Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 7 No. 2, 2013 : 9 - 14
Pemeriksaan Klinis dan Parasitologis Penderita Malaria P. Falciparum di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara Tahun 2012 (Clinical Examination and Parasitological Malaria Patients P. Falciparum in The District Buton Southeast Sulawesi in 2012) Phetisya Pamela Frederika Sumolang* , Junus Widjaja, Hayani Anastasia, dan Leonardo Taruk Lobo Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
INFO ARTIKEL Article History : Received : 28 Aug. 2013 Revised : 25 Nov. 2013 Accepted : 1 Dec. 2013 Keywords : malaria, symtomp, South East Sulawesi
Kata kunci : malaria, gejala klinis, Sulawesi Tenggara
ABSTRACT/ABSTRAK Malaria remains a public health problem in more than 100 countries. The prevalence of this disease in the world is estimated at 300-500 million clinical cases each year. Symptoms / clinical manifestations of malaria are varied. Many factors can affect the severity of the clinical manifestations, including agent, host and environment. The aim of this study was to determine which clinical symptoms appear most in patients with malaria in Buton, Southeast Sulawesi. This was a cross sectional study. Anamnesis, physical examination, and malaria microscopy were conducted. 9 patients were positive for P. falciparum. Most of the patients were male (89%) and 22% of the patienst were children (≤15 years old). In addition, 78% patients were in productive age (16 – 45 yaers old). Clinical symptoms found in patients with uncomplicated falciparum malaria include headaches, pale, muscle aches, chills, and dizziness. Pale and chills is a clinical symptom most commonly found in people.
Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di lebih dari 100 negara. Prevalensi penyakit ini di dunia diperkirakan 300-500 juta kasus klinis setiap tahun. Gejala/manifestasi klinis malaria beragam. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi beratnya manifestasi klinis tersebut, faktor-faktor tersebut adalah agen, host (penjamu) dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala klinis yang paling banyak muncul pada penderita malaria di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan Cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang tinggal di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sediaan darah. Jumlah penderita malaria P. falciparum sebanyak 9 pasien. Sebagian besar pasien adalah laki-laki (89%), dan 78% pasien berada pada golongan usia produktif (16 45 tahun). Gejala klinis yang ditemukan pada penderita malaria falciparum tanpa komplikasi berupa sakit kepala, pucat, nyeri otot, menggigil, dan pusing. Pucat dan menggigil merupakan gejala klinis yang paling banyak ditemukan pada penderita. © 2013 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved
*Alamat Korespondensi : e-mail:
[email protected]
9
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 7 No. 2, 2013 : 9 - 14
PENDAHULUAN Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di lebih dari 100 negara. Diperkirakan prevalensi penyakit ini di dunia 300-500 juta kasus klinis setiap tahun.1 Data Riskesdas 2010, menunjukkan bahwa semua provinsi di Kalimantan dan Sulawesi memiliki angka kesakitan yang tinggi 0/00 (>10 ). Angka kesakitan di Kalimantan Barat 0/00 0/00 53,1 , Kalimantan Tengah 40 , Kalimantan 0/00 0/00 Timur 38,1 , Kalimantan Selatan 19,3 , 0/00 0/00 Sulawesi Utara 61,7 , Sulawesi Barat 56,0 , Sulawesi Tengah 44,10/00, Gorontalo 26,10/00. Sulawesi Selatan 20,10/00 dan Sulawesi Tenggara 19,80/00.2 Gejala/manifestasi klinis malaria beragam. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi beratnya manifestasi klinis tersebut, faktor-faktor tersebut adalah agen, host (penjamu) dan lingkungan. Salah satu faktor agen dan host yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit yaitu spesies parasit Plasmodium dan kepadatan parasit pada penderita. Parasit malaria dapat menimbulkan gejala klinis antara lain demam yang disertai menggigil, berkeringat, dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal. Namun di daerah endemis, dapat ditemui orang dengan parasitemia namun tidak 3 menimbulkan gejala (asimptomatis). Pengenalan gejala klinis yang khas di daerah endemis malaria merupakan salah satu cara untuk penanganan penyakit malaria secara cepat, tepat dan rasional. Seleksi awal penderita yang dicurigai sebagai penderita malaria klinis merupakan suatu hal yang perlu dilakukan oleh petugas kesehatan di lapangan, sebelum akhirnya dikonfirmasi oleh pemeriksaan mikroskopis yang merupakan 4 standar diagnostik malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala klinis yang paling banyak ditemukan pada penderita malaria di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Juli tahun 2012. Data yang digunakan pada 10
penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Monitoring Pengobatan Artesunate Amodiaquine (AAQ) pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012. Penelitian surveilans ini merupakan studi prospektif single-arm. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sediaan darah. Sebelum dilakukan pemeriksaan, kepada pasien atau orang tua pasien (untuk pasien anak-anak) diberikan penjelasan yang cukup dan mengisi informed consent. Anamnesis meliputi identitas pribadi, keluhan penyakit saat ini, riwayat penyakit malaria dan riwayat penggunaan obat antimalaria. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan suhu tubuh dan Hemoglobin. Pengambilan sediaan darah tepi dan pembuatan sediaan tebal dan tipis dilakukan oleh petugas mikroskopis puskesmas dan selanjutnya diperiksa dengan mikroskop. Darah diambil dari ujung jari yang telah ditusuk dengan menggunakan lancet steril setelah terlebih dahulu dibersihkan dengan kapas alkohol. Tetes darah pertama yang keluar dibersihkan dengan kapas kering. Selanjutnya darah diteteskan di bagian tengah object glass. Satu tetes darah untuk sediaan darah tipis dan 2-3 tetes darah untuk sediaan darah tebal. Untuk membuat sediaan darah tipis, diambil object glass baru. Ujungnya ditempelkan pada tetes darah kecil sampai darah tersebut menyebar sepanjang object glass. Dengan sudut 450 object glass tersebut didorong dengan cepat kearah yang berlawanan dengan tetes darah tebal sehingga didapatkan sediaan hapus (seperti bentuk lidah). Sedangkan untuk sediaan tebal, ujung object glass lain ditempelkan pada tiga tetes darah tebal. Darah dibuat homogen dengan cara memutar ujung object glass searah jarum jam, sehingga terbentuk bulatan dengan diameter 1 cm. Sediaan darah dikeringkan 0 pada suhu kamar (27 C). Setelah kering, sediaan darah tipis difiksasi terlebih dahulu sebelum di warnai, sedangkan sediaan darah tebal langsung diwarnai. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan Giemsa 10% selama 10-15 menit, lalu dibilas dengan air yang mengalir. Sediaan darah dikeringkan,
Pemeriksaan Klinis dan Parasitologis ....... (Phetisya Pamela Frederika Sumolang ,et al)
lalu siap diperiksa dengan mikroskop menggunakan perbesaran 1000x untuk melihat ada tidaknya parasit dan melakukan penghitungan kepadatan parasit.5 HASIL Karakteristik Subyek Penelitian
dan eksklusi sebanyak 9 pasien, adapun karakteristik penderita malaria dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tabel penderita malaria paling banyak yaitu laki-laki sebesar 89% sedangkan perempuan sebesar 11%, dan pada umumnya penderita malaria berusia produktif sebesar 78% dan anak-anak 22%.
Jumlah penderita malaria Plasmodium falciparum yang sesuai dengan kriteria inklusi Tabel 1. Karakteristik Penderita Malaria P. falciparum di Kab. Buton Sulawesi Tenggara, Tahun 2012 Karakteristik Jenis Kelamin - Laki – laki - Perempuan Umur - Anak - anak (5 - 15 thn) - Usia produktif (16 - 45 thn)
Gejala Klinis Malaria dan Pemeriksaan Parasitologis Gejala klinis penderita malaria pada penelitian ini yaitu menggigil, nyeri otot, sakit kepala, pusing dan pucat. Penderita malaria
Jumlah Penderita (%) 8 (89) 1 (11) 2 (22) 7 (78)
sebagian mengalami lebih dari satu gejala klinis. Adapun gambaran skematis gejala klinis awal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi:
Gambar 1. Gejala klinis penderita malaria P. falciparum tanpa komplikasi di Kab. Buton Sulawesi Tenggara, Tahun 2012
11
Jurnal Vektor Penyakit, Vol.7 No. 2, 2013 : 9 - 14
Data hasil pemeriksaan parasitologis penderita sebelum diterapi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Parasitologis Penderita Malaria falciparum Tanpa Komplikasi di Kab. Buton Sulawesi Tenggara, Tahun 2012 Penderita Malaria 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gejala Klinis Sakit kepala, pucat Sakit kepala, pucat Pucat nyeri otot, pucat, menggigil Pusing Menggigil Menggigil, pusing Menggigil Pusing
Kepadatan Parasit 8382 10520 4078
Stadium Parasit Pfg Pfg Pfg
862 61200 11741 29572 30280 640
Pf Pf Pfg Pf Pf Pfg
Pada tabel diatas hasil pemeriksaan parasitologis didapatkan stadium parasit tropozoit dan gametosit. Kepadatan parasit bervariasi, kepadatan parasit yang tertinggi dan terendah memiliki gejala klinis yang sama yaitu pusing.
dilaporkan Santoso di kabupaten OKU bahwa gejala klinis penderita malaria tanpa komplikasi yang banyak adalah demam, 8 menggigil, anoreksia dan nyeri otot. Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa gejala klinis pada penderita malaria adalah demam, 9, 10 pusing, dan gangguan pencernaan.
PEMBAHASAN
Variasi gejala klinis ini juga ditemukan pada berbagai penelitian yang dilakukan di berbagai tempat. Penelitian yang dilakukan di Manado ditemukan gejala klinis pada penderita malaria adalah demam, menggigil, 11 mual dan muntah serta nyeri kepala. Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Kec. Loano Kab. Purworejo Prov. Jawa Tengah melaporkan bahwa gejala klinis pada penderita malaria adalah demam, sakit kepala, nafsu makan berkurang, kedinginan 12 dan nyeri sendi. Penelitian lain yang dilakukan di Pakistan juga menemukan bahwa gejala klinis pada penderita malaria adalah 13 demam, sakit kepala, pusing, dan muntah. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Sikka, NTT ditemukan gejala klinis malaria pada anak yaitu demam, mengggigil, mual, muntah, 14 nyeri kepala, nyeri perut, diare, dan pucat.
Jumlah sampel penderita malaria falciparum pada penelitian ini sangat kurang dari sampel yang diharapkan. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan angka kasus malaria di tiga lokasi penelitian. Penemuan pasien dalam penelitian ini hanya melalui Active Case Detection (ACD). Penderita pada umumya adalah laki-laki usia produktif yang merupakan kelompok beresiko untuk terinfeksi malaria yang disebabkan karena pekerjaannya. Hal ini didukung pula oleh Maude dan kawan-kawan yang menemukan bahwa kasus malaria banyak terjadi pada usia lebih dari 15 tahun yang disebabkan oleh pekerjaan yang 6 beresiko tinggi terhadap malaria . Pada penelitian ini, gejala klinis yang ditemukan pada pasien penderita malaria adalah sakit kepala, pusing, pucat, menggigil, dan nyeri otot. Gejala klinis yang paling banyak ditemukan adalah pucat dan menggigil. Hasil ini berbeda dengan laporan penelitian sebelumnya yang menemukan gejala klinis yang dominan yaitu demam, sakit ke p a l a , m e n g g i g i l , 7 s e d a n gka n ya n g 12
Pada penelitian ini semua penderita tanpa gejala klinis demam. Terdapat tiga kemungkinan yang menyebabkan penderita malaria tanpa gejala klinis demam yaitu (1) kemampuan respon imun dalam mengontrol kepadatan parasit di bawah tingkat pyrogenic (penyebab demam), (2) rendahnya kepadatan parasit dan rendahnya jumlah mitosis, (3)
Pemeriksaan Klinis dan Parasitologis ....... (Phetisya Pamela Frederika Sumolang ,et al) 15
pertumbuhan kinetik dari parasit. Secara klinik, gejala malaria terdiri dari atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) yaitu penderita 16 bebas sama sekali dari demam.
tertentu pada gen parasit untuk beradaptasi terhadap obat tertentu dan berdampak kepada manifestasi klinis penyakit, berupa hilangnya gejala klinis yang disertai atau 22 tanpa disertai hilangnya parasit.
Patogenesis dari penyakit malaria sangat kompleks, dan pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor pejamu, faktor sosial, dan faktor lingkungan. Faktor-faktor saling terkait satu dengan yang lainnya, yang ke m u d i a n m e n e n t u k a n va r i a s i d a r i manifestasi gejala klinis. Faktor parasit dan pejamu yang mempengaruhi variasi gejala klinis malaria antara lain yaitu strain Plasmodium, imunitas tubuh, dan jumlah parasit yang menginfeksi. 17
KESIMPULAN
Menurut penelitian yang dilakukan oleh P r y b ly s k i d a n k awa n - k awa n b a hwa kepadatan parasit juga berhubungan dengan gejala klinis seperti sakit kepala, menggigil, 18 demam dan splenomegali. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Avrina R dan kawankawan dimana tidak ada hubungan yang bermakna antara gejala klinis dengan 3 kepadatan parasit. Sementara itu, penelitian yang dilakukan White dan kawan-kawan menyatakan bahwa di daerah endemis malaria dengan tingkat kepadatan parasit 10.000/ µl darah tidak menimbulkan gejala klinis.15 Penelitian lainnya juga melaporkan bahwa pada anak-anak yang menderita malaria banyak yang tidak mengalami gejala klinis. 1 9 Penelitian sebelumnya juga melaporkan bahwa pada penderita malaria vivax tidak selalu menimbulkan gejala klinis, hal ini terjadi karena meningkatnya imunitas tubuh penderita terutama di daerah 20 endemisitas tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Becerra et al. Di Brazil dan Papua New Guinea melaporkan adanya respon imun yang diperoleh secara alami terhadap PvMSP1 pada pasien dari daerah endemik yang berbeda. Di Brazil, PvMSP1 dikenali oleh IgG3 sedangkan di Papua New Guinea, PvMSP1 dikenali oleh IgG1.21 Tingkat endemisitas suatu daerah merupakan salah satu faktor yang juga dapat menimbulkan resistensi terhadap obat malaria, ini disebabkan kemampuan suatu alel
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan gejala klinis yang ditemukan pada penderita malaria falciparum tanpa komplikasi berupa sakit kepala, pucat, nyeri otot, menggigil, pusing. Pucat dan menggigil merupakan gejala klinis yang paling banyak ditemukan pada penderita. SARAN Perlu pengenalan gejala klinis yang khas di daerah endemis guna penanganan penyakit malaria secara cepat, tepat dan rasional. Pengenalan gejala klinis juga penting untuk mengetahui cara yang tepat dalam pemberian pengobatan. Tenaga kesehatan di daerah endemis diharapkan dapat mengenal gejala dan tanda klinis yang khas di daerahnya, sebagai langkah awal diagnostik malaria klinis sebelum dikonfirmasikan pada pemeriksaan apusan darah (mikroskopis). UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian ini di wilayah Provinsi Tenggara. Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula pada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buton, Kabupaten Bombana, dan Kota Bau-Bau yang telah memberikan ijin dan fasilitas selama penelitian ini, Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula pada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih ini juga penulis sampaikan kepada Kepala Puskesmas Lasalimu Selatan, Poleang Selatan, Bungi dan Sioumpu Barat yang telah membantu dilapangan dalam pelaksanaan penelitian ini.
13
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 7 No. 2, 2013 : 9 - 14
DAFTAR PUSTAKA 1.
World Health Organization. Susceptibility of Plasmodium Falciparum to Antimalarial Drugs. 2005. Report on global monitoring 1996-2004 WHO Press Geneva Switzerland.
2.
Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2010.
3.
Avrina R, Risniati Y, Siswantoro H, Armedy RH, Tjitra E, Delima. Hubungan Kepadatan Parasit dengan Manifestasi Klinis pada Malaria Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivaks. Media Litbang Kesehatan 2011; Vol.21 No.3.
4.
Lambok Siahaan. Gejala dan Tanda Klinis Malaria di Daerah Endemis. Majalah Kedokteran Indonesia Juni 2008 ; Vol.58 No.6.
5.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Teknis Pemeriksaan Parasit Malaria. Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2009.
6.
Maude RJ., Dondorp AM, Faiz MA, Yunis E., Sama R., Hossain A & Rahman MR, Malaria in southeast Bangladesh : A descriptive study, Bangladesh Med Res Counc Bull 2008; 34:8789. 2008.
7.
8.
9.
Kusumaningsih, M. Uji efikasi kombinasi Artesunat-Amodiakuin dibandingkan dengan Sulfadoksin-Pirimetamin dan Primakuin pada p e n d e r i t a m a l a r i a fa l c i p a r u m t a n p a komplikasi di Kabupaten Purworejo. ,2005. Santoso, Evaluasi Penggunaan ArtesunatAmodiaquin (Artesdiaquin) pada pengobatan Malaria tanpa komplikasi di Puskesmas Penyandingan dan Tanjung Lengkayap Kabupaten OKU. Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 39 No. 2, 2011. Erhart LM, Yingyuen K, Chuanak N, Buathong N, Laoboonchai A, Miller RS, et al. Hematologic and clinical indices of malaria in a semiimmune population of Western Thailand. Am J Trop Med Hyg 2004;70(1):8-14.
10. Pitmang SL, Thatcher TD, Madaki JKA, Egah DZ, Fischer PR. Comparison of sulphadoxinepyrimethamine with and without chloroquine for uncomplicated malaria in Nigeria. Am J Trop Med Hyg 2005;72(3): 263-6. 11. Tatura Suryadi N.N. Efikasi Obat Klorokuin, K i n a , A r t e s u n a t e - S P, A r t e s u n a t e Amodiaquine, Artesunate-Lumafentrin Pada Anak Malaria Falciparum di BLU RSUP Prof. DR. RD. Kandou Manado. Sari Pediatri. April 2009 ; Vol.10 No.6 12. Amani Marhum N, Kadar A, Solikhah. Skrining
14
Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuasin Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. KESMAS Vol.3 No.3 Sptember 2009 : 162-232. 13. Haider I, Saleem M, Subhan F, Khan I, Muhammad I, Badshah A. Clinical presentation and outcome of 100 cases of falciparum malaria. Khyber Med Univ J 2012; 4(2): 58-62. 14. Parwati SB, Simplicia MA. Ismoedijanto. Faktor Determinan Klinis pada Malaria Anak. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 2, September 2001: 106 – 114. 15. White NJ, Pongtavorupinyo W, Maude RJ, Saralamba S, Aguas R, Stepniewska K, et al. Hyperparasitaemia and low dosing are an important source of anti-malarial drug resistance. Malaria Journal 2009; 8:253. 16. Susiawan LD, Efikasi Artesdiaquin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi di Kabupaten Banjarnegara, Tesis, UGM, 2006. 17. PN Harijanto, Agung Nugroho, Carta A Gunawan. Malaria Dari Molekuler Ke Klinis. Ed.2. Jakarta : EGC. 2009. 18. Prybliyski D, Khalig A, Fox E, Sarwari AR, Strickland GT. Parasite Density and Morbidity in the Pakistan Punjab. Am J Trop Med Hyg. 1999 ; 61 (5) : 791-801. 19. Becerra C.F., Sanz S., Brucet M.,Stanisic D.I., Alves F.P., Camargo E.P., Alonso P.L., Mueller I., Portillo H.A.D., 2010. Naturally-acquired humoral immune responses against the N- and C-termini of the Plasmodium vivax MSP1 protein in endemic regions of Brazil and Papua New Guinea using a multiplex assay. Malaria Journal 9:29. 20. Santoso, Supargiyono, Wijayanti MA. Perbedaan Gejala Klinis dan Efek Samping Pe n g o b a t a n p a d a Pe n d e r i t a M a l a r i a Falciparum dan Vivax. Jurnal Pembangunan Manusia 2012; Vol. 6 No. 2.. 21. Bousema J.T., Gouagna L.C., Drakeley C.J., Meutstege A.M., Okech B.A., Akim I.N.J., Beier J.C., Githure J.I. and Sauerwein R.W. Plasmodium falciparum gametocyte carriage in asymptomatic children in western Kenya. Malaria Journal 2004; 3:18. 22. Toshihiro M, Kaneko A, Kojilum J, Bwijo B, Tachechi M, Zungu IL, Recovery of chloroquine sensitivity and low prevalence of the p l a s m o d i u m fa l c i p a r u m c h l o ro q u i n e resistance transporter gene mutation K76T following the discontinuance of chloroquine use in malawai. Am. J.Trop.Med. Hyg. 2003; 68 (4):413-415.