BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Menurut
Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena
emosinya tidak stabil dan mudah marah seringkali keliru dalam menentukan dan memecahkan masalah atau persoalan hidup, karena kurang berkonsentrasi. Emosinya yang tidak berkembang, tidak terkuasai, sering membuatnya berubahubah dalam menghadapi persoalan, begitu juga berubah-ubah dalam bersikap terhadap orang lain, sehingga banyak menimbulkan konflik. Emosi yang kurang terolah juga dengan mudah akan menyebabkan orang itu kadang sangat bersemangat untuk menyetujui sesuatu, tetapi dalam waktu singkat bisa berubah menolaknya, sehingga mengacaukan kerja sama yang telah disepakati bersama orang lain, dan pada akhirnya orang itu mengalami kegagalan. Dilain pihak, beberapa orang yang IQ nya tidak tinggi, tetapi karena ketekunan dan emosinya yang seimbang akan dapat menjalani hidupnya dengan tenang, bahkan tak jarang selalu menemukan kesuksesan.Seseorang yang stabil emosinya akan lebih mantap dalam bersikap, dalam menentukan dan dalam memecahkan masalah. Sehingga hanya sedikit kemungkinan untuk terjadinya konflik. Dengan demikian tampak bahwa IQ bukanlah jaminan untuk mencapai kesuksesan seseorang, meskipun memang mempunyai peran yang penting dalam hidup seseorang, terutama dalam hal pengembangan dan pengetehuan. Sekarang
ini telah disadari oleh banyak orang bahwa selain IQ, orang juga perlu mengembangkan EQ (Emotional Quotient) yang ada pada dirinya, sehingga dapat menjalankan hidup secara selaras dan seimbang. Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi. Terdapat berbagai macam masalah dalam hidup yang harus diselesaikan secara bersama-sama, untuk itu kecerdasan emosi dalam menyelesaikan masalah tidak
harus
diselesaikan
sendiri
melainkan
bisa
diselesaikan
secara
berkelompok. Jika penyelesaian masalah dilakukan secara berkelompok, tidak hanya memperoleh pendapat dari diri sendiri, namun juga mengetahui pendapat dari orang lain. Hal itu berarti bahwa penyelesaian masalah tersebut dapat diselesaikan dengan berbagai macam cara. Oleh karena itu dalam bimbingan tidak hanya terdapat bimbingan secara individual, tetapi juga terdapat bentuk bimbingan yang lain yaitu bimbingan kelompok. Upaya meningkatkan kecerdasan emosi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui layanan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok merupakan suatu bimbingan yang dilaksanakan secara kelompok untuk membahas permasalahan tertentu agar individu dapat berkembang secara optimal. Bimbingan kelompok di sekolah merupakan bagian program layanan bimbingan konseling yang tergolong ke dalam komponen pelayanan dasar.
Pelayanan dasar ini diartikan sebagai proses pemberian seluruh
konseli
dalam
hal
ini
siswa,
melalui
bantuan
kegiatan
kepada
penyiapan
pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan. Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri konseli (Nurihsan, 2005). Bimbingan kelompok yang diberikan, adalah berupa penyampaian informasi yang tepat mengenai masalah pengembangan keterampilan dan kemampuan dalam berbagai bidang yaitu bidang pendidikan pekerjaan, pemahaman pribadi, penyesuaian diri, dan masalah hubungan antar pribadi. Informasi tersebut diberikan terutama dengan tujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri individu dan pemahaman terhadap orang lain. Bimbingan kelompok tidak hanya berupa pemberian informasi, tetapi menyajikan informasi dan kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dengan kebutuhan individu dan dapat membantu pemecahan masalah serta tercapainya tujuan yang telah dirumuskan. Perubahan sikap pada anggota-anggota
kelompok merupakan tujuan yang tidak langsung dari
bimbingan kelompok (Romlah, 2001). Menurut Jones (dalam Nursalim dan Suradi, 2002) bimbingan kelompok dapat membantu peserta untuk belajar memahami perasaan peserta lain dan masalahnya, dan juga memberi kesempatan kepada peserta mengungkapkan perasaan-perasaanya, sehingga setiap angota dapat bebas mengutarakan apa saja yang dirasakan, dan bebas untuk menyampaikan pendapatnya tentang masalah
yang sedang dibahas dalam bimbingan kelompok tersebut. Hal ini dapat membantu siswa untuk berkembang dalam hal sosialisasi dan mengutarakan pendapatnya dimuka umum dan memahami berbagai macam persoalan dan bagaimana penyelesainnya. Dengan
menggunakan
bimbingan
kelompok
untuk
meningkatkan
kecerdasan emosi siswa, maka diharapkan siswa dapat memperoleh manfaat dari bimbingan kelompok tersebut, sehingga tingkat kecerdasan emosinya juga dapat meningkat. Menurut Sukardi (2008) apabila manfaat dari bimbingan kelompok itu dapat ditumbuh kembangkan, maka bimbingan kelompok akan sangat efektif bukan saja bagi perkembangan pribadi masing-masing siswa tetapi juga bagi kemaslahatan lingkungan dan masyarakat. Manfaat tersebut akan dapat berlipat ganda, mengingat bimbingan kelompok dapat menjangkau sasaran yang lebih besar daripada pelayanan bimbingan lain yang bersifat perorangan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bekti Mawarni (2009) dengan judul Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional Dalam Interaksi Sosial di Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Negeri Yogyakarta I, menunjukkan adanya peningkatan kecerdasan emosi siswa setelah dilakukan tindakan berupa bimbingan kelompok. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase hasil angket kecerdasan emosional siswa dalam interaksi sosial di kelas yang meliputi: (a) empati, pada pra tindakan sebesar 56,90 % degan kriteria sedang , siklus I sebesar 65,20% dengan kriteria sedang, siklus II sebesar 72, 18 % dengan kriteria tinggi, (b) Ketrampilan interaksi sosial, pada pra tindakan sebesar 53,89% dengan kriteria sedang, siklus I sebesar 66,47% dengan kriteria
sedang, siklus II sebesar 71,47 % dengan kriteria tinggi, (c) Koordinasi sosial, pada pra tindakan sebesar 59,19% dengan kriteria sedang, siklus I sebesar 72,18% dengan kriteria tinggi, siklus II sebesar 73,40% dengan kriteria tinggi. Data hasil angket tersebut juga didukung oleh data hasil observasi, hasil wawancara, serta catatan lapangan, dimana kecerdasan emosional siswa dalam interaksi sosial di kelas mengalami peningkatan setelah menggunakan pendekatan bimbingan kelompok. Rata-rata hasil tes belajar
siswa juga
mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil tes pada siklus I sebesar 67,21 sedangkan pada siklus II sebesar 77,5. Langkah
awal
untuk
melatih
kecerdasan
emosi
adalah
dengan
mengenalkan anak pada emosinya. Misalnya marah, sedih, kecewa, frustasi, kesepian, jengkel, menangis, takut, gembira,suka, tidak suka, tersinggung,dan lain-lain. Semakin anak mengenal nama dan kondisi suatu emosi, semakin mudah untuk melatih kecerdasan emosinya. Kecerdasan emosi sebenarnya adalah suatu kondisi kesadaran dari diri individu itu sendiri. Untuk penelitian awal penulis menggunakan angket kecerdasan emosi untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosi siswa yang diadaptasi dari teori Goleman (1995). Penulis menentukan kelas XI IS 4 SMA Negeri 2 Salatiga sebagai subjek karena dari hasil angket diperoleh :
Tabel 1.1.1 Kecerdasan Emosi Siswa Kelas XI IS 4 SMA Negeri 2 Salatiga Skor 0 - 29 30 - 59 60 - 89
Kategori Rendah Sedang Tinggi TOTAL
jumlah 12 20 4 36
persentase 33,3 % 55,6% 11,1% 100%
Untuk dapat mengukur tinggi rendahnya skor kecerdasan emosi digunakan rumus interval sebagai berikut ; i = skor tertinggi – skor terendah 3 Pada masing-masing item angket kecerdasan emosi skor tertinggi adalah 3, dan skor terrendah adalah 0. Untuk mengukur tinggi rendahnya skor kecerdasan emosi dibagi dalam 3
kategori yaitu
Tinggi, Sedang, Rendah.
Jumlah item pada angket kecerdasan adalah 30 item, sehingga skor maksimal yang diperoleh adalah 3 x 30 = 90 dan skor minimal 0 x 30 = 0, sehingga diperoleh interval sebagai berikut: i = 90 – 0 = 30 3 Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul: “Meningkatkan Kecerdasan Emosional Pada Siswa Kelas XI IS 4 SMA Negeri 2 Salatiga Melalui Layanan Bimbingan Kelompok“.
1.2. Rumusan Masalah Untuk memudahkan penulis dalam pelaksanaan penelitian di lapangan serta dalam pengolahan hasil penelitian, maka dengan berdasar pada uraian latar belakang masalah tersebut di atas, penulis menganggap penting untuk membuat rumusan masalah sebagai berikut: ”Apakah layanan bimbingan kelompok secara signifikan mampu meningkatkan kecerdasan emosional siswa kelas XI IS 4 SMA Negeri 2 Salatiga?”
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah layanan bimbingan kelompok secara signifikan dapat meningkatkan kecerdasan emosional siswa kelas XI IS 4 SMA Negeri 2 Salatiga?
1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat. Antara lain: 1.4.1. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
positif
bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan program bimbingan kelompok. 2.
Memberikan bukti empirik kelompok
untuk
terhadap pentingnya layanan bimbingan
meningkatkan kecerdasan emosional siswa yang
sangat berarti dalam menjalankan kehidupannya pada periode sekarang dan periode selanjutnya, dan
3.
Hasil penelitian dapat memberikan kajian dan informasi tentang bimbingan kelompok yang
efektif untuk meningkatkan kecerdasan
emosional. 1.4.2. Manfaat Praktis 1. Bagi
guru
bimbingan
dan
konseling,
dapat
menyusun
program
bimbingan kelompok yang berlandaskan pada kerangka acuan layanan dasar bimbingan konseling, serta dapat
lebih
memanfaatkan
jam
bimbingan konseling di kelas seefektif mungkin untuk membantu siswa meningkatkan kecerdasan emosionalnya. 2.
Bagi kepala sekolah, dapat mendukung komponen pelayanan yang dilakukan di sekolah salah satu diantaranya yaitu dalam dukungan sistem
untuk
menunjang
pelaksanaan
kegiatan
layanan
serta
memahami pentingnya layanan BK. 3.
Bagi peserta
didik, dengan mengikuti kegiatan bimbingan kelompok
siswa akan terdorong untuk dapat berfikir lebih maju, selalu memiliki gagasan- gagasan baru, berfikir objektif dan positif, lebih terbuka dalam berfikir dan berpendapat, menghargai orang lain, mau dan mampu mengendalikan emosi, mengembangkan rasa setiakawan,belajar untuk membina hubungan interpersonal yang harmonis dan konsisten, serta belajar untuk mempercayai kemampuan diri sendiri dalam memecahkan berbagai permasalahan.
1.5. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi menjadi lima bab yaitu: Bab I
Dengan judul Pendahuluan, yang berisi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
Bab II Dengan judul Landasan Teori, yang berisi: pengertian kecerdasan, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan, jenis-jenis kecerdasan, pengertian emosi, macam-macam emosi, pengertian kecerdasan emosi, aspek-aspek kecerdasan emosi, pengertian bimbingan, pengertian kelompok, pengertian bimbingan kelompok, bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosi. Bab III Dengan judul Metode Penelitian, yang berisi: jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, definisi operasional, teknik penumpulan data, uji coba instrumen dan teknik analisis. Bab IV Dengan judul Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang berisi: persiapan penelitian, gambaran subjek penelitian, eksperimen, analisa data, uji hipotesis, dan pembahasan. Bab V Dengan judul Kesimpulan dan Saran, yang berisi: kesimpulan dan saran