat dapat digunakan untuk menyebarluaskan informasi tentang cerita ataupun gambar pornografi (baik untuk sisi gelap maupun sisi terang dari pornografi) atau disebut juga cybersex Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, 5
Lihat Defenisi Pornografi, tersedia pada http://id.wikipedia.org/wiki/pornografi di akses tanggal 10April 2012
6
pornografi adalah : gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Berdasarkan pengertian pornografi yang terdapat dalam undang-undang tersebut dinyatakan pornografi secara luas, dalam arti yang dipublikasikan melalui berbagai bentuk media komunikasi. Namun, secara khusus masalah pornografi melalui dunia maya terdapat dalam lex specialie-nya yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. American Demographic Magazine yang menghitung jumlah situs porno dan jumlah halaman situs porno. Pada tahun 1997 terdapat 22.100 situs porno. Pada tahun 2000 meningkat menjadi 280.000 dan pada tahun 2003 meningkat hamper empat kali lipatnya, yaitu menjadi 1,3 juta situs porno. Sedangkan, halaman situs porno di dunia pada tahun 1998 terdapat 14 juta dan meningkat tajam pada tahun 2003, yaitu menjadi 260 juta. Pada tahun 2008, data terakhir halaman situs porno di dunia telah mencapai 420 juta. Kenyataan ini tidak dapat terelakkan. Sebagaimana dinyatakan oleh Dr. Robert Weiss dari Sexual Recovery Institute di Washington Times tahun 2000. Weiss menyatakan bahwa sex adalah topik no. 1 yang dicari di Internet. Studi lain yang dilakukan oleh MSNBC/ Standford/Duquesne menyatakan bahwa 60% kunjungan internet adalah menuju ke situs sex (porno). Data ini disempurnakan oleh publikasi dari The Kaiser Family Foundation yang menyatakan bahwa 70% kunjungan pengguna Internet
7
belasan tahun adalah menuju ke situs pornografi. Penelitian lain yang dikeluarkan oleh TopTenReviews.Com menyatakan bahwa sebenarnya dominasi pengunjung Internet di Amerik a justru orang berumur 35-44 tahun (26%). Lengkapnya lihat dari gambar di bawah ini : Age Prosentase (%) : 18-24 13,61%, 25-34 19,90%, 35-44 25,50%, 45-54 20,67% + 20,32% Menurut peneliti LIPI, Romi Satria Wahono dinyatakan bahwa setiap detiknya terdapat 28.258 orang melihat situs porno, setiap detiknya 372 pengguna Internet mengetikkan kata kunci tertentu di situs pencari untuk mencari konten pornografi, dan jumlah halaman situs pornografi di dunia mencapai 420 juta. Penyebaran pornografi di dunia maya sangat berhubungan dengan industry pornografi yang melintasi batas antar negara. Amerika merupakan Negara penyumbang terbesar 89% situs pornografi di dunia. Diikuti oleh Jerman, Inggris, Australia, Jepang dan Belanda menyusul di belakangnya. meskipun Amerika penyumbang situs porno terbesar di dunia, ternyata hanya menduduki urutan keempat dalam jumlah pendapatan (revenue) dari industri pornografi di dunia. Pemenangnya justru China yang diikuti oleh Korea Selatan dan Jepang. Total pendapatan pertahun industri pornografi di dunia adalah sekitar 97 miliar USD, ini setara dengan total pendapatan perusahaan besar di Amerika yaitu: Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahoo!, Apple, Netflix and EarthLink. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya industri pornografi di dunia. Sedikit berkaitan ini, salah satu tulisan di CNET tahun 1999 menyebutkan bahwa: Pornografi online adalah produk ecommerce yang secara konsisten menduduki peringkat pertama dalam bisnis di Internet. Dari berbagai data tentang pornografi Internet diatas, yang
8
cukup mencengangkan adalah bahwa ternyata penikmat dan penerima ekses negatif dari industri pornografi di Internet bukan negara-negara produsen, tapi justru negara-negara kecil dan berkembang sebagai konsumen. Kita bisa lihat dari tren request pencarian dengan tiga kata kunci, yaitu xxx, porn dan sex, semuanya dikuasai oleh negara kecil atau berkembang seperti Pakistan, Afrika Selatan, India, Bolivia, Turki, dan juga Indonesia6. Situs pornografi di Indonesia sempat di banned. Segala nama situs yang memuat kata „sex‟ di block sehingga tidak bisa dibuka oleh para netizen di Indonesia. Cyber porn sendiri berarti adalah konten pornografi yang dimuat secara digital, salah satunya melalui jaringan internet. Konten pornografi yang tersebar melalui jaringan internet dianggap lebih cepat menyebar karena begitu mudahnya menemukan link pornografi di search engine. Indonesia adalah negara keempat pengakses pornografi terbanyak setelah Vietnam, Pakistan, dan Mesir. Peri Umar Farouk dari Gerakan Jangan Bugil Depan Kamera mengungkapkan beberapa data yang mungkin akan membuat kita merasa ironis dan baru menyadari betapa sudah parahnya penyebaran dan konsumsi pornografi di Indonesia. Pada tahun 2006 berdasarkan data Internet Pornography Statistic, Indonesia menempati peringkat ketujuh pengakses kata ”sex” di internet. Sementara data Googletrends posisi Indonesia meningkat pada peringkat kelima
6
Lihat Data, tersedia pada http://dokumenheri.blogspot.com/2011/04/fenomena-cyberporn-dalamperspektif.html di akses tanggal 10 April 2012
9
ditahun 2007. Masih data dari Googletrends, justru ditahun 2008 dan 2009 Indonesia masuk tiga besar, yaitu diperingkat tiga7. Pengakses pornografi di Indonesia ini bisa dibilang tidak mengenal kondisi dan recent issue yang sedang marak. Di negara-negara lain, grafik pengakses pornografi biasanya akan turun ketika di negaranya terjadi kecelekaan atau bencana alam, atau kejadian-kejadian besar di dunia politik, sosial, dan ekonomi. Tapi hal seperti itu tidak terjadi di Indonesia. Hal ini diperkirakan karena banyaknya warnet di sekitar pelosok daerah yang memungkinkan orang yang tidak mempunyai perangkat komputer sekalipun bisa mengakses situs pornografi8. Berdasarkan kenyataan dan data-data di atas inilah, seharusnya ada pihak yang harus di pertanggungjwabkan terhadap maraknya tindak pidana Cyberporn saat ini. Penulis tertarik untuk
mengangkat permasalahan ini berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku di indonesia di antaranya yaitu UndangUndang No.44 Tahun 2008 tentang Pornograpi, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Infomasi dan Teknologi Elektronik (ITE) dan KUHP, karena keberadaan cyberporn di satu sisi dijadikan pembenaran sebagai sarana kebutuhan yang relatif responsif dengan kebutuhan jaman dan di sisi lain memberikan dampak negatif yang cukup besar dalam masyarakat. Permasalahan ini akan penulis
bahas
lebih
lanjut
dalam
7
skripsi
yang
berjudul
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Trend%20Pornografi%20dan%20Upaya%20Krim inalisasinya &nomorurut_artikel=389 di akses tanggal 10 April 2012 8 http://mediashock.blogdetik.com/2011/04/11/cyber-porn-di-indonesia-3 diakses tanggal 10April 2012
10
“PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA CYBERPORN DI INDONESIA” B. Rumusan Permasalahan Perumusan masalah dalam penelitian dimaksudkan untuk memudahkan penulis dalam membatasi masalah yang diteliti sehingga sasaran yang hendak dicapai menjadi jelas dan terarah. Berdasarkan hal tersebut, penulis merumuskan pokok masalah sebagai berikut: 1. Siapakah subyek pertanggungjawaban pidana terhadap maraknya tindak pidana Cyberporn, berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia? 2. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana Cyberporn, berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui dan memahami subyek pertanggungjawaban pidana terhadap maraknya tindak pidana Cyberporn, berdasarkan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia 2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap
pelaku tindak pidana Cyberporn, berdasarkan perundang –
undangan yang berlaku di Indonesia.
11
D. Kegunaan Penulisan Penulisan yang di lakukan ini memiliki manfaat baik secara teoritis maupun praktis: 1. Secara Teoritis Dengan adanya tulisan ini penulis berharap bisa memberikan wacana baru bagi ilmu pengetahuan, memberikan suatu pengetahuan mengenai bagaimana realita hukum yang terjadi diluar teori-teori yang diberikan dibangku perkuliahan. Jadi dengan adanya tulisan ini di harapkan bsa memberikan sedikit sumbangsih ilmu perihal tindak pidana Cyber Pornography yang akhir-akhir ini marak sekali terjadi. Serta dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum pidana. 2. Secara Praktis Berdasarkan dengan tujuan penelitian yang telah di kemukakan di atas maka hasil penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi : a. Bagi Akedemis Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum dan perguruan tinggi terutama Universitas Muhammadiyah Malang atau manfaat ilmiyah adalah untuk dapat menambah khazanah dan wawasan kajian keilmuan mengenai perkrmbangan tingkat kejahatan, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi penentuan kebijakan hukum pidana yang akan datang.
12
b. Bagi Masyarakat Meberikan informasi kepada masyrakat tentang bahayanya kejahatan dalam dunia maya tentang Cyber Pornography
yang dapat membahayakan
masyarakat khususnya bagi anak-anak remaja saat ini, serta membentuk pola pikir dan mengembangkan penalaran masyarakat luas terkait masalah cyber pornography dan penggunaan internet c. Bagi Aparat Hukum/ Praktisi Hukum Memberikan sumbangan pemikiran mengenai praktek hukum serta peraturan yang perlu diaplikasikan dalam mengatasi kasus yaitu dalam hal ini kasus Cyber Crime khususnya dalam Cyber Pornography. Melalui penelitian ini di harapkan bagi para mahasiswa khususnya di bidang hukum dapat lebih memahami tetang Cyber Crime khususnya tentang Cyber Pornography saat ini terhadap mudahnya di askes situs-situs pornog itu sendiri yang mana dapat membahayakan anak-anak remaja generasi penerus bangsa. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 2. Sifat Penelitian Penelitian
ini
bersifat
deskriptif
analitis
yang
merupakan
untuk
mrnggambarkan dan menganalisa masalah yang ada serta mempertegas hipotesa
13
agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori lama atau dalam rangka menyusun teori-teori baru 3. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian doktrinal. Yaitu penelitian yang melakukan penemuan hukum mengenai kebijakan kriminal terhadap tindak pidana cyber tpornography di dalam Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornograpi, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Infomasi dan Teknologi Elektronik (ITE) dan KUHP. Penelitian ini merupakan penelitian yang Inter disipliner, artinya tidak hanya didasarkan pada satu disiplin ilmu hukum saja melainkan seperti karya ilmiah para ahli hukum, hasil penelitian, literatur, artikel, serta bahan lalin yang berkaitan dengan pokok bahasan. 4. Jenis Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang berupa norms-norma atau kaidah dasar peraturan perundang-undangan yang memiliki kekuatan mengikat. Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia b. Bahan hukum sekunder ialah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti karya ilmiah para ahli hukum, hasil penelitian, literatur, artikel, serta bahan lalin yang berkaitan dengan pokok bahasan.
14
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu Kamus Hukum, Kamus Besar bahasa Indonesia, dan lain-lain. 5.
Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam pemelitian ini, maka
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan dokumen. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan tertulis yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang dikelompokkan sesuai dengan kepentingannya. 6. Pengolahan dan Analisis Bahan hukum Teknik analisis data yang digunakan penulis pada penelitian ini menggunakan logika induktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual menjadi kesimpulan yang bersifat umum. F. Rencana Sistematika Penelitian Penelitian ini terdiri dari 4 bab, yaitu : Bab I. Pendahuluan Pada bab pertama menguraikan latar belakang permasalahan Cyberpor, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan penelitian ini. Bab II. Tinjauan Pustaka Pada bab kedua dari penelitian ini berisi tinjauan pustaka dan akan diuraikan tentang pengertian mengenai pengertian pornografi dan sejarah perkembangannya, pengertian dan ruang lingkup kejahatan
15
kesusilaan,
pornografi sebagai delik kesusilaan, pengertian dan sejarah perkembangan internet dan cyberspace, serta pengertian dan ruang lingkup cyber crime serta jurisdiksinya hingga muncul bentuk cyber crime yang baru yaitu cyber pornograhy. Bab III. Pembahasan Bab ketiga penelitian ini memiliki fokus pada pembahasan teknis, yaitu pembahasan pertanggungjawaban pidana terhadap maraknya tindak pidana cyber pornography, serta pembahasan mengenai bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana cyber pornograpy berdasarkan perundangundangan di indonesia. Bab IV Penutup Bab empat yang merupakan bab terakhir dari bpenelitian ini berisi kesimpulan yang didapat dari analisa permasalahan yang diteliti serta beberapa saran yang diajukan atas hasil penelitian ini.
16