BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala aspek yang berkaitan dengan trauma mempunyai kepentingan yang tinggi di dunia karena merupakan penyebab utama kematian. Menurut Krug (2000),setiap hari sekitar 16.000 orang meninggal akibat trauma. Di antara trauma - trauma yang terjadi, trauma maksilofasial merupakan trauma yang paling sering terjadi karena maksilofasial merupakan bagian tubuh yang paling terpapar dan paling tidak terlindungi. Insiden trauma maksilofasial 7,4% - 8,7% dari seluruh kasus trauma di pusat kegawatdaruratan. Sekitar 80,7% dari penderita adalah pria. Hal ini diakibatkan karena lebih banyak pria yang mengemudi, melakukan aktivitas fisik, dan mengonsumsi obat-obatan atau alkohol sebelum mengemudi (Carvalho, 2010). Trauma maksilofasial mencakup cedera pada jaringan lunak dan tulang-tulang yang membentuk struktur maksilofasial. Tulang-tulang tersebut antara lain tulang nasoorbitoetmoid, tulang zigomatikomaksila, tulang nasal, tulang maksila, tulang mandibula (Japardi, 2004). Tidak mengejutkan bahwa pada pasien dengan trauma maksilofasial sering menyebabkan terjadinya lesi intrakranial akut karena dekatnya struktur anatomi maksilofasial dengan tengkorak. Menurut Goodison (2004), sekitar 20 % pasien dengan trauma maksilofasial memiliki lesi intrakranial akut yang berhubungan. Sedangkan penelitian oleh Isik (2012) mengatakan sebanyak 84,6 % pasien trauma maksilofasial tidak memiliki hubungan dengan terjadinya cedera kepala dan lesi intrakranial akut. Pasien dengan trauma maksilofasial yang disertai lesi intrakranial akut memiliki prognosis yang buruk jika terlambat mendapatkan penanganan yang tepat dan sebagian dari pasien tersebut dapat berakhir pada kecacatan fungsional bahkan kematian (Yadav, 2012; Beogo, 2013). Risiko
kematian pada pasien trauma maksilofasial yang disertai lesi intrakranial akut lebih tinggi 13 hingga 75 kali dibandingkan dengan cedera mandibula saja (Plaisier, 2000). Beberapa peneliti meyakini bahwa struktur maksilofasial dapat menyerap energi dari trauma dan melindungi otak dari cedera (Plaisier, 2000; Isik, 2012; Pappachan dkk., 2012). Ada teori yang mengatakan bahwa terjadinya fraktur maksilofasial dipengaruhi oleh besarnya energi trauma dan arah datangnya trauma, konsep bone pillars pada midface skeleton dapat menyerap energi trauma yang datangnya dari arah bawah, tapi tidak dapat melindungi otak dari kerusakan dari energi trauma yang datangnya dari arah lain. Disebutkan juga bahwa tulang nasal adalah tulang wajah yang paling ringkih, hanya mampu mentoleransi energi trauma sebesar 25 – 75 pounds ,tulang maksila mampu mentoleransi energi trauma sebesar 140 – 445 pounds , sedangkan yang terkuat adalah tulang mandibula, mampu mentoleransi energi trauma sebesar 425 – 925 pounds. Besarnya energi trauma yang dapat menyebabkan cedera maksilofasial diyakini secara signifikan dapat menyebabkan terjadinya lesi intrakranial akut secara bersamaan. (Pappachan dkk., 2012). Pasien dengan trauma maksilofasial tidak jarang disertai dengan masalah gangguan pada jalan nafas dan hemodinamik, ini dapat meningkatkan risiko terjadinya lesi intrakranial akut yang mengakibatkan prognosis yang buruk dan meningkatkan risiko kematian ( Pappachan dkk., 2012). Komorbiditas seperti usia dan gangguan faal hemostasis pada penderita trauma maksilofasial juga mempunyai peran meningkatkan peluang terjadinya lesi intrakranial akut (Moppet, 2007). Dari
kajian
pustaka, penulis mencoba mengidentifikasikan beberapa faktor yang
berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut dan memberikan prognosis buruk pada pasien dengan trauma maksilofasial. Faktor-faktor tersebut adalah jenis penyebab trauma
maksilofasial, usia, jumlah fraktur
maksilofasial, ukuran pupil, skor Glasgow Coma Scale
(GCS) awal, lama waktu mendapatkan penanganan dan gangguan faal hemostasis (Chestnut dkk., 2000; Davis dkk., 2006; Moppett, 2007; Isik, 2012). Mengingat tingginya insiden trauma maksilofasial dan besarnya trauma tersebut memberikan peluang untuk terjadinya lesi intrakranial akut dan beberapa penulis menganggap lesi intrakranial akut sesuatu yang serius seberapapun kecil lesinya (Yadav, 2012; Pappachan dkk., 2012; Beogo, 2013; Golden dkk., 2013), maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang hubungan multiple fraktur maksilofasial,kecelakaan sepeda motor, usia lebih dari 60 tahun, pupil anisokor, skor GCS awal kurang dari 14, waktu kejadian sampai mendapat penanganan di rumah sakit lebih dari 6 jam, dan gangguan faal hemostasis yang menyebabkan terjadinya lesi intrakranial akut pada pasien dengan trauma maksilofasial. Identifikasi faktor – faktor tersebut menurut penulis perlu dilakukan dengan alasan belum banyak penelitian yang dilakukan, selain itu hal ini penting untuk dokter yang bertugas di daerah yang tidak ada fasilitas CT scan, sehingga para dokter mempunyai peta fakta kejadian lesi intrakranial akut pada pasien trauma maksilofasial dan waspada terhadap ancamannya, sehingga para dokter dapat mengambil keputusan apakah pasien tersebut perlu dirujuk atau bisa ditangani sendiri 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah trauma maksilofasial karena kecelakaan sepeda motor berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut ? 2. Apakah multiple fraktur maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut ?
3. Apakah usia lebih dari 60 tahun pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut ? 4. Apakah pupil anisokor pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut ? 5. Apakah skor GCS awal kurang dari 14 pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut ? 6. Apakah waktu kejadian sampai mendapat penanganan di rumah sakit lebih dari 6 jam pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut ? 7. Apakah gangguan faal hemostasis pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya lesi intrakranial akut pada pasien dengan trauma maksilofasial di RSUP Sanglah Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bahwa trauma
maksilofasial karena kecelakaan sepeda motor berhubungan
dengan terjadinya lesi intrakranial akut. 2. Mengetahui bahwa pasien dengan multiple fraktur
maksilofasial berhubungan dengan
terjadinya lesi intrakranial akut. 3. Mengetahui bahwa usia lebih dari 60 tahun pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut.
4. Mengetahui bahwa pupil anisokor pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut. 5. Mengetahui bahwa skor GCS awal kurang dari 14 pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut. 6. Mengetahui bahwa waktu kejadian sampai mendapat penanganan di rumah sakit lebih dari 6 jam pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut. 7. Mengetahui bahwa gangguan faal hemostasis pada pasien trauma maksilofasial berhubungan dengan terjadinya lesi intrakranial akut.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam upaya mengetahui hubungan faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya lesi intrakranial akut pada pasien dengan trauma maksilofasial. 1.4.2 Manfaat Praktis Dengan mengetahui hubungan faktor-faktor tersebut dengan terjadinya lesi intrakranial akut, diharapkan dapat menjadi acuan untuk mendeteksi secara dini pasien yang memiliki risiko terjadinya lesi intrakranial akut pada trauma maksilofasial, sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat dan dapat mengurangi terjadinya kecacatan fungsional atau kematian.