BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2010, jumlah penduduk
Indonesia diperkirakan mencapai 234,2 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk pada tahun 2000 yang mencapai 205,1 juta jiwa. Data tersebut berasal dari sensus penduduk yang diselenggarakan pada tahun 2010 dan merupakan sensus penduduk modern ke-6 yang dilakukan di Indonesia. Dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia, presentasi populasi penyandang tunarungu cukup besar, seiring pertambahan penduduk setiap tahun. Jumlah penyandang tunarungu diperkirakan sebesar 1,25 persen dari total jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 atau sekitar 2.962.500 jiwa. Dengan presentasi populasi penyandang tunarungu yang begitu besar didalamnya, terdapat anak-anak yang memerlukan penanganan khusus dan mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak penyandang tunarungu. SLB merupakan sekolah luar biasa yang khusus menangani anak yang berkelainan atau penyimpangan dari manusia normal pada umumnya. Tunarungu adalah mereka yang mengalami gangguan pendengaran sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan tujuan komunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Sutjihati (2007:93) Anak tunarungu adalah suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indra pendengarnya. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan definisi
tunarungu,
yaitu
seseorang
yang
memiliki
kelainan
dengan
pendengarannya sehingga untuk berkomunikasi harus menggunakan isyarat tangan agar dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat memperlancar dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani adaptif. Dengan adanya sekolah luar biasa, diharapkan anak penyandang tunarungu dapat ikut serta aktif dalam mengikuti proses pembelajaran, sedangkan perhatian dari pemerintah masih Yana Nurohman, 2013 Pengaruh Permainan Boy-boyan Terhadap Waktu Aktif Belajar Siswa Tunarungu di SLB B Angkasa Kabupaten Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2
kurang dalam memfasilitasi pembelajaran bagi anak penyandang tunarungu di sekolah luar biasa. Populasi penyandang tunarungu sangat tinggi sehingga penyandang tunarungu memerlukan penanganan khusus, terutama kegiatan jasmani yang bersifat rekresional yang berupa hiburan serta diminati oleh anak penyandang tunarungu. Salah satu upaya untuk meningkatkan minat, kegembiraan, kebugaran, dan kesehatan serta meningkatkan waktu aktif belajar bagi penyandang tunarungu melalui kegiatan pembelajaran Pendidikan Jasmani adalah melalui pendekatan bermain. Permainan disini merupakan permainan yang aktif yang dapat meningkatkan waktu aktif belajar siswa, berupa permainan boy-boyan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Rahayu (2008:18) Permainan boy-boyan adalah kegiatan bermain yang cukup sederhana dan dapat dimainkan serta disenangi oleh banyak orang, apapun tingkat keterampilan termasuk oleh anak-anak. Permainan boy-boyan adalah permainan tradisional yang sering dilakukan oleh anak-anak untuk mengisi waktu luang. Permainan ini membutuhkan kemampuan melempar, menghindar, berlari serta alat yang digunakan adalah bola kasti atau tenis dan pecahan genteng atau benda yang dapat ditumpuk ke atas. Permainan boy-boyan merupakan permainan yang bersifat aktif, karena didalam permainan boy-boyan siswa dituntut untuk bisa melempar, menghidar, dan berlari ketika melaksanakan permainan. Sebelumnya, belum ada yang meneliti tentang pengaruh permainan boy-boyan terhadap waktu aktif belajar khususnya pada siswa penyandang tunarungu, maka penulis ingin mengetahui sejauh mana pengaruh permainan boy-boyan terhadap waktu aktif belajar siswa tunarungu di SLB B Angkasa Lanud Sulaiman. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, saat pembelajaran berlangsung, siswa SLB dibagi kedalam dua kelompok dengan membedakan kemampuan siswa, baik yang mampu maupun kurang mampu dalam melaksanakan tugas gerak yang guru berikan. Hal tersebut secara tidak langsung akan menimbulkan kecemburuan sosial antara siswa yang kurang mampu dengan siswa yang mampu serta siswa SLB kurang aktif mengikuti pembelajaraan Pendidikan Jasmani Yana Nurohman, 2013 Pengaruh Permainan Boy-boyan Terhadap Waktu Aktif Belajar Siswa Tunarungu di SLB B Angkasa Kabupaten Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3
adaptif. Kebanyakan siswa yang mengikuti pembelajaran kurang respon dengan pembelajaran yang diberikan oleh guru Penjas adaptif, sedangkan siswa tunarungu membutuhkan banyak gerak untuk meningkatkan kemampuaan motorik dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu perlu adanya pendekatan, variasi maupun modifikasi dalam pembelajaran. Sesuai dengan penelitian terdahulu bahwa dengan pendekatan bermain dapat meningkatkan gerak dasar siswa, yang diteliti oleh Poppy Rahayu dengan judu Peningkatan Kemampuan Gerak Dasar Melalui Pendekatan Bermain dalam Pendidikan Jasmani pada kelas 1 SDN Jayagiri 1 Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Menyatakan bahwa melalui model pendekatan bermain siswa dapat meningkatkan kemampuan gerak dasar lokomotor, dengan demikian model pendekatan bermain sangat cocok untuk meningkatkan gerak dasar siswa. Bercermin pada penelitian di atas bahwa dengan model pendekatan permainan siswa tunarungu dapat menigkatkan gerak dasar lokomotor, sedangkan siswa tunarungu membutuhkan banyak gerak untuk meningkatkan kemampuaan motorik dalam kehidupan sehari-hari. Pada penelitian ini permainan boy-boyan adalah permainan yang dapat meningkatkan gerak dasar yang dibutuhkan oleh siswa penyandang tunarungu serta dapat meningkatkan jumlah waktu aktf belajar siswa tunarungu di SLB B Angkasa Lanud Sulaiman Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian untuk meningkatkan waktu aktif belajar siswa melalui permainan boy-boyan, diharapkan siswa dapat aktif mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Jasmani adaptif karena permainan boy-boyan merupakan permainan kelompok yang mengandung nilainilai kerjasama, tolong-menolong, disiplin, kejujuran dan rasa tanggung jawab serta dapat mengefektifkan waktu pembelajaran agar proses pembelajaran tidak pasif. Hal ini juga sangat bagus untuk melatih kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif siswa. Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah di atas, penelitian ini berusaha mengungkapkan sejauhmana peningkatan waktu aktif belajar siswa tunarungu melalui permainan boy-boyan. Penulis mencoba untuk mengetahui jawabannya melalui suatu penelitian yang berjudul “Pengaruh Permainan BoyYana Nurohman, 2013 Pengaruh Permainan Boy-boyan Terhadap Waktu Aktif Belajar Siswa Tunarungu di SLB B Angkasa Kabupaten Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4
boyan Terhadap Waktu Aktif Belajar Siawa Tunarungu di SLB B Angkasa Kabupaten Bandung.”
B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka
identifikasi masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Pendidikan jasmani adaptif merupakan suatu program kegiatan belajar mengajar olahraga yang dirancang khusus untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan pada kondisi fisik, mental, dan sosial agar dapat terlibat secara aktif untuk mencapai hasil belajar yang optimal. 2. Permainan boy-boyan merupakan permainan tradisional yang mudah dilakukan oleh anak penyandang tunarungu. 3. Waktu aktif belajar merupakan waktu dimana siswa aktif selama mengikuti pembelajaran berlangsung. 4. Ketunarunguan sangat berpengaruh terhadap perkembangan motorik anak. Hal ini disebabkan tidak adanya umpan balik dari indera pendengar sehingga gerakan tidak dapat dilakukan sebagai mana mestinya seperti orang normal. 5. Belum diketahui sejauhmana peranan permainan boy-boyan dalam meningkatkan waktu aktif belajar anak dengan gangguan pendengaran.
C.
Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini, sebagai berikut: “Apakah permainan boy-boyan berpengaruh terhadap peningkatan waktu aktif belajar siswa tunarungu di SLB B Angkasa Kabupaten Bandung”
D.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dicapai berkaitan dengan penelitian ini,
sebagai berikut: Yana Nurohman, 2013 Pengaruh Permainan Boy-boyan Terhadap Waktu Aktif Belajar Siswa Tunarungu di SLB B Angkasa Kabupaten Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
5
“Untuk mengetahui apakah permainan boy-boyan dapat meningkatkan waktu aktif belajar siswa tunarungu”
E.
Manfaat Penelitian Penelitian ini berkaitan dengan upaya untuk memperoleh informasi dan
data mengenai pengaruh permainan boy-boyan terhadap waktu aktif belajar siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Bahan masukan dan pertimbangan bagi guru Penjas adaptif dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar Pendidikan Jasmani adaptif. 2. Upaya untuk meningkatkan waktu aktif belajar siswa tunarungu dalam mengikuti kegiatan Pendidikan Jasmani adaptif.
F.
Batasan Masalah Untuk memberi alasan yang jelas tentang permasalahan yang akan diteliti,
perlu dikemukakan terlebih dahulu tentang batasan masalah yang akan penulis teliti, batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran permainan boy-boyan. 2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan waktu aktif belajar siswa tunarungu. 3. Objek penelitian adalah siswa berkebutuhan khusus (tunarunggu) di SLB B Angkasa Kabupaten Bandung.
G.
Definisi Operasional Penafsiran seseorang terhadap suatu istilah sering kali berbeda-beda
sehingga dapat menimbulkan kekeliruan dan mengaburkan pengertian. Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dalam penulisan judul dan isinya, penulis menggunakan beberapa istilah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
Yana Nurohman, 2013 Pengaruh Permainan Boy-boyan Terhadap Waktu Aktif Belajar Siswa Tunarungu di SLB B Angkasa Kabupaten Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
6
1. Permainan boy-boyan adalah kegiatan bermain yang cukup sederhana dan dapat dimainkan serta disenangi oleh banyak orang, apapun tingkat keterampilan termasuk oleh anak-anak. (Rahayu, 2008:18). 2. Siswa berkebutuhan khusus, yaitu siswa laki-laki maupun perempuan yang memiliki suatu kelainan apabila dibandingkan dengan orang yang normal, baik dilihat dari segi fisik, mental, tingkah laku, emosionaal, maupun sosialnya. (Tarigan, 2008:14). 3. Tunarungu adalah suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indra pendengarnya. (Sutjihati, 2007:93). 4. Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru, berikut pengalaman dan latihan. (Susilana, 2006: 92).
Yana Nurohman, 2013 Pengaruh Permainan Boy-boyan Terhadap Waktu Aktif Belajar Siswa Tunarungu di SLB B Angkasa Kabupaten Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu