BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Imbas the U.S. subprime mortgage crisis ke perekonomian negara-negara
di luar Amerika Serikat benar-benar terasa, setelah kejadian Lehman Brothers menyatakan bangkrut pada September 2008. Selama setahun lebih sejak the U.S. subprime mortgage pertama kali terkuak pada Juli 2007, respon terhadap imbas atau dampak krisis belum intensif sekali. Tapi setelah peristiwa Lehman Brothers semua negara yang terkena imbas krisis menyadari bahaya besar akibatnya dan bahkan menjadi sangat prihatin dan takut akan menimbulkan ekspektasi kejatuhan ekonomi atas dasar ekspektasi kejatuhan harga saham, ekspektasi gejolak depresiasi mata uang yang besar, ekspektasi ekspor menurun, serta lainnya. Hal tersebut telah menimbulkan kepanikan luar biasa di kalangan investor, yang membuat indeks bursa Dow Jones merosot tajam. Jika pada awal 2008, indeks Dow Jones berada pada level 13.056, maka pada 28 Oktober 2008 akibat tidak bergairahnya pasar, indeks Dow Jones terjerembab ke level 8.175 atau terkoreksi 37%. Hal yang sama juga menimpa indeks Nasdaq yang pada awal 2008 masih pada kisaran 2.600, pada 24 Oktober 2008 merosot tajam hingga 1.552 atau terkoreksi 40%. Hal yang sama juga terjadi di Jepang, indeks Nikkei yang pada awal tahun berada di level 14.600 merosot ke level 7.621 pada 28 Oktober 2008 atau
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
terkoreksi 47%. Demikian juga indeks Hang Seng, Hongkong turun dari 27.500 ke level 12.380 atau anjlok 55%. Nasib buruk juga menimpa Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejalan dengan kejatuhan Dow Jones harga saham-saham di BEI juga berguguran sebagaimana terlihat dari penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG). IHSG yang pada awal 2008 memasuki masa ke-emasan pada level 2.830, akibat kepanikan investor indeks juga terjerembab ke level 1.174 pada 30 Oktober 2008 atau telah terkoreksi 59%. Kejatuhan bursa dalam negeri sempat menyita perhatian pemerintah dan memandang perlu untuk segera mengambil langkah-langkah antisipatif guna menenangkan pasar yang semakin panik yakni dengan menutup bursa selama 3 hari dan memberlakukan auto rejection sebesar 10% untuk batas atas dan bawah sebagai antisipasi penurunan indeks lebih dalam. Bahkan pemerintah juga menyediakan dana sebesar Rp 4 triliun yang disisihkan dari APBN untuk buyback saham-saham BUMN. Langkah Antisipasi Terhadap Dampak Lanjutan The U.S. Subprime Mortgage Crisis di Indonesia untuk Pasar Modal, mencakup : a.
Tanggal 8 Oktober 2008, Bapepam menghentikan sementara beberapa hari perdagangan saham di BEI, setelah IHSG turun 10,38% terendah sejak September 2006.
b.
Tanggal 11 Oktober 2008, BUMN diminta membeli kembali (buybacks) masing-masing saham, guna menopang kejatuhan harga saham.
2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Krisis global juga berpengaruh terhadap harga-harga saham BUMN selama semester I tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 24,6% dan total kapitalisasi saham-saham ini merosot 23,3%. Hal ini berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya yang mana selama semester I tahun 2007, total kapitalisasi dan harga saham emiten BUMN masing-masing tumbuh 8% dan 58,6% (Investor Daily, 2008). Di tahun 2009 IHSG berhasil mencapai sejarah kebangkitan yang cukup mengesankan. Sepanjang tahun 2009 IHSG tercatat berhasil mencetak kenaikan hingga 76,28%. Kenaikan tajam tersebut bahkan menempatkan IHSG sebagai yang terbaik di Asia Tenggara, meskipun di tingkat Asia Pasifik masih kalah oleh Bursa Saham Shenzen. Kenaikan tajam IHSG pada tahun 2009 disinyalir banyak terdongkrak oleh beberapa sektor-sektor yang tampil dominan. Sektor-sektor yang sepertinya tampil cukup dominan sepanjang tahun 2009 adalah pertambangan, perbankan, dan perkebunan. Sektor Pertambangan, Perbankan, dan Perkebunan tampil paling dominan sepanjang tahun 2009 seiring dengan banyaknya sentimen baik positif maupun negatif yang sukses menggoyang ketiga sektor tersebut (http://managementfile.com/column.php?sub=column&id=1937&page=stocks&a wal=10). Kenaikan IHSG dibarengi dengan pergerakan saham-saham BUMN yang mana pada semester I tahun 2009 cenderung mengalami kemajuan, di mana semua perusahaan BUMN berhasil membukukan kenaikan harga-harga saham yang cukup tinggi di beberapa sektor BUMN. Pada sektor BUMN Perbankan misalnya, mengalami kenaikan dengan rata-rata kenaikan harga saham 129,19% 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
hingga semester 1 tahun ini. Saham BBNI keluar sebagai top gainer pada semester
I tahun
ini
dengan
mencatatkan
kenaikan
hingga
178,46%
(http://sahambbri.wordpress.com/2009/09/19/). 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, fokus permasalahan utama
dari karya akhir ini adalah untuk mengetahui apakah dengan memegang sahamsaham BUMN atau portofolio BUMN pada saat krisis subprime mortgage di tahun 2008 investor akan mendapatkan return yang lebih tinggi dibandingkan dengan memegang portofolio indeks LQ45 atau memegang portofolio IHSG. Permasalahan pada karya akhir ini dirumuskan menjadi empat pertanyaan penelitian, yaitu : 1.
Bagaimana kinerja harga saham-saham BUMN yang tercatat di BEI pada saat krisis subprime mortgage selama tahun 2007 – 2009 jika diukur menggunakan rasio Sharpe, rasio Treynor, dan rasio Jensen?
2.
Bagaimana kinerja portofolio saham BUMN pada saat krisis subprime mortgage selama tahun 2007 – 2009 jika diukur menggunakan rasio Sharpe, rasio Treynor, dan rasio Jensen?
3.
Apakah
kinerja saham-saham BUMN yang tercatat di BEI lebih baik
daripada kinerja indeks LQ45 dan IHSG pada saat krisis subprime mortgage selama tahun 2007 – 2009? 4.
Apakah kinerja portofolio saham BUMN lebih baik daripada kinerja indeks LQ45 dan IHSG pada saat krisis subprime mortgage selama tahun 2007 – 2009? 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1.3.
Batasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi menggunakan saham-saham BUMN yang
listing di BEI sebelum tahun
2007, Indeks LQ45, dan IHSG untuk melihat
perbandingan kinerja harga saham-saham BUMN dibandingkan dengan kinerja indeks LQ45 dan IHSG. Periode yang digunakan pada penelitian ini adalah dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, yaitu pada saat terjadinya krisis subprime mortgage. Metode pengukuran kinerja saham yang digunakan adalah rasio Sharpe, rasio Treynor, dan rasio Jensen’s agar dapat diketahui kinerja saham-saham BUMN dari tiga sudut pandang pengukuran yang berbeda. 1.4.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai empat tujuan utama, yaitu: 1.
Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja masing-masing saham BUMN dengan menggunakan rasio Sharpe, rasio Treynor, dan rasio Jensen pada periode tahun 2007-2009.
2.
Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja portofolio saham-saham BUMN dengan menggunakan rasio Sharpe, rasio Treynor, dan rasio Jensen’s pada periode tahun 2007-2009.
3.
Untuk mengetahui perbandingan kinerja masing-masing saham BUMN dengan kinerja indeks LQ45 dan IHSG pada saat krisis subprime mortgage selama tahun 2007 – 2009 .
5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4.
Untuk mengetahui perbandingan kinerja portofolio saham-saham BUMN dengan kinerja indeks LQ45 dan IHSG pada saat krisis subprime mortgage selama tahun 2007 – 2009.
1.5.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah : 1.
Bagi Investor Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi pada saham-saham BUMN dan portofolio saham-saham BUMN pada saat terjadinya suatu krisis.
2.
Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar perluasan penelitian terutama yang berhubungan dengan penilaian kinerja suatu portofolio saham dengan menggunakan metode pengukuran kinerja terhadap saham-saham yang diperdagangkan di BEI.
3.
Bagi Peneliti Menambah wawasan peneliti tentang penilaian kinerja suatu instrumen investasi dengan tiga metode pengukuran yang berbeda yaitu dengan menggunakan rasio Sharpe, rasio Treynor, dan rasio Jensen’s.
6
http://digilib.mercubuana.ac.id/