1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Transparansi dan akuntabilitas sangat dibutuhkan dalam pengelolaan
keuangan negara guna mewujudkan stabilitas ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Auditor merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dalam pengelolaan keuangan tersebut. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah auditor internal dalam pengelolaan keuangan negara. BPKP melakukan tugas pengawasan keuangan dan pembangunan berupa audit, konsultasi, asistensi, evaluasi, pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) serta pendidikan dan pelatihan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku (http://www.bpkp.go.id, Selasa, 11 Februari 2014). Auditor internal sering menghadapi situasi yang dilematis dalam menjalankan tugas auditnya. Selain harus patuh pada pimpinan tempat bekerja, juga harus menghadapi tuntutan dari masyarakat untuk memberikan laporan yang jujur (Westra, 1986). Meskipun demikian, kemampuan untuk membuat pertimbangan etis dan bertindak secara etis merupakan syarat bagi auditor untuk mengenali suatu isu etis (Shaub et al., 1993). Kondisi ini menunjukkan bahwa profesi auditor tidak terlepas dari masalah-masalah etika. Masalah etika muncul ketika auditor menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak yang terkait (Shaub et al., 1993). Etika berkaitan erat dengan nilai-nilai dan tatacara hidup yang baik yang dianut dan diwariskan oleh suatu generasi ke generasi berikutnya. Etika dalam
1
2
profesi akuntan diatur dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang menjadi panduan dan aturan bagi setiap anggota. Auditor dituntut untuk lebih profesional dan
beretika
didalam
melaksanakan
tugas-tugas
profesinya.
Didalam
membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen perusahaan, seorang auditor akan menghadapi kondisi dilematis baik dari dirinya sendiri maupun dari pihak eksternal, sehingga auditor harus mampu menjunjung tinggi etika profesinya. Etika auditor sering dikaitkan dengan perilaku etis auditor dalam mengambil keputusan. Beberapa kasus audit yang dialami oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yaitu perihal laporan hasil audit tim BPKP atas perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penggunaan jaringan frekuensi 2,1 GHz/Generasi 3 (3G) oleh Indosat Mega Media (IM2) sebesar Rp 1,3 Triliun dan kasus dugaan korupsi oleh PT. Chevron Pacifik Indonesia sebesar USD 9,9 juta. Namun pihak Indosat Mega Media (IM2) menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas keputusan BPKP tersebut. PTUN mengabulkan gugatan pihak Indosat Mega Media (IM2), dengan membatalkan laporan audit BPKP dan mengkaji ulang persyaratan kerjasamanya. Kasus lain juga terjadi di Semarang, BPKP digugat atas laporan audit yang diterbitkan dengan kesimpulan adanya kerugian Negara sebesar 2,5 miliar terkait kasus tukar guling tanah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah di Desa Nyatnyono Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Namun Pengadilan Negeri Semarang berkesimpulan bahwa BPKP telah melakukan pelanggaran hukum dengan mengeluarkan hasil audit tersebut. Sehingga BPKP
3
dikenakan denda inmateriil sebesar 200 juta dan menyatakan laporan hasil audit BPKP Nomor SR-10916/PWII/2012 batal demi hukum. Kegagalan atau penyimpangan audit yang dilakukan oleh auditor, mendorong diperlukannya suatu kemampuan auditor untuk mempertimbangkan etika dan perilaku dalam pelaksanaan audit. American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) mensyaratkan auditor untuk melatih sensitivitas profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitasnya (Andersen dan Ellyson, 1986). Beberapa kasus mengenai kegagalan auditor dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatan etika profesional akuntan publik yang memiliki tugas dalam jasa audit. Sensitivitas etika adalah kemampuan seseorang dalam mengambil suatu keputusan dengan mempertimbangkan sifat dasar etika dari keputusan tersebut (Shaub et al., 1993). Sensitivitas etika diukur dengan menilai kegagalan auditor dalam mengerjakan pekerjaan sesuai dengan waktu yang diminta, penggunaan jam kantor untuk kepentingan pribadi, subordinasi auditor dalam hubungannya dengan prinsip-prinsip akuntansi. Kemampuan seorang profesional untuk berperilaku etis sangat dipengaruhi oleh sensitivitas individu tersebut (Falah, 2006). Pengalaman audit merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap sensitivitas etika auditor, karena auditor yang berpengalaman dianggap lebih konservatif dalam menghadapi dilema etika (Larkin, 2000). Pengalaman audit berkaitan dengan jabatan auditor, lama tahun bekerja, keahlian yang dimiliki dalam audit, serta pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh auditor tentang
4
audit (Gusnardi, 2003). Melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman, seorang auditor dapat lebih obyektif dalam mengambil keputusan menyangkut hasil auditnya. Higgins dan Kelleher (2005) mengungkapkan alternatif lain dalam menyelesaikan dilema etika yaitu orientasi etika. Orientasi etika dikendalikan oleh dua karakteristik yaitu idealisme dan relativisme (Forsyth, 1980). Idealisme mengacu pada suatu hal yang dipercaya oleh individu dengan konsekuensi yang dimiliki dan diinginkannya tidak melanggar nilai-nilai moral. Relativisme adalah suatu sikap penolakan terhadap nilai-nilai moral yang absolut dalam mengarahkan perilaku etis (Forsyth, 1980). Kedua konsep tersebut bukan merupakan hal yang berlawanan namun penting digunakan dalam mengukur tingkat sensitivitas etika. Irawati dan Supriyadi (2012) menyatakan bahwa seorang auditor harus berkomitmen pada kepentingan publik. Komitmen dibedakan menjadi dua konstruk, yaitu komitmen profesional dan komitmen organisasional (Bline et al., 1992). Komitmen profesional dan komitmen organisasional adalah dua hal yang berbeda (Chang dan Choi, 2007). Komitmen profesional adalah loyalitas pada profesi yang dimiliki oleh individu (Larkin, 2000) sedangkan komitmen organisasional adalah loyalitas pada organisasi (Kwon dan Banks, 2004). Auditor dapat bertahan sebagai anggota dari organisasi dan/ atau profesinya dengan cara memahami sifat dasar etika dari suatu keputusan yang dibuat (Anderson dan Ellyson, 1986). Budaya etis organisasi merupakan pandangan luas tentang persepsi karyawan pada tindakan etis pemimpin akan pentingnya etika di perusahaan dan
5
memberikan penghargaan ataupun sanksi atas tindakan tidak bermoral (Hurt et al, 1986). Budaya kerja berkaitan dengan sikap atau perilaku seseorang dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Permasalahan budaya kerja dalam sistem pemerintahan yaitu terabaikannya nilai etika dan budaya kerja yg dapat melemahkan disiplin dan etos kerja (Tamin, 2004). Beberapa penelitian mengenai sensitivitas etika yaitu penelitian oleh Irawati dan Supriyadi (2012) yang meneliti mengenai pengaruh orientasi etika pada komitmen profesional, komitmen organisasional, dan sensitivitas etika auditor dengan variabel pemoderasi gender pada auditor BPK. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa gender tidak dapat memoderasi hubungan antara orientasi etika dengan komitmen profesional, komitmen organisasional dan sensitivitas etika. Penelitian lain juga dilakukan oleh Januarti (2011) untuk menguji pengaruh pengalaman auditor, komitmen profesional, orientasi etis, dan nilai etika terhadap persepsi dan pertimbangan etis pada auditor BPK. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa orientasi etis berpengaruh signifikan terhadap persepsi dan pertimbangan etis, sedangkan pengalaman, komitmen profesional, dan nilai etika tidak berpengaruh terhadap persepsi dan pertimbangan etis. Selain itu Aziza dan Salim (2007) serta Shaub (1993) menguji orientasi etika terhadap komitmen dan sensitivitas etika pada auditor di Bengkulu dan Sumatera Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa orientasi etika berpengaruh terhadap komitmen, dan komitmen tidak berpengaruh terhadap sensitivitas etika. Khomsiyah dan Nur Indriantoro (1998) juga menguji pengaruh orientasi etika terhadap komitmen profesional, komitmen organisasional dan sensitivitas etika auditor Pemerintah
6
DKI Jakarta. Penelitian mengenai budaya etis organisasi dan orientasi etis terhadap sensitivitas etika pada Bawasda dilakukan oleh Fallah (2006) dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh positif terhadap idealisme dan tidak berpengaruh pada relativisme. Orientasi etika berpengaruh pada sensitivitas etika, khususnya relativisme sedangkan idealisme tidak berpengaruh terhadap sensitivitas etika. Penelitian ini menguji pengaruh variabel pengalaman, orientasi etika, komitmen dan budaya etis organisasi pada sensitivitas etika dalam dimensi waktu dan tempat yang berbeda. Adanya perbedaan hasil dari beberapa penelitian sebelumnya, serta beberapa permasalahan yang terdapat pada auditor internal, memotivasi penelitian ini dilakukan pada auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) karena belum adanya penelitian serupa yang diadakan di instansi tersebut. Selain itu, BPKP merupakan instansi yang berdiri sendiri, tidak dalam satu kesatuan dengan istansi yang diauditnya, berbeda dengan Bawasda yang merupakan auditor internal pemerintah yang masih dalam satu kesatuan sistem pemerintah daerah. Berbeda juga dengan BPK yang merupakan auditor eksternal pemerintah.
Penelitian ini ingin membuktikan apakah hasil
penelitian akan sama ataukah berbeda apabila dilakukan dengan variabel, waktu dan tempat yang berbeda.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, yaitu:
7
1) Apakah pengalaman berpengaruh pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali? 2) Apakah idealisme berpengaruh pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali? 3) Apakah relativisme berpengaruh pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali? 4) Apakah komitmen profesional berpengaruh pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali? 5) Apakah komitmen organisasional berpengaruh pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali? 6) Apakah budaya etis organisasi berpengaruh pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pengaruh pengalaman pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali. 2) Untuk mengetahui pengaruh idealisme pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali. 3) Untuk mengetahui pengaruh relativisme pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali.
8
4) Untuk mengetahui pengaruh komitmen profesional pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali. 5) Untuk mengetahui pengaruh komitmen organisasional pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali. 6) Untuk mengetahui pengaruh budaya etis organisasi pada sensitivitas etika auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan perwakilan Provinsi Bali.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini, sebagai
berikut: 1) Manfaat teoretis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan konseptual bagi pengembangan ilmu pengetahuan bidang akuntansi keprilakuan yang berhubungan dengan audit serta bagi peneliti sejenis maupun civitas akademi lainnya. 2) Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi seluruh pihak yang berkepentingan serta masukan kepada auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai sensitivitas etika auditor.