BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Luka merupakan kerusakan secara seluler maupun anatomis pada fungsi
kontinuitas jaringan hidup (Nalwaya ,et al. 2009). Luka disebabkan oleh trauma fisik atau proses penyakit yang terjadi pada lapisan epithelium pada kulit atau lapisan yang lebih dalam seperti jaringan subcutan, tendon, otot, pembuluh darah dan tulang (Velnar, Bailey & Smrkolj, 2009). Luka berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi dua yaitu, luka tertutup yang ditandai dengan perdarahan internal seperti luka contusio dan luka terbuka yang ditandai dengan adanya laserasi atau robekan pada kulit dengan perdarahan eksternal seperti pada luka insisi (Stashak & Theoret, 2009). Luka insisi adalah luka yang dibuat menggunakan pisau bedah untuk membuka jaringan atau organ yang lebih dalam dengan memperhatikan ukuran, lokasi dan tujuan dari pembuatan luka (Dougherty & Lister, 2015). Luka insisi dengan ukuran ± 2cm dengan kedalaman subcutis dapat sembuh secara spontan pada hari ke-10 (Hubrecht & Kirkwood, 2010). Pada area luka insisi harus selalu dilakukan pengkajian untuk mengetahui proses penyembuhan luka berdasarkan lokasi, ukuran atau dimensi, ada atau tidaknya eksudat, penampakan luka, karakteristik luka, nyeri pada luka, tanda dan gejala dari infeksi (Christensen & Kockrow, 2013). Sebagai seorang perawat, luka tidak hanya dirawat secara intensif tetapi juga dikaji dari berbagai aspek penyembuhan luka karena sangat rentan terjadi infeksi diarea luka insisi.
1
2
Menurut WHO (2008) sekitar 234 juta orang setiap tahunnya telah melakukan operasi diseluruh dunia dengan perbandingan 1 diantara 25 orang tetap hidup. Selain itu, angka komplikasi karena luka bedah terjadi sekitar 6-16% di Negara berkembang. Angka kejadian infeksi luka operasi di Indonesia cukuplah tinggi yaitu sekitar 18,9 % dari 1,4 juta pasien dengan infeksi nasokomial yang terjadi di Rumah Sakit (DINKES RI, 2009) Proses penyembuhan luka merupakan proses fisiologi yang kompleks dari respon terjadinya luka yang melibatkan hormon, agen hemostatis, agen inflamasi dan faktor angiogenesis yang dapat disembuhkan dengan formulasi obat topikal dan penggunaan dressing (Piraino & Selimovic, 2015). Proses penyembuhan luka terjadi jika kordinasi antara system imunologi dan biologis berjalan dengan baik. Proses penyembuhan luka
terdiri dari beberapa fase yaitu: (1) fase koagulasi dan
haemostatis, (2) fase inflamasi (3) fase proliferasi, (4) fase maturasi (Velnar, Bailey & Smrkolj, 2009). Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka dibagi menjadi dua macam yaitu faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik dari penyembuhan luka adalah lingkungan, gaya hidup, pemilihan dressing, pengetahuan dalam perawatan luka, nutrisi dan status sosial-ekonomi. Sedangkan, Faktor Intrinsik penyembuhan luka adalah umur, jenis kelamin, alergi, pengobatan, tipe kulit, bekas luka dan imobilisasi (Peate & Glencross, 2015). Jaringan atau organ yang terbuka ditambah dengan adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh merupakan salah satu pemicu timbulnya infeksi pada luka. Luka insisi atau disebut juga luka bedah memiliki resiko infeksi yang cukup besar. Infeksi pada luka insisi yang steril dapat terjadi karena kesalahan teknik aseptik
3
yang digunakan saat penyembuhan dan perawatan luka (Baradero, Dayrit & Siswandi, 2008). Kontaminasi bakteri paling banyak terjadi pada luka insisi adalah saat proses pembedahan berlangsung dan hal ini tergantung dari jenis operasi, rentang waktu operasi, teknis operasi dan lokasi luka operasi (Darmadi, 2008). Resiko infeksi pada area luka insisi dapat dikurangi bila seorang perawat dapat membuat suatu inovasi seperti obat topical berbahan dasar herbal untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Penggunaan obat secara topikal sudah dikenal lama oleh masyarakat untuk menyembuhkan luka pada kulit (Kulkarni, 2010). Di Indonesia pemberian obat topical Povidone-Iodine 10% masih sering dijumpai yaitu sekitar 68,9% dari seluruh perawatan luka yang pernah dilakukan (RISKESDAS, 2013). Povidone-Iodine 10% merupakan obat antiseptik dan desinfektan yang membantu mencegah adanya bakteri pada luka dan bekerja pada fase inflamasi saat proses penyembuhan luka sehingga dapat membersihkan kulit secara efektif. Masyarakat secara umum sudah menggunakan Povidone-Iodine 10% sebagai obat penyembuh luka tanpa mengetahui efeksamping dari penggunaan obat ini secara terus menerus yaitu timbulnya iritasi dan bekas luka yang sulit hilang (Preedy, Burrow & Watson, 2009). Sehingga, sebagai seorang perawat harus memberikan alternatif pengobatan untuk mengurangi adanya efeksamping yang berlebihan dengan cara penggunaan obat berbahan herbal yang ekonomis dan mudah diperoleh oleh masyarakat. Selain penggunaan obat antiseptic, perawatan luka menggunakan obat tradisional yang berbahan alami juga sangat berkhasiat dalam penyembuhan luka. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan untuk menyembuhkan luka adalah bayam (Amaranthus Tricolor L.) yang mengandung banyak zat yang sangat bermanfaat bagi
4
tubuh. Pemanfaatan bayam (Amaranthus Tricolor L.) untuk luka dapat dilakukan dengan cara menggiling daun bayam segar sampai halus, kemudian ditempelkan pada area yang sakit. Bagian dari bayam yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah daun, batang dan akar. Bayam sangat mudah didapatkan dan sangat ekonomis sehingga semua orang dapat membeli dan memanfaatkannya (Suwarto, 2010). Selain itu, masyarakat dapat lebih memanfaatkan daun bayam secara maksimal selain untuk bahan makanan bergizi juga sebagai bahan obat topikal dalam mempercepat penyembuhan luka karena kandungannya yang banyak khasiatnya. Daun Bayam (Amaranthus Tricolor L.) mengandung beberapa zat yang sangat berguna untuk proses penyembuhan luka seperti: vitamin A, vitamin B12, vitamin K, riboflavin, asam folat, asam amino, mangan, magnesium, zat besi, kalsium, kalium dan jenis alkaloid seperti flovanoid, saponin, tanin (Santiago ,et al. 2014). Kandungan flovanoid, saponin dan tanin merupakan zat antioksidan pada bayam berguna untuk melawan bakteri, virus dan radikal bebas pada luka saat fase inflamasi. Karoten dalam daun bayam akan diubah menjadi vitamin A didalam tubuh yang berfungsi sebagai pembentukan sel kulit baru, zat ini sangatlah berperan penting fase proliferasi penyembuhan luka (Rao ,et al. 2010). Asam amino yang terdapat pada daun bayam sangat berpengaruh dalam pembentukan sel baru dan mempercepat fase proliferasi (Colaco & Desai, 2011). Pengolahan daun bayam (Amaranthus Tricolor L.) sebagai obat harus melalui tahap ekstraksi yang dapat dibentuk dalam sediaan kapsul, pil, cair, krim dan bubuk. Sediaan cair paling banyak digunakan karena memiliki efektifitas yang lebih besar dibandingkan sediaan lainnya (Raharjdo, 2008). Ekstraksi dalam sediaan cair dapat menggunakan pengencer berupa methanol, etanol, petroleum eter, chloroform dan
5
etil asetat. Penelitian yang dilakukan Venkatapura ,et al. (2011), menunjukkan bahwa eksrak daun bayam dengan pengencer etanol memiliki antioksidan yang tertinggi dibandingkan dengan pengencer lainnya dengan dosis standart 200 mg/kg BB. Perawatan luka insisi sangatlah tergantung pada teknik aseptik dan keterampilan seorang perawat dalam melakukan rawat luka. Peran perawat dalam perawatan luka insisi adalah membersihkan luka, mengangkat jahitan, pemberian obat pada luka, menutup luka, dan mengkaji perubah keadaan luka (Jain, Stoker & Tanwar, 2013). Sehingga seorang perawat juga berhak untuk menentukan pemilihan obat topikal yang tepat untuk luka insisi pasien agar proses penyembuhan luka dapat lebih cepat dari perawatan biasanya. Masalah yang timbul dalam metode perawatan luka insisi adalah belum adanya bukti lebih efektif mana penggunaan ekstrak daun bayam (Amaranthus Tricolor linn) dalam bentuk sediaan cair yang telah diencerkan dengan etanol dibandingkan dengan obat Povidone-Iodine 10% dalam mempercepat penyembuhan pada luka insisi. Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Efektivitas Ekstrak Daun Bayam (Amaranthus Tricolor Linn) Dibandingkan PovidoneIodine 10% Terhadap Penyembuhan Luka Insisi Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus Strain Wistar).
6
1.2
Rumusan Masalah Apakah ekstrak daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) lebih efektif
dibandingkan Povidone-Iodine 10% dalam mempercepat proses penyembuhan luka insisi pada tikus putih (Rattus Norvegicus Strain Wistar) ?
1.3
Tujuan penelitian
1.3.1
Tujuan Umum mengetahui efektivitas ekstrak daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn)
dibandingkan Povidone-Iodine 10% terhadap penyembuhan luka insisi pada tikus putih (Rattus Norvegicus Strain Wistar)”. 1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengindentifikasi penyembuhan luka insisi pada tikus putih (Rattus Norvegicus Strain Wistar) sesudah diberikan ekstrak daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn). 2. Mengindentifikasi penyembuhan luka insisi pada tikus putih (Rattus Norvegicus Strain Wistar) setelah diberikan Povidone-Iodine 10%. 3. Menganalisis efektivitas ekstrak daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) dibandingkan Povidone-Iodine 10% terhadap penyembuhan luka insisi pada tikus putih (Rattus Norvegicus Strain Wistar). 1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Peneliti Sebagai pengalaman dalam proses belajar dalam melakukan penelitian, serta
untuk mengaplikasikan ilmu keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan. Penelitian ini sangat berguna dalam penyusunan Tugas Akhir dan menambah
7
pengetahuan tentang Efektivitas Ekstrak Daun Bayam (Amaranthus Tricolor Linn) Dibandingkan Povidone-Iodine 10% Terhadap Penyembuhan Luka Insisi Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus Strain Wistar). 1.4.2
Bagi Institusi pendidikan kesehatan Sebagai masukan bagi pengembangan pengetahuan institusi dan mahasiswa
keperawatan, meningkatkan keilmuan tentang “Efektivitas Ekstrak Daun Bayam (Amaranthus Tricolor Linn) Dibandingkan Povidone-Iodine 10% Terhadap Penyembuhan Luka Insisi Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus Strain Wistar)” dan sebagai bagian dari pembelajaran keperawatan dasar terutama tentang rawat luka. Selain itu, juga sebagai ilmu baru dalam memberikan inovasi kesehatan dengan melakukan eksperimen langsung pada tikus putih yang berguna untuk pengembangan bahan obat untuk manusia. 1.4.3
Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan informasi bahwa
ekstrak daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) dapat menjadi obat alternatif dalam penyembuhan luka insisi dan diharapkan masyarakat dapat menggunakannya sebagai obat alami tanpa efeksamping, lebih ekonomis dan terjangkau dalam melakukan rawat luka khususnya luka insisi. 1.4.4
Bagi Profesi keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya dalam memberikan intervensi dalam perawatan luka insisi dan menambah keterampilan seorang perawat dalam melakukan tindakan medis khususnya saat rawat luka.
8
1.5
Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang penah dilakukan terkait dengan efektivitas ekstrak daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) dibandingkan Povidone-Iodine 10% terhadap luka insisi pada tikus putih (Rattus Norvegicus Strain Wistar) adalah penelitian Venkatapura , et al. (2011) yang meneliti tentang antisekret lambung dan efek citoprotektif ekstrak daun Amaranthus Tricolor Linn dengan sample 36 tikus putih yang dimasukkan dalam kriteria inklusi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ekstrak etanol dan ethyl acetat pada daun bayam secara signifikan mengurangi index ulcer pada lambung. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel terikatnya, pada penelitian sebelumnya variabel terikatnya adalah penyembuhan ulcer pada lambung sedangkan pada penelitian ini variabel terikatnya adalah penyembuhan luka insisi. 2. Penelitian terkait efektifitas daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) adalah penelitian Colaco dan Desai (2011) tentang evaluasi Hematologi, hipoglikemi, hipolipidemi dan jumlah antioxidant pada ekstrak daun Amaranthus Tricolor pada tikus diabetes. Hasil penelitian didapatkan tikus dengan pemberian ekstrak daun bayam dengan dosis 200 mg/kg dan 400 mg/kg mengalami penurunan kadar glukosa darah pada 3 jam setelah pemberian, kadar kolestrol relatif menurun, meningkatnya kadar hemoglobin didalam darah dan meningkatnya aktivitas antioksidan dibandingkan dengan kelompok kontrol. 3. Penelitian terkait efektivitas daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) di teliti oleh Pulipati ,et al. (2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi zat antibakteri pada ekstrak daun bayam untuk mengurangi resiko infeksi pada sistem perkemihan. Penelitian ini merupakan penelitian true experiment dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn)
9
mengandung karbohidrat, protein, asam amino, steroid, glikosidin jantung, flavonoids, alkaloids, tannins yang sangat efektif dalam membunuh bakteri. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini akan mengkaji efektivitas daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) dibandingkan dengan Povidone-Iodine 10% terhadap penyembuhan luka insisi sedangkan penelitian sebelumnya mengkaji tentang aktivitas antibakteri daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) pada infeksi sistem perkemihan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Singh ,et al. (2015) dengan judul penelitiannya adalah Formulation and Evaluation of Herbal Cream Containing Extract of Amaranthus Tricolor Linn. Penelitian ini mengevaluasi formulasi krim daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) dan didapatkan hasil bahwa krim daun bayam yang dapat digunakan untuk obat antibakteri terutama untuk krim perawatan infeksi bakteri secara topikal. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Alam ,et al. (2013) dengan judul penelitiannya adalah Evaluation of in vitro antioxidant activity of Amaranthus Tricolor Linn bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan pada ekstrak yang berbeda pada daun Amaranthus Tricolor Linn. Hasil dari penelitian ini adalah pada ekstrak daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn) ditemukan kandungan alkailoid, karbohidrat, protein, saponins, flavonoids, tannins dan glikoserida. Penelitian hanya mengevaluasi nilai dari kandungan antioksidan dalam daun bayam (Amaranthus Tricolor Linn).