Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 7 No. 2, 2013 : 1 - 8
Bio-ekologi Vektor Malaria di Kecamatan Galang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau Bio-ecology Malaria Vector in Galang Batam City, Kepulauan Riau Province M. Hasyimi*, Amrul Munif, dan Supratman Sukowati Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
INFO ARTIKEL Article History : Received : 29 Jul. 2013 Revised : 12 Sep. 2013 Accepted : 1 Dec. 2013 Keywords : Bio-ecology, Malaria vector, Galang subdistrict
Kata kunci : Bio-ekologi, Vektor malaria, Galang
ABSTRACT/ABSTRAK Galang as one of the 12 sub districts in the Batam city, still has the problem of malaria, it has a unique topography because it consists of several islands, coastal areas and population distribution concentrated on certain islands. Other, Galang has annual parasite index (API) 43.3 ‰ in 2006. The number of malaria cases in Galang showed an increase from 788 in 2006 to 2447 in 2007. For supporting malaria control programs in the Galang district, then conducted a study with the aim to understand the bio-ecology malaria vector. The Objective of study to understand the bio-ecology malaria vector at Galang district.The study was conducted in 2008, by identification of vector breeding habitat, vector incrimination and collections of the adult Anopheles by catching the bait human body methods. The results showed that in the district of Galang were found breeding places of Anopheles that the highest Anopheles larvaes per dip concentration was among fishpond and followed by drainages. Anopheles species was caught are four i.e. An. vagus, An. karwari, An. letifer dan An. sundaicus. In term of time of Anopheles sundaicus bites, the most common mosquitoes biting occurred 0-1 AM and 4-5 AM. On the other hand the scarce time biting was 6-8 PM. At 4-5 AM which workers started to do the activity and an average of 29% parity. So in the District Galang still potentially occur and outbreaks of malaria transmission. Advised eradicating larvae with insecticides and specialty care residents in P. Karas need to set up health care clinics and can utilize the RDT as a tool in case finding.
Galang merupakan salah satu kecamatan di Kota Batam yang masih mempunyai masalah malaria. Topografi Galang terdiri atas beberapa pulau berpantai dan distribusi penduduknya tidak merata tetapi terkonsentrasi pada pulau tertentu. Annual parasite index (API) Galang pada tahun 2006 sebesar 43,3‰. Jumlah kasus malaria menunjukkan peningkatan, pada tahun 2006 berjumlah 788 menjadi 2 447 pada tahun 2007. Untuk memberikan masukan pada program pengendalian malaria di Kecamatan Galang khususnya, dan Kota Batam umumnya dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui bio-ekologi vektor malaria. Penelitian dilakukan dengan desain cross sectional dengan metode observasi pada tahun 2008, dengan cara mengidentifikasi tempat-tempat perkembangbiakan, inkriminasi vektor dan penangkapan nyamuk dengan cara memasang light trap dan umpan badan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan larva tertinggi ada pada kolam ikan kemudian saluran air. Dengan perangkap light trap, perolehannya lebih dominasi oleh serangga bukan Anopheles. Spesies Anopheles yang tertangkap ada 4 yaitu An. vagus, An. karwari, An. letifer dan An. sundaicus. Nyamuk An. sundaicus menggigit pada jam 00.00-01.00 dan jam 04.00-05.00 dini hari, pada 18.00-20.00 masih jarang menggigit. Pada jam 04.00-05.00 dimana pekerja mulai melakukan aktifitas serta parity rata rata 29%. Sehingga di Kecamatan Galang masih berpotensi terjadi penularan dan KLB malaria. Disarankan pemberantasan jentik dengan insektisida dan khusus pelayanan penduduk di P. Karas perlu didirikan pos pelayanan kesehatan dan dapat memanfaatkan RDT sebagai alat bantu dalam penemuan kasus. © 2013 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved
*Alamat Korespondensi : email :
[email protected]
1
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 7 No. 2, 2013 : 1 - 8 6
PENDAHULUAN Di Indonesia, terutama di daerah pedesaan yang jauh dari pelayanan kesehatan, malaria masih banyak menimbulkan kesakitan dan kematian bahkan sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).1 Kota Batam terletak diantara 0,55o – 1,55o LU o o dan 45 -104,10 BT, dengan batas sebelah utara adalah selat Singapura, sebelah barat Kabupaten Karimun, sebelah selatan Kabupaten Riau dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Riau kepulauan. Kota Batam merupakan daerah kepulauan yang terdiri atas 329 pulau dengan 180 pulau yang berpenghuni. Jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 987 834 jiwa.2 Penderita klinis malaria yang berkunjung ke Puskesmas sekota Batam pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 berturut-turut sebagai berikut : 4.960, 4.978, 4206, 7.049 orang. Adapun jumlah slide positif parasit pada setiap pemeriksaan pada periode yang sama sebagai berikut : 902 (4.045), 582 (3.702), 318 (3318) dan 649 (7.305) orang.3 o
Galang terletak di koordinat 0 45' LU dan 104 14 BT, mempunyai topografi yang khas karena terdiri atas beberapa pulau, daerah pantai dan penduduknya terkonsentrasi pada pulau tertentu. Jumlah penduduknya 13.379 jiwa, penduduk terpadat berada di Pulau Karas (2.629 jiwa, dan pada tahun 2010 mencapai 3.128 jiwa). Berdasarkan data Bidang PP PL Dinas Kesehatan Kota Batam, Galang merupakan salah satu kecamatan di Kota Batam yang endemis malaria. Sementara itu, berdasarkan data dari Puskesmas Kecamatan, Galang mempunyai angka parasit (Annual Parasite Index, API) 43,3 ‰ pada tahun 2006. Jumlah kasus malaria klinis di Kecamatan Galang memperlihatkan adanya peningkatan, pada tahun 2006 berjumlah 788 2 orang menjadi 2.447 pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 sebesar 1.540 penderita. Padahal, ketika terjadi KLB di Kota Batam tahun 1987 dan tahun 2004, Kecamatan Galang di katagorikan sebagai daerah yang bebas KLB.4 o
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kota Batam telah ditemukan nyamuk Anopheles yang mendominasi sebagai vektor 5 6 malaria yaitu An. sundaicus dan An. letifer . 2
dan An. maculates. Uji Elisa terhadap populasi nyamuk hasil landing collection di Kecamatan Nongsa Kota Batam, menunjukkan bahwa An.sundaicus positif Plasmodium falciparum dan P. vivax7. Tujuan penelitian ini untuk memahami bio-ekologi nyamuk tersangka vektor malaria di Kecamatan Galang Kota Batam. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan pada bulan September hingga Nopember tahun 2008, di awali dengan survei habitat larva Anopheles di Kecamatan Galang Kota Batam. Kegiatan penelitian dilakukan oleh peneliti dan tenaga litkayasa Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta. Pengamatan dilakukan pada pagi hari di tiga kelurahan yaitu: Kelurahan Rempang Cate, Kel. Karas (meliputi P. Mubud dan P. Karas) dan Kel. Sembulang. Survei habitat dilakukan dengan metode survei larva.8 Selain itu, dilakukan juga pengamatan karakteristik lingkungan fisik biologiknya, antara lain : jenis habitat, vegetasi/ tanaman air, predator, pH, suhu dan salinitas air. Pemeriksaan habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles dilakukan di sepanjang pantai Melayu dan Kalad Kel. Rempang Cate, beberapa tempat yang diduga sebagai perkembangbiakan di P. Mubud, dan di pedalaman dan sepanjang pantai di P. Karas. Tempat–tempat yang diduga dapat menjadi habitat perkembangbiakan Anopheles diinventarisasi, dan diamati lingkungan atau ekosistemnya. Sedangkan untuk koleksi nyamuk Anopheles dewasa dilakukan dengan pemasangan light trap dan penangkapan dengan umpan badan semalam suntuk (Human landing all night collection). Alat light trap, dipasang pada jam 18.00 dan diambil jam 06.00 di dua tempat yang berbeda di setiap lokasi penangkapan. Koleksi nyamuk dengan pemasangan light trap semalam suntuk dilakukan di P. Karas ( dua tempat) dan Kp. Pasir Merah Kel. Sembulang (dua tempat). Untuk menghitung kelimpahan nisbi suatu spesies digunakan rumus sebagai berikut :
Bio-ekologi Vektor Malaria di Kecamatan Galang Kota Batam ... (M. Hasyimi, et al)
Kelimpahan Nisbi (%) =
Jumlah nyamuk spesies tertentu yang tertangkap Jumlah seluruh nyamuk yang tertangkap.
Sedangkan Human landing all night collection dilakukan pada waktu yang sama, oleh empat orang sukarelawan dibawah bimbingan peneliti. Masing-masing dua sukarelawan untuk penangkapan dalam rumah (indoor) dan luar rumah (outdoor) dengan menggunakan aspirator dan paper cup. Untuk memperoleh informasi perilaku menggigit Anopheles, maka penangkapan nya m u k d i ke l o m p o k k a n p e r jam
MBR =
penangkapan sejak jam 18.00 hingga 06.00 pagi. Anopheles diidentifikasi spesiesnya dengan menggunakan mikroskop stereo dan berdasarkan kunci identifikasi nyamuk Anopheles sp dari O'Connor dan Soepanto (1999).9 Kemudian dihitung man bitting rate (MBR), yaitu angka kepdatan nyamuk Anopheles sp per spesies yang menggigit orang di dalam rumah dan berhasil di tangkap oleh kolektor selama satu periode penangkapan.
Jumlah Anopheles sp. yang menggigit di rumah Jumlah jam penangkapan x jumlah kolektor.
N ya m u k ya n g t e r t a n g k a p h i d u p diupayakan dilakukan pembedahan ovarium, untuk memperkirakan umur nyamuk. Pembedahan ovarium nyamuk dilakukan oleh tenaga litkayasa terlatih di Laboratorium lapangan, dengan metode WHO (1975)8. Perkiraan panjang umur nyamuk ini merupakan faktor penting untuk memperkirakan waktu penularan sehingga mudah untuk mengetahui endemisitas malaria disuatu wilayah. Dengan melihat ujung-ujung tracheolus pada ovarium tersebut dapat diketahui nyamuk tua atau Parity rate :
muda. Apabila ujungnya masih melingkar disebut nulliparous, yang berarti nyamuk tersebut masih muda (yang baru keluar dari tempat perkembangbiakannya), dan dapat dipastikan bahwa nyamuk tersebut belum mengandung parasit Plasmodium di dalam tubuhnya. Sedangkan bila bentuk tracheolus sudah terurai atau lurus disebut parous, berarti nyamuk ini sudah tua, karena sudah pernah bertelur, sehingga kemungkinan ada parasit di dalam tubuhnya. Menghitung Parity rate dalam populasi nyamuk dengan rumus berikut :
Jumlah nyamuk parous Jumlah nyamuk yang diperiksa ovariumnya
HASIL Jenis jenis habitat perkembangbiakan Anopheles yang ditemukan, lingkungan fisik dan lingkungan biologi di daerah penelitian disajikan pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Habitat Perkembangbiakan Anopheles di Kec. Galang Kota Batam Bulan September-November tahun 2008. No. 1 2 3 4 5 6
Jenis habitat Kolam ikan Kolam biasa Rawa mangrove Saluran air Genangan air Parit
Suhu (oC) pH Salinitas 26 6 5 27 7 2 26 6 2 27 28 26
6 6 6
0 0 0
Tanaman Air Kangkung Semak Lumut,ganggang
Predator Ikan sembilang Larva capung Larva capung
Lumut (algae) Kangkung Kiambang
Kecebong,ikan Ikan Kecebong
3
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 7 No. 2, 2013 : 1 - 8
No.
Jenis habitat
Suhu (oC) pH Salinitas
7
Sungai kecil
26
5
6
8
Sungai muara
26
6
0
Tanaman Air
Predator
Rumput (Graminae) Kiambang
Ikan sembilang Larva capung
Hasil penangkapan dengan alat light trap lebih banyak memperoleh serangga non Diptera dan nyamuk non Anopheles. Nyamuk Anopheles yang diperoleh dengan cara ini disajikan pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Jumlah Nyamuk Anopheles yang Tertangkap Dengan Light trap Menurut Spesiesnya Di Kec. Galang Kota Batam Bulan September- November Tahun 2008. No.
Spesies
1. 2. 3. 4.
An. sundaicus An.vagus An.letifer An. karwari Jumlah
n 190 1 7 2 200
Kelimpaha n nisbi (%) 95 0,5 3,5 1,0
Keterangan : n = jumlah nyamuk Anopheles yang tertangkap.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil penangkapan Anopheles dewasa dengan light trap ditemukan empat spesies yaitu ditemukan 3 spesies yaitu An.sundaicus, An.vagus dan An.letifer di Pulau Karas dan An. karwari di Pasir Merah. Nyamuk An. sundaicus banyak ditemukan di Kampung Melayu dibandingkan lokasi lainnya, selain itu di Kampung Melayu juga ditemukan An.karwari. Di Pasir merah hanya ditemukan An.letifer, sementara di Kp. Sungai Raya hanya ditemukan An.sundaicus (Tabel 3). Dari sisi jumlah hanya nyamuk An. sundaicus yang memenuhi syarat untuk dianalisis. Begitu pula, berhubung hasil penangkapan di
dalam rumah relatif sedikit, sehingga sulit untuk dilakukan analisis. Maka dalam analisis selanjutnya, hasil penangkapan luar dan dalam rumah dianalisis secara bersama. Puncak aktivitas An. sundaicus menggigit, umumnya terjadi antara jam 00.00-01.00 malam dan 04.00-05.00 pagi. Fase dimana An. sundaicus jarang melakukan aktivitas menggigit antara jam 06.00-07.00 sore (Gambar 1). Dari perolehan nyamuk selama penelitian tersebut, kemudian dihitung indeks Man biting rate (MBR ). Ternyata yang tertinggi (7,7) ditemukan pada nyamuk An. sundaicus yang berasal dari Kampung Melayu, disusul kemudian yang dari Sungai raya (5,5).
Tabel 3. Distribusi Anopheles yang Tertangkap dan Man Bite Rate per Lokasi Penangkapan di Kecamatan Galang Kota Batam Bulan September- November tahun 2008. sundaicus
Anopheles vagus letifer
kaswar No. Lokasi i n mbr n mbr n mbr n mbr 0 0 0 2 0,01 1. Kampung Melayu 145 7,7 0 2. Pasir Merah 0 0 0 0 2 0,3 0 0 3. P.Karas 12 2,0 1 0,08 5 0,8 0 0 4. Kp. Sungai Raya 33 5,5 0 0 0 0 0 0 190 1 7 2 Keterangan : n = jumlah nyamuk yang tertangkap mbr = man biting rate
4
Jumlah
147 2 18 33 200
Bio-ekologi Vektor Malaria di Kecamatan Galang Kota Batam ... (M. Hasyimi, et al)
Dari 200 ekor Anopheles yang tertangkap hanya 29 nyamuk yang berhasil dilakukan pembedahan/ pemeriksaan ovarium. Hasil pemeriksaannya disajikan pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Parity rate Anopheles yang Tertangkap di Kecamatan Galang Kota Batam Bulan September- November tahun 2008.
No.
Spesies
Parous
Nuliparous
1. 2. 3. 4.
An.sundaicus An.vagus An. Letifer Jumlah
4 1 1 6
10 1 4 15
Parity Rate (%) 28 50 20 29
Gambar 1. Fluktuasi aktivitas menggigit An. Sundaicus di Kecamatan Galang Kota Batam, bulan September dan Nopember tahun 2008. PEMBAHASAN Hasil penelitian habitat Anopheles di Galang menunjukkan bahwa habitatnya bervariasi. Larva Anopheles dapat ditemukan di berbagai macam habitat. Kolam yang bersih (clean pools), juga kolam yang tetap maupun kolam sementara, yang penting perairan te r s e b u t t i d a k te r ko n t a m i n a s i o l e h pencemaran secara kimiawi akan cocok untuk perkembangbiakan larva Anopheles. Hampir semua jenis perairan di Kecamatan Galang, dapat menjadi breeding places Anopheles. Menurut Goma (1966)10 faktor lingkungan seperti temperatur dipercaya sebagai faktor yang mempengaruhi untuk menyeleksi habitat perkembangbiakan. Hasil pengukuran tempat perkembangbiakan di daerah penelitian terhadap salinitas air berkisar 0-
6‰, dengan pH berkisar 5-7 dan suhu antara 26-28oC. Menurut Buletin Window data dan Health Information11, Kementrian Kesehatan, kuartal tahun 2011, tempat perkembangbiakan vektor malaria dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : Sawah untuk An. aconitus, An. annullaris, An. barbirostris, An. kochi, An. karwari, An.nigerrimus, An.sinensis, An.tesellatus, An.vagus, An. letifer. Dataran tinggi/ hutan unt uk An.balabacensis, An.bancrofti, An.punculatus, An.umbrosus. Pantai / muara sungai untuk An.flavirostris, An.koliensis, An.ludlowi, An.minimus, An.punctulatus, An.parangensis, An.sundaicus, An.subpictus. Sebagai pembanding, hasil penelitian12, di Desa Jati Malang dan Desa Gedangan, Purworejo menunjukkan bahwa habitat 5
Jurnal Vektor Penyakit, Vol.7 No. 2, 2013 : 1 - 8
perkembangbiakan An.sundaicus mempunyai rerata suhu pada perairan 25,6-27,8oC; pH normal antara 7,2-7,6, salinitas 3,0-3,5‰ dan kedalaman air 20,3 -25,2 cm. Di Kecamatan Galang, khususnya di Kampung Melayu, An. sundaicus merupakan spesies yang memiliki kepadatan tertinggi. Hal ini disebabkan karena tersedianya perairan yang sangat menunjang menjadi habitat perkembangbiakan, seperti kolam kecil yang permanen, muara sungai, kebun yang rindang. Selain tanaman air dan tanaman sekitar sebagai lingkungannya dan suhu udaranya (26-28oC) sangat ideal bagi perkembangbiakan nyamuk Anopheles. An.sundaicus diketahui sebagai vektor malaria di beberapa daerah pesisir pantai di Lombok .13 Pulau Karas, yang merupakan pulau kecil dengan penduduk padat, sehingga pesisir pantai di pulau tersebut merupakan habitat yang baik. Di Indonesia spesies An.sundaicus merupakan vektor utama malaria di daerah pantai terutama di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. 1 4 Nyamuk Anopheles merupakan serangga yang aktif mencari darah pada malam hari, biasanya mulai menggigit pada jam 18.00 hingga pagi jam 6.00, dengan puncak menggigit untuk setiap spesies berbeda. MBR di daerah penelitian berkisar 2,0-7,7; sedangkan hasil penelitian Yusniar A. dkk., 201115 di Kecamatan Nongsa, Kota Batam, MBR tertinggi adalah 35,5 diluar rumah, dan 18,7 di dalam rumah, atau dengan rata-rata 27,1. Berarti, di Kecamatan Galang angka MBR-nya lebih rendah daripada Kecamatan Nongsa. Hasil pengamatan di Galang menunjukkan bahwa puncak aktifitas menggigit An. sundaicus di Kecamatan Galang pada jam 24.00-01.00 dan 04.00-05.00 (Gambar 1). Berdasarkan penelitian di 14 Kecamatan Nongsa Kota Batam , puncak aktifitas menggigit tertinggi pada jam 23.0024.00 di dalam rumah dan di luar rumah pada jam 01.00-02.00 dan jam 03.00-04.00. Sementara di daerah Purworejo Jawa Tengah, An. sundaicus aktifitas menggigit sepanjang malam, aktifitas puncak terjadi pada tengah malam antara jam 23.00 hingga jam 01.00.11 Penelitian di Kecamatan Wongsorejo, 6
15
Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur , menyatakan bahwa aktivitas menggigit di dalam rumah pada jam 19.00-20.00, kemudian 21.00-22.00, sementara di pagi dini hari terjadi pada 04.00-05.00. Sedangkan di luar terjadi antara 21.00-22.00, 24.00-01.00. pada dini hari 02.00-03.00 dan jam 04.0005.00. Hasil penelitian (tabel 5) menunjukkan bahwa Parity rate An. sundaicus di Kecamatan Galang sebesar 28%, artinya sebanyak 28% nyamuk yang tertangkap pernah bertelur. Hal ini dapat diasumsikan bahwa mungkin terjadi penularan tinggi, karena penularan malaria dipengaruhi oleh besarnya parity rate. Sebagai pembanding, sebuah penelitian14 yang telah dilakukan menyebutkan bahwa longivitas An. sundaicus di pantai Village Kecamatan Nongsa, berkisar antara 7,22 sampai 9,39 dengan rata-rata 8,39. Sedangkan yang 7 dilakukan Yusniar A., dkk., (2011) , pada kecamatan dan kota yang sama, nilai parous rate An. sundaicus di luar rumah sebesar 66% dan di dalam rumah 57% (atau rata-rata 61,5%). Hasil pembedahan ovarium terhadap nyamuk An.vagus betina yang tertangkap mendapat nilai 50%, dan An.letifer 20% dan An. sundaicus betina diperoleh nilai 28%. Untuk dapat berperan sebagai vektor, nyamuk betina harus mempunyai umur cukup lama sehingga Plasmodium dapat hidup di dalam tubuhnya. Lamanya pertumbuhan parasit dalam tubuh nyamuk untuk setiap jenis Plasmodium, juga bervariasi. Untuk P. vivax mencapai 8-10 hari, P. falciparum mencapai 910 hari dan P. malarie mencapai 14-16 hari.15 Kemampuan hidup dari suatu spesies nyamuk dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu te r s e d i a nya b a h a n m a ka n a n ( d a ra h manusia/hewan), perindukan dan tempat istirahat.16 Hasil penelitian ini juga menemukan spesies Anopheles letifer walau hanya 7 ekor, namun perlu mendapatkan perhatian pihak pelaksana program karena spesies ini juga bertindak sebagai vektor malaria.17 Pada waktu yang bersamaan di Kecamatan Belakang Padang Kota Batam juga ditemukan An. letifer, walau tidak ada yang berhasil dikonfirmasi sebagai vector.4 Begitu pula, penelitian menemukan An. vagus walau dalam jumlah yang sangat sedikit
Bio-ekologi Vektor Malaria di Kecamatan Galang Kota Batam ... (M. Hasyimi, et al)
(seekor). Menurut Mardiana dkk., (2010) 18 di Pandeglang, larva An. vagus ditemukan pada berbagai habitat perkembangbiakan dengan kadar garam 0-1%, pH 7-8 dan kedalaman yang bervariasi 2-10 cm. An.vagus juga perlu mendapat perhatian karena nyamuk ini sudah terbukti sebagai vektor malaria di beberapa daerah termasuk di Pulau Sumatera. Penelitian Amrul Munif (2008) 19, telah mengkonfirmasi An. vagus sebagai vektor untuk parasit Plasmodium falciparum. KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Galang masih berpotensi terjadi penularan dan kejadian luar biasa (KLB) malaria, mengingat adanya penemuan beberapa habitat yang cocok untuk perkembangbiakan Anopheles. Begitu pula dengan tertangkapnya nyamuk yang kemungkinan sebagai vektor yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. letifer dan An. karwari, yang mempunyai MBR sebesar 7,7. Aktifitas menggigit An. sundaicus pada pagi hari (jam 04.00-5.00) dimana para pekerja mulai melakukan aktifitas serta parity rate rata-rata 29 %. SARAN 1.
Untuk mengurangi faktor risiko perlu dilakukan pemberantasan jentik dengan insektisida pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles.
2.
Mengingat penduduk di Pulau Karas, Kecamatan Galang yang merupakan daerah padat penduduk dan kurang mampu, sementara pelayanan kesehatan hanya Pustu, maka perlu didirikan pos pelayanan kesehatan, yang dapat memanfaatkan rapid diagnostic test (RDT) sebagai alat bantu dalam penemuan kasus malaria.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis ucapkan sebesar-besarnya kepada: Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam dan jajarannya, Kepala Puskesmas Kecamatan Galang dan jajarannya dan masyarakat di daerah penelitian yang
terpilih sebagai sampel atas kesediaan berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat d i m a n fa a t ka n s e c a ra o p t i m a l u n t u k m e n i n gka t ka n d e ra j a t ke s e h a t a n d i Kecamatan Galang dan pihak-pihak lain yang memerlukan. DAFTAR PUSTAKA 1.
Laihad, F., J.,( 2011). Pengendalian Malaria dalam Era otomi dan Desentralisasi Menu Eliminasi Malaria 2030 di Indonesia. Bull. Jendela data dan Informasi Kesehatan. Vol 1 :1. Hal. 17 2. Anonim (2010). Satuan Kerja Perangkat Daerah. Pemerintah Kota Batam. Tersedia pada : http//skpd.batamkota.go.id. 3. Anonim (2008). Profil Kesehatan Kota Batam Tahun 2004-2007. Pemkot Kota Batam Dinas Kesehatan. 4. Supratman S., Mardiana, Shinta, Yurniar Ariati, RA Wigati, Amrul Munif, M.Hasyimi, Suharjo dan Helper Manalu (2008). Studi EkoEpidemiologi Malaria di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Puslitbang Ekologi dan Status Kes. Balitbangkes. Depkes.hal. 3 5. Shinta, Supratman Sukowati dan Mardiana (2012). Bionomik Vektor Malaria Nyamuk Anopheles sundaicus dan Anopheles letifer di Ke c a m a t a n B e l a ka n g Pa d a n g B a t a m Kepulauan Riau. Bult.Penel. Keseht. Vol. 40. No. 1 6. Suasana Dewi (2004). Dinamika Penularan Malaria di Ekosistem Pantai (Studi Kasus di Desa Nongsa Batam). FKM UI 7. Yusniar Ariati, Wigati, Herri Andris dan S.Sukawati (2011). Bioekologi Vektor Malaria Nyamuk Anopheles sundaicus di Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Tahun 2008. JEK. Vol.10. No. 1. 8. WHO, 1975. Manual on practical entomology in malaria. 9. O'Connor CT, Soepanto A. (1999). Kunci bergambar untuk Anopheles betina dari Indonesia. Ditjen P2M & PL Dekes. Jakarta. 10. Goma LKH. The Mosquitoes. London: Hutchinson, 1966: 1-364. 11. Kemkes (2012). Bulletin Window data dalam : Developing the Mosquito. Tersedia pada : http://aidstuberculosis malaria. Blogspot.com/2012/11. 12. Supratman Sukowati dan Shinta (2009). Habitat Perkembangbiakan dan Aktivitas 7
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 7 No. 2, 2013 : 1 - 8 menggigit Nyamuk Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus di Purworejo, Jawa Tengah. JEK. Vol.8 No.1: hal. 915-928. 13. Budiasih, H.,(1993). Beberapa Apek Ekologi Tempat Perindukan An.sundaicus Rodenwalt Dalam Kaitannya dengan Epidemiologi Malaria di desa Labuan Lombok. Thesis.Program Pasca Sarjana IPB. Bogor 1993. 14. Hadi, U.K. dan Koesharto, FX, 2006. Insektisida Permukaan, dalam : Sigit, H.S dan Upik, U.K.: Hama Permukaan Indonesia I n d o n e s i a Pe n g e n a l a n , B i o l o g i d a n Pengendalian, Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman Fak.Kedok. Hewan, IPB.h. 23 15. Mardiana, Wigati dan Tri Sumaryono (2003). Aktivitas menggigit Anopheles sundaicus di Ke c a m a t a n Wo n g s o r e j o , K a b u p a t e n Banyuwangi, Jawa Timur. Media Litbangkes. Vol. 13:2
8
16. Kirnowardoyo, S., (1981). Anopheles aconitus Donitz dengan cara-cara pemberantasan di beberapa daerah Jawa Tengah. Proceeding Seminar Parasitologi Nasional ke II. 24-27 Juni, Jakarta 1981 17. Harinasuta et al., 1992 dalam : South east Asia J Trp Med Public Health Vol. 28 No. 3 1997. Tersedia pada: http:tm.mahidol.ac.th/ seameo. 18. Mardiana dan Dian Perwitasari (2010). Habitat yang potensial untuk Anopheles vagus di Kecamatan Labuan dan Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. JEK Vol.9 No. 1. Hal. 1139-1143. 19. Amrul Munif, Saptoro Rusmiarto, Yusniar Aryati, Heri Andris dan Craig A. Stoops (2008). Konfirmasi Status Anopheles vagus sebagai Vektor Pendamping saat Kejadian luar Biasa Malaria di Kabupaten Sukabumi Indonesia. JEK Vol. 7 No. 1, hal. 689-696.