1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Penenggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara subtansi berupaya dalam penenggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat
terbangun
“gerakan
kemandirian
penanggulangan
kemiskinan
dan
pembangunan berkelanjutan”,yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsipprinsip universal . Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan ( P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai satuan upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berlanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa “lembaga kemandirian masyarakat” yang representif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan “program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan” yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses dari prasarana ke sarana dasar 1
2
lingkungan yang memadai, kualitas perumahan dan permukiman yang jauh di bawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu. Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang, mencakup multidimensi, baik dimensi politik,sosial,ekonomi,dan asset lain-lain. Sejak pelaksanaan P2KP-1 hinggaa pelaksanaan P2KP-3 saat ini telah terbentuk sekitar 6.405 LKM yang tersebar di 1.125 kecamatan di 235 kabupaten/kota, telah memunculkan lebih dari 291.000 relawan-relawan dari masyarakat setempat, serta telah mencakup 18,9 juta orang pemamfaat (penduduk miskin), melalui 243.838 KSM. Mempertimbangkan perkembangan positif P2KP tersebut, mulai dari tahun 2007 telah dirintis untuk mengadopsi P2KP menjadi bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, oleh sebab itu mulai tahun 2007,PNPM Mandiri P2KP diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dsan pencapaian sasaran
Millenium Development Goals (MDGs) sehingga mencapai tercapainya pengurangan penduduk miskin sebesar 50% di tahun 2015. Tahun 2008 secara penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Sebagai bagian dari PNPM Mandiri Mandiri juga menjadi tujuan, prinsip dan pendekatan PMPN mandiri Perkotaan, begitu juga nama generik lembaga kepemimpinan masyarakat berubah dari BKM menjadi LKM ( Lembaga Keswadayaan Masyarakat). Pada tahun 2009, terdapat penguatan-penguatan konsep maupun kebijakan pelaksanaan PNPM Mandiri
3
Perkotaan sebagai upaya mendorong kemandirian masyarakat serta Pemerintah Daerah dalam melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya masingmasing. Untuk itu, Departemen pekerjaan umum menerbitkan Pedoman Pelaksanaan PNPM Perkotaan 2009 sebagai penyempurnaan pedoman pelaksanaan sebelumnya. Sejalan dengan disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dimulai pelaksanaannya sejak tahun 1998, semakin dewasa belajar dari pengalaman untuk melakukan transisi pengelolaan program pemberdayaan secara bertahap kepada pemerintah daerah. Sebagai sebuah program pemberdayaan, PPK telah menjadi sarana belajar bagi setiap stakeholder di daerah, khususnya Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan yang bertumpu pada perencanaan dari bawah bukan lagi perencanaan dari atas. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan usaha pemerintah Indonesia untuk mengurangi kemiskinan masyarakat di pedesaan, dan juga untuk memperbaiki kinerja pemerintah daerah. Selain Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Pemerintah Indonesia sejak tahun 2007 juga mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal (Departemen Dalam Negeri. 2007. PTO PNPM-PPK. Jakarta : Tim Koordinasi PNPM-PPK). Selama pelaksanaan PKK (PKK I,PKK II, PKK III dan PNPM PKK) sejak 1998-2007, program pemberdayaan masyarakat terbesar ini telah menjangkau lebih dari separuh desa termiskin di tanah air. Pada 2007 saja. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-PKK) menjangkau 26.724 desa dari
4
1.837 kecamatan di 32 provinsi. Pada tahun 2008, PNPM Mandiri Perkotaan dinikmati di 34.031 desa dari 2.230 kecamatan di 32 provinsi di tanah air. Sedangkan pada 2009, jumlahnya mencapai 50.201 desa dari 3.908 kecamatan di tanah air. Jumlah tesebut belum termasuk desa yang memperoleh pendanaan dari programprogram lain yang melekat pada PNPM Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM-R2PN), PNPM Rencana Strategis Pembangunan Kampung (PNPM-P2SPP), PNPM Program Pengambangan Sistem Pembangunan Partisifatif (PNPM-P2SPP), dan lain-lain. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Jawa Tengah, Ir. H. Muhammad Tamzil, MT menyampai di wilayah Jawa tengah selama tahun 2008 hingga 2009, telah mampu menurunkan penduduk miskin yang ada sebesar 7,49%. Di Jawa Tengah program kemiskinan sudah diakses oleh 11.839.660 jiwa dari 300.589.724 KK Miskin yang disalurkan melalui 78.721 KSM. “Berkat PNPM Mandiri dan program penanggulangan kemiskinan yang ada. Penduduk miskin bisa diturunkan sebesar 7,49 persen.
Berita
Resmi
BPS
Papua, No.04/01/94/Th.VII,
2 Januari
2013,
melaporkan, persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Berkat PNPM Mandiri Perkotaan yang ada di Papua penanggulangan kemiskinan bias teratasi. Menurut BPS, Jakarta pada awalnya pemerintah menargetkan inflasi 2013 sebesar 5,8 persen, namun karena gejolak ekonomi global yang berpangaruh negatif terhadap perekonomian Indonesia, angka tersebut direvisi menjadi 7,2 persen. Angka itu pun tidak dapat mencapai target pemerintah.
5
Pada Bulan September 2013, garis kemiskinan Sumatera Utara pada Maret 2014 naik 2,36 persen. Garis kemiskinan di perkotaan naik 2,33 persen dan garis kemiskinan di perdesaan naik 2,38 persen. Sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2014.Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2014 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.286.700 orang atau sebesar 9,38 persen terhadap jumlah total penduduk. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi September 2013 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.416.400 orang atau sebesar 10,39 persen. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 129.700 orang serta penurunan persentase penduduk miskin sebesar 1,01 point. Perkembangan tingkat kemiskinan mulai tahun 1999 sampai dengan tahun 2014 (Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Utara No. 47/07/12/Th. XVII, 1 Juli 2014). Sasaran program ini adalah kecamatan-kecamatan yang dinilai paling miskin di Indonesia dintaranya Desa Huta Padang Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru termasuk salah satu yang masuk dalam Program Nasioanal Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) karena lapisan masyarakatnya yang beragam dari mulai petani, pedagang, pejabat atau pun sopir yang kesemuanya itu mempunyai kebutuhan hidup, akan tetapi lahan pertanian dalam desa tersebut tidak begitu dapat memberikan hasil sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup dari sekian banyak profesi diatas maka pekerjaan yang paling dominan untuk usaha mereka adalah berdagang sehingga untuk usaha tersebut mereka meminjam pada bank sebagai
6
modal awal dan juga untuk memajukan usaha kecil mereka demi meningkatkan taraf ekonomi untuk hidup yang lebih baik. Dengan kehadiran PNPM Mardiri Perkotaan di Desa Huta Padang Kecamatan Hutaimbaru dimulai sejak tahun 2008 silam, serangkaian siklus mulai dari sosial mapping ( pengenalan wilayah) sosialisasi, tahap Rembug Kesiapan Masyarkat ( keputusan masyarakat untuk menerima dan menolak PNPM-MP), Refleksi Kemiskinan ( masyarakat diajak mereka ulang secara focus group discussion atau musyawarah, mengenal dari mana akar kemiskinan hingga bagaimana cara mengatasi kemiskinan tersebut) Pemetaan swadaya ( menggali potensi yang dimiliki warga yang berbasis hasil refleksi kemiskinan), pembentukan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). BKM tersebut adalah lembaga kolektif yang dipilih secara langsung dari masyarakat tanpa ada intervensi kepentingan, tanpa ada kampanye warga cukup memilih calon anggota BKM melalui hak suara yang dimiliki seperti proses Pilkada,pilek,pilgub,pilpres dengan berpegang pada prinsip nilai-nilai universal dan luhur (Amanah,bertanggungjawab,terbuka, dapat dipercaya,integritas, memiliki jiwa kerelawanan dalam pelaksanaan PNPM-MP) dan cuma ini modal masyarakat supaya dapat dipilih dan memilih BKM,dengan adanya keterlibatan kaum perempuan 30% tahapan selanjutnya jiwa integritas, akuntabilitas,transparansi warga dalam menyusun dan
menggodok
PJM
pronangkis
(Program
Jangka
menengah-Program
Penanggulangan Kemiskinan) PJM ini adalah dasar pijakan warga dalam menjalankan kegiatan ditingkat masyarakat desa yang berbasis Tri daya (kepedulian Ekonomi,Sosial dan lingkungan), dan setelah PJM ini dijustifikasi atau disahkan oleh
7
warga kemudian BKM membuat agenda kerja tahunan yang memproyeksikan kegiatan dengan BLM ( Bantuan Langsung Masyarakat) memberikan duit berupa bantuan stimulant atau pancingan dari pemerintah (APBN/APBD) kepada masyarakat setempat. BKM Simandar melakukan fasilitasi setelah menetapkan Prioritas Usulan kegiatan untuk pemanfaatan BLM tahap I tahun 2012 dengan hasil kesepakatan Pembangunan Jalan Desa (Paving blok), Dek dan drainase dengan volume 112 Meter berlokasi di dusun 1 Desa Hutapadang dengan dana BLM 45.000.000 ditambah hasil swadaya masyarakat 5.590.000,- dengan total keseluruhan kegiatan 50.590.000, kemudian pelaksana kegiatan dibentuk Kelompok Swadaya masyarakat (KSM) yang terbentuk secara relawan dari warga desa Huta Padang (dengan anggota KSM Minimal 5 orang berhimpun dalam satu KSM 2/3 harus KK Miskin yang terdaptar dalam PS-2) maka terpilihn KSM Mengkudu dengan anggota 5 orang 3 laki-laki 2 perempuan 3 orang KK Miskin, yang kemudian BKM,UPL dan tim faskel melaksananakan fasilitasi dan pendampingan kepada KSM tersebut mulai tahap perencanaan (proposal), pelaksanaan (30%,60%dan10% fisik dan pendanaan) hingga evaluasi (sertifikasi,SP3) dan laporan Fisik dan penggunaan dana 100% yang berbentuk LPJ, dari proses tersebutlah kami temukan warisan leluhur kita tadi " gotong-royong" KSM mengkudu bersama warga sekitar melaksanakan pekerjaan kegiatan Pembangunan Jalan Desa (Paving blok), Dek dan drainase secara bersamasama dengan prinsip utama dari kita untuk kita, nah disini kita harus bedakan warganya dulu ada beberapa orang yang ahli mengolah pasir,semen,batu atau tukang
8
dengan warga yang cuma membantu mengangkat bahan material yang dibutuhkan ada sekitar 21 orang baik kaum laki-laki dan perempuannya (blogspot.com). Sehubungan dengan hal tersebut, usaha kecil perlu diberdayakan dalam memanfaaatkan peluang kerja dan menjawab tantangan perkembangan ekonomi dimasa yang akan datang. Yang dimaksud dengan usaha kecil sesuai dengan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil adalah “usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sertakepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”. Banyak masyarakat Desa Hutapadang yang berdagang kecil-kecilan terlebih lagi kaum perempuan atau ibu-ibu. Berdagang dilakukan guna membantu perekonomian keluarga supaya dapat mencukupi kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan nasional, pembangunan nasional harus dilaksanakan di segala sektor kehidupan bangsa. Sektor-sektor pembangunan tersebut antara lain sektor politik, sektor ekonomi, sektor budaya, sektor hukum, sektor ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta sektor keamanan. Guna mencapai semuanya itu diperlukan peran negara dalam membangun dan mengimplementasikan kebijakan publik di bidang kesejahteraan.
Pembangunan
nasional
dapat
diwujudkan
dengan
upaya
penanggulangan kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Program Keluarga Berencana, pengucuran dana Inpres pendidikan, kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana transportasi. Ada berbagai program yang berskala nasional yang bertujuan untuk melakukan intervensi bagi penanggulangan masalah
9
kemiskinan seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Inpres Desa Tertinggal (IDT). Disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1999 menjadi tonggak pelaksanaan otonomi daerah dengan paradigma baru. Pemberlakuan UU ini tidaklah dimaksudkan sebagai upaya resentralisasi atau mengembalikan iklim politik dengan kekuasaan yang memusat. Namun di dalamnya justru terkandung semangat penguatan makna desentralisasi dengan membuka peluang luas bagi daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan secara lebih baik, lebih mandiri dan terkoordinasi. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, tak dapat dipungkiri desentralisasi selama ini masih menimbulkan bias persepsi yang menjadi tantangan tersendiri. Pergeseran ketersediaan dana dan kewenangan pembangunan dari Pemerintah Pusat ke daerah membuat pelaksanaan program lebih efisien dan tepat sasaran karena lebih dekat ke masyarakat sebagai sasaran akhirnya, dengan syarat adanya kemauan dan kemampuan pemerintah.Dengan demikian, perlu adanya dukungan peran dan fungsi Pemerintah Daerah dalam menjaga proses pembangunan yang mempunyai fokus pemberdayaan masyarakat. Kuncinya adalah bagaimana menyediakan mekanisme yang sesuai bagi daerah untuk berlomba memberdayakan masyarakatnya dalam menanggulangi kemiskinan dan melakukan pembangunan partisipatif, serta mengesampingkan ego sektoral yang berdampak pada kepentingan masyarakat luas. Hal-hal di atas lah yang kemudian menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Hutapadang kecamatan Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru
10
,mengingat desa tersebut merupakan salah satu wilayah yang menjadi target dan menerima program pembangunan PNPM Mandiri Perdesaan, dengan alasan tersebut penelliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian seputar PNPM Mandiri Perdesaan dengan judul “Efektivitas Pelaksanaan Pembangunan Program Nasional Pemberdayaan Masyrakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) di Desa Huta Padang Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru”.
1.2 Fokus Penelitian Dalam penelitian kualitatif ada yang disebut dengan batasan masalah. Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. penelitian sangat penting dalam menentukan batasanbatasan atau cakupan yang dilakukan, dimana dengan diterapkannya fokus penelitian akan jelas batasannya dan juga mempertajam dalam analisis pembahasan. Berdasarkan masalah yang dirumusan sesuai dengan tujuan penelitian maka fokus penelitian ini adalah : untuk mengetahui dan
mendeskripsikan Efektivitas
Pemabangunan Program Nasional Pembangunan Masyrakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP), apakah berjalan sesuai dengan indikator yang sudah ditetapkan sebelumnya, karena diketahui adanya masalah dalam penyelenggaraan program tersebut. 1.3 Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena langkah ini menentukan ke mana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah pada
11
hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan
masalah yang akan diteliti dalam penelitian adalah “Bagaimana
Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) pada program pembangunan PNPM di Desa Huta Padang Di Kota Padang Sidempuan efektif atau tidak efektif ?. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan pembangunan program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) di Desa Huta Padang Di Kota Padang Sidempuan Hutaimbaru. b. Untuk mengetahui apakah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan berdampak positif terhadap penghasilan rumah tangga miskin dan penciptaan kesempatan kerja masyarakat miskin di desa Huta Padang. c. Untuk menganalisis efektivitas dampak yang dirasakan masyarakat dengan program PNPM Mandiri Perkotaan. 1.5 Mamfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori-teori dan konsep-konsep tentang efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Mesyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dan kemiskinan.
12
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun terhadap pelaksanaan PNPMMandiri Perkotaan pada keluarga miskin. c.
Meningkatkan kemampuan penulis dalam berfikir dan memahami permasalahan kemiskinan perdesaan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan di FISIP USU melalui penulisan karya ilmiah.
1.6 Kerangka Teori Teori merupakan preposisi yang menggambarkan satu gejala yang terjadi. Untuk memudahkan penelitian yang diperlukan pedoman berfikir yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih (Suyanto,2005:34). Kerangka teori ini di harapkan memmberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang akan diteliti. 1.6.1 Efektivitas 1.6.1.1. Pengertian Efektivitas. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan
13
yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan. Suatu organisasi secara keseluruhannya dalam kaitannya dengan efektivitas adalah mencapai tujuan organisasi. Jika tiap-tiap individu berperilaku atau bekerja efektif dalam mencapai tujuannya, maka kelompok dimana ia menjadi anggota juga efektif dalam mencapai tujuan, organisasi itu juga efektif mencapai tujuan. Efektivitas berbeda dengan efesiensi. Efesiensi adalah pengorbanan untuk mencapai tujuan. Dimana semakin kecil pengorbanannya dalam mencapai tujuan, maka dikatakan semakin efesiensi. Sedangkan Efektivitas adalah ukuran sejauh mana tujuan (organisasi) dapat dicapai ( Sigit, 2003: 1 ). Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang dapat menunjukkan suatu program tersebut berhasil atau tidak. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan ( Siagian, 2001: 24). Suatu efektivitas dilihat berdasarkan pencapain hasil atau pencapaian dari suatu tujuan. Sesuai dengan pendapat soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah
14
ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bernard, efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Bernard, 1992:207). Masih menurut pendapat ahli, menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah : a. Keberhasilan program b. Keberhasilan sasaran c. Kepuasan terhadap program d. Tingkat input dan output e. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121) Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara Komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokonya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989:47). Dari beberapa uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal. Efektivitas organisasi merupakan suatu konsep meyeluruh yang menyertakan sejumlah konsep komponen. Konsep efektivitas organisasi tergantung pada teori sistem yaitu dimensi waktu yang juga penting.
15
Berdasaarkan teori sistem, suatu organisasi merupakan elemen sebuah sistem yang lebih besar yaitu lingkungan. Dengan berlalunya waktu setiap organisasi mengambil, memproses, dan mengembalikan sumber daya ke lingkungan. Kriteria utama dari efektivitas organisasi adalah apakah organisasi tersebut bertahan dengan lingkungan. Sehubungan dari penjelasan tersebut maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh
program atau kegiatan yang menyatakan
sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dampak dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. 1.6.1.2. Kriteria Efektivitas Organisasi. Konsep mengenai efektivitas organisasi selain disandarkan pada teori sistem, tetapi perlu ditambahkan dengan sesuatu yang baru yaitu pada dimensi waktu. Hubungan antara kriteria efektivitas dan dimensi waktu dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Produksi Produksi menggambarkan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output yang sesuai dengan permintaan lingkungan.
b. Efesiensi Konsep efesiensi didefenisikan sebagai angka perbandingan antara output dan input. Ukuran efesiensi harus dinyatakan dalam perbandingan, antara
16
keuntungan dan biaya atau dengan waktu atau output yang merupakan bentuk umum dari ukuran ini. c. Kepuasan Konsep kepuasan mendefenisikan penekanan pada perhatian yang menguntungkan bagi anggota organisasi maupun pelanggannya. Artinya bahwa organisasi harus mampu memberikan kepuasan kepada kebutuhan para anggota. d. Adaptasi Kemampuan beradaptasi diartikan dengan sampai seberapa organisasi mampu menanggapi perubahan intren dan ekstren. Jika organisasi tidak dapat menyesuaikan diri , maka kelangsungan hidupnya akan terancam, namun adaptasi tidak memiliki ukuran yang pasti dan nyata. Dapat dijelaskan, apabila tiba waktunya untuk mengadakan penyesuaian dikarenakan adanya fenomena-fenomena tertentu, maka organisasi harus dapat menyesuaikan diri. e.
Perkembangan Organisasi harus mengembangkan diri agar tetap hidup atau berjaya untuk jangka panjang. Efektivitas dengan pertimbangannya, maka efektivitas dapat dibagi menjadi efektivitas jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Keseimbangan optimal adalah keseimbangan dari pencapaian hubungan yang wajar antara kriteria-kriteria itu dalam periode waktu tertentu ( Tampubolon, 2008: 177).
17
1.6.1.3. Pendekatan Terhadap Efektivitas Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu: a. Pendekatan Sasaran Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan, efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif. b. Pendekatan Sumber Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada
teori
mengenai
keterbukaan
system
suatu
lembaga
terhadap
lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang
18
merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya. c. Pendekatan Proses Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancer dimana kegiatan bagian-bagian yang berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga. Kegiatan PNPM-Mandiri Perkotaan, transparan dan diumumkan; gotong royong dan tambahan pendapatan; monitoring dan evaluasi proyek. Menurut (Subagyo,2000:12) efektivitas adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Tingkat efektivitas program dalam hal ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan program yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Jarak (range) realisasi program sebagai berikut : a. 1% sampai dengan 50% : tidak efektif b. 51% sampai dengan 100% : efektif
19
1.6.2 Pembangunan 1.6.2.1 Pengertian Pembangunan Penggunaan kata pembangunan telah dipopulerkan oleh para sarjana dan pembuat kebijakan di Amerika Serikat, dan diperkenalkan ke Eropa Barat dan negara-negara dunia ketiga yang sedang berkembang. Pembangunan berasal dari kata development. Kata development ini diartikan sebagai pembangunan atau perkembangan dan perubahan sosial. Menurut Sondang P. Siagian pembangunan didefenisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar dalam rangka pembinaan bangsa. Pembangunan menurut (Alexander,2005) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya. Portes mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Menurut (Tikson,T Deddy. 2005: 176) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.
20
Menurut (Todaro,2003: 33) pembangunan merupakan suatu proses berdimensi jamak yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan
ketidakmerataan, dan pemberantasan
kemiskinan absolut. Menurut Todaro defenisi di atas memberikan beberapa implikasi bahwa: 1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga pemerataan. 2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti: a. Life sustenance: kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. b. Self-Esteem: kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki harga diri dan tidak diisap orang lain. c. Freedom From Servitude: Kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain. Konsep dasar di atas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang sekarang ini menjadi popular, yaitu: a.
Capacity: hal ini yang menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau produktivitas.
b.
Equity: hal ini menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara berbagai lapisan masyarakat dan daerah.
c. Enpowerment: hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.
21
d. Suistanable: hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian pembangunan Esensi dari pembangunan ternyata tidak hanya dapat dilihat dari sisi pengertian tetapi juga dapat dilihat dari segi tujuannya pembangunan tersebut. Dalam hal ini Gant menyebutkan tujuan pembangunan ada dua tahap. Tahap pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap keduanya adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. Berdasarka pendapat diatas menunjukan bahwa pembangunan memiliki tujuan yang luas dan mulia yang menyangkut pada kesempatan pada keseluruhan kebutuhan manusia dalam mewujudkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas baik dalam bentuk materi dan non materi. 1.6.2.2 Pembangunan Desa Pembangunan pedesaan sangat penting dilakukan untuk Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia, yaitu kurang lebih 60% melakukan kegiatan pertanian sebagai mata pencaharian, dan mereka tinggal di pedesaan. Pembangunan atau pengembangan pedesaan meurut (Mosher,1968:19) yang dikuti oleh Jayadinata dan Pramandika. Maksud pembangunan pedesaan adalah menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan dalam kehidupan sosialekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilan, kurang kesempatan kerja, dan sebagainya. Sasaran dari program pembangunan pedesaan adalah
22
meningkatkan kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi keluarga petani sehingga mereka mendapat kesejahteraan, yang berarti mereka memperoleh tingkat kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan material (makanan-minuman, pakaina, perumahan, alat-alat, dsb). Pembangunan
desa
harus
dilihat
sebagai
upaya
mempercepat
pembangunan pedesaan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk memberdayakan masyarakat dan upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. Pembangunan sarana dan prasarana pedesaan (meliputi pengairan, jaringan jalan, lingkungan pemukiman dan lainnya).Tujuan pembangunan desa jangka panjang adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan secara langsung melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan berdasarkan pendekatan bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia, dan secara tidak langsung adalah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan nasional. Sedangkan tujuan jangka pendeknya adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sasaran pembangunan desa adalah terciptanya peningkatan produkti dan produktivitas, percepatan pertumbuhan
desa,
peningkatan
keterampilan
dalam
berproduksi
dan
pengembangan lapangan kerja dan lapangan usaha produktif, peningkatan prakarsa dan partisipasi masyarakat, dan perkuatan kelembagaan. Pembangunan pedesaan seharusnya menerapkan prinsi-prinsip yaitu transparansi, partisipasi, dapat dinikmati masyarakat, dapat dipertanggung jawabkan, dan berkelanjutan.
23
Pembangunan desa yang dilaksanakan harus sesuai dengan masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, serta aspirasi dan prioritas masyarakat pedesaan. 1.6.2.3 Tiga Prinsip Pokok Pembangunan Desa Pembangunan
pedesaan
dilakukan
dengan
pendekatan
secara
multisektoral (holistic), partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta melaksanakan pemanfaatan sumber daya pembangunan secara serasi dan selaras dan sinergi sehingga tercapai optimalitas. Ada tiga prinsip pokok pembangunan pedesaan, yaitu: a. Kebijakan dan langkah-langkah pembangunan di setiap desa mengacu kepada pencapaian Trilogi Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas yang sehat dan dinamis, diterapkan di sektor, termasuk desa dan kota, di setiap wilayah dan antar wilayah secara saling terkait, serta dikembangkan secara selaras dan terpadu. b.
Pembangunan desa dilakukan dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan mensyaratkan setiap daerah lebih mengandalkan sumber-sumber alam yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan. Di samping itu setiap desa perlu memanfaatkan SDM secara luas, memanfaatkan modal fisik, prasarana mesin-mesin, dan peralatan seefisien mungkin.
c.
Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi, debirokratisasi, dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya.
24
1.6.2.4 Tujuan Pembangunan Desa Salah satu faktor pembentuk kemampuan untuk untuk mewujudkan masa depan yang direncanakan menurut Arifin ,Muhammad (2007:24) adalah Empowerment. Dengan Empowerment masyarakat mempunyai kesempatan untuk terus mengembangkan kemampuan dan peranannya dalam merencanakan dan melaksanakan sendiri perubahan-perubahan yang mereka kehendaki untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Pembangunan yang terkait dengan empowerment adalah pembangunan desa, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan lembaga desa secara simultan atau serentak. Dengan tujuan itu pembangunan desa dirancang untuk menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan daerah dan pembangunan nasional, selain itu pembangunan desa juga diharapkan dapat menjadi pembangunan yang berwawasan masa depan dan berkelanjutan. 1.6.2.5 Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian yang integral
yang
harus
ditumbuhkembangkan
yang
pada
akhirnya
akan
menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) dari masyarakat secara sadar, bergairah dan bertanggung jawab, karena partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang. Partisipasi masyarakat menurut Adisasmita (2006:41) adalah pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan perencanaan, dan implementasi program atau proyek
25
pembangunan dan merupakan aktualisasi dan kesediaan dan kemauan masyarakat untuk
berkorban
dan
berkontribusi
terhadap
implementasi
program
pembangunan. Dan agar partisipasi dapat memberikan hasil yang berdaya guna, Adisasmita (2006:41) menyatakan perlu memperhatikan sifat dan ciri-ciri partisipasi tersebut, yaitu : a. Partisipasi harus bersifat sukarela. b. Berbagai isu atau masalah haruslah disajikan atau dibicarakan secara jelas dan objektif. c. Kesempatan untuk berpartisipasi haruslah mendapat keterangan/informasi yang jelas dan memadai tentang setiap segi dari program yang dilaksanakan. d. Partisipasi masyarakat dalam rangka menentukan kepercayaan diri sendiri haruslah menyangkut berbagai tingkatan dan berbagai sektor, bersifat dewasa, penuh arti dan berkesinambungan. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan menurut Cohen dan Uphoff (Tangkilisan, 2005:323) dapat diklasifikasikan menjadi enam tahap berdasarkan bentuk aktifitas yang dilaksanakannya. Keenam bentuk tahapan partisipasi itu adalah sebagai berikut: a. Partisipasi dalam atau melalui kontak dengan pihak lain sebagai titik awal pelaksanaan aktivitas tersebut. b.
Partisipasi dalam memperlihatkan atau menyerap dan memberi tanggapan terhadap
26
informasi, baik dalam arti menerima, maupun dalam arti menolaknya. c. Partisipasi
dalam
perencanaan
pembangunan,
termasuk
pengambilan
keputusan, baik yang bersifat politis yang menyangkut kepentingan mereka maupun dalam hal yang bersifat teknis. d. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan. e. Partisipasi dalam hal menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan. f. Partisipasi dalam hal menilai pembangunan, yaitu keterlibatan anggota masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada hakikatnya partisipasi masyarakat itu merupakan suatu keniscayaan, karena hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah betrsama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan dan untuk kemajuan masyarakat sendiri. Dalam hal ini pemerintah membari bantuan, sedangkan masyarakat harus memberi respon dalam bentuk partisipasi secara aktif dalam proses pembangunan tersebut. Masyarakat hanya dapat diharapkan ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan adalah bila yang bersangkutan merasa dirinya berkepentingan dan diberi kesempatan untuk ambil bagian. Dengan kata lain partisipasi tidak mungkin optimal jika diharapkan dari mereka yang merasa berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian.
27
Soedjono (dalam Soetrisno, 1995:48) meyatakan pula bahwa partisipasi adalah sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri. Dan menurut Tjokroamidjojo partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi atas tiga tahap, yaitu: a. Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah. b.
Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.;
c.
Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan. Sedangkan partisipasi masyarakat atau keterlibatan masyarakat dalam pembangunan menurut Adi (2003:252) dapat dilihat dalam empat tahap, yaitu:
1. Tahap Assessment Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki. Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri. 2.
Tahap Alternatif Program atau Kegiatan Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan cara alternatif program.
3. Tahap Pelaksanaan (implementasi) Program atau Kegiatan
28
Dilakukan dengan melaksanakan program yang telah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaan dilapangan. 4. Tahap Evaluasi Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas dari program yang sedang berjalan. 1.6.2.6 Paradigma Pembangunan Pradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Pradigma pembangunan pada suatu waktu tertentu dipergunakan sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu Negara, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembangunannya.
Peningkatan
kualitas
pembangunan
yang benar-benar
berorientasi untuk peningkatan kualitas hidup manusia dan kepentingan kesejahteraan rakyat merupakan salah satu perwujudan good governance yang diangendakan dalam reformasi birokrasi pemerintahan. Dalam
perkembangannya, pembangunan bangsa-bangsa
di
dunia
mengalami beberapa pergeseran pola atau model atau paradigma pembangunan mulai dari paradigma pertumbuhan, paradigma kesejahteraan, paradigma neo ekonomi, paradigma dependencia sampai paradigma pembangunan manusia. Dalam tulisan ini secara terbatas dilakukan pengkajian pada tiga paradigma saja yang dipandang cukup dominan, khususnya di negara kita, yaitu :
29
a. Paradigma Pertumbuhan (Growth Paradigm) Pelaksanaan pembangunan dinegara berkembang (developing countries), penekanannya pada upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan pendapatan nasional. Penerapan paradigma pertumbuhan dalam pelaksanaan pembangunan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Dalam hubungan ini PBB mencanangkan dasawarsa pembangunan pertama berlangsung pada dasawarsa 1960-1970 dengan strategi pertumbuhan ekonomi negara berkembang sebesar 5% pertahun. Pada periode ini ternyata mengabaikan masalah distribusi pendapatan nasional, sehingga timbul masalah kemiskinan, penganguran dan kesenjangan pembagian pendapatan, urbanisasi dan kerusakan lingkungan. Melihat kenyataan itu terjadilah pergeseran dari strategi pertumbuhan ekonomi menjadi strategi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan Selanjutnya timbul pemikiran paradigma baru yaitu paradigma kesejahteraan (welfare paradigm). b. Paradigma Kesejahteraan (welfare paradigm) Pada awal dasawarsa 1970_an muncul pemikiran baru dalam pelaksanaan pembangunan yaitu paradigma
kesejahteraan
(welfare
paradigm)
yang
orientasinya ingin mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial dalam waktu sesingkat mungkin. Pada periode dasawarsa pembangunan kedua (1971-1980) pelaksanaan pembangunan dengan strategi pertumbuhan ekonomi bergeser menjadi orientasi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan (growth and equity of strategy development) menuju industrialisasi dengan strategi pertumbuhan ekonomi
30
sebesar 6% pertahun dengan tujuan pemerataan pembangunan di bidang pendapatan,
kesehatan,
keadilan,
pendidikan,
kewirausahaan,keamanan,
kesejahteraan sosial termasuk pelestarian dan penyelamatan lingkungan dari kerusakan. Dalam dasawarsa ini ternyata juga belum mampu merubah ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju ditandai dengan ketergantungan investasi, bantuan dan pinjaman luar negeri. Penerapan pembanagunan
paradigma
bersifat
kesejahteraan
sentralistik
(top
ini
cenderung
down)
sehingga
pelaksanaan cenderung
menumbuhkan hubungan ketergantungan antara rakyat dan proyek-proyek pembangunan (birokrasi pemerintah) yang dilakukan oleh pemerintah.
Pada
gilirannya dapat membahayakan keberlanjutan proyek pembangunan itu, karena pembangunan sifatnya tidak menumbuhkan pemberdayaan (disempowering) rakyat agar mampu menjadi subyek dalam pembangunan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pembangunan dengan orientasi pada pertumbuhan ekonomi menjadikan paradigma pertumbuhan menjadi semakin dominan. Akan tetapi keberhasilan itu tidak terlepas dari berbagai resiko negatif yang terjadi. Sebagaimana dinyatakan oleh (Tjokrowinoto (1999:10) bahwa paradigma pertumbuhan cenderung menciptakan efek negatif tertentu yang akibatnya menurunkan derajat keberlanjutan pembangunan. Selanjutnya muncul gagasan baru dalam strategi pembangunan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan yaitu pembangunan berkelanjutan (sustained development).
31
Strategi pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) ini belajar dari pengalaman pelaksanaan pembangunan pada dasawarsa ketiga dengan munculnya konsep tata ekonomi dunia baru sebagai upaya perbaikan sosial ekonomi negara berkembang dengan strategi pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pertahun. Pada dasawarsa ini pusat perhatian proses pembangunan berkaitan dengan masalah kependudukan yang meningkat pesat (population boom), urbanisasi, kemiskinan, kebodohan, partisipasi masyarakat, organisasi sosial politik, kerusakan lingkungan dan masyarakat pedesaan. Dalam dasawarsa ini masih manghadapi masalah yakni pelaksanaan pembangunan tidak berdemensi pada pembangunan manusia, sehingga pada gilirannya berpengaruh pada timbulnya masalah ketidak adilan,kelangsungan hidup dan ketidak terpaduan pembangunan. c. Paradigma
Pembangunan
Manusia
(People
Centered
Development
Paradigm) Belajar dari pengalaman pada dasawarsa ketiga pada awal 1980-an di negara berkembang penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) didukung dengan pendekatan pembangunan manusia (human development) yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan sosial melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial di sektor kesehatan, perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu juga diarahkan pada upaya mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan
32
budaya, kedamaian serta pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat (public empowerment) agar dapat menjadi aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kemandirian dan etos kerja. Fokus perhatian dari paradigma pembangun yang berpusat pada manusia ini (people centered development paradigm) ini adalah perkembangan manusia (human-growth), kesejahteraan (well-being), keadilan (equity) dan berkelanjutan (sustainability). Dominasi pemikiran dalam paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia (balanced human ecology), sumber pembangunannya adalah informasi dan prakarsa yang kreatif dengan tujuan utama adalah aktualisasi optimal dari potensi manusia (diadaptasi dari Korten, 1984:300 dalam Tjokrowinoto, 1999:218) . Dalam paradigma pembangunan manusia yang mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan adalah : a. Pelayanan sosial (social service); b. Pembelajaran sosial (social learning); c. Pemberdayaan (empowerment); d. Kemampuan (capacity); e. Kelembagaan (institutional building).
33
1.6.3 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan 1.6.3.1 Pengertian PNPM Mandiri Perkotaan PNPM ( program nasional pemberdayaan masyarakat) Madiri Perkotaan (Buku Pedoman Umum PNPM-MP edisi 2010) adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pengertian yang terkandung mengenai PNPM Mandiri adalah: a. PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan
berbasis
pemberdayaan
masyarakat.
PNPM
Mandiri
dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendamping dan pendanaan stumulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. b. Pemberdayaan
masyarakat
adalah
upaya
untuk
menciptakan atau
meningkatkan kapasitas masyarakat, baaik secaara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan brbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kmandirian dan kesejahteraan. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbahai hasil yang dicapai.
34
1.6.3.2 Visi, Misi dan Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan Dalam (buku Pedoman Umum PNPM-MP edisi 2012) Visi,Misi dan Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan: 1. Visi PNPM Mandiri Perkotaan adalah masyarakat yang berdaya dan mampu menjalin sinergi dengan pemerintah kota dan kelompok setempat dalam rangka
menanggulangi
kemiskinan
secara
efektif,
mandiri
dan
berkelanjutan. 2. Misi PNPM Mandiri Perkotaan adalah memberdayakan masyarakat perkotaan khususnya masyarakat miskin, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan kelompok peduli lokal untuk menaggulangi kemiskinan melalui: pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, melembagakan budaya kemitraan antar pelaku. 3. Tujuan PNPM Mandiri Perkotaan adalah : a. Tujuan Umum PNPM Mandiri Perkotaan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. b. Tujuan Khusus PNPM Perkotaan adalah: 1) Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke
dalam
proses
pembangunan.
pengambilan
keputusan
dan
pengolahan
35
2) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representif dan akuntabel. 3) Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan pengangguran yang berpihak pada masyarakat miskin. 4) Meningkatkan
sinergi
masyarakat,
peemerintah
daerah,
swasta,asossiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok peduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. 5) Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok pduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. 6) Meningkatkan modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta melestarikan kearifan local. 7) Meningkatnya inovasi dan pemamfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan. 1.6.3.3 Prinsip dan Pendekatan PNPM Mandiri Perkotaan 1. Prinsip PNPM Mandiri Perkotaan a. Bertumpu pada Pembangunan Manusia, pelaksanaan PNPM senantiasa bertumpu pada peningkatan harkat dan martabat manusia seutuhnya.
36
b. Berorientasi
pada
Masyarakat
Miskin,
semua
kegiatan
yang
dilaksanakan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung. c. Partisipasi, masyarakat yang terlibat secara aktif pada setiap proses pngambilan keputusan pembangunan dan secara gotong royong mnjalankan pembangunan. d. Otonomi, dalam pelaksanaan PNPM masyarakat memiliki kewenangan secara mandiri dan partisipatif untuk menetukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola. e. Desentralisasi,
kewenangan
pengelolaan
kegiatan
pembangunan
sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya. f. Demokratis, setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentigan masyarakat miskin. g. Transparansi dan Akuntabel, masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggunggugatkan baik secara moral, teknis, legal, mauoun administratif.
37
h. Berkelanjutan, setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya saat ini tapi juga di masa depan dengan tetapmenjaga kelestarian lingkungan. 2. Pendekatan PNPM Mandiri Perkotaan Penanggulangan
kemiskinan
membutuhkan
penanganan
yang
menyeluruh dalam skala perwilayahan yang memadai yang memungkinkan terjadinya
keterpaduan antara
pendekatan sektoral, perwilayahan dan
partisipatif yang dalam hal ini dipilih kecamatan sebagai lokus program yang mampu mempertemukan perencanaan dari atas dan dari bawah. Di tataran kecamatan inilah rencana pembangunan yang direncanakan oleh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) bermutu dengan perencanaan dari masyarakat dalam Musrembang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) kecamatan sehingga dapat di galang perencanaan pembangunan yang menyeeluruh, terpadu dan selaras waktu (synchrone). Dengan demikian PNPM Mandiri Perkotaan akan menekankan pemanfaatan Musrembang Kecamatan sebagai mekanisme harmonis kegiatan berbagai program yang ada sehingga peranan forum LKM (lembaga swadaya masyarakat) tingkat kecamatan menjadi sangat vital. Berdasarkan pemikiran di atas maka pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan emperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat dengan: a. Mengunakan kacamata seebagai lokus program
38
b. Memposisikan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan c. Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dengan proses pembagunan partisipatif d. Mengunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang ssuai dengan karakteristik sosial dan geografis. 1.7 Defenisi Konsep Menurut Marsi Singarimbun (1995), konsep adalah istilah dan defenisi yang dingunakan untuk mengambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti. Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut merupakan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, defenisi konsep tersebut antara lain: 1. Penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara bertahap, terpadu, terukur, sinergi dan terencana yang dilandasi oleh kemitraan dan keterlibatan berbagai pihak dan dikelola sebagai suatu gerakan bersama untuk mewujudkan pemenuhan hak- hak dasar. 2. efektivitas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dan efisiensi pemanfaatan dana pembangunan dalam pengentasan kemiskinan. Keberhasilan PNPM- Mandiri Perkotaan dalam menanggulangi kemiskinan sangat tergantung dari efektivitas pelaksanaan program yang dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat miskin di wilayah penerima program. Keberhasilan pelaksanaan suatu
39
program penanggulangan kemiskinan PNPM-Mandiri Perkotaan agar sesuai tujuan yang diinginkan dapat dilihat dari efektivitas pelaksanaan program. 3. Efektivitas program akan terwujud apabila adanya partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam program PNPM-Mandiri Perkotaan. Efektivitas program yang diharapkan memberikan dampak positif meliputi adanya peningkatan pendapatan RTM dan kesempatan kerja bagi RTM itu sendiri.
40
1.8 Sistematika Penulisan BAB I
:
Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep dan sistematika penulisan. BAB II :
Metode Penelitian
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi, dan sample penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB III :
Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karateristik lokasi penelitian. BAB IV :
Penyajian Data
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianaklisis, serta memuat pembahasan atau interprestasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya. BAB V :
Analisis Data
Bab ini berisi analisis dari hasil dilapangan dan dokumentasi. BAB VI :
Penutup
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan.