1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu perjanjian kerjasama berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi di antara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar menawar.1 Umumnya perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum sehingga mengikat para pihak. Dalam perjanjian, pertanyaan mengenai sisi kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada di antara para pihak terakomodir melalui mekanisme hubungan
perikatan
yang bekerja
secara
seimbang.2 Kebebasan berkontrak yang merupakan inti dari sebuah perjanjian, secara implisit memberikan panduan bahwa dalam berkontrak para pihak diasumsikan mempunyai kedudukan yang seimbang.3 Dengan demikian diharapkan akan muncul perjanjian yang adil dan seimbang bagi para pihak. Urgensi pengaturan perjanjian 1
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008, hal. 1. 2 Ibid. 3 Ibid., hal. 2
1
Universitas Sumatera Utara
2
dalam praktek bisnis adalah untuk menjamin pertukaran kepentingan (hak dan kewajiban) berlangsung secara seimbang bagi para pihak, sehingga dengan demikian terjalin hubungan yang adil dan saling menguntungkan.4 Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya, maka pihak tersebut dapat dituntut untuk dimintakan ganti rugi. Dengan demikian pertanggungjawaban atas ganti rugi yang diajukan salah satu pihak memberikan konsekuensi kepada pihak lain untuk memenuhi prestasi yang dibuat para pihak dalam suatu perjanjian. Perjanjian menurut namanya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Perjanjian bernama merupakan perjanjian yang dikenal di dalam KUH Perdata. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Jenis perjanjian ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan.5 Perjanjian kerjasama antara PT. Frisian Flag Indonesia (FFI) dengan PT. Permata Niaga mengenai promosi dan sales yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dapat mengikat kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undangundang bagi para pihak yang melakukan suatu perjanjian, karena telah dibuat memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut Alfred Sloan6 yang dikutip oleh Frans Hendra, tujuan strategis suatu perusahaan adalah memperoleh hasil investasi dan dalam hal tertentu hasil jangka panjang tidak memuaskan, maka kekurangan itu dikoreksi atau kegiatan itu 4
Ibid., hal. 6 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisi, Yogyakarta, 2000, hal. 42. 6 Frans Hendra, Merumuskan Kebijaksanaan Perusahaan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1974,
5
hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
3
ditinggalkan untuk usaha lain yang lebih menguntungkan Perusahaan yang selalu ada dan berada di tengah-tengah masyarakat dituntut untuk dapat membuat karya ekonomi yang dalam pelaksanaannya memang berada diluar perusahaan itu sendiri, yaitu para perantara perusahaan seperti agen, makelar, komisioner, dan distributor yaitu dalam hal penciptaan pelanggan. Pemasaran adalah salah satu contoh yang harus ditempuh oleh perusahaan itu dalam menciptakan suatu pelanggan. Suatu perusahaan harus bisa menciptakan suatu metode tertentu agar pemasaran hasil produksinya dapat berjalan dengan baik melalui perantara perusahaan, sampai ke tangan konsumen dengan aman dan dapat dipertanggung jawabkan. Faktor lain yang ikut mendukung dalam penciptaan pelanggan adalah masalah transportasi (pengangkutan) di samping faktor letak yang strategis serta faktor-faktor lain yang mendukung. Sasaran akhir setiap usaha dalam bidang pemasaran adalah untuk menempatkan benda-benda ke tangan para konsumen. Ada sejumlah aktivitas pemasaran yang perlu dilaksanakan, untuk mencapai sasaran tersebut, dan aktivitasaktivitas pokoknya dinyatakan sebagai fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi tersebut meliputi menjual, membeli, mentransfer, dan menyimpan benda-benda. Distributor sebagai pihak yang ditunjuk oleh prinsipal untuk memasarkan dan menjual barang-barang prinsipalnya dalam wilayah tertentu untuk jangka waktu tertentu, tetapi bukan sebagai kuasa prinsipal disebut. Distributor tidak bertindak untuk dan atas nama prinsipalnya, tetapi bertindak untuk dan atas nama sendiri. Distributor membeli sendiri barang-barang dari prinsipalnya dan kemudian ia menjualnya kepada para pembeli di dalam wilayah yang diperjanjikan oleh prinsipal
Universitas Sumatera Utara
4
dengan distributor tersebut. Segala akibat hukum dari perbuatannya menjadi tanggung jawab distributor itu sendiri. Dalam dunia bisnis, perusahaan atau perorangan yang mengangkat atau menunjuk distributor disebut prinsipal. Pengangkatan atau penunjukan distributor dapat dilakukan oleh prinsipal pada umumnya tertulis, sekalipun secara lisan tidak ada larangan, tetapi pada saat ini hubungan distributor dengan prinsipal biasanya diikat oleh suatu persetujuan dalam bentuk kontraktuil. Secara yuridis, hubungan hukum antara para pengusaha dengan prinsipalnya yaitu perusahaan industri merupakan hubungan hukum yang sejajar yaitu antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Pada perjanjian kerjasama yang diadakan masing-masing pihak memenuhi prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan yang menimbulkan tanggung jawab pada masing-masing pihak. PT. Frisian Flag Indonesia atau yang lebih dikenal dengan produk susu bendera sebagai salah satu perusahaan yang menghasilkan berbagai macam produk minuman dengan bahan dasar susu sebagai suatu hasil produksi, pada umumnya melakukan kegiatan usaha yang meliputi proses menghasilkan barang, yang menyangkut modal sebagai pembiayaan perusahaan dan bagaimana produk yang dihasilkan dapat dipasarkan sampai pada konsumen. Kegiatan ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Hasil produksi tidak akan berjalan apabila tidak ada modal, demikian juga barang-barang yang dibuat sebagai suatu produk tidak akan sampai ke tangan konsumen apabila pemasaran tidak berjalan
Universitas Sumatera Utara
5
dengan baik. Agar hasil produk dari perusahaan sampai ke tangan konsumen maka perlu ditangani secara serius.7 Pemasaran produk tersebut dapat dilakukan oleh para pembantu pengusaha diantaranya agen, makelar, komisioner, dan distributor. Secara yuridis, hubungan hukum antara para pembantu pengusaha merupakan prinsipalnya perusahaan yang memproduksi dalam hal ini PT. Frisian Flag Indonesia. Pada kontrak yang diadakan masing-masing pihak memenuhi prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan yang menimbulkan tanggung jawab pada masing-masing pihak. Hubungan distributor dengan prinsipal diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1457 sampai Pasal 1540 tentang Jual beli pada umumnya.8 Pada perjanjian distributor dan perjanjian keagenan tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, mengingat bahwa distributor dan agen adalah lembaga yang menjalankan perusahaan, maka segala kegiatannya selalu diawali dengan perjanjian. Pada umumnya ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III dengan judul “Tentang PerikatanPerikatan Umumnya” yang diatur pada Pasal 1233 sampai Pasal 1600 KUH Perdata. Dengan demikian ketentuan-ketentuan tentang perjanjian berlaku pula untuk perjanjian keagenan dan perjanjian distribusi, maka yang berlaku adalah tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, ketentuan-ketentuan tersebut diantaranya terdapat pada Pasal 1313 tentang perjanjian, Pasal 1338 tentang akibat
7
Edie Lembong, Kertas Kerja Masalah-Masalah Penetrasi Pasar di bidang Farmasi, Jakarta, 1992, hal. 43. 8 BPHN Departemen Kehakiman, Laporan Pengkajian Tentang Beberapa Aspek Hukum Perjanjian Keagenan dan Distribusi, 1992/1993, hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
6
perjanjian, Pasal 1320 tentang sahnya perjanjian, Pasal 1365 apabila terjadi wanprestasi dalam hal ganti rugi. Khusus untuk perjanjian distributor selain Pasal-pasal tersebut berlaku pula Pasal-Pasal tentang perjanjian jual beli yang diatur pada Pasal 1457 sampai Pasal 1540. Perjanjian keagenan merupakan perjanjian yang dibuat antara agen dengan pihak ketiga, untuk dan atas nama prinsipal berdasarkan pemberian wewenang/ kuasa dari prinsipalnya. Prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh agen sepanjang tindakan tersebut dilakukan dalam batas kewenangan yang diberikannya. Apabila seorang agen dalam bertindak melampaui batas wewenangnya maka ia bertanggung jawab secara sendiri-sendiri atas tindakan tersebut. Agen bertindak atas nama prinsipal, maka agen tidak melakukan pembelian dari prinsipalnya.9 Perjanjian keagenan berbeda dengan perjanjian distributor. Distributor tidak bertindak untuk dan atas nama prinsipalnya, tetapi bertindak untuk dan atas nama sendiri. Distributor bertugas untuk memasarkan dan menjual barang-barang prinsipal dalam wilayah tertentu. Secara yuridis pada transaksi antara perusahaan consumer good dengan distributor sebenarnya merupakan kontrak jual beli beserta akibat hukumnya yaitu kontrak dagang pendistribusian, dimana pihak distributor harus membeli terlebih dahulu produk-produk tersebut selanjutnya dipasarkan ke berbagai tempat. Kontrak dagang antara PT Frisian Flag Indonesia dengan distributor susu bendera perjanjiannya dibuat secara tertulis. Pada kontrak yang diadakan antara pengusaha dengan distributor yang ditunjuk adalah untuk memasarkan produk susu tersebut. Distributor tersebut tidak hanya dapat memasarkan susu dari satu perusahaan saja akan tetapi dapat dilakukan dari berbagai pabrik. Distributor harus
9
Lihat Pasal 1797 dan Pasal 1801 KUH Perdata
Universitas Sumatera Utara
7
membeli produk susu terlebih dahulu dengan harga yang ditetapkan oleh pihak prinsipalnya.10 Kontrak dagang yang dibuat merupakan instrumen bisnis yang saling mengikat para pihak, bentuk perjanjiannya merupakan perjanjian yang tertulis. Pada hakekatnya kontrak dipahami sebagai ketentuan dan persyaratan yang disepakati oleh para pihak sebagai hasil perundingan atau negosiasi antar para pihak yang membuatnya, akan tetapi dalam praktek perdagangan sering dijumpai kontrak yang berbentuk baku (standardized contract ).11 Bentuk perjanjian yang diadakan antara Susu Bendera sebagai prinsipal dengan distributor sebagai perantara pemasaran produk, pada umumnya dibuat secara baku yang dibuat oleh salah satu pihak,12 bahkan kontrak baku tersebut sudah tercetak pada formulir yang dibuat oleh salah satu pihak yang kemudian apabila disetujui maka kontrak ditanda tangani. Umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya, sehingga biasanya pada kontrak baku sangat berat sebelah dan hanya menguntungkan bagi si pembuat kontrak. Faktor 10 Menurut Subekti, Kontrak merupakan perjanjian yang lebih sempit dan dibuat secara tertulis. (Subekti, Hukum Perjanjian, Internusa, Jakarta, 1984, hal. 1.) Kontrak dagang merupakan perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak pada obyek dagang tertentu berupa barang dan jasa. Kontrak dagang merujuk pada pemikiran akan adanya keuntungan komersial yang diperoleh para pihak, sedang perjanjian dapat berarti perjanjian sosial yang belum tentu menguntungkan para pihak. (Etty Susilowati, Tahapan pada Pembuatan Kontrak Bisnis, Pelatihan IKM, 24 Juli 2005 ). 11 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, 2003, hal. 76. 12 Kontrak baku sering digunakan oleh para pebisnis karena dianggap lebih efisien, lebih simple serta dapat ditanda tangani oleh para pihak seketika itu juga. Kelemahan-kelemahan dari suatu kontrak baku karena kurangnya kesempatan bagi pihak lawan untuk menegosiasi atau mengubah klausula-klausula dalam kontrak tersebut sehingga berpotensi untuk terjadi klausula yang berat sebelah. (Johanes Gunawan, Reorientasi Hukum Kontrak di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis Volume 22 No. 6 Th.2003, hal. 45). Lihat pula Mariam Darus Badrulzaman, Klausul Eksonorasi dan Perjanjian Baku, pada Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 2003, hal. 46.
Universitas Sumatera Utara
8
penyebabnya adalah karena penyusunan kontrak dibuat oleh salah satu pihak, selain itu pihak penerima kontrak tidak mempunyai kesempatan untuk menegoisasi atau merubah kontrak seperti yang diinginkan, sehingga secara yuridis maupun secara ekonomis sebenarnya penerima kontrak ada pada posisi yang lemah. Pada kontrak distributor dimungkinkan pula dibuat oleh kedua belah pihak, di mana para pihak saling memberikan masukan apa saja yang akan diperjanjikan beserta klausulaklausulanya, selanjutnya setelah ada kesepakatan maka kontrak tersebut di tanda tangani oleh para pihak. Bertitik tolak dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Dagang Antara PT Frisian Flag Indonesia dengan Distributor di Kota Medan” (PT. Permata Niaga sebagai salah satu Distributor di Kota Medan).
B. Perumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang yang di uraikan diatas, maka ditarik beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama dagang antara PT. Frisian Flag Indonesia dengan PT. Permata Niaga? 2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama dagang antara PT Frisian Flag Indonesia dengan PT. Permata Niaga sebagai pihak distributor? 3. Bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan dalam perjanjian kerjasama antara PT Frisian Flag Indonesia dengan PT. Permata Niaga menurut perjanjian yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak?
Universitas Sumatera Utara
9
C. Tujuan Penelitian Sehubungan dengan permasalahan diatas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama dagang antara PT. Frisian Flag Indonesia dengan PT. Permata Niaga. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kerjasama dagang antara PT Frisian Flag Indonesia dengan PT. Permata Niaga sebagai pihak distributor. 3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan dalam perjanjian kerjasama antara PT Frisian Flag Indonesia dengan PT. Permata Niaga menurut perjanjian yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu: 1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan oleh dunia perguruan tinggi sebagai acuan pengetahuan yang berhubungan dengan kontrak dagang juga sebagai tambahan pengetahuan pada bidang Hukum Perdata pada umumnya dan bidang Hukum Perdata Dagang pada khususnya. 2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bidang kajian yang dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang dikemukakan, khususnya mengenai kontrak dagang antara PT Frisian Flag dengan distributornya di Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
10
E. Keaslian Penulisan Berdasarkan hasil penelitian dan penelurusan yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun yang sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah, “Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Dagang Antara PT Frisian Flag Indonesia dengan Distributor di Kota Medan”. Dengan demikian penelitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipertanggung jawabkan. Meskipun ada peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai masalah perjanjian kerjasama dagang antara prinsipal dengan distributor, namun menyangkut judul dan substansi pokok permasalahan yang dibahas sangat jauh berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang berkaitan dengan perjanjian kerjasama dagang antara prinsipal dengan distributor tersebut: 1. M. Imanullah Rambey, NIM: 017011076, mahasiswa Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana USU, Tahun 2007, dengan judul “Kedudukan Dan Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan (Kajian Pada Perjanjian Keagenan Cat ICI Indonesia Di Medan),” dengan permasalahan yang dibahas: a. Bagaimanakah kedudukan dan tanggung jawab para pihak dalam hukum perjanjian keagenan cat ICI Indonesia di Medan, b. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap agen dalam perjanjian keagenan cat tersebut ? c. Bagaimanakah penyelesaian masalah bila terjadi wanprestasi dalam penerapan
Universitas Sumatera Utara
11
perjanjian keagenan tersebut ? 2. M. Masril, NIM: 077005052, mahasiswa Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, Tahun 2009, dengan judul “Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Terhadap Produk Cacat Dalam Kaitannya Dengan Tanggung Jawab Produsen,” dengan permasalahan yang dibahas: a. Bagaimana bentuk tanggung jawab produsen terhadap produk cacat dalam perspektif perlindungan konsumen? b. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa terhadap produk cacat dalam kaitannya dengan tanggung jawab produk menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? 3. Kartika Puri Mandasari, NIM: 097011073, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, Tahun 2011, dengan judul “Akibat Hukum Atas Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Antara Produsen PT. PUSRI (Pupuk Sriwijaya) dengan Pemegang Distributor Pupuk,” dengan permasalahan yang dibahas: a. Bagaimana bentuk kerjasama antara produsen PT. Pusri dengan Distributor pupuk dalam menyalurkan pupuk (Cabang PPD Sumatera Utara)? b. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dalam perjanjian kerjasama antara prosuden PT. Pusri dengan Distributor pupuk apabila telah melanggar ketentuan klausula dalam perjanjian (Cabang PPD Sumatera Utara)? c. Bagaimana upaya hukum penyelesaian sengketa apabila Distributor pupuk tidak memenuhi kewajiban dalam klausula perjanjian (Cabang PPD Sumatera Utara)?
Universitas Sumatera Utara
12
Jika diperbandingkan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Dalam kehidupan bermasyarakat kebutuhan akan hukum sangat diperlukan untuk menjaga agar terjaganya kehidupan masyarakat yang tertib dan aman. Oleh karena itu untuk menjaga perubahan masyarakat di bidang hukum tetap teratur harus diikuti dengan pembentukan norma- norma sehingga dapat berlangsung secara tertib dan harmonis. Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri”.13 Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berhubungan yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu. 14 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “kontinuitas
13
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 2. J. J. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, dialih bahasakan oleh Arief Sidharta, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 2. 14
Universitas Sumatera Utara
13
perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.”15 Snelbecker mendefenisikan “teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati”.16 Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja menyatakan, pengembangan Ilmu Hukum yang bercirikan Indonesia tidak saja dilakukan dengan mengoper begitu saja ilmu-ilmu hukum yang berasal dari luar dan yang dianggap modern, tetapi juga tidak secara membabi buta mempertahankan yang asli. Keduanya harus berjalan secara selaras. Selanjutnya dengan mengilhami dari teori Law as a Tool of Social Engineering dari ajaran Roscoe Pound yang beraliran Sociological Jurisprudence. Mochtar Kusumaatmadja menghasilkan teori hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. 17 Istilah “pembaharuan hukum” sebenarnya mengandung makna yang luas mencakup sistem hukum. 18 Dalam prosesnya, pembangunan ternyata ikut membawa konsekuensi terjadinya perubahan-perubahan atau pembaharuan pada aspek-aspek sosial lain termasuk di dalamnya pranata hukum. Artinya, perubahan yang dilakukan (dalam bentuk pembangunan) dalam perjalanannya menuntut adanya perubahan15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2007, hal. 6. Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 34-35. 17 Lili Rasyidi dan Bernard Arief Sidharta, Filsafat Hukum : Madzhab dan Refleksinya, Bandung, Rosdakarya, 1994, hal. 111. 18 Lawrence M. Friedman, American Law, WW Norton & Company, New York, 1930, Pg. 56, (Mulhadi : Relevansi Teori Sociological Jurisprudence Dalam Upaya Pembaharuan Hukum di Indonesia, 2005, USU Repository 2006). 16
Universitas Sumatera Utara
14
perubahan dalam bentuk hukum. Perubahan hukum ini memiliki arti yang positif dalam rangka menciptakan hukum baru yang sesuai dengan kondisi pembangunan dan nilai hukum masyarakat. 19 Teori Sociological Jurisprudence yang dikemukakan oleh Roscoe Pound, ia mengatakan bahwa hukum sebagai suatu unsur dalam hidup masyarakat harus memajukan kepentingan umum. Artinya hukum harus dilahirkan dari konstruksi hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Penelitian ini juga berusaha untuk memahami perjanjian kerjasama antara produsen dengan distributor secara yuridis, artinya adalah memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum sebagaimana yang di tentukan dalam yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum perjanjian. Teori yang juga di pakai dalam penulisan tesis ini adalah teori keadilan berbasis perjanjian (John Rawls) dan teori keseimbangan. Hal mana menyebutkan keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan perjanjian, dimana azasazas keadilan yang dipilih bersama benar-benar merupakan kesepakatan bersama para pihak, bebas, rasional dan sederajat. Kemajuan pandangan Pound dibandingkan dengan ahli-ahli sebelumnya, ia lebih banyak menekankan arti dan fungsi pembentukan hukum. Dimana hal itu bisa dilihat dari pernyataan diatas yaitu bahwa hukum harus memajukan kepentingan 19
Abdul Hakim Nusantara dan Nasroen Yasabain, Pembangunan Hukum : Sebuah Orientasi (Pengantar Editor) Dalam Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, Bandung, Alumni, 1980, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
15
umum.20 Statement inilah yang dikenal dengan teorinya “Law as a Tool of Social Engineering” (hukum sebagai alat atau sarana rekayasa atau pembaharuan sosial). 21 Melalui pendekatan perjanjian dari sebuah teori keadilan mampu untuk menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi semua orang. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual agar sisi kepastian hukum dapat tercapai. Konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual haruslah dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri. Menurut Subekti, mengemukakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, dikatakannya bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya”.22 Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada satu bentuk tertentu saja tetapi perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tulisan, andaikata perjanjian itu dibuat secara tulisan maka ia bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan.23 Dalam membuat perjanjian antara para pihak pasti akan menimbulkan hubungan hukum yang kemudian disertai adanya akibat-akibat hukum, dan akibat 20
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta, Kanisius, 2001,
hal. 180. 21
Roscoe Pound, An Introduction To the Philosophy of Law, (New Heaven, Yale University Press, 1954), hal. 47, (Mulhadi : Relevansi Teori Sociological Jurisprudence Dalam Upaya Pembaharuan Hukum di Indonesia, 2005, USU Repository 2006). 22 Subekti, Aneka Hukum Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti, Cetakan Kesepuluh, 1995, hal. 23. 23 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1994, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
16
hukum tersebut akan memikul hak dan kewajiban serta tanggung jawab diantara keduanya. Pengertian dari tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan).24 Selanjutnya Subekti memberi unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian yaitu : 1. Hubungan hukum (perikatan). 2. Subyek hukum. 3. Isi (hak dan kewajiban). 4. Ruang lingkup (lingkup hukum harta kekayaan).25 Oleh karena itu disebutkan bahwa kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkrit dan dapat dinikmati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini berbeda dari kegiatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat dinikmati karena perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya kontrak kerjasama tersebut yang menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang diperjanjikan. Pada dasarnya kontrak kerjasama harus dibuat berdasarkan kesepakatan bersama sesuai dengan syara-syarat sah perjanjian didalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu pemenuhan syarat subjektif dan syarat objektif, bertujuan untuk melaksanakan prestasi tidak bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1337 KUH Perdata.
24 25
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, hal. 1006. Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal.84
Universitas Sumatera Utara
17
Namun adakalanya “kedudukan” dari kedua belah pihak dalam bernegosiasi tidak seimbang, yang pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang tidak terlalu menguntungkan bagi salah satu pihak yaitu pihak yang tergolong lemah. Hal ini terjadi dalam perjanjian kerjasama antara produsen dengan distributor yang didalamnya mengatur tugas dan tanggung jawab. Dalam kehidupan masyarakat sering terjadinya hubungan kontrak kerjasama, sebagaimana dalam penelitian ini membahas kontrak kerjasama antara produsen dengan distributor, harus memperhatikan segala ketentuan yang berlaku dan perlu dijaga segala prinsip umum dalam hukum kontrak tersebut. Dengan demikian hak dan kewajiban para pihak akan terlindungi.26 Jika antara kepentingan hak dan kewajiban para pihak tidak dijalankan dengan ketidakseimbangan, maka akan terjadinya suatu konflik atau perselisihan kepentingan para pihak tersebut, sehingga menimbulkan perbuatan wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum. Sebagai pendukung teori yang dipaparkan diatas, dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas-asas yaitu : a. Asas kebebasan berkontrak Pengertian asas ini terlihat pada Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
26
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.
Universitas Sumatera Utara
18
Pada pasal ini menunjukkan bahwa perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak yang bersangkutan mengikat kedua belah pihak atau pihakpihak yang bersangkutan. Pengertian ini disebut Pacta Sunt Servanda. b. Asas penambahan Asas persetujuan para pihak dapat menambahkan atau melengkapi pasal-pasal perjanjian apabila dikemudian hari terdapat kekurangan. c. Asas kepercayaan Para pihak sejak awal perjanjian, telah saling mengikatkan diri dengan kepercayaan penuh untuk saling melaksanakan perjanjian. d. Asas terbuka, Asas terbuka ini tersirat pada Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata. Maksud sistem terbuka disini adalah dalam membuat perjanjian diserahkan sepenuhnya kepada para pihak untuk menentukan isi perjanjian dan hukum apa yang akan digunakan demi kebebasan asasi setiap orang sebagai makhluk Tuhan yang dijamin secara asasi menurut hukum asasi. Setiap orang tidak boleh dipaksa oleh siapapun dan ia bebas menciptakan keadilan dan kepatutan menurut kehendak pihak-pihak itu secara bersama-sama. Kalau para pihak telah bersepakat secara terbuka dalam memperlakukan hukum yang disepakatinya, maka perjanjian itu mengikat seperti undang-undang bagi pihak-pihak yang bersepakat, seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata. e. Asas keseimbangan,
Universitas Sumatera Utara
19
Sejak awal diadakannya kata sepakat para pihak dianggap dalam keadaan seimbang sebagai subyek hukum secara yuridis, secara ekonomis dan secara psikologis. Suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak apabila memenuhi syarat-syarat perjanjian yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; c. Mengenai suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. 1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri, Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Artinya tawar menawar merupakan proses awal yang terjadi sebelum terwujud kata sepakat diantara para pihak yang berjanji. Dengan sepakat atau dinamakan perijinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai halhal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, yaitu si penjual menginginkan sejumlah uang, sedang si pembeli menginginkan sesuatu barang dari si penjual. 2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian, Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang14
Universitas Sumatera Utara
20
orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Pada dasarnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil balik dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUH Pdt disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yaitu : a) Orang-orang yang belum dewasa; b) Mereka yang berada di bawah pengampuan; c) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang, dan semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. 3) Mengenai suatu hal tertentu, Undang-undang
menentukan
bahwa
hanya
barang-barang
yang
dapat
diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian. Selanjutnya dikatakan bahwa barang itu harus suatu barang yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya atau een bepaalde onderwerp. Jadi suatu hal tertentu yang dimaksudkan adalah paling sedikit ditentukan jenisnya, atau asalkan kemudian jumlahnya dapat ditentukan atau dapat dihitung. Sebab apabila suatu objek perjanjian tidak tertentu, yaitu tidak jelas jenisnya dan tidak tentu jumlahnya, perjanjian yang demikian adalah tidak sah. 4) Suatu sebab yang halal, Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Yang dijadikan objek atau isi dan tujuan prestasi yang tertuang dalam perjanjian harus merupakan kausa yang legal
Universitas Sumatera Utara
21
sehingga perjanjian tersebut menjadi perjanjian yang valid atau sah dan mengikat (binding). Karena syarat pertama dan kedua yaitu unsur kesepakatan dan kecakapan menyangkut subjek perjanjian, keduanya disebut syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat yaitu unsur yang berkenaan dengan materi atau objek perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal disebut syarat objektif. Dengan adanya pembedaan ini, akibat hukum yang ditimbulkan juga berbeda. Apabila unsur pertama dan kedua yang berarti syarat subjektif tidak terpenuhi, akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan kepada hakim melalui pengadilan (voidable atau vernietigbaar), sedangkan pada unsur ketiga dan keempat atau syarat objektif tidak terpenuhi maka akibat hukumnya adalah batal demi hukum (null and void atau nietig verklaard). Adapun yang dimaksudkan dengan pihak-pihak dalam perjanjian disini adalah tentang siapa-siapa yang tersangkut dalam suatu perjanjian antara PT Frisian Flag Indonesia dengan PT. Permata Niaga. Menurut Pasal 1315 KUHPerdata, disebutkan: “pada umumnya tiada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri”. Asas tersebut dinamakan asas kepribadian suatu perjanjian. Mengikatkan diri, ditujukan pada memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan minta ditetapkannya suatu janji, untuk memperoleh hak-hak atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu. Memang sudah semestinya, perikatan hukum yang dilakukan oleh suatu perjanjian, hanya mengikat orang-orang yang mengadakan perjanjian itu sendiri dan tidak mengikat orang-orang lain.
Universitas Sumatera Utara
22
Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya. Orang-orang lain adalah pihak ketiga yang tidak mempunyai sangkut-paut dengan perjanjian tersebut. Kalau seseorang ingin mengikatkan diri dengan orang lain, harus ada kuasa yang diberikan oleh orang tersebut. Namun, kalau akan dikuasakan kepada orang lain, yang selanjutnya mengikatkan orang itu pada seorang lain lagi, maka orang tersebut tidak bertindak atas nama diri sendiri, tetapi atas nama orang lain, yaitu si pemberi kuasa.
2. Konsepsi Konsepsi diartikan sebagai ”kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”27 Soerjono Soekanto berpendapat bahwa, “kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.”28 Samadi Surya Brata memberikan arti khusus mengenai pengertian konsep, yaitu sebuah konsep berkaitan dengan defenisi operasional, “konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional”.29 Defenisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. 27
Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998,
28
Soerjono Soekanto, Op.cit., hal. 133. Samadi Surya Barata, Op.cit, hal. 3.
hal. 28. 29
Universitas Sumatera Utara
23
Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian
defenisi
operasional
atas
beberapa
variable
yang
digunakan.
Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut: a. Kedudukan hukum adalah hubungan hukum antara para pihak yang terjadi bersifat berimbang kedudukannya di dalam hukum. Karena hubungan ini, maka kedudukan kedua belah pihak akan sama di depan hukum. Hal ini dapat dilihat di dalam peraturan yang mengatur mengenai perlindungan terhadap konsumen yang dapat menjamin dipenuhinya hak-hak konsumen sebagai pemakai suatu hasil produksi. Untuk itu, pemerintah mensahkan suatu undang-undang yang melindungi konsumen, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. b. Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah ”segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. c. Konsumen menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah ”setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun
makhluk hidup
lain
dan
tidak
untuk
diperdagangkan”.
Universitas Sumatera Utara
24
d. Perjanjian adalah: “Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dimana salah satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu”.30 e. Pengertian perjanjian baku menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, adalah: “setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”. f. Kerjasama Dagang adalah penyaluran atau sering disebut distribusi sebagai suatu rangkaian perbuatan perusahaan, senantiasa diawali dengan suatu perjanjian. Perjanjian tersebut adalah sebagai hasil dari pembicaraan awal antar perusahaan yang dilakukan sebelumnya. g. PT Frisian Flag Indonesia adalah perusahaan industri pengolahan susu, yang didirikan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta. h. Distributor adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri berdasarkan perjanjian yang melakukan pembelian,
30
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, cet. 8, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
25
penyimpanan,
penjualan
serta
pemasaran
barang
dan/atau
jasa
yang
dimiliki/dikuasai.31 G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian “Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif, artinya penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi”.32 Penelitian
yang
bersifat
deskriptif
dimaksudkan
untuk
melukiskan
keadaan objek atau peristiwanya, kemudian menelaah dan menjelaskan serta menganalisa data secara mendalam dengan mengujinya dari berbagai peraturan perundangan yang berlaku maupun dari pendapat ahli hukum sehingga dapat diperoleh gambaran tentang data faktual yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama dagang antara PT Frisian Flag Indonesia dengan Distributor.
2. Metode Pendekatan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis empiris. Metode yuridis empiris dipergunakan untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan dengan melihat berbagai aspek yang terdapat dalam perjanjian kerjasama dagang, sehingga akan diketahui secara hukum tentang kedudukan para pihak dalam perjanjian kerjasama dagang antara PT Frisian Flag Indonesia dengan Distributor. 31
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 11/M-Dag/Per/3/2006 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen Atau Distributor Barang Dan/Atau Jasa, Pasal 1 Angka 5. 32 Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Garanit, Jakarta, 2004, hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
26
3. Teknik Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang deperoleh
melalui studi lapangan dan data
sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data ditempuh degan cara: a. Studi kepustakaan (library reasearch) yaitu dilakukan untuk memperoleh atau mencari konsepsi-konsepsi terori-teori atau doktrin-doktrin yang berkaitan dengan permasalahan penelitian studi keputakaan meliputi bahan hukum tertier28. Bahkan menurut Ronny Hanitijo Soermitro dokumen pribadi dan pendapat ahli hukum termasuk dalam bahan hukum skunder.29 b. Studi lapangan (field reasearch) yaitu dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (interview guide) dan beberapa informan yang dijadikan sebagai sumber informasi pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bisnis Area Manager Medan PT Frisian Flag Indonesia 2. Direktur Distributor PT. Permata Niaga
4. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian 28 29
yang objektif
dan
dapat
dibuktikan
kebenarannya serta dapat
Ibid. hal. 36 Ronny Hanitijo Soermitro, Metode Penelitian Hukum, Ghalian Indonesia, Jakarta, 1982.
hal. 56
Universitas Sumatera Utara
27
dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan, dipergunakan alat pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi Dokumen atau studi kepustakaan Penelitian pustaka dimaksud penelitian bahan hukum perimer yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum perikatan, perjanjian, khususnya kontrak dagang antara perusahaan yang memproduksi barang dengan distributor yang memasarkan barang. Demikian pula dikaji bahan hukum sekunder berupa karya para ahli termasuk hasil penelitian. Untuk melengkapi bahan hukum tersebut ditunjang pula dengan bahan hukum tertier seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan internet. b. Wawancara wawancara (interview) dengan nara sumber dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) agar lebih fokus dan sistematis.
5. Analisis Data Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.30
30
Lexy J. Moleong, Op.cit., hal. 103
Universitas Sumatera Utara
28
Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara penguraian, menghubungkannya dengan peraturan-peraturan yang berlaku, menghubungkan dengan pendapat pakar hukum serta pelaksanaan penyelesaian sengketa perjanjian kerjasama antara PT Frisian Flag Indonesia dengan distributor PT. Permata Niaga agar terjadi perimbangan kedudukan hukum. Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dari wawancara dianalisis secara kualitatif. Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul melalui penelitian kepustakaan dan wawancara yang dilakukan, inventarisasi peraturan, data-data yang berkaitan dengan judul penelitian, sehingga analisis yang dilakukan dapat memberikan jawaban terhadap pilihan forum penyelesaian sengketa dalam perjanjian kerjasama antara PT Frisian Flag Indonesia dengan distributor di Kota Medan agar terjadi perimbangan kedudukan hukum. Data yang didapat dari penelitian studi dokumen dan data yang diperoleh dari wawancara
akan
disusun
secara
sistematik
untuk
mengetahui
bagaimana
perimbangan kedudukan hukum antara PT Frisian Flag Indonesia dengan distributor di Kota Medan, untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi PT Frisian Flag Indonesia dengan distributornya di Kota Medan dan untuk mengetahui pilihan hukum dan pilihan forum penyelesain sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara PT Frisian Flag dan distributornya di Kota Medan. Atas dasar pembahasan dan analisis ini diperoleh suatu kesimpulan terhadap penelitian yang dilakukan. Kesimpulan ini merupakan jawaban atas permasalahan
Universitas Sumatera Utara
29
yang diteliti. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir yang induktif yaitu logika yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari halhal khusus ke umum.
Universitas Sumatera Utara