1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Setiap negara tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa mengadakan
hubungan internasional dengan negara maupun subyek hukum internasional lainnya yang bukan negara. Menyangkut hubungan internasional tentu akan berkaitan pula dengan hubungan diplomatik. Keterkaitan antara hubungan internasional dan hubungan diplomatik yaitu hubungan diplomatik sebagai salah satu cara yang dipergunakan dalam menjalin hubungan internasional, yang secara khususnya menggunakan pendekatan diplomasi atau negosiasi. Pendekatan diplomasi sering dilakukan oleh negara-negara yang berdaulat dalam rangka menjaga hubungan baik antar negara. Sejalan dengan perkembangan dunia internasional, hubungan diplomatik saat ini pun menjadi semakin dinamis. Sumaryo Suryokusumo1 menjelaskan bahwa hukum diplomatik dalam perkembangannya mempunyai lingkup yang lebih luas. Tidak hanya mencakup hubungan diplomatik antar negara tetapi juga hubungan konsuler, misi khusus dan keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional khususnya yang bersifat universal. Sehingga adanya hubungan diplomatik merupakan kenyataan dalam rangka mengembangkan hubungan dengan negara-negara lain secara formal.2
1
Sumaryo Suryokusumo, 2013, Hukum Diplomatik dan Konsuler Jilid I, PT. Tatanusa, Jakarta, hlm. 5. 2 Masyhur Effendi, 1993, Hukum Diplomatik Internasional: Hubungan Politik Bebas Aktif Asas Hukum Diplomatik dalam Era Ketergantungan Antarbangsa, Usaha Nasional, Surabaya, hlm. 64.
2
Secara khusus, keberadaan organisasi internasional serta perannya dalam hubungan internasional juga mengalami perkembangan dan mempunyai posisi semakin penting. Keberadaan dan peran penting organisasi internasional dalam politik internasional dan hubungan internasional telah berlangsung sejak awal abad ke-19 dan terus berkembang menjadi salah satu subjek hukum internasional.3 Sebagaimana
lingkup
hubungan
diplomatik
yang
semakin
meluas,
memperlihatkan praktik negara tidak hanya mengirimkan perwakilannya ke negara-negara lain. Sebagai anggota suatu organisasi internasional, negara dapat juga mengirim perwakilannya ke organisasi internasional tersebut. Dalam hubungan diplomatik antar negara yang memberikan kekebalan dan keistimewaan kepada pejabat dan staf diplomatik yang ditugaskan, untuk memudahkan pelaksanaan fungsi dan tugas perwakilan negara dalam suatu organisasi internasional juga dianggap memerlukan adanya suatu pengaturan khusus. Pengaturan khusus tersebut diatur dalam Vienna Convention on the Repesentation of States in Their Relation with International Organizations of a Universal Character 19754. Konvensi ini dibuat sehubungan dengan perwakilan negara dalam organisasi internasional yang bersifat universal, terlepas dari ada atau tidaknya hubungan diplomatik antara negara pengirim dengan negara yang menjadi tuan rumah di mana organisasi internasional berkedudukan. Organisasi internasional sebagai subyek hukum internasional dibentuk oleh negara-negara yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Umumnya, 3
Widodo, 2012, Hukum Kekebalan Diplomatik Era Globalisasi, CV Aswaja Pressindo, Yogyakarta, hlm. 325. 4 Vienna Convention on the Repesentation of States in Their Relation with International Organizations of a Universal Character 1975 (untuk selanjutnya disebut Vienna Convention 1975), Wina, 14 Maret 1975, U.N.T.S., Doc. A/CONF.67/16.
3
tujuan tersebut adalah untuk memfasilitasi kerjasama internasional ataupun menangani masalah-masalah internasional. Oleh karena itu, setiap organisasi internasional pasti memiliki tugas-tugas tertentu yang sesuai dengan tujuan pembentukannya. Dalam rangka pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas secara efisien dan mandiri, organisasi internasional dilengkapi dengan kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewa. Sejauh apa organisasi internasional menikmati kekebalan menurut hukum kebiasaan internasional masih belum jelas. Dalam prakteknya masalah tersebut biasanya diatur dengan suatu perjanjian internasional tersendiri. Biasanya dalam bentuk Headquarters Agreement antara organisasi internasional bersangkutan dengan host state di mana organisasi internasional berkedudukan.5 PBB sebagai suatu organisasi internasional memiliki anggota hampir seluruh negara di dunia. Masing-masing negara anggota mempunyai perwakilan tetap yang berkedudukan di markas besar PBB. Kekebalan dan keistimewaan yang dimiliki oleh PBB sebagai sebuah organisasi internasional beserta kekebalan dan hak-hak istimewa para pejabat dan staf PBB maupun perwakilan negara di PBB telah diatur dalam Convention on the Privileges and Immunities of the United Nations 19466. Selain itu, terdapat juga perjanjian dengan Amerika Serikat sebagai host state di mana markas besar PBB berkedudukan di New York yaitu
5
Peter Malanczuk, 1997, Akehurst’s Modern Introduction to International Law, Seventh Edition, Routledge, New York, hlm. 127. 6 Convention on the Privileges and Immunities of the United Nations 1946 (untuk selanjutnya disebut UN Convention 1946), New York, 13 Februari 1946, U.N.T.S., vol. 1, p. 15, and vol. 90, p. 327.
4
Agreement Between the United Nations and the United States of America Regarding the Headquarters of the United Nations 19477. Pada April 2014, muncul pemberitaan bahwa Amerika Serikat menolak memberikan izin masuk bagi Hamid Aboutalebi sebagai permanent representative Iran untuk PBB. Penolakan tersebut menimbulkan reaksi negatif dari Pemerintah Iran. Sebagaimana diketahui bahwa markas besar PBB berada di New York yang merupakan wilayah bagian Amerika Serikat. Akibat penolakan tersebut tentunya akan menyulitkan Hamid Aboutalebi memasuki wilayah Amerika Serikat yang akan menggantikan permanent representative Iran terdahulu. Hal tersebut merupakan hambatan pula bagi Hamid Aboutalebi untuk memulai pelaksanaan tugasnya. Pemerintah Iran berupaya mendesak PBB untuk mengambil tindakan atas sikap Amerika Serikat. Namun, Amerika Serikat tetap tidak bersedia menerbitkan visa. Amerika Serikat mencurigai Hamid Aboutalebi ikut terlibat menjadi anggota kelompok mahasiswa yang mengepung Kedutaan Besar Amerika Serikat di Tehran dan menyandera 52 warga negara Amerika yang merupakan staf Kedutaan selama 444 hari dalam insiden yang menjadi bagian dari Revolusi Iran pada tahun 1979. Semenjak awal, Pemerintah Amerika Serikat menolak penunjukan Hamid Aboutalebi sebagai calon Duta Besar Iran dan tidak bersedia mengeluarkan visa
7
Agreement Between The United Nations and The United States of America Regarding the Headquarters of the United Nations and the Joint Resolution (Pub. L. 80-357, Aug. 4 1947, ch. 482, set out as note under 22 U.S.C. 287) selanjutnya disebut Headquarters Agreement.
5
diplomatik. Meskipun Hamid Aboutalebi telah menyampaikan bahwa dia hanya bertindak sebagai penerjemah saat peristiwa tersebut.8 UN Committee on the Relation with the Host Country yaitu suatu Komite PBB yang dibentuk untuk menangani masalah-masalah yang timbul dalam praktek keterwakilan negara di wilayah host state, mengadakan pertemuan untuk membahas masalah penolakan pemberian visa bagi Hamid Aboutalebi. Kedua belah pihak menyampaikan pandangannya masing-masing. Amerika Serikat memiliki kekhawatiran atas peran Hamid Aboutalebi dalam krisis penyanderaan di Tehran sehingga tidak memberikan toleransi bagi pihak yang terlibat dalam peristiwa tersebut apalagi untuk menerima perlindungan diplomatik. Sedangkan pertimbangan Iran untuk menunjuk Hamid Aboutalebi dikarenakan Hamid dianggap sebagai seorang Duta Besar senior yang sangat berpengalaman. Hamid telah menjadi Duta Besar untuk Italia, Belgia dan Australia dan tidak diketahui sebagai pengikut garis keras atau memiliki pandangan anti Barat. Sehingga menurut Iran, Amerika Serikat sebagai negara tuan rumah dari markas besar PBB memiliki kewajiban untuk mengeluarkan visa diplomatik bagi Duta Besar yang ditunjuk sebagai representative untuk Misi Tetap negara yang bersangkutan.9 Tindakan lebih lanjut Amerika Serikat yaitu mengesahkan suatu rancangan undang-undang untuk melegitimasi sikap mereka yang menolak masuknya Hamid Aboutalebi. Rancangan undang-undang yang kemudian ditandatangani oleh Presiden Barack Obama pada 18 April 2014 ini memberikan dasar hukum bagi 8
Kompas.com, Kongres Amerika Bersatu Demi Tolak Duta Besar Iran untuk PBB, http://internasional.kompas.com/read/2014/04/08/0524369/Kongres.Amerika.Bersatu.demi.Tolak. Duta.Besar.Iran.untuk.PBB, diakses 11 Februari 2015. 9 BBC News, Iran anger over US visa refusal for UN envoy Hamid Aboutalebi, http://www.bbc.com/news/world-us-canada-27000232, diakses pada 12 Februari 2015.
6
Amerika Serikat untuk tidak menerima atau melarang setiap individu yang memasuki wilayah Amerika Serikat, termasuk orang yang ditunjuk mewakili negaranya yang merupakan negara anggota PBB. Tindakan pelarangan dilakukan terhadap individu yang diketahui terlibat dalam kegiatan spionase atau kegiatan teroris yang mengarah kepada Amerika Serikat dan sekutunya ataupun terhadap orang-orang yang dapat menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional Amerika. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam rangka menjalankan fungsi dan tugas dengan efektif, organisasi internasional dan para stafnya perlu mendapatkan kekebalan dan hak-hak istimewa, termasuk pula representative negara anggota. Demikian halnya dengan PBB, Pasal 105 ayat (1) dan (2) Piagam PBB menyatakan bahwa organisasi PBB menikmati kekebalan-kekebalan yang diperlukan untuk mencapai tujuannya dan hal tersebut berlaku pula bagi para pejabat maupun perwakilan dari negara anggota. Dalam hal kekebalan dan keistimewaan yang diberikan kepada pegawai PBB maupun badan-badan khususnya, perlu diketahui sejauh mana pemberian kekebalan dan keistimewaan tersebut. Khususnya bagi representative negara anggota, kekebalan dan hak istimewa diberikan hanya dalam rangka pelaksanan tugas dan fungsinya. Berkaitan dengan peristiwa Hamid Aboutalebi ini, menarik kiranya untuk dianalisis lebih lanjut karena bagaimana pun penunjukan individu sebagai permanent representative negara di PBB merupakan hak dari negara bersangkutan yang diwakili. Sementara itu, Amerika Serikat merupakan host state yang memiliki hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam headquarters agreement antara PBB dengan Amerika Serikat.
7
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana legalitas tindakan penolakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat
terhadap
Hamid
Aboutalebi
berdasarkan
Headquarters
Agreement? 2. Bagaimana upaya atau cara yang ditempuh oleh Iran sehubungan dengan penolakan Amerika Serikat terhadap Hamid Aboutalebi sebagai permanent representative Iran ke PBB?
C.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan hukum ini
antara lain: 1. Tujuan Obyektif Penelitian ini secara obyektif bertujuan untuk mengetahui, menganalisis dan memahami secara lebih mendalam mengenai penolakan Amerika Serikat terhadap Hamid Aboutalebi sebagai permanent representative Iran untuk PBB dan apa saja upaya yang dilakukan Iran sehubungan dengan hal tersebut. 2. Tujuan Subyektif Penelitian ini secara subyektif dilaksanakan dalam rangka penyusunan tesis sebagai syarat akademis untuk memperoleh gelar Master Hukum
8
(M.H.) pada Program Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dan informasi yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Lebih lanjut adanya penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi kajian ilmu hukum khususnya dalam hukum internasional dan lebih mengkhusus lagi pada bidang hukum diplomatik. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi dalam hukum diplomatik.
E.
Keaslian Penelitian Penelusuran terhadap penelitian yang relevan dengan permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini telah dilakukan. Berdasarkan hasil penelusuran dan telaah terhadap penulisan hukum yang ada, penulis menemukan beberapa penelitian, yaitu: 1. Rahmat Ari Wibawa, yang menulis mengenai “Tinjauan Yuridis Hak Keistimewaan dan Kekebalan Perwakilan Organisasi Internasional Menurut Hukum Internasional (Studi Kasus Strauss-Kahn vs. New York People)”. Penulisan hukum tersebut menitikberatkan pada batasan
9
kekebalan dan keistimewaan seorang pejabat organisasi internasional yang relevan terhadap pembahasan kasus. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana hukum internasional mengatur mengenai hak keistimewaan dan kekebalan bagi organisasi internasional serta bagaimana putusan pengadilan negara bagian New York atas kasus Strauss-Kahn vs. New York People. Hasil dari penelitiannya bahwa kekebalan perwakilan organisasi internasional merupakan kekebalan yang bersifat fungsional, sehingga kekebalan diplomatik yang dimiliki Strauss-Kahn sebagai managing director IMF yang dituduh melakukan pelecehan seksual tidak dapat berlaku karena tidak berkaitan dengan misi dari organisasi. 2. Riki Pratomo, yang menulis mengenai “Analisis Yuridis Hak Imunitas Diplomat, Konsul dan Perwakilan Negara untuk PBB dalam Membayar Pajak (Studi Kasus Denda Tilang Diplomat, Konsul, dan Perwakilan Negara untuk PBB di Kota New York Tahun 1997-2011)”. Penulisan hukum ini menitikberatkan pada penyebab terjadinya kasus denda tilang para diplomat, konsuler maupun perwakilan negara di PBB. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana aturan mengenai parkir kendaraan diplomatik di kota New York berkaitan dengan mekanisme kekebalan serta keistimewaan para diplomat, konsul dan perwakilan negara untuk PBB terkait denda parkir yang diterima serta bagaimana jalan penyelesaian yang baik agar kasus denda parkir tidak terjadi lagi. Hasil penelitiannya bahwa aturan mengenai parkir yang berlaku bagi para diplomat, konsul dan perwakilan negara untuk PBB diterapkan
10
berdasarkan suatu MOU yang dibuat oleh Komite PBB dalam hubungan dengan negara tuan rumah (UN Committee on Relation with the Host Country) dengan Amerika Serikat dan setiap perwakilan tersebut hendaknya menghormati dan mematuhi aturan yang telah dibuat. Kedua penulisan hukum yang penulis sebutkan memiliki kesamaan topik dengan penulisan hukum penulis yakni berhubungan dengan keterwakilan negara dalam organisasi internasional, namun yang membedakan dari kedua penulisan hukum tersebut adalah pada permasalahan yang diangkat sebagaimana telah dijabarkan di atas. Dalam penulisan hukum ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai tindakan Amerika Serikat yang menolak penunjukan Hamid Aboutalebi sebagai duta besar Iran untuk PBB dan pelarangan masuk ke wilayah Amerika Serikat. Nantinya akan dianalisis bentuk hak dan kewajiban Amerika Serikat selaku host state berdasarkan ketentuan dalam Headquarters Agreement maupun undang-undang nasional Amerika Serikat untuk mencari jawaban bagaimana legalitas tindakan penolakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Hamid Aboutalebi menurut hukum internasional. Kemudian, mencari tahu upayaupaya yang dapat dilakukan Iran sebagai salah satu negara anggota PBB yang wakilnya ditolak oleh host state. Singkatnya, penulisan hukum ini akan membahas tindakan Amerika Serikat yang menolak Hamid Aboutalebi sebagai permanent representative Iran di PBB serta upaya yang dapat ditempuh oleh Iran, sementara dua penulisan hukum terdahulu membahas masalah kekebalan dari seorang perwakilan organisasi internasional dan masalah denda parkir yang melibatkan diplomat, konsuler serta perwakilan negara di organisasi internasional.