BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Banyaknya ditemukan kecurangan-kecurangan yang terjadi saat ini seperti
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang membuat kepercayaan masyarakat kepada kinerja aparat birokrasi menurun. Terungkapnya banyak kasus-kasus korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya kepercayaan masyarakat. Pengelolaan dan pengawasan keuangan daerah diperlukan dalam aktivitas pengendalian untuk mencegah terjadinya perilaku tidak etis yang dilakukan manajemen dan kecurangan akuntansi. Aparat Inspektorat dituntut kinerjnya guna meningkatkan kualitas audit dan pengawasan keuangan daerah untuk mewujudkan good goverment governance. Inspektorat merupakan aparat pemeriksaan intern pemerintah dan pembangunan yang berada dibawah walikota yang bertugas melakukan pengawasan terhadap urusan pemerintah baik wajib atau pilihan. Dalam hal ini aparat Inspektorat memiliki peran yang cukup signifikan sebagai pemeriksa internal dalam mendeteksi kecurangan dan meningkatkan laporan keuangan daerah. Untuk itu aparat Inspektorat dituntut kinerjanya agar dapat meningkatkan kualitas auditnya. Pada dasarnya kualitas audit menurut adalah probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Probabilitas untuk menemukan
1
2
pelanggaran tergatung pada kemampuan tekhnis auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada indepedensi auditor. Dengan kata lain, kompetensi dan indepedensi dapat mempengaruhi kualitas audit (De Angelo, 1981; dalam Rosnidah dkk 2011). Sedangkan kualitas audit menurut Ida Rosnidah (2010:9) adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehubungan auditor mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien. Kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat Inspektorat Taskmalaya saat ini sedang menjadi sorotan, karena ditemukan beberapa kasus mengenai lemahnya sistem pengendalian intern pemerintahan Kota Tasikmalaya yang diperoleh dari Ihktisar Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2010-2014 diperoleh informasi sebagai berikut : Tabel 1.1 Daftar Kelompok Temuan Menurut Entitas Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tasikmalaya Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Kelemahan Kelemahan Kelemahan Sistem Struktur Sistem Entitas Tahun Total Pengendalian Pengendalian Pengendalian Pelaksanaan Intern Akuntansi Anggaran dan Pendapatan Pelaporan dan Belanja Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Kasus Kasus Kasus Kasus 2010 12 5 4 3 2011 8 3 5 Kota 2012 7 5 1 1 Tasikmalaya 2013 8 5 2 1 2014 7 6 1 (Sumber: IHP BPK RI, 2010-2014)
3
Berdasarkan informasi pada tabel di atas bahwa dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Tahun 2010-2014 pada Kota Tasikmalaya menunjukan jumlah kasus yang masih tinggi mengenai kelemahan sistem pengendalian intern yang belum berjalan optimal. Lemahnya sistem pengendalian internal yang paling banyak terjadi pada kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan dan pada kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja. Pada umumnya kasus-kasus kelemahan sistem pengendalian intern yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1. Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan a. Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat b. Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan c. Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai d. Entitas terlambat menyampaikan laporan keuangan e. Sistem informasi akunatansi dan pelaporan belum didukung SDM yang memadai 2. Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja a. Perencanaan kegiatan tidak memadai b. Penyimpanan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja
4
c. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan d. Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat peningkatan biaya/belanja e. Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan Penerimaan Negara dan Hibah tidak sesuai ketentuan f. Pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBD 3. Kelemahan Struktur Pengendalian Intern a. Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur b. SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati c. Entitas tidak memiliki satuan pengawas intern d. Satuan Pengawas Intern yang tidak memadai atau tidak berjalan optimal e. Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai Berdasarkan kasus-kasus di atas yang diperoleh dari IHP BKP (Ihktisar Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan) tahun 2010-2014 menunjukan bahwa kualitas audit yang dilakukan oleh Aparat Inspektorat Tasikmalaya belum berjalan optimal, terlihat dari sistem pengendalian intern yang masih banyak kelemahan. Dalam hal ini seharusnya Aparat Inspektorat Tasikmalaya yang berfungsi sebagai auditor internal di daerah Kota Tasikmalaya dapat mengevaluasi dan memberikan nilai tambah atas sistem pengendalian intern agar dapat berjalan
5
secara efektif dan efesien, sehingga menunjukan kualitas audit Aparat Inspektorat yang efektif. Audit pemerintah merupakan salah satu elemen penting dalam penegakan good governance. Namun demikian, praktiknya sering jauh dari yang diharapkan. Mardiasmo (2000) dalam Effendy (2010) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam audit pemerintahan di Indonesia, diantaranya tidak tersedianyan indikator kinerja yang memadai sebagai dasar pengukur kinerja pemerintahan baik pemerintah pusat maupun daerah dan hal tersebut umum dialami oleh organisasi publik karena output yang dihasilkan tidak mudah diukur. Dengan kata lain ukuran kualitas audit masih menjadi perdebatan. Untuk mencapai pemerintahan yang baik (good governance) maka dibutuhkan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat, karena good goverment yang efektif menuntut adanya kesinergian yang baik, integritas, profesionalisme dan etos kerja serta moral yang tinggi dari semua elemen. Dengan demikian konsep good goverment dalam penyelenggaraan pemerintahan bukan hanya merupakan tuntutan dan harapan masyarakat, tetapi juga merupakan tantangan tersendiri. Tuntutan untuk menciptakan good governance yang terbebas tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme, penciptaan sistem pemerintahan yang lebih berimbang diantara eksekutif, judikatif dan legislatif. Untuk mencapai good governance, seorang auditor aparat Inspektorat harus dapat menigkatkan kualitas auditnya. Peran Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) adalah untuk memastikan bahwa sistem akuntansi keuangan daerah
6
telah berjalan dengan baik dan laporan keuangan daerah disajikan dengan wajar, diluar tugas–tugas awal Badan Pengawas Daerah sebelumnya sebagai aparat pengawas. Selain itu peranan dari Badan Pengawas Daerah adalah untuk membantu kepala daerah menyajikan laporan keuangan yang akuntabel dan dapat diterima secara umum (Bastian, 2007). Kedudukan, tugas dan fungsi Inspektorat kabupaten/kota secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawas fungsional yang berada dibawah dan pertanggungjawab kepada bupati/walikota. Ayat (3) menyebutkan bahwa Seksi Pengawasan adalah pejabat struktural yang melaksanakan pengawasan terhadap urusan pemerintah didaerah. Ayat (4) menyebutkan bahwa kelompok jabatan fungsional adalah pelaksaan pemeriksaan atau audit keuangan. Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa Inspektorat Kabupaten/Kota mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintah di daerah Kabupaten/Kota, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan urusan pemerintah desa. Pasal 4 menyebutkan bahwa Inspektorat provinsi dan inspektorat kabupaten/kota dalam
melaksanakan
tugas
sebagaimana
dimaksud
menyelenggarakan fungsi : 1. Perencanaan program pengawasan 2. Perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan
dalam
Pasal
3
7
3. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan. Namun dalam praktiknya berdasarkan hasil laporan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pada penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 tahun 2009 kepada DPR, Selasa 15 September 2009 menyatakan bahwa fungsi audit internal di Indonesia masih belum efektif. Kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat Inspektorat Propinsi, Kota dan Kabupaten saat ini masih menjadi sorotan, karena masih banyaknya temuan audit yang tidak terdeteksi oleh aparat inspektorat sebagai auditor internal, akan tetapi ditemukan oleh auditor eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan. Kemudian berdasarkan IHP BPK (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan) Semester I tahun 2012 mengenai hasil
evalusi
SPI
menyebutkan
bahwa
evaluasi
terpisah
juga
tidak
diselenggarakan melalui penilaian sendiri review dan pengujian efektivitas SPI yang dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) atau pihak eksternal dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan review lainnya tidak segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan review lain yang ditetapkan. Selain itu berdasarkan IHP BPK (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan) Semester II tahun 2014 juga menyebutkan hasil pemeriksaan menyimpulkan pada umumnya APIP belum efektif dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan dan review LK. Badan Pengawas Daerah atau Inspektorat dalam menghasilkan audit yang berkualitas dipengaruhi beberapa faktor, yaitu motivasi dan profesionalisme dari auditor aparat Inspektorat. Motivasi merupakan salah satu faktor pendorong aparat Inspektorat bekerja lebih maksimal. Motivasi berasal dari kata motif yang dapat
8
diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah laku berupa rangsangan, dorongan, atau pembakit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Motivasi adalah keinginan dan kemampuan seorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tindakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Uno, 2010). Selain motivasi, di dalam standar umum bagian pertama SA seksi 210 menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor (SPAP, 2011). Sedangkan, dalam standar umum bagian ketiga SA seksi 230 menyebutkan bahwa dalam pelaksaan audit akan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (SPAP, 2011). Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. Pernyataan standar umum pertama SPKN adalah: “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. Profesionalisme merupakan keahlian yang dimiliki pada kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan sesuai sikap dan perilaku yang sesuai profesinya (Pasaribu, 2001). Sedangkan profesionalisme auditor internal merupakan suatu tanggung jawab yang dibebankan kepadanya
9
dan lebih dari sekedar dari memenuhi tanggung jawab yang dibebankan dan lebih dari memenuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku (Arens, 2010). Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap audit internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan secara tepat dan pantas (Tugiman, 2006). Beberapa penelitian yang berkaitan pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu diantaranya oleh Rosdinah dkk (2011) yang meneliti mengenai analisis dampak motivasi dan profesionalisme terhadap kualitas audit aparat Inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah, hasil penelitiannya menunjukan bahwa motivasi dan profesionalisme berpengaruh terhadap alitas audit aparat Inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Futri dan Juliarsa (2014) yang meneliti mengenai pengaruh independensi, profesionalisme, tingkat pendidikan, etika profesi, pengalaman, dan kepuasan kerja auditor terhadap kualitas audit kantor akuntan publik, hasil penelitiannya menunjukan bahwa hanya tingkat pendidikan dan etika profesi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan independensi, profesionalisme, pengalaman, dan kepuasan kerja auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena masalah, maka peneliti bermaksud meneliti hal tersebut mengenai motivasi dan profesionalisme terhadap kualitas audit aparata Indpektorat dengan judul penelitian sebagai berikut:
10
“Pengaruh Motivasi dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Pengawasan Keuangan Daerah di Inspektorat Kota Tasikmalaya”
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penulis, dapat
diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Seberapa besar pengaruh motivasi terhadap kualitas audit aparat inspektorat di Kota Tasikmalaya. 2. Seberapa besar pengaruh profesionalisme terhadap kualitas audit aparat inspektorat di Kota Tasikmalaya. 3. Seberapa besar pengaruh motivasi dan profesionalisme terhadap kualitas audit aparat Inspektorat di Kota Tasikmalaya.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah di atas, secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh motivasi terhadap kualitas audit aparat inspektorat di Kota Tasikmalaya. 2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh profesionalisme terhadap kualitas audit aparat inspektorat di Kota Tasikmalaya 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh motivasi dan profesionalisme terhadap kualitas audit aparat Inspektorat di Kota Tasikmalaya
11
1.4
Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat diantaranya
sebagai berikut : 1. Bagi Penulis Menambah pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan mata kuliah Akuntansi Sektor Publik dan Audit Internal mengenai motivasi, profesionalisme, dan kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah di Inspektorat Kota Tasikmalaya. 2. Bagi Pemerintah Bahan masukan kepada aparat Inspektorat Kota Tasikmalaya agar dapat bekerja secara optimal dalam meningkatkan kualitas audit. 3.
Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sama.
4.
Bagi Akuntansi Sektor Publik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi untuk instansi akuntansi sektor publik agar dapat memahami motivasi, profesionalisme, dan kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah di Inspektorat Kota Tasikmalaya.
12
1.5
Waktu dan Lokasi Penelitian Dalam rangka untuk memperoleh data yang dibutuhkan oleh peniliti dalam
penulisan skripsi ini, peniliti melakukan penelitian pada Inspektorat Kota Tasikmalaya. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Oktober 2015 sampai dengan selesai. .