BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dalam hal ini pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting. Pertama, suatu proses yang berarti adanya perubahan secara terus menerus. Kedua, usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan per kapita. Serta yang ketiga, peningkatan pendapatan per kapita
tersebut
haruslah
terus
berlangsung
dalam
jangka
panjang
(Sukirno dan Sadono, 1985). Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang antara lain diukur dengan besaran yang disebut Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah, baik provinsi maupun kabupaten. Pada akhirnya tujuan pembangunan ekonomi nasional dan daerah adalah: (1) menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, (2) mencapai stabilitas perekonomian daerah, (3) membangun basis ekonomi dan kesempatan yang beraneka ragam (Jamli, 1997). Sektor pertanian sebagai salah satu sektor dalam perekonomian Indonesia, sering terabaikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini banyak dikarenakan Indonesia melihat bahwa suatu negara akan mencapai kemajuan apabila sektor industrinya maju. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia kurang memperhatikan sektor pertanian dan mendukung sektor industri sebagai inti dalam menjalankan roda perekonomian nasional (Dwijanie, 2005).
1
Kesalahan tersebut terbukti pada tahun 1998, dimana krisis moneter menimpa hampir di semua negara, Indonesia mengalami keterpurukan perekonomian yang cukup parah. Roda industri hampir mati karena harga bahan baku yang melonjak (bahan baku masih banyak berasal dari impor) sehingga banyak industri-industri terutama yang mengandalkan bahan baku impor mengalami kebangkrutan. Akibatnya banyak timbul Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran, penganggutan meningkat tajam, tingkat kriminalitas melonjak, dan kondisi perekonomian semakin tidak menentu serta inflasi meningkat tajam sampai pada tingkat 77,6% (Noor dan Setyawan, 1998). Disaat sektor industri mengalami kelesuan akibat adanya krisis moneter yang menimpa, sektor pertanian dapat bertahan dan mampu menunjukkan bahwa sektor pertanian sebagai suatu sektor yang dianggap lemah ternyata mampu bertahan disaat sektor industri lesu. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mampu berbicara dikala sektor yang lain mengalami kemunduran. Mampu bertahannya sektor pertanian ini karena hampir semua bahan baku berasal dari dalam negeri sendiri seperti bibit, tenaga kerja, dan sebagian pupuk serta pestisida yang berasal dari impor (Noor dan Setyawan, 1998). Melihat kenyataan sektor pertanian mampu bertahan ditengah krisis melanda Indonesia, maka sudah seharusnya kita melihat hal ini sebagai suatu kekuatan dalam membangun perekonomian. Maka dibutuhkan suatu pemikiran dan kebijakan dimana sektor pertanian mendapat tempat yang layak sebagai salah satu sektor penopang perekonomian Indonesia. Karena sektor pertanian adalah suatu sektor yang digerakkan dari bawah, oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sudah semestinya hal tersebut mendapat dukungan penuh terhadap
2
sektor ini baik dari sisi permodalan, inovasi teknologi serta sektor-sektor lain pendukung pertanian. Apabila hal ini dilakukan maka diharapkan dapat mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan dengan meningkatnya pendapatan dari sektor pertanian sehingga akan diikuti dengan pembangunan daerah yang lebih baik karena pada dasarnya salah satu untuk mencapai pembangunan daerah yang baik adalah salah satunya dengan meningkatkan sektor pertanian (Meinardi, 2007). Pemerintah daerah memaknai arti dari pembangunan dalam bidang perekonomian berarti mengupayakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi ekonomi daerah sebesar-besarnya sehingga tercipta pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Mengubah struktur perekonomian daerah yang ada menjadi struktur perekonomian yang terus tumbuh dan berkembang sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang akhirnya terwujud kehidupan masyarakat yang sejahtera (Sukirno, 1985). Berdasarkan data dari Bank Indonesia (2012a) di ketahui bahwa dalam kurun waktu dua tahun lebih (2010 sampai I-2012) struktur ekonomi Sumatera Utara cenderung mengalami tren peningkatan dengan sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar yaitu 23,37%, diikuti dengan industri pengolahan sebesar 20,15% dan urutan ketiga PHR sebesar 19,40% seperti disajikan pada gambar 1.1 dibawah. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor vital bagi perekonomian Sumatera Utara untuk meningkatkan pendapatan daerah. Oleh sebab itu perlu adanya sinergitas semua pihak yang terkait dan perbaikan dari sektor ini agar menjadikan pertanian sebagai sumber profit daerah yang potensial.
3
Gambar 1.1. Struktur Ekonomi Sumatera Utara Berdasarkan Sektornya Tahun 2010-2012(Triwulan I). Sumber : Bank Indonesia Kanwil IX Sektor-sektor ekonomi yang dianggap dominan merupakan sektor ekonomi yang menjadi potensi bagi daerah yang bersangkutan. Setelah adanya otonomi daerah,masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting.Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan. Pembangunan pertanian di Provinsi Sumatera Utara diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan efesiensinya, memantapkan swasembada pangan, dan menganekaragamkan produksi hasil pertanian yang berorientasi ekspor, khususnya perkebunan, tanaman pangan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Upaya tersebut dilaksanakan secara terpadu yang meliputi kegiatan pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, kehutanan serta didukung oleh pengembangan agrobisnis dan agroindustri yang mampu menciptakan dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha serta meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak, dan nelayan (Bank Indonesia, 2012a).
4
Secara umum kondisi perekonomian Sumatera Utara pada I-2012 menunjukkan optimisme walaupun sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan penurunan harga dari komoditas ekspor utama Sumatera Utara yaitu karet alam dan CPO. Bahkan ekonomi Sumatera Utara ini masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan angka nasional dimana ekonomi Sumatera utara tumbuh 6,32% sementara ekonomi nasional tumbuh 6,3% seperti disajikan pada gambar 1.2 di bawah. Tingginya angka pertumbuhan ini menurut Bank Indonesia disebabkan karena pembiayaan dari perbankan (kredit) yang tumbuh cukup tinggi di triwulan ini yaitu sebesar 19,92 % (www.bi.go.id).
Gambar 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Dalam Persen Tahun 2008-2012(Triwulan I). Sumber : Bank Indonesia Kanwil IX Berdasarkan data dari Bank Indonesia bahwa kredit perbankan untuk kegiatan sektor pertanian Sumatera Utara pada kurun waktu 5 tahunan (2007 sampai dengan I-2012) menunjukkan tren yang meningkat seperti dapat dilihat pada gambar 1.3 di bawah ini. Kredit perbankan sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar 17,04% atau meningkatkan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,53%. Hal ini menunjukkan bahwa perkreditan sektor pertanian di Sumatera Utara relatif terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.
5
Gambar 1.3. Tren Permintaan Kredit Perbankan Sektor Pertanian Sumatera Utara tahun 2007-2012(Triwulan I). Sumber : Bank Indonesia Kanwil IX Kredit sektor pertanian ini dilakukan oleh bank-bank Pemerintah, sedangkan bank-bank swasta sangat kurang melirik kredit sektor ini dengan alasan kurang bisa memberikan kontribusi terhadap laba yang diterima oleh pihak bank sebagai pemberi kredit. Padahal apabila dilihat secara mendetail, kredit sektor pertanian lebih sedikit mengalami kemacetan. Hal ini karena para nasabah umumnya petani kecil yang loyal pada suatu bank tertentu dan akan berusaha untuk
memenuhi semua kewajibannya dalam mengembalikan kreditnya
(Bank Indonesia, 2012b). Melalui kredit pertanian sebagai tambahan modal bagi para petani, diharapkan petani mampu untuk lebih bertahan dari pembangunan segala bidang. Namun pada kenyataannya masih banyak dari petani yang sangat sulit untuk mengambil kredit dari bank dikarenakan tingginya suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral (Bank Indonesia) untuk kredit sektor pertanian. Menurut penelitian bahwa petani hanya mampu membayar bunga bank delapan persen namun suku bunga dari bank sekarang mencapai lebih dari sepuluh persen tentu saja ini sangat memberatkan petani untuk menyediakan modal kerjanya. Oleh
6
sebab itu perlu adanya kebijakan dari pemerintah dan bank sentral untuk masalah penyediaan kredit ini (Bank Indonesia, 2012b). Sektor pertanian Sumatera Utara yang merupakan salah satu sektor penyumbang terbesar PDRB daerah membutuhkan bantuan dari sektor perbankan dalam hal penyediaan modal (kredit) demi meningkatkan produksinya. Hal ini dapat diupayakan agar permintaan kredit mampu meningkat lebih tinggi dan diharapkan
pendapatan
daerah
akan
dapat
tumbuh
semakin
tinggi
(Muhaimin, 2002). 1.2. Perumusan Masalah Kebutuhan akan permodalan pada sektor pertanian menjadi sangat penting untuk dipenuhi oleh pihak perbankan, karena salah satu input dari usaha di sektor ini adalah pembiayaan agar dapat memperoleh keuntungan. Seiring tahun permintaan kredit di sektor pertanian terus meningkat karena banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya yaitu gejala-gejala ekonomi makro yang secara langsung dapat mempengaruhi pihak perbankan selaku debitur dalam hal penyediaan kredit. Setiap tahun harga-harga mengalami peningkatan disebabkan karena nilai inflasi yang semakin meningkat, hal ini pula yang menyebabkan kebutuhan permodalan dari luar menjadi salah satu solusi untuk memenuhi input dari usaha salah satunya usaha pada sektor pertanian. Faktor lain yang dapat mempengaruhi permintaan kredit yaitu dari sisi pendapatan daerah (PDRB). Dengan adanya penambahan pemasukan daerah maka secara langsung dapat memajukan perekonomian masyarakat. Tentu saja kebutuhan akan usaha terutama di bidang pertanian semakin tinggi dan dibutuhkan bantuan permodalan dari luar usaha salah satunya permodalan perbankan.
7
Berdasarkan latar belakang di atas maka timbulah beberapa permasalahan yang terjadi sehingga dapat diambil beberapa pertanyaan yaitu: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan kredit sektor pertanian Sumatera Utara? 2. Bagaimana pengaruh PDRB sektor pertanian terhadap permintaan kredit sektor pertanian di Sumatera Utara? 3. Bagaimana permintaan kredit sektor pertanian Sumatera Utara untuk tahun 2013-2018?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit pertanian di Sumatera Utara. 2. Mengetahui pengaruh PDRB sektor pertanian terhadap permintaan kredit sektor pertanian di Sumatera Utara. 3. Mengetahui permintaan kredit pertanian Sumatera Utara tahun 2013-2018.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil yang didapat dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan, yaitu: 1. Bagi pengambil kebijakan daerah, dalam hal ini pemerintah daerah dan bank Indonesia daerah, diharapkan dapat sebagai bahan untuk pengambilan kebijakan yang menyangkut perkreditan rakyat khususnya perkreditan sektor
8
pertanian agar menjadi lebih efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesehatan ekonomi daerah. 2. Bagi peneliti, Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk menelaah lebih lanjut tentang kebijakan perekonomian daerah khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit sektor pertanian serta pengaruhnya peningkatan PDRB daerah dalam meningkatkan permintaan kredit sektor pertanian. 3. Bagi pembaca, Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi mengenai kondisi perkreditan sektor pertanian dan faktor-faktor yang terkait di dalamnya yang merupakan khasanah ilmu pengetahuan.
9