BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Masalah Setiap negara akan selalu berusaha untuk meningkatkan pembangunan
negaranya, khususnya pembangunan di bidang ekonomi dengan tujuan untuk dapat
meningkatkan
kesejahteraan
dan
kemakmuran
rakyatnya.
Proses
pembangunan akan berjalan lancar dengan adanya dukungan dari pemerintahan yang kuat, peran aktif dari masyarakat, dan dukungan sumber pembiayaan, yang diperoleh dari berbagai sumber baik dari dalam negeri maupun luar negeri, baik dari sektor pemerintah ataupun sektor swasta. Demikian pula dengan Indonesia, dimana sasaran akhir pembangunan Indonesia khususnya di bidang ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 adalah masyarakat yang adil dan makmur. Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara, yang dapat menunjukkan apakah suatu negara tersebut berhasil secara finansial. Upaya untuk dapat membiayai pengeluaran sendiri pembangunan pada dasarnya merupakan cita-cita Bangsa Indonesia, dan untuk merealisasikannya, penerimaan negara dari dalam negeri selayaknya menjadi sumber utama dalam pembiayaan.
Sektor
industri
merupakan
salah
satu
komponen
utama
pembangunan ekonomi nasional yang berpotensi memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja, devisa, dan transformasi ke arah modernisasi.
1
Dalam era globalisasi dan liberalisasi ekonomi, sektor industri perlu dibangun agar mampu berkembang dalam arena persaingan dan dapat menjadi motor penggerak perekonomian nasional di masa depan. Semakin baik kontribusi sektor industri, semakin baik sumbangannya terhadap pembangunan suatu negara karena memiliki pengaruh terhadap perubahan menuju arah yang lebih baik melalui modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukkan daya saing nasional (Departemen Perindustrian, 2005:3). Untuk membangun sektor industri agar mampu berkembang dalam arena persaingan seperti saat ini dan sekaligus menjadikannya sebagai motor penggerak perekonomian nasional di masa depan, maka sektor industri perlu memiliki daya saing yang tinggi yaitu daya saing karena kuatnya struktur, tingginya peningkatan nilai tambah dan produktivitas di sepanjang rantai nilai produksi, serta dukungan dari seluruh sumber daya produktif yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dinamika perkembangan atau pertumbuhan setiap jenis usaha/kegiatan bisnis dipengaruhi oleh banyak faktor pada waktu bersamaan. Ada faktor-faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung seperti misalnya stabilitas politik, dan banyak faktor yang berpengaruh secara langsung seperti regulasi atau kebijakan pemerintah pada sektor dimana usaha bersangkutan beroperasi. Kemampuan untuk dapat menyesuaikan terhadap perkembangan dan perubahan lingkungan usaha di era globalisasi merupakan hal yang penting dalam menghadapi persaingan yang ketat. Salah satu industri yang dapat mendorong pembangunan ekonomi negara adalah industri kendaraan bermotor roda empat atau otomotif. Industri kendaraan 2
bermotor roda empat merupakan salah satu industri yang strategis jika dilihat dari pertumbuhan nilai investasinya. Sejak tahun 2010 sampai dengan 2013 (Tabel 1.1), nilai investasi industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain mengalami peningkatan sebesar US$ 3.338,5 juta untuk investasi dari luar negeri dan Rp 1.706,3 untuk investasi dalam negeri. Peningkatan investasi tidak hanya pada tingkat dalam negeri tetapi juga pada tingkat penanaman modal asing. Tabel 1.l Perkembangan Investasi Industri Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi Lain S EK T O R / S e c t o r
2010 I 393,8
2011 I 770,1
FDI Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain/Motor Vehicles & Other Transport Equip. Industry DDI Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi 362,2 529,1 Lain/Motor Vehicles & Other Transport Equip. Industry FDI: Nilai Investasi dalam US$. Juta / Value of Investment in M illion US$. DDI:Nilai Investasi dalam Rp. M iliar / Value of Investment in Billion Rupiah.
2012 I 1.840,0
2013 I 3.732
664,4
2.069
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
Industri otomotif merupakan industri yang padat modal dan padat karya, sehingga perhatian dan dukungan pemerintah sebagai pemegang kewenangan akan sangat berarti bagi industri ini. Peningkatan kebutuhan akan alat transportasi darat untuk mendukung mobilitas juga menjadi salah satu faktor yang memicu perkembangan industri otomotif di Indonesia. Berdasarkan data penjualan mobil dari tahun 2008 ke 2013, tingkat produksi dan penjualan mengalami peningkatan, misalnya untuk penjualan dari tahun 2008 ke tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 84,88%. Akan tetapi, peningkatan penjualan ini tidak didukung oleh peningkatan produksi kendaraan dari dalam negeri, dimana kondisi ini menunjukkan industri kendaraan bermotor memiliki potensi untuk dapat meningkatkan produksinya dalam memenuhi pasar dalam negeri.
3
Tabel 1.2 Perkembangan Kinerja Industri Kendaraan Bermotor Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Produksi 600.628 464.816 702.508 837.948 1.065.557
Penjualan 603.774 483.548 764.710 894.164 1.116.230
Sumber: Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), diolah
Pemerintah sebagai agen pembuat peraturan publik memiliki fungsi untuk membuat kebijakan yang dapat membantu industri otomotif agar dapat berkembang dan bersaing di tingkat global. Pada dasarnya, kebijaksanaan yang ditempuh adalah menciptakan iklim usaha yang mendorong peningkatan daya saing ekonomi nasional, dengan pelaksanaan kebijaksanaan makro (fiskal dan moneter) yang konsisten dan hati-hati serta kebijaksanaan deregulasi di sektor riil dan moneter. Salah satu instrumen yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi, pajak/fiskal dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong iklim kegiatan dunia usaha. Kebijakan pajak merupakan bagian dari kebijakan publik, terutama di bidang ekonomi. Dalam beberapa waktu belakangan ini, pajak sebagai instrumen kebijakan diandalkan untuk mengatasi masalah maupun menjaga stabilitas perekonomian. Hal ini terkait dengan fungsi pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan (Rahayu, 2010:43). Kebijakan fiskal di dalamnya meliputi tindakan menentukan kebijakan perpajakan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang sedang berjalan.
4
Dalam menjalankan kebijakan pajak, pemerintah dapat menetapkan insentif dengan memberikan fasilitas perpajakan. Pemberian fasilitas pajak pada umumnya diberikan pemerintah kepada sektor-sektor ekonomi yang memiliki prioritas tinggi dalam skala nasional, dengan tujuan mendorong produksi dan investasi yang kemudian pada akhirnya dapat menggerakkan sektor perekonomian pada umumnya. Tujuan ini diharapkan dapat menarik dana untuk dapat mendukung dan menambah daya tarik dalam peningkatan investasi yang diharapkan dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemberlakuan kebijakan insentif pajak oleh pemerintah untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih mantap dengan tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran yang berarti di satu pihak atau adanya ketidakstabilan harga-harga umum di pihak lain (Suparmoko, 2003:260). Pemberian insentif pajak pada dasarnya bukanlah sebagai faktor penentu yang dibutuhkan dalam pertumbuhan perekonomian negara, akan tetapi dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam melakukan penanaman modal (Suandi, 2001:18). Pada umumnya, peningkatan penerimaan pajak dari hasil penetapan oleh petugas pajak hanya sebesar 3-5% dari seluruh penerimaan pajak, sementara 95% dari hasil pengembangan iklim perpajakan yang baik, dengan bentuk pelayanan dan bantuan kepada wajib pajak (Zain, 2004:31-35). Saat ini tren yang berkembang dalam industri kendaraan bermotor adalah produksi kendaraan bermotor yang hemat energi. Terkait dengan isu lingkungan dan dorongan untuk meningkatkan tingkat produksi kendaraan dalam negeri 5
dalam menghadapi era globalisasi, pemerintah memberikan insentif atas program yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian. Insentif pajak ini diberikan atas program yang dimaksudkan untuk mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan mendukung konversi energi di bidang transportasi, serta mendukung peningkatan produksi industri kendaraan bermotor dalam negeri. Bentuk insentif kepada pelaku industri yang memproduksi kendaraan bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan adalah fasilitas pajak berupa pengurangan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas penjualan kendaraan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pemerintah memberikan insentif pengenaan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk PPnBM sebesar 75%, 50% untuk mobil hybrid, dan yang paling besar adalah sebesar 0% untuk program mobil hemat energi dan harga terjangkau untuk produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2). Program atas produksi KBH2 atau Low Cost Green Car (LCGC) merupakan Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (PPKB).
6
Tabel 1.3 Insentif Fiskal untuk Kendaraan Hemat Energi No Category - Sedan/Station Wagon - 4x2 1 - 4x4 - Double Cabin - Bus - Sedan/Station Wagon - 4x2 2 - 4x4 - Double Cabin - Bus Afforable Energy Saving Vehicles 3 (Not Including Sedan/Station Wagon)
Engine Advance Diesel/Petrol Engine Dual Fuel Petrol - Gas Engine (CNG/LGV) Converter Kit Bio Fuel Engine Hybrid Engine CNG/LGV Dedicated Engine Advance Diesel/Petrol Engine Dual Fuel Petrol - Gas Engine (CNG/LGV) Converter Kit Bio Fuel Engine Hybrid Engine CNG/LGV Dedicated Engine Up to 1.200 CC
Up to 1.500 CC
Fuel Consumption Luxury Tax 20-28km/lt (Fosil Fuel)
75% Sales Price
>28km/lt (Fosil Fuel)
50% Sales Price
20 km/lt Petrol 20 km/lt Diesel /Semi Diesel
0% Sales Price
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013
Pemberian insentif pajak untuk KBH2 menimbulkan banyak protes, hal ini dikarenakan pada dasarnya kendaraan bermotor roda empat pribadi, termasuk sebagai barang yang memiliki ciri khusus sebagai barang yang mewah. Sifat khusus ini diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), yang diatur dalam Pasal 16 (b) ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pengenaan PPnBM diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Didalamnya diatur bahwa, pengenaan PPnBM dilakukan dengan pertimbangan perlunya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi, perlunya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, pertimbangan adanya
7
perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional, dan untuk mengamankan penerimaan negara. Kendaraan bermotor roda empat pada umumnya dikenakan PPnBM sebesar 10% - 75%, kecuali angkutan umum. Tarif PPnBM yang tinggi membuat penerimaan dari sektor PPnBM menjadi salah satu sumber penerimaan pajak yang potensial. Selain itu, berdasarkan jenisnya kendaraan bermotor roda empat bukan merupakan kebutuhan pokok dan barang ini hanya bisa dikonsumsi oleh sekelompok orang yang memiliki penghasilan yang lebih, serta konsumsi barang ini dilakukan untuk menunjukkan status sosial. Bagi pemerintah,
dengan diberikannya
insentif pajak ini dapat
menimbulkan potential-loss seperti berkurangnya penerimaan negara dari sektor pajak (Heller & Kaufman, 1963:78-86). Tanpa adanya perhitungan yang matang, pembenahan semua faktor yang mempengaruhi secara menyeluruh dan terintegrasi antar departemen, maka pemberian insentif pajak hanya akan mengurangi sektor penerimaan negara dan menciptakan biaya yang tinggi, sementara manfaat yang diterima tidak maksimal. b.
Permasalahan Pajak yang memiliki fungsi mengatur (regulerend) menjadi alat ampuh
bagi pemerintah dalam mengatasi berbagai masalah perekonomian terutama terkait dengan industri dalam negeri. Penentuan pemberian insentif fiskal PPnBM merupakan kebijakan pemerintah dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan sebagai pengendali tingkat konsumsi barang mewah. Kebijakan pemerintah terhadap KBH2 merupakan hal yang cukup menarik untuk dianalisis, terutama
8
dari aspek perpajakannya. Selain itu, dengan adanya fasilitas ini akan mengakibatkan potential loss pada jenis pajak ini yang berarti tidak memenuhi fungsi budgetair pajak. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya suatu tinjauan atas kebijakan fiskal bagi KBH2. c.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah yang menjadi dasar pemikiran dalam pemberian kebijakan insentif fiskal atas KBH2 tersebut? 2. Bagaimanakah dampak kebijakan fiskal atas KBH2 terhadap penerimaan negara dari sektor pajak? d.
Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Memahami dan menganalisis pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar pemikiran dalam pemberian kebijakan insentif fiskal atas KBH2. 2. Memahami dan menganalisis dampak kebijakan fiskal atas KBH2 terhadap penerimaan negara dari sektor pajak. e.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai literatur yang dapat memperkaya kajian ilmu pengetahuan di bidang kebijakan, khususnya
9
kebijakan fiskal, dan dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian berikutnya yang sejenis. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sebagai referensi dalam upaya penyempurnaan kebijakan insentif kendaraan bermotor. Serta, sebagai gambaran bagi pelaku industri kendaraan bermotor mengenai kebijakan insentif pajak PPnBM untuk KBH2. f.
Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada dasar pemikiran atas pemberian kebijakan fiskal PPnBM terhadap KBH2 dan dampaknya terhadap penerimaan negara dari sektor pajak, berdasarkan undang-undang dan peraturan perpajakan domestik, peraturan terkait lainnya, dan dokumen pembanding lainnya. g.
Sistematika Penulisan
Sitematika penulisan dalam tesis ini dibagi menjadi 5 bab, terdiri dari: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang dari permasalahan yang diangkat, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian metode penelitian dan Sistematika Penulisan.
10
BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan tinjauan literatur dan tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan dalam penelitian, dan gambaran sekilas tentang KBH2. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi uraian, analisis dasar pemikiran kebijakan pembebasan PPnBM atas produksi KBH2 tersebut dengan ketentuan pajak, analisis dampak insentif PPnBM atas KBH2 terhadap penerimaan negara dari sektor pajak. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab akhir dari penulisan yang merupakan simpulan dan dari analisis dan pembahasan yang telah dilakukan di bab sebelumnya serta saran untuk memberi masukan terhadap permasalahan yang ada.
11