BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Konteks pembangunan secara luas dilakukan guna menciptakan suatu keadaan yang lebih baik. Pembangunan ekonomi yang dilakukan dalam berbagai tingkatan, baik nasional maupun regional dilakukan dalam tahapan yang panjang dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi mensyaratkan adanya peningkatan produksi riil atau pendapatan riil per kapita yang terjadi secara terus menerus (steady growth). Peningkatan
produksi
riil
dapat
dioptimalkan
dengan
cara
meningkatkan
produktivitas per kapita melalui penggunaan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal dan sumber daya alam. Pembangunan ekonomi secara global diyakini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Para ekonom memandang bahwa pertumbuhan ekonomi dapat digunakan sebagai ukuran kinerja perekonomian suatu negara, sehinga pemahaman akan sifat, karakteristik dan sebab-sebab terjadinya pertumbuhan ekonomi penting untuk diketahui (Arsyad, 2010: 269). Masalah yang sering terjadi adalah bahwa konsep pembangunan global tidak mampu mencapai sendi-sendi ekonomi yang relatif jauh dan sulit terjangkau secara langsung. Distribusi perkembangan ekonomi yang tidak merata dalam aspek kewilayahan mengakibatkan ketimpangan antardaerah. Ketimpangan menggambarkan adanya jurang pemisah antara kelompok masyarakat yang kaya (pendapatan tinggi) dengan kelompok
1
masyarakat lainnya yang miskin (pendapatan rendah) (Taylor, 2012: 98, dalam Kuncoro, 2013: 261). Williamson (1965: 8) menyatakan ketimpangan wilayah akan memberikan pengaruh yang kurang baik bagi perekonomian dan pemerataan pendapatan antarwilayah karena berbagai konsekwensi yang ditimbulkannya. Pertama, makin besarnya arus perpindahaan penduduk desa terutama yang berketerampilan ke daerah perkotaan. Kedua, investasi cenderung mengarah kepada wilayah-wilayah kota yang telah berkembang dengan sarana dan prasarana yang mampu memberikan keuntungan aglomerasi yang lebih tinggi. Ketiga, pemerintah cenderung melakukan investasi ke daerah-daerah yang telah berkembang. Keempat, tidak adanya keterkaitan (linkage) antardaerah yang lebih berkembang dengan daerah yang kurang berkembang. Kesemuanya itu akan memperburuk perbedaan kemajuan ekonomi yang dicapai antardaerah, jika hal ini terus terjadi maka jurang pemisah antardaerah maju dan daerah kurang maju akan semakin melebar. Akibatnya daerah yang maju akan semakin maju dan daerah yang kurang maju akan semakin tertinggal. Dalam konteks Indonesia, fenomena diparitas antardaerah selalu dihubungan dengan dikotomi kawasan barat dan kawasan timur. Atau lebih spesifik antara Jawa dan luar Jawa. Data PDRB nasional tahun 2010 menunjukkan ketimpangan yang sangat besar antara kawasan barat Indonesia (KABARIN) dan kawasan timur Indonesia (KATIMIN), pangsa PDRB provinsi di KABARIN (baca: Pulau Jawa dan Pulau Sumatera)
dibanding
KATIMIN menunjukkan perbedaan yang sangat
mencolok. Tiga provinsi di Jawa masing-masing DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat mempunyai PDRB dengan jumlah yang sangat tinggi mencapai Rp300 triliun,
2
sedangkan Provinsi Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Barat dan Papua Barat adalah provinsi dengan PDRB yang sangat rendah yaitu kurang dari RP10 triliun (Kuncoro, 2013: 263). Data pangsa PDRB provinsi bagi PDB Nasional pun menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok. Rata-rata pangsa PDRB kawasan bagi PDB nasional periode tahun 2008-2013 menunjukkan, Pulau Jawa sebagai penyumbang terbesar bagi PDB nasional dengan total 64,01 persen, posisi kedua adalah Sumatera yang menyumbang bagi PDB sebesar 19,14 persen, kawasan lain menyumbang kurang dari 10 persen PDB nasional. Kawasan Maluku dan Papua menyumbang paling kecil bagi PDB nasional. Di periode tersebut kawasan Maluku dan Papua hanya menyumbang sebesar masing-masing 0,35 persen dan 1,31 persen. Tabel 1.1 menunjukkan rata-rata pangsa PDRB tiap kawasan bagi PDB nasional. Tabel 1.1 Rata-rata Pangsa PDRB (ADHK 2000) Kawasan bagi PDB Indonesia tahun 2008-2013 No Kawasan Pangsa (%) 1 Sumatera 19.14 2 Jawa 64.01 3 Bali dan Nusa Tenggara 2.90 4 Kalimantan 7.12 5 Sulawesi 5.18 6 Maluku 0.35 7 Papua 1.31 Nasional 100.00 Sumber: Diolah dari BPS beberapa publikasi (tahun 2008-2013)
Secara khusus kawasan Maluku dan Papua pada periode tersebut, penyumbang terbesar bagi PDB nasional adalah Provinsi Papua dengan rata-rata 1,20 persen dan yang terkecil Provinsi Maluku Utara yang hanya menyumbang bagi PDB nasional
3
sebesar 0,13 persen. Provinsi Maluku dalam periode tersebut menyumbang bagi PDB sebesar 0,19 persen. Provinsi Maluku hanya lebih baik daripada Provinsi Maluku Utara (lihat Tabel 1.2). Tabel 1.2 Pangsa PDRB Provinsi ADHK 2000 di kawasan Maluku dan Papua bagi PDB Nasional Tahun 2008-2013 (persen) Tahun No Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 2 3 4
Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua
0.20 0.14 0.27 1.02
0.20 0.14 0.28 1.18
0.20 0.15 0.28 1.08
0.20 0.15 0.29 0.95
0.20 0.14 0.29 0.95
0.20 0.15 0.30 0.96
Total 1.64 1.81 1.71 1.60 Sumber: Diolah dari BPS beberapa publikasi (tahun 2010-2014)
1.59
1.61
Kondisi yang terjadi di tingkat nasional dan regional tersebut, terjadi juga dalam lingkup yang lebih kecil. Provinsi Maluku yang terdiri dari 9 kabupaten dan 2 kota, dalam perhitungan sumbangsih PDRB kabupaten/kota bagi PDRB provinsi pun mengalami hal yang sama. Pangsa kabupaten dan kota bagi PDRB Provinsi Maluku tersebar tidak merata. Pada periode
2008 hingga 2013, Kota Ambon menjadi
penyumbang terbesar bagi PDRB Provinsi Maluku dengan persentase 42,64 persen, posisi kedua sebagai
penyumbang terbesar adalah Kabupaten Maluku Tengah
dengan persentase 14,72 persen. Kabupaten dan kota yang lain rata-rata menyumbang tidak lebih dari 10 persen PDRB Provinsi Maluku. Kabupaten Maluku Tenggara pada periode tersebut hanya menyumbang rata-rata sebesar 5,31 persen. Tabel 1.3 menyajikan perhitungan persentase kontribusi PDRB tiap kabupaten dan kota di Provinsi Maluku bagi PDRB Provinsi Maluku periode tahun 2008 hingga 2013.
4
Tabel 1.3 Pangsa PDRB Kabupaten dan Kota di Provinsi Maluku bagi PDRB Provinsi Maluku Tahun 2008-2013 (persen) Tahun RataNo Kabupaten/Kota rata 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1
Maluku Tenggara Barat
7.09
6.78
6.74
6.67
6.78
6.90
6.83
2
Maluku Barat Daya
4.63
4.52
4.50
4.46
4.53
4.45
4.52
3
Maluku Tenggara
5.41
5.24
5.25
5.23
5.30
5.46
5.31
4
Maluku Tengah
14.35
14.77
14.65
14.69
14.97
14.92
14.72
5
Buru
4.18
4.15
4.13
4.16
4.19
4.08
4.15
6
Buru Selatan
2.91
2.90
2.87
2.84
2.88
2.95
2.89
7
Kepulauan Aru
5.12
4.92
4.92
4.89
4.93
4.93
4.95
8
Seram Bagian Barat
7.80
7.64
7.53
7.52
5.46
5.70
6.94
9
Seram Bagian Timur
3.50
3.47
3.45
3.44
3.47
3.62
3.49
10
Kota Ambon
41.40
42.11
42.47
42.61
43.89
43.38
42.64
11
Kota Tual
3.59
3.49
3.50
3.50
3.59
3.62
3.55
100.00
100.00
100.00
Total 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber: Diolah dari BPS beberapa publikasi (tahun 2009-2014)
Data pangsa PDRB bagi PDB nasional yang ditunjukkan di atas, maupun pangsa PDRB kabupaten kota di Provinsi Maluku bagi PDRB Provinsi Maluku, mengindikasikan terjadinya disparitas distribusi PDRB. Fenomena disparitas tersebut juga terjadi dalam konteks yang lebih kecil, antar kecamatan dalam satu kabupaten. Kabupaten Maluku Tenggara merupakan satu dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku, merupakan wilayah kepulauan yang terletak di bagian selatan ibukota Provinsi Maluku di Ambon. Kabupaten Maluku Tenggara dengan ibukota Langgur terdiri dari 6 kecamatan dan 1 kelurahan, serta 190 ohoi (desa). Luas Kabupaten Maluku Tenggara ±4.212,51km2 di mana lebih dari 70 persen wilayah merupakan perairan. Kabupaten Maluku Tenggara berada dalam satu gugusan kepulauan, yaitu gugusan Kepulauan Kei yang terdiri dari 115 pulau, baik yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni. Pulau besar dalam gugusan
5
Kepulauan Kei adalah Pulau Kei Kecil (nuhu rowa) dengan luas 465,11 km2 dan Pulau Kei Besar (nuhu yuut) dengan luas 546,63 km2. Gambar 1.1 menampilkan wilayah Kabupaten Maluku Tenggara beserta pembagian wilayah administratif kecamatan.
Sumber: Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara, RTRW 2005. Gambar 1.1 Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara
Kabupaten Maluku Tenggara dalam pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat berupaya pada terwujudnya masyarakat Maluku Tenggara yang sejahtera. Kesejahteraan yang diidam-idamkan tentunya merupakan kesejahteraan yang menyeluruh dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata. Kesejahteraan itu dapat tercermin dari distribusi pendapatan per kapita masyarakat yang merata.
6
PDRB per kapita Kabupaten Maluku Tenggara dari waktu ke waktu cenderung terus mengalami peningkatan. Rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita ADHK 2000 Kabupaten Maluku Tenggara selama kurun waktu 2008-2013 adalah sebesar 4,23 persen. Pertumbuhan PDRB per kapita riil pada tingkat Provinsi Maluku, menempatkan Kabupaten Maluku Tenggara di posisi kedua di bawah Kabupaten Maluku Tengah. Kabupaten Maluku Tenggara pada periode tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan 4,23 persen. Kabupaten Maluku Tengah sebagai daerah dengan laju pertumbuhan PDRB per kapita tertinggi memiliki rata-rata laju pertumbuhan 5,58 persen. Rata-rata laju pertumbuhan PDRB per kapita yang terendah di Provinsi Maluku pada periode tersebut adalah Kabupaten Seram Bagian Barat yang mencatatkan pertumbuhan -1,67 persen (lihat Tabel 1.4). Tabel 1.4 Laju Pertumbuhan PDRB Per Kapita Riil Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Tahun 2008-2013 Tahun Rata-rata No Kab/kota (%) 2013 2012 2011 2010 2009 Maluku Tenggara Barat
5.09
5.51
2.76
(5.83)
1.30
1.77
2
Maluku Barat Daya
1.28
5.33
3.77
5.03
3.36
3.75
3
Maluku Tenggara
5.25
6.22
3.02
3.86
2.82
4.23
4
Maluku Tengah
1.05
5.74
4.44
7.52
9.15
5.58
5
Buru
(3.38)
4.49
2.61
(6.90)
5.28
0.42
5.19
1.95
3.21
5.61
4.09
1
6
Buru Selatan
4.49
7
Kepulauan Aru
2.71
4.69
2.61
2.76
1.83
2.92
8
Seram Barat
7.48
(24.55)
3.74
1.10
3.88
(1.67)
9
Seram Timur
6.97
4.84
2.55
(7.89)
5.04
2.30
Kota Ambon
(4.41)
6.91
1.34
(8.30)
7.88
0.68
10
0.51 6.41 2.08 (0.81) 3.16 11 Kota Tual Sumber: Diolah dari BPS Provinsi Maluku beberapa publikasi (tahun 2011-2014)
2.27
7
Pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Maluku Tenggara pada periode yang sama mencapai 4,23 persen. Lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita Provinsi Maluku sebesar 2,40 persen. Tabel 1.5 menunjukkan perbandingan PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 serta pertumbuhannya, antara Provinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Tenggara. Tabel 1.5 Pertumbuhan PDRB per kapita ADHK 2000 Provinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2008-2013 Maluku Maluku Tenggara Tahun PDRB per PDRB per Pertumbuhan Pertumbuhan kapita kapita 2009 2,760,339.33 4.48 2,223,000.77 2.82 2010
2,772,313.90
-0.57
2,309,000.57
3.86
2011
2,850,385.38
2.81
2,379,000.33
3.02
2012
3,022,242.75
2.8
2,527,000.23
6.22
2013
3,088,835.96
2.46
2,660,000.02
5.25
Rata-rata 2.40 Sumber: Diolah dari BPS Provinsi Maluku dan BPS Maluku Tenggara
4.23
PDRB per kapita kecamatan memberikan gambaran tentang tingkat kesejahteraan penduduk kecamatan. Selama kurun waktu 2008 sampai 2013 di Kabupaten Maluku Tenggara, kecamatan yang memiliki nilai PDRB per kapita tertinggi adalah Kecamatan Kei Kecil. PDRB per kapita Kecamatan Kei Kecil pada tahun 2008 sebesar 4,5 juta rupiah dan tahun 2013 sebesar 6,3 juta rupiah, sedangkan kecamatan dengan PDRB per kapita terendah adalah Kecamatan Kei Kecil Timur. PDRB per kapita Kecamatan Kei Kecil Timur pada tahun 2008 sebesar 2,1 juta rupiah dan tahun 2013 sebesar 2,9 juta rupiah. Tabel 1.6 menyajikan nilai PDRB per kapita kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara selama periode tahun 2008 sampai tahun 2013.
8
No
Tabel 1.6 PDRB per kapita menurut kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2008-2013 (ADHK 2000) PDRB per kapita kecamatan Kecamatan 2008 2009 2010 2011 2012 2013
1 Kei Kecil 4.577.351,41 5.071.992,34 5.299.589,42 5.723.686,11 6.081.124,07 2 Kei Kecil Barat 2.177.709,77 2.394.242,56 2.695.668,27 2.914.644,45 3.248.902,6 3 Kei Kecil Timur 2.162.718,52 2.306.277,12 2.431.395,72 2.599.994,89 2.760.666,7 4 Kei Besar 2.398.832,92 2.742.775,07 3.268.386,12 3.674.499,49 4.254.867,96 5 Kei Besar Utara Timur 2.027.682,72 2.355.516,44 2.912.656,52 3.309.612,02 3.926.544,06 6 Kei Besar Selatan 2.009.092,81 2.333.334,32 2.890.743,68 3.277.914,96 3.888.958,68 Sumber: Diolah dari BPS Maluku Tenggara, publikasi tahun 2009, 2011, 2013.
6.309.573,44 3.548.133,89 2.951.209,23 5.011.872,34 4.677.351,41 4.570.881,9
Tingkat disparitas PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara dapat diketahui dengan cara menganalisis tren dari dispersi PDRB riil per kapita. Dispersi dapat diketahui dengan cara menghitung koefisien variasi dari PDRB per kapita (Barro dan Martin,1992). Koefisien variasi adalah perbandingan antara simpangan standar dengan nilai rata-rata yang dinyatakan dengan persentase. Koefisien variasi berguna untuk melihat sebaran data dari rata-rata hitungnya. Maipita (2014: 162) menyatakan, koefisien variasi merupakan standarisasi dari varian, koefisien ini sensitif terhadap segala perubahan yang terjadi pada pendapatan. Koefisien variasi diketahui dengan menghitung dispersi (penyebaran), dalam hubungannya dengan disparitas PDRB per kapita adalah, koefisien variasi menunjukkan sebaran data PDRB per kapita tiap kecamatan terhadap rata-rata PDRB per kapita kabupaten. Boedijoewono (2012: 134), data yang homogen akan memiliki penyebaran yang kecil, sebaliknya data yang heterogen memiliki sebaran yang besar. Semakin kecil dispersi PDRB per kapita antarkecamatan, semakin homogen (sama) nilai PDRB per kapita di antara kecamatan-kecamatan tersebut.
9
Nilai hitung koefisien variasi (CV) berkisar nol sampai dengan satu (0
.............................................................................................................. (1.1)
di mana: CV = koefisien variasi; SD = standar deviasi; x̅ = mean. Perhitungan Koefisien Variasi (CV) PDRB per kapita kecamatan pada periode 2008 sampai dengan 2013, ditemukan hasil perhitungan CV tahun 2008 adalah 0,16 dan pada tahun 2013 adalah 0,11, turun sebesar 0,05. Penurunan nilai CV dalam periode tersebut mengindikasikan bahwa disparitas PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara cenderung mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Nilai koefisien variasi yang semakin kecil dari tahun ke tahun menunjukkan terjadinya pemerataan PDRB per kapita, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam periode tersebut di Kabupaten Maluku Tenggara kesenjangan PDRB per kapita antara kecamatan cenderung semakin menyempit. Gambar 1.2 menampilkan tren nilai koefisien variasi PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara periode tahun 2008 sampai 2013.
10
Koefisien Variasi PDRB per kapita Kabupaten Maluku Tenggara 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 -
0.39
0.38 0.32
0.31
0.28
0.26 CV
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: Diolah dari Lampiran 8 Gambar 1.2 Tren Koefisien Variasi PDRB Per kapita Kabupaten Maluku Tenggara2008-2013
Kecamatan Kei Kecil, yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan ekonomi di Kabupaten Maluku Tenggara, tercatat sebagai kecamatan dengan tingkat PDRB per kapita tertinggi, bahkan nilai rata-rata pada periode tersebut menunjukkan perbedaan antara Kecamatan Kei Kecil dengan Kecamatan Kei Besar sebagai kecamatan
peringkat
kedua
PDRB
per
kapita
tertinggi
mencapai
angka
Rp.2.058.947,76. Adanya perbedaan yang cukup besar antara tingkat PDRB per kapita antarkecamatan mengindikasikan bahwa kesejahteraan masyarakat belum secara merata dan adil dapat dinikmati oleh masyarakat Maluku Tenggara. Kesenjangan
pembangunan
antardaerah
akan
berdampak
pada
tidak
seimbangnya perputaran ekonomi, yang selanjutnya mengakibatkan ketimpangan kemakmuran antardaerah tersebut. Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Kei Besar yang merupakan pusat kegiatan ekonomi cenderung memiliki keunggulan daripada
11
kecamatan lain, namun secara kasat mata dapat dilihat bahwa kondisi di Pulau Kei Kecil secara umum lebih baik daripada kondisi di Pulau Kei Besar. Indikator utama yang membedakan kedua wilayah tersebut adalah dari segi infrastruktur daerah. Fasilitas umum di Pulau Kei Kecil dapat dikatakan jauh lebih baik daripada Pulau Kei Besar. Hal ini terjadi karena pola pembangunan yang terjadi salama lebih dari 50 tahun di Kabupaten Maluku Tenggara hanya terfokus di wilayah Pulau Kei Kecil, Pulau Kei Besar seakan luput dari pengamatan. Sejak tahun 2008, kebijakan pembangunan Kabupaten Maluku Tenggara diarahkan pada percepatan pertumbuhan yang merata. Hal ini dilakukan dengan kebijakan proporsi alokasi belanja modal pemerintah daerah setiap tahunnya dibagi dengan persentase 30 persen untuk wilayah Kei Kecil dan 70 persen untuk wilayah Kei Besar. Diharapkan dengan kebijakan tersebut, masalah kesenjangan yang ada dapat diminimalkan. Dengan kata lain, kecamatan-kecamatan yang tertinggal di Pulau Kei Besar mampu berkonvergensi mengejar ketertinggalan. Berlakunya undang-undang otonomi daerah memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya. Hal ini memberikan landasan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kebijakan pembangunan yang sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Kondisi Kabupaten Maluku Tenggara yang terdiri dari
dua wilayah
pembangunan menuntut adanya kejelian pemerintah daerah dalam hal mengeluarkan kebijakan
pembangunan
daerah.
Diharapkan
dengan
penetapan
kebijakan
12
pembangunan yang tepat, akan berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat secara merata dan adil. Disparitas menyebabkan hasil pembangunan hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat. Dengan mengangkat masalah disparitas, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang kondisi Kabupaten Maluku Tenggara pascapenerapan kebijakan proporsi alokasi anggaran belanja modal 70-30, antara Pulau Kei Besar dan Pulau Kei Kecil. Tujuan utama dari kebijakan anggaran tersebut adalah akselerasi pertumbuhan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya pendekatan analisis konvergensi dalam penelitian ini bertujuan mengetahui dampak kebijkan daerah tersebut terhadap kemampuan kecamatan tertinggal mengejar kecamatan yang sudah maju di Kabupaten Maluku Tenggara.
1.2 Keasliaan Penelitian Penelitian tentang disparitas pendapatan dalam suatu wilayah telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Penelitian sejenis banyak dilakukan di daerah atau wilayah yang memiliki corak perekonomian yang cenderung beragam. Kabupaten Maluku Tenggara merupakan daerah dengan tingkat perekonomian yang cukup beragam. Penelitian tentang disparitas di Kabupaten Maluku Tenggara pernah dilakukan oleh Bandjar, H.S tahun 2005, dengan mengambil judul penelitian Analisis disparitas ekonomi antarsektor di Kabupaten Maluku Tenggara tahun 1998-2003, penelitian tersebut mengangkat masalah kesenjangan antar sektor dalam perekonomian Kabupaten Maluku Tenggara.
13
Penelitian yang secara khusus membahas disparitas pendapatan per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara, sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini diharapkan menjadi penyumbang dalam mengisi kekosongan penelitian disparitas PDRB per kapita di Kabupaten Maluku Tenggara.
Sebagai pembanding, Tabel 1.7 menyajikan uraian singkat
penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian disparitas dan konvergensi. Tabel 1.7 Matriks Hasil Penelitian Disparitas dan Konvergensi No 1
Peneliti
Lokasi/ sampel
Metode
Temuan 1. Disparitas di Indonesia pada periode pengamatan mengalami fluktuasi, cenderung menurun pada awal periode pengamatan dan meningkat pada pertengahan hingga akhir periode pengamatan. 2. MP3EI belum mampu mengurangi disparitas di Indonesia, bahkan selama masa berlakunya program MP3EI masalah disparitas antar wilayah cenderung semakin meningkat. Distribusi pendapatan berpengaruh dan berakibat pada pertumbuhan ekonomi, dan kedua variabel memiliki hubungan yang kuat. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan distribusi pendapatan menunjukkan terjadinya hipotesis Kuznets tentang kurva U-terbalik di Jordania selama periode pengamatan. Hasil penelitian adalah koefisien estimasi menunjukkan beta konvergensi yang signifikan terjadi setelah liberisasi ekonomi, tapi dengan kecepatan yang lebih rendah dari periode sebelum liberisasi. Kecamatan di Kabupaten Gianyar dapat dibagi dalam 4 golongan sesuai dengan Tipologi Klassen. Indeks Williamson dalam periode 1993-2000 di Gianyar menujukan adanya peningkatan ketimpangan dengan rata-rata 0,300. Hipotesis Kuznets tentang kurva U terbalik berlaku di Kabupaten Gianyar.
Kuncoro (2013)
Indonesia; Periode 2000-2010
Tipologi, Klassen Indeks entropi Theil
2
Slam et. al (2013)
Jordania (n= 24 ) periode 1987-2010
Error Corection Model (ECM) Johansen cointegrasi test
3
Sakikawa (2012)
Mexico periode 1970-2005
OLS data panel
4
Raswita (2012)
Bali; periode 1993-2009 (n=7)
Tipologi Klassen, Indeks Williamson, Regresion Curve estimation
14
5
Lin, et. al (2011)
RRC (n=28) periode: 1953-2007
GLM data panel
6
Salim (2009)
Papua Barat; periode 2003-2007
7
Suryadimulyo (2008)
Indonesia; periode 1993-2006 (n=33)
Indeks entropi Theil, tipologi kalssen dan korelasi Pearson Indeks entropi Theil, Regresi GLS
8
Hendriawan (2007)
Lampung periode: 1985-2005
Tipologi Klassen, indeks Williamson, trend linear dan pendekatan Kointegrasi dan model koreksi kesalahan
9
Putra (2006)
Indonesia, Sumatera Utara; periode 1993-2004 (n=25)
Crosssection, data panel dengan spesifikasi model
10
Resosudarmo dan Vidyattama (2006)
Indonesia (n=26) periode: 1993-2002
OLS, Panel Data
Disparitas yang cukup tinggi terjadi di RRC pada periode pengamatan. Kebijakan pembukaan jalur perdagangan laut membawa keuntungan bagi daerah pesisir, divergensi cenderung terjadi selama periode pengamatan, karena daerah di pedalaman dengan kondisi infrastruktur dan pasar yang sempit cenderung semakin sulit mengejar daerah pesisir yang semakin maju seiring makin marak kegiatan perdagangan dan kepelabuhanan. Ketimpangan cenderung mengalami kenaikan, hipotesis Kuznets terbukti di Papua Barat, kabupaten di Provinsi Papua Barat dapat dikelompokan dalam 4 jenis daerah sesuai klasifikasi daerah dengan menggunakan tipologi Klassen. Dalam periode pengamatan kesenjangan PDRB per kapita antarprovinsi cenderung meningkat, konvergensi absolut dan kondisional terbukti tidak terjadi, daerah miskin tidak mampu mengejar daerah yang sudah maju. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan bersifat fluktuatif yaitu antara 0,206 sampai 0,251, kecenderungan ketimpangan pendapatan semakin menurun yaitu sebesar 0,0016 satuan. Dalam jangka pendek faktor yang memengaruhi adalah persentase realisasi anggaran pembangunan sektor pendidikan dan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, faktor yang memengaruhi dalam jangka panjang adalah investasi swasta dan kontribusi sektor pertanian bagi PDRB. Terjadi konvergensi absolut dan kondisional, pertumbuhan populasi tinggi tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM dianggap sebagai faktor dominan mendorong terjadinya disparitas PDRB per kapita antarkabupaten di Sumatera Utara. 1. Terdapat Konvergensi Kondisional pada pertumbuhan pendapatan per kapita 2. Investasi pada modal fisik, keterbukaan perdaganagan, dan kontribusi sektor migas menentukan pertumbuhan pendapatan per kapita.
15
11
Bandjar (2005)
Maluku Tenggara, periode 1999-2003 (n=3)
Tipologi Klassen, Indeks Williamson
Analisis tipologi klassen menunjukkan adanya klasifikasi kecamatan dalam 2 jenis, yakni berkembang cepat (Kei Besar dan Kepulauan Aru) serta maju tapi tertekan (Kei Kecil), kesenjangan antarsektor cenderung semakin besar dalam periode pengamatan, dan hipotesis Kuznets tidak terbukti.
12
Sutarno dan Kuncoro (2003)
Banyumas, (n=14) periode: 1993-2000
Tipologi Klassen, indeks Williamson, indeks entropi Theil dan korelasi pearson
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan dengan analisis indeks Williamson maupun entropi theil. Dari hasil analisis trend dan korelasi Pearson hubungan antara pertumbuhan dengan indeks ketimpangan Williamson dan indeks entropi Theil menunjukkan berlakunya hipotesisi Kuznets.
13
Hossain (2000)
Bangladesh 1928-1997 (n=22)
Cross Section and Data Panel Analysis
terjadi konvergensi selama periode 19821991, wilayah yang lebih miskin tidak menunjukan adanya konvergensi selama periode pengamatan. Tidak terjadi konvergensi selama periode 1991-1997.
14
Rey & Montouri (1999)
AS states (n=48) periode: 1924-1994
Ekonometrik Spasial
Ada kemungkinan besar kesalahan spesifikasi dalam analisis penyebaran pendapatan regional di AS disebabkan pengabaian dependensi kesalahan spasial.
15
Barro & Martin (1991)
AS states periode: 1960-1986 (4 sub periods)
OLS
1. Pertumbuhan GDP per kapita secara positif terkait dengan human capital dan absolut dengan keadaan awal. 2. Negara-negara dengan human capital yang tinggi mempunyai tingkat fertilisasi rendah dan rasio investasi fisik dangan GDP lebih tinggi. 3. Hipotesis bahwa negara miskin cenderung tumbuh lebih cepat dari negara kaya tidak konsisten dengan bukti studi antarnegara. Bahwa tingkat pertumbuhan GDP per kapita mempunyai korelasi yang kecil dengan GDP awal.
Demikian beberapa penelitian lain yang sejenis dengan penelitian ini. Pendekatan yang diambil mirip dengan penelitian-penelitian sejenis yang telah ditunjukkan, yakni dari sisi topik yang hendak diangkat dari penelitian ini adalah
16
masalah disparitas PDRB per kapita antarkecamatan, serta menganalisis arah ketimpangan tersebut menuju divergensi ataukah konvergensi. Secara umum hal yang membedakan dari penelitian lain adalah, terkait lokus penelitian serta periode pengamatan. Khusus penelitian Bandjar (2005) yang juga mengambil lokasi penelitian di Maluku Tenggara, perbedaan mendasar yang membedakan adalah dari segi periode pengamatan, dan jumlah kecamatan yang diamati. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2005 dengan mengambil periode pengamatan tahun 1999 sd 2003, yang mana pada saat itu Kabupaten Maluku Tenggara hanya terdiri dari 3 kecamatan. Pemekaran kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara terjadi pada tahun 2004 sehingga jumlah kecamatan menjadi enam buah. Jumlah kecamatan enam inilah yang dipakai penulis dalam penelitian ini. Lebih lanjut pemekaran kecamatan Kepulauan Aru menjadi kabupaten sendiri terjadi pada tahun 2003, mengakibatkan Kepulauan Aru tidak dimasukan dalam penelitian ini. Selain dari hal yang telah disampaikan, terdapat juga perbedaan pendekatan penelitian. Penelitian Bandjar dilakukan dengan pendekatan yang berfokus pada kesenjangan antarsektor. Penelitian tersebut menyoroti permasalahan ketimpangan sektoral yang terjadi di kecamatan-kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara, sedangkan penelitian ini dilakukan murni untuk mengukur disparitas PDRB per kapita riil, yang lebih lanjut dilengkapi dengan menguji ada atau tidaknya konvergensi PDRB per kapita antarkecamatan.
17
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, dapat diketahui bahwa indikator pembangunan ekonomi di Kabupaten Maluku Tenggara yang tercermin pada tingkat PDRB per kapita riil penduduk di tiap kecamatan, menunjukkan persebaran yang tidak merata. Indikasinya adalah bahwa proses pembangunan yang salama ini berjalan tidak seimbang, sehingga ketimpangan PDRB per kapita terjadi. Langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara sejak tahun 2008, dalam upaya mempercepat pembangunan di wilayah yang kurang maju adalah, kebijakan proporsi alokasi belanja modal. Dari total anggaran belanja modal yang tersedia, 30 persen dialokasikan untuk wilayah yang sudah maju dan 70 persen untuk wilayah yang kurang maju. Disparitas PDRB per kapita Kabupaten Maluku Tenggara yang diukur dengan perhitungan koefisien variasi PDRB per kapita, tahun 2008 sampai 2013 menunjukkan tren yang semakin kecil. Dengan kata lain, disparitas PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara dalam periode tersebut mengalami penyempitan. Penyempitan disparitas PDRB per kapita antarkecamatan yang terjadi di Kabupaten Maluku Tenggara dalam periode 2008-2013, perlu untuk dikaji lebih dalam, apakah penyempitan tersebut merupakan bentuk konvergensi ataukah divergensi. Kajian faktor-faktor yang berpengaruh pada penurunan tingkat disparitas PDRB per kapita akan memberi gambaran tentang kebijakan pembangunan yang signifikan memperkecil disparitas. Analisis tentang pola dan struktur perekonomian daerah juga
18
menjadi satu hal yang menarik untuk ditelusuri. Dengan mengetahui struktur perekonomian kecamatan dan posisinya dalam kuadran tipologi selama periode pengamatan, maka dapat diketahui perubahan yang terjadi dalam perekonomian kecamatan.
1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah, pertanyaan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Bagaimanakah tipologi kecamatan berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara?
2.
Apakah disparitas antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara cenderung konvergen ataukah divergen?
3.
Apakah hipotesis Kuznets berlaku di Kabupaten Maluku Tenggara?
1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan pertanyaan yang hendak dijawab dari penelitian ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah: 1.
menganalisis tipologi kecamatan berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan PDRB per kapita antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara;
2.
menganalisis disparitas antarkecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara cenderung konvergen ataukah divergen;
3.
menganalisis berlaku atau tidaknya Hipotesis Kuznets di Kabupaten Maluku Tenggara.
19
1.6
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut.
1.
Dapat menjadi bahan masukan dan informasi bagi pengambil keputusan dan kebijakan (Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara) dalam memahami kondisi pembangunan daerahnya sehingga dapat merumuskan kebijakan yang terarah dalam menata pembangunan daerah sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah.
2.
1.7
Sebagai Informasi untuk penelitian sejenis di masa yang akan datang.
Lingkup Penelitian Adapun penelitian ini dilakukan dalam lingkup wilayah Kabupaten Maluku
Tenggara di Provinsi Maluku. Fokus dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pola disparitas serta ada atau tidaknya konvergensi sebagai akibat dari penyelenggaraan kebijakan pembangunan di Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2008-2013.
1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penelitian ini secara umum diuraikan sebagai berikut; Bab I pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan, manfaat dan lingkup penelitian; Bab II Kajian Pustaka, yang meliputi landasan teori dan penelitian sebelumnya; Bab III Metoda Penelitian, meliputi pengumpulan data, definisi operasional variabel dan alat analisis; Bab IV adalah analisis dan pembahsan masalah; serta Bab V simpulan dan saran yang terdiri dari simpulan, implikasi, keterbatasan penelitian dan saran.
20