BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh perbaikan sistem kelembagaan. Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses yang saling berkaitan dan berpengaruh antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dan dianalisis, baik secara nasional maupun secara regional (Arsyad, 2010:11). Menurut Sukirno (2010:423), istilah pembangunan ekonomi (economic development) biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Sebagian ahli ekonomi mengartikan bahwa pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. Pembangunan ekonomi akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang diiringi oleh perubahan pada distribusi output dan struktur ekonomi, peningkatan kontribusi sektor industri dan jasa, serta peningkatan pendidikan dan keterampilan angkatan kerja (BPS Provinsi Bali, 2014:79). Dalam pembangunan ekonomi tingkat pendapatan per kapita terusmenerus meningkat, sedangkan kenaikan pertumbuhan ekonomi belum tentu diikuti oleh kenaikan pendapatan per kapita. Mahesa (2013) mengatakan bahwa proses pembangunan lebih mengarahkan kepada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan secara optimal. Indikator yang dapat digunakan untuk
1
melihat keberhasilan pembangunan suatu daerah salah satunya adalah dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Ketidakmerataan pembangunan juga disebabkan karena adanya perbedaan kondisi demografi antara wilayah satu dengan lainnya. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi antara wilayah yang maju dengan wilayah yang terbelakang atau kurang maju (Gebbert et al., 2005). Menurut Syafrizal (dalam Haris, 2014), kondisi demografi suatu wilayah dapat dilihat dari perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi dan struktur penduduk, perbedaan tingkat kesehatan dan pendidikan, serta perbedaan yang dimiliki oleh masyarakat daerah yang bersangkutan. Kondisi demografi berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja dalam suatu daerah. Jadi, kondisi demografi yang baik cenderung meningkatkan produktivitas kerja dan akan mempengaruhi pula pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan
distribusi
pendapatan
merupakan
masalah
perbedaan
pendapatan antara masyarakat atau perbedaan pendapatan antara daerah yang maju dengan daerah yang tertinggal. Semakin besar jurang pendapatan maka semakin besar pula variasi dalam distribusi pendapatan. Ketimpangan distribusi pendapatan akan menyebabkan terjadinya disparitas antar`daerah. Hal tersebut tidak dapat dihindari karena adanya efek perembesan ke bawah (trickle down effect) dari output secara nasional terhadap masyarakat mayoritas yang tidak terjadi secara sempurna. Hasil output nasional hanya dinikmati oleh segelintir golongan minoritas dengan tujuan tertentu (Musfidar, 2012).
2
Sejak tahun 2001 telah diberlakukan otonomi daerah di Indonesia, kebijakan otonomi daerah di bawah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 dengan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab sehingga peranan pemerintah daerah sangat berpengaruh dalam menentukan arah kebijakan pembangunannya (Masli, 2007). Keberadaan undang-undang tersebut memberikan kewenangan semakin luas kepada daerah untuk memberdayakan diri terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber pendanaan yang dimiliki dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huther dan Shah (1998) mengamati bahwa desentralisasi fiskal memperlebar antara daerah yang kaya dan yang miskin, mismanagement macroekonomi dan meningkatnya korupsi. Lindaman dan Thurmaier (2002) juga mengatakan bahwa desentralisasi fiskal dapat menimbulkan ketidakstabilan makro ekonomi, ketimpangan antar daerah dan sebagainya. Setiap
daerah
melalui
desentralisasi
fiskal,
dalam
melaksanakan
pembangunannya mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan pemerataan, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya. Berhasil tidaknya pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya
konsumsi
akibat
adanya
pendapatan
yang
meningkat.
Ketidakmerataan pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal antara lain masalah-masalah internal seperti adanya kesenjangan antar manusia, kesenjangan antar daerah dan kesenjangan ekonomi, sementara itu masalah eksternal misalnya
3
persaingan antar wilayah, baik antar wilayah regional maupun nasional (Wahyuni dkk, 2014). Provinsi Bali yang memiliki delapan kabupaten dan satu kota dengan potensi daerah yang berbeda setiap wilayahnya telah mengalami ketimpangan distribusi pendapatan (Gama, 2009). Gejala ketimpangan distribusi pendapatan per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat digambarkan pada Tabel 1.1 dengan menggunakan indikator PDRB Atas Dasar Harga Kostan 2000 Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2009-2013 (Juta Rupiah) KABUPATEN/KOTA
2009
2010
2011
2012
2013
Jembrana
1.663.345
1.739.284
1.836.900
1945292
2.049.927
Tabanan
2.342.711
2.475.716
2.619.688
2774394
2.941.821
Badung
5.528.320
5.886.369
6.280.211
6738908
7.170.966
Gianyar
3.187.823
3.380.513
3.609.056
3854011
4.101.807
Klungkung
1.240.543
1.307.889
1.383.890
1467352
1.551.109
Bangli
1.040.363
1.092.116
1.155.899
1225104
1.293.885
Karangasem
1.747.169
1.836.132
1.931.439
2042135
2.160.734
Buleleng
3.266.343
3.457.476
3.668.884
3907936
4.170.207
Denpasar
5.358.246
5.710.412
6.097.167
6535171
6.962.611
Bali
27.290.946
28.882.494
30.757.776
32.804.381
34.787.963
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2014) pada Tabel 1.1 menggambarkan bahwa kondisi kesejahteraan masingmasing kabupaten/kota mengalami ketimpangan. Hal tersebut terlihat dari Kabupaten Badung
yang
menduduki peringkat
tertinggi dalam PDRB
kabupaten/kota selama tahun 2009-2013, kemudian disusul oleh Kota Denpasar. Perbedaan yang sangat jelas terlihat antara PDRB Kabupaten Badung (peringkat
4
tertinggi) dengan Kabupaten Bangli (peringkat terendah). Rentangan nilai perbedaannya sangat jauh antara kedua wilayah tersebut, sehingga tercermin suatu ketimpangan distribusi pendapatan antara daerah tertinggal (Bangli) dengan daerah maju (Badung). Hal tersebut terjadi karena kebanyakan sektor berpusat di Kabupaten Badung sehingga menyebabkan kesenjangan pendapatan antar daerah di Provinsi Bali. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pengertian ini mengandung tiga hal pokok yaitu proses, output per kapita dan jangka panjang. Proses menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi dari waktu ke waktu akan terus mengalami perubahan, output per kapita mengaitkan aspek output total dan aspek jumlah penduduk, dan jangka panjang digambarkan sebagai kecenderungan perubahan perekonomian dalam jangka waktu tertentu yang didorong oleh perubahan intern perekonomian (Arsyad, 2010:11). Gambar 1.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2013 (dalam persen)
8 7 6 5 4 3 2 1 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014
5
Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai kenaikan output total dalam jangka panjang tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih kecil atau lebih besar dari jumlah pertumbuhan penduduk dan diikuti oleh perubahan struktur perekonomian atau tidak (Afandi, 2014). Berdasarkan Gambar 1.1 laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali dari tahun 2007 hingga tahun 2012 cenderung mengalami peningkatan yang berfluktuatif. Begitu pula dengan laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami perbedaan yang signifikan, pada tahun 2009 Kota Denpasar menduduki peringkat pertama dengan laju pertumbuhan 6,53 persen, bahkan laju pertumbuhan ekonomi Kota Denpasar lebih tinggi dari laju pertumbuhan Provinsi Bali dan laju pertumbuhan Kabupaten Jembrana yang paling rendah hanya mencapai 4,82 persen. Pada tahun 2010 dan tahun 2011, laju pertumbuhan di Kota Denpasar masih mengungguli laju pertumbuhan kabupaten-kabupaten di Provinsi Bali sebesar 6,57 persen pada tahun 2010 dan 6,77 persen pada tahun 2011 serta kabupaten yang terendah pada tahun 2010 adalah Kabupaten Jembrana yaitu sebesar 4,57 persen dan pada tahun 2011 adalah Kabupaten Karangasem sebesar 5,19 persen. Namun, pada tahun 2012, laju pertumbuhan Kabupaten Badung lebih besar daripada laju pertumbuhan Kota Denpasar. Ketimpangan
distribusi
pendapatan
merupakan
ketimpangan
relatif
pendapatan antar golongan masyarakat yang diukur dengan menggunakan indeks Gini Rasio (Wahyuni, 2014). Menurut Kuznets (dalam Arsyad, 2010:292), pada tahap-tahap awal pertumbuhan ekonomi, pendistribusian pendapatan cenderung memburuk namun pada tahap-tahap berikutnya akan membaik. Hipotesis ini lebih
6
dikenal sebagai hipotesis U-terbalik Kuznets, sesuai dengan bentuk rangkaian perubahan kecenderungan distribusi pendapatan dengan ukuran koefisien Gini dan pertumbuhan GNP per kapita yang akan terlihat seperti kurva yang berbentuk Uterbalik. Menurut Kuznets, distribusi pendapatan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Gambar 1.2
Gini Rasio Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007-2013 (dalam persen)
0.45 0.4 0.35
2007
0.3
2008
0.25 0.2
2009
0.15
2010
0.1
2011
0.05
2012
0
2013
Sumber: Bali Dalam Angka, 2014 Berdasarkan Gambar 1.2 angka indeks Gini Rasio kabupaten/kota di Provinsi Bali masih berada pada indikasi yang relatif rendah, namun perkembangannya cenderung
terus
mengalami
peningkatan
pada
tiap
tahunnya.
Tingkat
pertumbuhan PDRB kabupaten/kota di Provinsi Bali berbanding lurus dengan angka indeks Gini Rasio kabupaten/kota di Provinsi Bali. Di Provinsi Bali, masalah ketenagakerjaan merupakan fenomena yang masih perlu diperhatikan, apalagi pasar tenaga kerja di Bali diperkirakan akan semakin terintegrasi di masa mendatang. Saat ini, banyak penduduk yang melakukan
7
migrasi dan urbanisasi melihat peluang kerja di Provinsi Bali semakin besar. Dengan situasi seperti ini, bagaimanapun akan memberikan pengaruh pada struktur penduduk, yakni kemungkinan menggelembungnya penduduk yang bekerja. Gambar 1.3 Jumlah Penduduk Yang Bekerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2013 (jiwa) 500000 450000 400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2014), pada tahun 2013 jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Bali telah mencapai 2.273.897 jiwa. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari Gambar 1.3 tentang Jumlah Penduduk Yang Bekerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2013. Gambar 1.3 memperlihatkan bahwa dari tahun 2007 hingga 2013 jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Bali berfluktuatif setiap kabupaten/kotanya. Pada tahun 2013, Kota Denpasar menjadi daerah yang paling banyak terdapat penduduk yang bekerja yaitu sebesar 438.687 jiwa, 348.703 jiwa berada di Kabupaten Buleleng, 330.897 jiwa berada di Kabupaten Badung, 266.288 jiwa berada di Kabupaten
8
Gianyar, 265.197 jiwa berada di Kabupaten Tabanan, 244.648 jiwa berada di Kabupaten Karangasem, 141.551 jiwa berada di Kabupaten Bangli, 137.223 jiwa berada di Kabupaten Jembrana, dan 100.703 jiwa berada di Kabupaten Klungkung. Melihat keadaan saat ini dimana tingkat pertumbuhan penduduk terus bertambah tetapi tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Pada umumnya penduduk yang bekerja lebih banyak menumpuk di daerah perkotaan dibandingkan pedesaan. Dengan jumlah penduduk yang bekerja yang cukup tinggi maka seharusnya dapat membantu pembangunan, namun jika tidak diberdayakan maka hanya akan menambah beban pembangunan. Menurut Jhingan (2004:229), sesuai dengan teori pertumbuhan dari Harrod Domar, bahwa investasi memiliki peran kunci dalam pertumbuhan ekonomi yaitu menciptakan pendapatan dan memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Bhinadi (2003) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh barang modal, tenaga kerja dan perubahan produktivitas dari faktor produksi tersebut. Peningkatan investasi (barang modal) dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, jika investasi bertambah maka pertumbuhan ekonomi pun meningkat dan jika investasi berkurang maka pertumbuhan ekonomi akan menurun. Menurut Zaris (1987) investasi swasta memiliki peran penting dalam pola pembangunan daerah dalam mengembangkan sektor-sektor yang ada di suatu daerah tertentu. Namun, investasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta dapat menjadi salah satu faktor penyebab ketimpangan pendapatan. Hal ini terjadi karena sebagian investasi swasta hanya terpusat di beberapa daerah, bahkan ada
9
beberapa daerah yang mempunyai tingkat investasi yang sangat rendah. Para investor baik dari dalam negeri maupun luar negeri hanya menilai daerah-daerah yang mempunyai potensi atau keuntungan yang menjanjikan sehingga akan dijadikan sebagai tempat untuk berinvestasi (Haris, 2014). Berikut data investasi swasta yang dilihat
dari Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali yang disajikan pada Tabel 1.4. Gambar 1.4
Investasi Swasta dilihat dari Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2013 (Juta Rupiah)
3500000 3000000 2500000
2007
2000000
2008 2009
1500000
2010
1000000
2011
500000
2012
0
2013
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Gambar 1.4 menunjukkan bahwa investasi swasta kabupaten/kota di Provinsi Bali tiap tahunnya mengalami peningkatan. Kabupaten Badung dari tahun 2007 hingga 2013 paling banyak jumlah investasinya. Hal tersebut karena pertumbuhan beberapa sektor di Kabupaten Badung sangat maju dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Dan kabupaten yang memiliki investasi terendah adalah Kabupaten Bangli yaitu sebesar 402.760,63 (juta rupiah) pada tahun 2013 yang diukur dari
10
PDRB Atas Harga Konstan 2000 kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 20072013. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan di Provinsi Bali hanya terkonsentrasi pada daerah-daerah yang relatif lebih maju, sedangkan bagi daerahdaerah yang kurang
berkembang
belum menjadi
fokus pembangunan.
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2014), sebagian besar jumlah penduduk yang bekerja, investasi dan laju pertumbuhan kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun distribusi pendapatan yang ditunjukkan dengan indeks Gini Rasio kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami peningkatan juga. Hal tersebut melatarbelakangi penulis untuk
melakukan penelitian terhadap
masalah
ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan suatu penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk Yang Bekerja dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali”.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini. 1) Bagaimana pengaruh jumlah penduduk yang bekerja dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali?
11
2) Bagaimana pengaruh jumlah penduduk yang bekerja, investasi dan pertumbuhan
ekonomi
terhadap
ketimpangan
distribusi
pendapatan
kabupaten/kota di Provinsi Bali? 3) Bagaimana pengaruh jumlah penduduk yang bekerja dan investasi terhadap ketimpangan
distribusi
pendapatan
secara
tidak
langsung
melalui
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk yang bekerja dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk yang bekerja, investasi dan pertumbuhan
ekonomi
terhadap
ketimpangan
distribusi
pendapatan
kabupaten/kota di Provinsi Bali. 3) Untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk yang bekerja dan investasi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.
1.4 Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi, informasi dan wawasan untuk mendukung penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh
12
langsung maupun tidak langsung jumlah penduduk yang bekerja dan investasi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali kepada masyarakat dan pihak-pihak lain, atau sebagai bahan kepustakaan serta sumber pengetahuan. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai pengaplikasian teori yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi terutama mengenai ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di Provinsi Bali serta pengaruh langsung maupun tidak langsung jumlah penduduk yang bekerja dan investasi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Bab ini menguraikan teori yang mendukung pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai beberapa konsep yang
13
meliputi ketimpangan distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi, penduduk, dan investasi serta pembahasan penelitian-penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai acuan dalam merumuskan hipotesis atau dugaan sementara. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode pengumpulan data serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan gambaran umum daerah penelitian, deskripsi data hasil penelitian, dan pembahasan mengenai permasalahan yang ada dalam penelitian. BAB V
SIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan mengenai simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan simpulan yang diperoleh agar nantinya dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.
14