BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Vector borne disease merupakan penyakit-penyakit yang ditularkan pada manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda yang dapat menularkan agent infection dari sumber infeksi kepada host yang rentan. Ada beberapa macam vektor yang dapat menyebabkan penyakit salah satunya adalah nyamuk Aedes sp. yang dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD). Penyakit ini sering kali bersifat endemis maupun epidemis dan dapat menyebabkan kematian (Sumantri, 2015). Menurut World Health Organization (WHO) dalam Bulletin Jendela Epidemiologi (2010) mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit DBD menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia terutama di kota-kota besar yang memiliki kepadatan penduduk dan mobilitas tinggi, hal ini dapat dilihat dari kasus DBD yang masih tinggi yaitu Angka kesakitan DBD tahun 2013 tercatat 45,85 per 100.000 penduduk (112.511 kasus) dengan angka kematian sebesar 0,77 % (871 kematian), sedangkan pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia (Kemenkes RI, 2015). Provinsi Bali pada tahun 2012 terjadi insiden DBD yaitu 167,41 per 1000 penduduk dengan 5180 orang menderita DBD dan meningkat pada tahun 2013 1
2
menjadi insiden DBD yaitu 168,48 per 1000 penduduk dengan 6813 orang yang menderita (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan profil kesehatan Dinkes provinsi Bali tahun 2014, pada tahun 2014 jumlah kasus DBD terbanyak adalah di Kota Denpasar yaitu 1.837 kasus, Kabupaten Gianyar sebanyak 1.785 kasus, Kabupaten Badung sebanyak 1.770 kasus, dan Kabupaten Buleleng sebanyak 1.721 kasus. Jumlah kematian tertinggi pada tahun 2014 terdapat di kota Denpasar yaitu 7 kematian, Kabupaten Gianyar 3 kematian, Badung 3 kematian, Buleleng 3 kematian dan Tabanan 1 kematian sehingga total kasus kematian karena DBD di Provinsi Bali sebanyak 17 kasus (Dinkes Provinsi Bali, 2014). Dan pada tahun 2015 kasus DBD mnurun menjadi 1.576 kasus dengan jumlah kematian 14 orang (Dinkes Kota Denpasar, 2015) Tingginya prevalensi kasus DBD di kota Denpasar menyebabkan pemerintah kota Denpasar melakukan berbagai macam pecegahan mulai dari pencegahan secara fisik yaitu dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan melakukan 3M (menguras, menutup dan mengubur) plus, pecegahan secara biologi (memelihara ikan pemakan jentik), hingga menggunakan bahan kimia yaitu insektisida sebagai bubuk temephos (abate) dan fogging (penyemprotan atau pengasapan). Insektisida yang digunakan oleh pihak pemerintah kota Denpasar yaitu malathion. Malathion ini digunakan untuk aplikasi fogging dengan sasaran nyamuk Aedes sp. dewasa (Dinkes Kota Denpasar, 2015). Pengendalian nyamuk Aedes sp. secara kimia dengan menggunakan insektisida secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan kekebalan atau resistensi nyamuk terhadap insektisida yang
3
digunakan salah satunya adalah malathion. Menurut data dasar Program Resistant Pest Management dari Michigan State University, Amerika Serikat, dalam tulisan Shinta (2008) dilaporkan bahwa sampai tahun 2003 Aedes aegypti dari 44 negara telah kebal (resisten) terhadap 16 kelompok bahan kimia dan kekebalan terhadap malathion dilaporkan telah terjadi di 24 negara (Shinta et al., 2008). Di Indonesia telah banyak dilakukan penelitian mengenai resistensi nyamuk Aedes sp. terhadap malathion. Dari beberapa penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa telah terjadi resistensi nyamuk Aedes sp. terhadap insektisida malathion yaitu di daerah istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, 5 wilayah Jakarta dan Bogor (Widiarti et al., 2011 ; Sunaryo et al., 2014 ; Shinta et al., 2008). Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang uji resistensi nyamuk Aedes sp. terhadap insektisida (malathion) yang digunakan pemerintah kota Denpasar dalam melakukan fogging untuk membasmi nyamuk dewasa. Pemantauan status kerentanan vektor terhadap insektisida seharusnya dilakukan secara berkala 1-2 tahun oleh sektor kesehatan tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Penelitian ini penting dilakukan untuk memantau efektifitas penggunaan insektisida malathion oleh pemerintah Denpasar yang sudah digunakan dari tahun 2014 sampai sekarang. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah sebagai berikut:
4
“Bagaimana status kerentanan nyamuk Aedes sp. terhadap fogging insektisida malathion 5% yang digunakan untuk pemberantasan vektor nyamuk di wilayah Kota Denpasar sebagai daerah endemis DBD tahun 2016” 1.3
Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu : 1.
Apakah terjadi perbedaan tingkat kerentanan nyamuk Aedes sp. terhadap fogging insektisida malathion 5% di dalam dan di luar ruangan rumah yang ada di wilayah Kota Denpasar tahun 2016?
1.4
Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat kerentanan vektor nyamuk Aedes sp. terhadap fogging insektisida malathion 5% yang digunakan untuk pemberantasan vektor nyamuk di Kota Denpasar sebagai daerah endemis DBD tahun 2016.
1.4.2
Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui tingkat kerentanan nyamuk Aedes sp. terhadap fogging insektisida malathion 5% di dalam ruangan rumah yang berada di wilayah Kota Denpasar sebagai daerah endemis DBD 2016.
2.
Untuk mengetahui tingkat kerentanan nyamuk Aedes sp. terhadap fogging insektisida malathion 5% di luar ruangan rumah yang berada di wilayah Kota Denpasar sebagai daerah endemis DBD 2016.
5
3.
Untuk mengetahui perbedaan tingkat kerentanan nyamuk Aedes sp. terhadap fogging insektisida malathion 5% di dalam dan diluar ruangan rumah yang ada di wilayah Kota Denpasar tahun 2016.
1.5
Manfaat Penelitian 1.5.1
Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini, yaitu : 1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dinas kesehatan khusunya bidang P2PM DBD dalam pengawasan terhadap penggunaan insektisida malathion dalam program pembasmian nyamuk Aedes sp. sebagai vektor penular penyakit DBD. 2. Penelitian ini dapat menjadi acuan dalam mencari insektisida lain yang dapat digunakan untuk aplikasi fogging untuk menghindari terjadinya resistensi insektisida terhadap serangga.
1.5.2
Manfaat Teoritis Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai sumbangan pengetahuan khusunya terkait pengaplikasian insektisida malathion untuk pemabasmian nyamuk Aedes sp. yang merupakan vektor penyebaran penyakit DBD. 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian ilmiah berikutnya terkait dengan penggunaan bahan kimia khususnya insektisida malathion sebagai aplikasi fogging untuk pembasmian nyamuk Aedes sp.
6
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang kesehatan lingkungan khususnya
mengenai resistensi vektor nyamuk Aedes sp. terhadap fogging insektisida malathion 5% ditinjau dari pengendalian vektor penyakit yang dilakukan oleh pemerintah Kota Denpasar.