BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan kerja adalah suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat berkaitan
dengan lingkungan kerja dan pekerjaan, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Kesehatan kerja dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja, sehingga tenaga kerja sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan (Tarwaka, 2008). Salah satu masalah dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan kesehatan indera penglihatan akibat lingkungan kerja. Kesehatan indera penglihatan adalah salah satu syarat penting untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja untuk mewujudkan tenaga kerja Indonesia yang sehat, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera lahir batin. Mata adalah salah satu indera yang penting bagi pekerja karena melalui mata pekerja menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam proses pekerjaannya. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014, penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (42%), diikuti oleh katarak (33%). Sedangkan penyebab kebutaan terbanyak di seluruh dunia disebabkan oleh katarak (51%), diikuti oleh glaukoma (8%) dan age related macular degeneration (AMD) (5%), sementara faktor lainnya seperti kekeruhan kornea, gangguan refraksi, trachoma, dan retinopati diabetik. Prevalensi kebutaan dan severe low vision menurut pekerjaan pada tahun 2013, prevalensi tertinggi didapatkan pada kelompok tidak 1
2
bekerja, petani, nelayan, dan buruh. Terdapat kemungkinan orang yang menderita kebutaan akhirnya tidak dapat bekerja dan sebaliknya orang yang tidak bekerja memiliki akses kesehatan yang lebih rendah. Tingginya prevalensi pada kelompok petani, nelayan, buruh dapat berkorelasi dengan risiko yang lebih besar untuk menderita katarak akibat bekerja di bawah sinar matahari langsung dan ditambah keterbatasan akses kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang baik (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Tingginya angka kebutaan di Indonesia menempatkan Indonesia pada urutan pertama di Asia dengan tingkat kebutaan yang tertinggi, dengan perbandingan angka kebutaan 3 juta orang buta diantara 210 juta penduduk Indonesia, sedangkan di dunia Indonesia menempatkan diri pada posisi kedua setelah negara-negara di Afrika Tengah dan sekitar Gurun Sahara yang masalah utama kasus kebutaan disebabkan oleh katarak (Rasyid, dkk., 2009). Katarak merupakan suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh yang mengakibatkan terganggunya cahaya yang masuk ke dalam bola mata sehingga menyebabkan bayangan pada retina menjadi kabur (Ulandari, 2014). Katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling banyak ditemui. Berdasarkan faktor risiko penyebabnya, katarak digolongkan ke dalam beberapa tipe antara lain katarak kongenital, katarak komplikata, katarak trauma, katarak senilis. Katarak senilis merupakan tipe katarak yang paling banyak di temukan (Arimbi, 2012). Prevalensi katarak menurut hasil pemeriksaan petugas enumerator dalam Riskesdas 2013 adalah sebesar 1,8% dari jumlah penduduk Indonesia, tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 3,7%, Jambi sebesar 2,8%, dan Bali sebesar 2,7%. Bali berada di urutan ke-3 Provinsi di Indonesia dengan jumlah penderita katarak terbanyak di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
3
Faktor-faktor yang dikaitkan dengan katarak yaitu umur, jenis kelamin, penyakit diabetes mellitus (DM), pajanan kronis terhadap sinar ultraviolet (sinar matahari), merokok, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, paparan asap, riwayat penyakit katarak, dan pekerjaan. Pekerjaan yang dilakukan di luar gedung merupakan faktor risiko untuk terjadinya katarak. Pekerjaan yang dilakukan di luar gedung lebih dari empat jam mempunyai risiko untuk terjadi katarak dibandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan kurang dari empat jam di luar gedung (Ulandari, 2014). Sehubungan dengan faktor pajanan kronis terhadap sinar ultraviolet (sinar matahari), terdapat beberapa jenis pekerjaan yang berisiko terpajan sinar matahari seperti petani, nelayan, buruh (Tana dkk, 2009). Hutasoit (2009) menyatakan bahwa nelayan mempunyai jumlah paparan terhadap sinar ultraviolet yang tinggi sehingga meningkatkan risiko terjadinya katarak kortikal dan katarak posterior subkapsular. Prevalensi katarak berdasarkan status pekerjaan menurut Riskesdas 2013 didapatkan kelompok pekerjaan petani, nelayan, buruh merupakan kelompok pekerjaan yang paling banyak menderita katarak, yaitu katarak unilateral sebanyak 0,9 sementara katarak bilateral sebanyak 4,8 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Penelitian Wahyudi, dkk (2013) menemukan persentase kematangan katarak lebih tinggi pada pekerja lapangan yaitu sebesar 62%, dibandingkan dengan kelompok pekerja dalam ruangan yaitu sebesar 41.9%. Berdasarkan hubungan tempat tinggal dengan kejadian katarak, responden yang bertempat tinggal di daerah pantai memiliki persentase lebih tinggi yaitu sebesar 61% dibanding yang bertempat tinggal di daerah pegunungan yaitu 36%. Nelayan adalah salah satu pekerjaan dari masyarakat pesisir pantai. Nelayan adalah orang-orang yang pekerjaan sehari-harinya menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Banyak masyarakat
4
Indonesia berprofesi sebagai nelayan karena Indonesia merupakan wilayah yang terdiri atas perairan, ada sekitar 60 juta penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir dan penyumbang sekitar 22% dari pendapatan bruto nasional. Dalam proses pekerjaannya, nelayan berhubungan dengan paparan sinar ultraviolet, dimana sinar ultraviolet merupakan faktor resiko terjadinya katarak. Sinar ultraviolet yang berasal dari matahari akan diserap oleh protein lensa dan kemudian akan menimbulkan reaksi fotokimia sehingga terbentuk radikal bebas atau spesies oksigen yang bersifat sangat reaktif. Reaksi tersebut akan mempengaruhi struktur protein lensa, selanjutnya menyebabkan kekeruhan lensa yang disebut katarak (Wahyudi, dkk., 2013). Upaya pencegahan katarak secara umum yaitu dilakukan dengan mengurangi pajanan terhadap faktor perusak antara lain faktor-faktor ekstrinsik seperti sinar matahari langsung, tidak merokok dan menghindari asap rokok. Pencegahan katarak pada pekerja, selain memperhatikan upaya pencegahan umum perlu juga memperhatikan upaya pencegahan khusus yaitu memperhatikan keselamatan kerja dengan memberikan pelindungan mata dan wajah dengan cara memakai topi yang mempunyai pinggiran lebar dan kacamata dengan lensa yang dapat mengabsorpsi UVB (Tana, 2006). Menurut buku seri pedoman tatalaksana penyakit akibat kerja bagi petugas kesehatan tentang penyakit mata akibat kerja, kelompok pekerjaan yang berisiko mengalami katarak akibat kerja antara lain petani, nelayan, tukang las, supir, pekerja di pabrik gelas. Gejala yang ditimbulkan antara lain silau, ketajaman penglihatan menurun, penglihatan berkabut, pada pekerja umumnya terjadi pada usia muda (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Hal ini sejalan dengan survei
5
pendahuluan yang dilakukan penulis di kelompok nelayan “Putra Samudra” Desa Lebih, Kabupaten Gianyar. Desa Lebih merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Gianyar yang penduduknya mata pencahariannya sebagai nelayan karena letaknya di daerah pesisir. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan penulis, terdapat sebuah kelompok nelayan di Desa Lebih yaitu kelompok nelayan “Putra Samudra” yang terdiri dari 187 orang anggota. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada empat orang nelayan di Desa Lebih, dari empat orang yang penulis wawancarai tersebut, dua orang diantaranya mengaku penglihatannya kabur/ketajaman penglihatannya menurun, serta usia dari nelayan tersebut masih muda, gejala yang ditimbulkan dua orang nelayan tersebut sesuai dengan gejala katarak dari buku seri pedoman tatalaksana penyakit akibat kerja bagi petugas kesehatan tentang penyakit mata akibat kerja. Penulis juga mengamati dari empat orang nelayan tersebut, hanya satu orang nelayan yang menggunakan alat pelindung diri berupa topi dan kacamata hitam. Berdasarkan gejala yang ditimbulkan dua orang nelayan tersebut maka perlu untuk meneliti gambaran kejadian katarak pada kelompok nelayan “Putra Samudra” di Desa Lebih tahun 2016. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diketahui bahwa nelayan adalah salah
satu pekerjaan yang berisiko untuk mengalami katarak. Selain itu, dari empat orang nelayan yang diwawancarai, ditemukan dua orang nelayan yang menunjukkan gejala awal katarak. Dengan demikian maka perlu dilakukan penelitian terhadap gambaran kejadian katarak pada kelompok nelayan “Putra Samudra” di Desa Lebih tahun 2016.
6
1.3
Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah gambaran kejadian katarak pada kelompok nelayan “Putra
Samudra” di Desa Lebih Tahun 2016? 1.4
Tujuan
1.4.1 Tujuan umum Untuk mengetahui gambaran kejadian katarak pada kelompok nelayan “Putra Samudra” di Desa Lebih Tahun 2016. 1.4.2 Tujuan khusus 1.
Mengetahui karakteristik nelayan pada kelompok nelayan “Putra Samudra” di Desa Lebih Tahun 2016.
2.
Mengetahui gaya hidup nelayan pada kelompok nelayan “Putra Samudra” di Desa Lebih Tahun 2016.
3.
Mengetahui lama paparan sinar matahari yang dialami oleh nelayan pada kelompok nelayan “Putra Samudra” di Desa Lebih Tahun 2016.
4.
Mengetahui perilaku penggunaan alat pelindung diri pada kelompok nelayan “Putra Samudra” di Desa Lebih Tahun 2016.
5.
Mengetahui prevalensi katarak pada kelompok nelayan “Putra Samudra” di Desa Lebih Tahun 2016.
7
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat teoritis 1.
Dapat menambah informasi, wawasan, dan pengetahuan mengenai katarak pada nelayan.
2.
Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai referensi oleh peneliti selanjutnya.
1.5.2 Manfaat praktis 1.
Sebagai masukan kepada kelompok nelayan “Putra Samudra” agar lebih memperhatikan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja saat bekerja.
2.
Sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar serta stakeholder lain, mengenai penyusunan kebijakan dan pelaksanaan K3 pada kelompok nelayan.
3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan agar kelompok nelayan di tempat lain dapat melakukan pencegahan terhadap katarak.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah di Bidang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja khususnya penyakit akibat kerja yaitu katarak pada kelompok nelayan “Putra Samudra” di Desa Lebih, Kabupaten Gianyar.