1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Pendidikan membantu dan memberdayakan manusia untuk membangun kekuatan bersama, solidaritas atas dasar komitmen pada tujuan dan pengertian yang sama, untuk memecahkan persoalan yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan
bersama.1
Dengan
kata
lain,
pendidikan
juga
harus
memberdayakan manusia untuk membangun komunitas, memperkuat hubungan antar manusia. Manusia adalah sebagai makhluk sosial (homo sosius)2, yang dibekali Tuhan dengan akal, di mana akal akan menjadikan manusia mengetahui segala sesuatu. Sesuatu yang sepele terkadang terlupakan begitu saja dalam kehidupan. Manusia sering terfokus kepada persoalan besar, namun sering kali terlena pada permasalahan yang sepele.3 Padahal bila ditinjau secara filosofis, akan menjadi fondasi untuk membangun kesadaran intelektual. Maka dari itu manusia seharusnya memahami hakekat diri dan lingkungan dalam proses perubahan. Proses penyadaran di sini menjadi amat penting di dalam kehidupan manusia.
1
Tonny D. Widiastono, Pendidikan Manusia Indonesia (Jakarta: Kompas, 2004), xxiv. H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 24. 3 Tonny, Pendidikan Manusia, 34. 2
2
Pendidikan merupakan proses yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di belahan dunia manapun.4 Namun pendidikan yang diharapkan sebagai bagian dari proses kehidupan yang dapat mengentaskan manusia dari penindasan dan kesengsaraan ternyata menjadi bagian yang menindas manusia itu sendiri. Oleh karena itu bagaimana sekarang memposisikan proses pembelajaran sebagai hal yang suci dan sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu sebuah proses pembelajaran yang tidak menindas dan tidak ada yang tertindas. Ketika seseorang merasakan hak-haknya dirampas, maka seharusnya ia menuntut. Pada dasarnya tidak ada yang dapat mengubah nasib kita kecuali diri kita sendiri. Oleh karena itu, setiap manusia harus berusaha keluar dari segala bentuk penindasan dan berusaha memerangi setiap bentuk penindasan. Sehingga terciptalah komitmen sosial dan moral peserta didik.5 Selama ini kita melihat penindasan justru lahir dari dunia pendidikan yang selama ini kita banggakan. Sekolah selama ini dijadikan sebuah pabrik, di mana lulusan-lulusannya siap menjadi tenaga kerja siap pakai. Maka sebagian fungsi sekolah yang ada di Indonesia tidak lebih hanya sebagai cara untuk mencari bekal untuk kerja. Tidak mengherankan ketika siswa tidak menjadi semakin cerdas, tapi menjadi semakin beringas dan brutal.6 Tawuran pelajar terjadi dimana-mana dan banyak sekali penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh
4 5
Paulo Freire, Pendidikan Sebagai Proses. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), 25. Joko Susilo, Pembodohan Siswa Tersistematis (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2007),
45. 6
453.
William F. O’Neil, Ideologi-Ideologi Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),
3
pelajar. Hal itu merupakan bukti ketidakberhasilan sekolah untuk membentuk siswa menjadi manusia pembelajar. Pembelajar adalah individu-individu yang dapat memilah dan memilih mana yang baik dan yang buruk. Beberapa contoh di atas merupakan pertanda bahwa pendidikan hanya dijadikan ajang penindasan bagi siswa. Erat kaitannya dengan hal tersebut, Freire yang adalah seorang tokoh pendidikan menggagas adanya concientizacao (kesadaran untuk melakukan). Concientizacao adalah kesadaran untuk melakukan pembelaan kemanusiaan.7 Pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa netral, obyektif, maupun "detachment" dari kondisi masyarakat. Sedang pendidikan kita selama ini masih berjalan dengan verbalistik dan berorientasi semata-mata kepada penguasaan mata
pelajaran.
Pengamatan
terhadap
praktek
pendidikan
sehari-hari
menunjukkan bahwa pendidikan difokuskan agar siswa menguasai informasi yang terkandung dalam materi pelajaran dan kemudian di evaluasi dari seberapa jauh penguasaan itu dicapai oleh siswa.8 Seakan-akan pendidikan bertujuan untuk menguasai mata pelajaran. Bagaimana keterkaitan materi ajar dengan kehidupan sehari-hari dan bagaimana materi tersebut dapat digunakan untuk memecahkan problema kehidupan, kurang mendapat perhatian. Pendidikan seakan terlepas dari kehidupan keseharian,
seakan-akan pendidikan
untuk pendidikan atau
7 Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2007), 52. 8 Mansour Fakih, dkk. Pendidikan Popular (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), xiii.
4
pendidikan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari.9 Oleh karena itu siswa tidak mengetahui manfaat apa yang dipelajari dan sampai lulus seringkali tidak tahu bagaimana menggunakan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan seharihari yang dihadapi. Menurut John Dewey ada dua hal dalam bukunya Social And Society, bahwa: 1) Jika masyarakat berubah, sekolah juga harus berubah, sebab sekolah merupakan tempat untuk mempersiapkan anak-anak untuk hidup dalam masyarakat, 2) Jangan sampai terjadi apa yang dipelajari di sekolah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.10 Sekolah harus menjadi pusat kehidupan mereka saat ini. Mereka harus benar-benar menikmati pusat kehidupan itu. Bahkan waktu-waktu mereka di rumah pun digunakan untuk membicara-kan kehidupan mereka di sekolah. Sekolah bukan lagi beban. Sekolah adalah realitas kehidupan yang mereka jalani dengan penghayatan penuh. Sekolah adalah sumber kegembiraan. Bukan sumber stres yang biasanya membuat mereka kehilangan gairah. Menurut Romo Mangun, kemerdekaan dalam pendidikan dilihat sebagai kemampuan anak untuk mengakses pengetahuan dengan caranya sendiri. Masing-masing individu membangun kekuasaannya sendiri sebagai subjek.11 Maka dalam Sekolah Alam (SA) sebagai miniatur kehidupan yang natural dan riil, anak-anak benar-benar dipandang sebagai manusia seutuhnya. Bukan 9
Ira Shor & Paulo Freire, Menjadi Guru Merdeka, (Yogyakarta: LKiS, 2001) 89. Suparlan, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.(Yogyakarta: Hikayat, 2004), 191-192. 11 Y. Dedi Pradipto, Belajar Sejati Vs Kurikulum Nasional.(Yogyakarta: Kanisius, 2007), 10
15.
5
sekedar robot cerdas, yang harus dijejali dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan sehingga jam-jam belajar menjadi saat-saat "pengisian" yang mengerikan.12 Baik kita terdaftar di sekolah maupun sekedar “murid dalam kehidupan ini”, hal yang paling berharga dalam belajar adalah bagaimana cara belajar.13 Anak-anak bukan tabung besar yang harus diisi dengan pengetahuan. Mereka adalah senyawa kehidupan yang rumit dan kompleks. Mereka berubah, berbentuk dan bermetamorfosis melalui proses-proses yang juga kompleks, di mana pengetahuan hanyalah salah satu aspeknya. Sekolah juga harus merupakan wadah mengembangkan kecakapan bekerjasama, yang sangat diperlukan karena sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu bekerjasama dengan manusia lain untuk membangun semangat komunalitas yang harmonis. 14 Modal Sosial (social capital) atau learning to live together alias belajar hidup bersama orang lain. Secara garis besar kemampuan ini meliputi gugusan pengetahuan, ketrampilan, kompetensi, sikap dan nilai untuk ambil bagian dan bekerja sama dengan orang lain dalam semua aktivitas.15 Tanpa memiliki seni dalam membina hubungan dengan orang lain seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya
12
Komunitas Sekolah Alam, Menemukan Sekolah Yang Membebaskan (Tangerang: Kawan Pustaka, 2005), xvi. 13 Bobbi De Potter, Quantum Learning (Bandung: Mizan, 2007), 2. 14 Sujono Samba, Lebih Baik Tidak Sekolah (Yogyakarta: LKiS, 2007), 40. 15 A. Supratiknya, Menggugat Sekolah (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2006), 31.
6
keterampilan-keterampilan semacam inilah yang menyebabkan seseorang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan.16 Untuk
membangun
hubungan
sosial
yang
harmonis
hendaknya
memperhatikan dua hal. Pertama, citra diri, maksudnya mempersiapkan diri untuk membangun hubungan sosial. Kedua, kemampuan komunikasi, yakni keberhasilan untuk menjalin hubungan antar personal.17 Dengan skripsi ini, penulis berusaha menjelaskan betapa pentingnya pendidikan yang mengedepankan kebebasan berekspresi para peserta didik sebagai keharusan sejarah dalam penyelenggaraan pendidikan dimanapun, termasuk di Indonesia. Menurut Paulo Freire, model pendidikan dewasa ini harus menjauhi model pendidikan banking education, yaitu suatu model pendidikan yang tidak kritis, karena hanya diarahkan untuk domestifikasi, penjinakan, penyesuaian sosial dengan keadaan penindasan.18 "Pendidikan Gaya Bank", dimana murid menjadi celengan dan guru adalah orang yang menabung, atau memasukkan uang ke celengan tersebut, adalah gaya pendidikan yang telah melahirkan kontradiksi dalam hubungan guru dengan murid. Lebih lanjut dikatakan, "konsep pendidikan gaya bank juga memeliharanya
(kontradiksi
tersebut)
dan
mempertajamnya,
sehingga
mengakibatkan terjadinya kebekuan berpikir dan tidak munculnya kesadaran kritis pada murid".19 Murid hanya mendengarkan, mencatat, menghapal dan
16
Hadi Suyono, Social Intelligence (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 198. Ibid., 123. 18 Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis, ix. 19 Ibid., 87. 17
7
mengulangi ungkapan-ungkapan yang disampaikan oleh guru, tanpa menyadari dan memahami arti dan makna yang sesungguhnya. Inilah yang disebut Freire sebagai kebudayaan bisu (the culture of silence). Kesadaran kritis menjadi titik tolak pemikiran pembebasan Freire. Tanpa kesadaran kritis rakyat bahwa mereka sedang ditindas oleh kekuasaan, tak mungkin pembebasan itu dapat dilakukan. Karena itu, konsep pendidikan Freire ditujukan untuk membuka kesadaran kritis rakyat itu melalui pemberantasan buta huruf dan pendampingan langsung dikalangan rakyat tertindas.20 Upaya membuka kesadaran kritis rakyat itu, dimata kekuasaan rupanya lebih dipandang sebagai suatu "gerakan politik" ketimbang suatu gerakan yang mencerdaskan rakyat. Karena itu, pada tahun 1964 Freire diusir oleh pemerintah untuk meninggalkan Brazil. Pendidikan pembebasan, menurut Freire adalah pendidikan yang membawa masyarakat dari kondisi "masyarakat kerucut" (submerged society) kepada masyarakat terbuka (open society).21 Freire mengklarifikasikan kesadaran dalam tiga hal. Pertama, kesadaran magis ( magical conciousness ) yaitu kesadaran yang tidak mampu melihat kaitan antara satu faktor dengan yang lainnya, dalam hal ini melihat faktor di luar manusia. Kedua, kesadaran naif ( naival consciousness ) yaitu manusia menjadi akar penyebab masalah masyarakat. Ketiga, kesadaran kritis ( critical conciousness ) yaitu sistem dan struktur sebagai sumber masalah.22
20
Ira Shor & Paulo Freire, Menjadi Guru Merdeka, 234. Ibid., 253. 22 William F. O’Neil, Ideologi-Ideologi Pendidikan, xvi. 21
8
Kritis penyadaran struktur dan sistem politik, sosial, ekonomi, budaya pada masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa kritisme sangatlah penting di dalam pelembagaan penyadaran masyarakat. Sebuah kenyataan tidak harus menjadi suatu keharusan. Jika kenyataan menyimpang dari keharusan, maka tugas manusia untuk merubahnya, agar sesuai dengan apa yang seharusnya. Kenyataan tersebut sering disebut dengan fitrah.23 Fitrah manusia sejati adalah pelaku (subyek), bukan obyek atau penderita. Fitrah manusia adalah menjadi merdeka dan menjadi bebas. Kesemuanya itu sering disebut dengan tujuan humanisasi Freire. Pengetahuan bukan barang yang harus kita miliki. Pengetahuan adalah sebuah fungsi. Ia adalah cahaya yang menerangi ruang kesadaran batin kita. Seperti umumnya cahaya yang berpendar-pendar di tengah ruang gelap, kita hanya bisa bergerak secara baik dalam jengkal-jengkal ruang yang dibingkai cahaya.24 Sebagai sebuah fungsi kita harus mempelajari semua pengetahuan yang membantu kita berubah menjadi lebih baik. Belajar adalah proses menggunakan pengetahuan sebagai penuntun perjalanan mendekati kesempurnaan secara konstan. Belajar adalah proses menjadi secara konstan. Karena “menjadi” merupakan proses yang tidak pernah berakhir, maka belajar adalah satu-satunya proses kehidupan yang tidak pernah selesai.25
23
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), 37. 24 Ira Shor & Paulo Freire, Menjadi Guru Merdeka, 21. 25 Yusran Pora, Selamat Tinggal Sekolah (Yogyakarta: Media Pressindo, 2007), 91.
9
Tantangan kehidupan seiring dengan perkembangan peradaban dan kompleksitas kehidupan, kita harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang sangat cepat dan persaingan kehidupan ekonomi yang sangat ketat. “Kemampuan Super” untuk beradaptasi ini harus menjadi prioritas utama untuk mengajar dan mendidik anak-anak kita. Oleh karenanya diperlukan suatu cara : Belajar bagaimana cara Belajar, Belajar bagaimana cara Berpikir.26 Sebagai salah satu sekolah alternatif, Sekolah Alam mempunyai prinsip bahwa semua proses belajar harus berlangsung dalam suasana
yang fun
learning. Belajar di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana itu, tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan begitu akan tumbuh kesadaran pada anak-anak bahwa belajar itu asyik dan sekolah pun menjadi identik dengan kegembiraan bukan penindasan.27 Di Sekolah Alam (SA), kehidupan dihadirkan dalam sebuah tata ruang dengan lansekap yang ditata sedemikian rupa agar tetap natural dan tampak riil. Dengan menggunakan konsep fun learning, Sekolah Alam (SA) telah mengubah sekolah menjadi sebuah miniatur kehidupan yang bukan saja natural dan riil, tapi juga indah dan nyaman. Proses belajar mengajar berubah menjadi aktivitas kehidupan riil yang dihayati dengan penuh kegembiraan. Itu membantu anakanak menikmati masa-masa awal pertumbuhan, dan membangun imaji-imaji positif tentang kehidupan dan bumi yang mereka huni.28
26
Adi Gunawan, Genius Learning strategy (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006),
27
Komunitas SA, Menemukan Sekolah Yang Membebaskan, x. Ibid., xii.
139. 28
10
Freire, juga menyebutkan pendidikan seharusnya berorientasi kepada pengenalan realitas dari manusia dan dirinya. Hal itu berarti bahwa pendidikan bukan hanya sebagai ajang transfer of knowledge akan tetapi bagaimana ilmu pengetahuan dijadikan sarana untuk mendidik manusia agar mampu membaca realitas sosial. Hal ini juga didukung oleh Lodge yang menyatakan life is education, education is life.29 Dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, hal ini menjadi masalah yang harus diteliti dan diungkap secepatnya. Kaitan antara Sekolah Alam (SA) dan kecakapan sosial (Social Skill) menurut pendidikan Islam sangat penting untuk diteliti dan dikembangkan. Sehingga dapat memperoleh hasil yang benar dari pembahasan tersebut. Penelitian ini diberi judul: " KECAKAPAN SOSIAL (SOCIAL SKILL) DI SEKOLAH ALAM (SA) DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM "
B.
Rumusan Masalah 1.
Bagaimana Tujuan di Sekolah Alam (SA) dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) Perspektif Pendidikan Islam?
2.
Bagaimana Materi di Sekolah Alam (SA) dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) Perspektif Pendidikan Islam?
29
Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis, 55.
11
3.
Bagaimana Kegiatan di Sekolah Alam (SA) dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) Perspektif Pendidikan Islam?
4.
Bagaimana Teknik Penilaian di Sekolah Alam (SA) dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) Perspektif Pendidikan Islam?
C.
Tujuan Kajian 1.
Untuk mengetahui Materi di Sekolah Alam (SA) dalam konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) Perspektif Pendidikan Islam.
2.
Untuk mengetahui Tujuan di Sekolah Alam (SA) dalam konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) perspektif Pendidikan Islam.
3.
Untuk mengetahui Kegiatan di Sekolah Alam (SA) dalam konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) perspektif Pendidikan Islam.
4.
Untuk mengetahui Teknik Penilaian di Sekolah Alam (SA) dalam konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) perspektif Pendidikan Islam.
D.
Manfaat Kajian 1.
Manfaat Teoritis Tujuan sebagai hal yang paling urgen dalam sebuah riset maka penentuan tujuan ini sebisa mungkin mampu mempresentasikan kepentingankepentingan yang ingin dicapai dalam riset. Maka secara garis besar, tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
12
a. Untuk mengkritisi kembali asumsi-asumsi normatif filosofis, asumsi yang mendasari teori-teori Pendidikan secara grounded dan praktik dalam membentuk karakter dan tujuan pendidikan mainstream yang merupakan derivasi Paradigma Pendidikan. Secara spesifik pada implikasi Sekolah Alam (SA) dalam kecakapan sosial peserta didik. b. Untuk membuka diskursus alternatif dalam pengembangan ilmu Pendidikan Islam. Yaitu dengan melakukan telaah paradigma Sekolah Alam (SA) sebagai sebuah sekolah yang sangat kontroversial dengan sekolah konvensional. c. Sebagai upaya partisipasi dalam mozaik pengembangan khazanah keilmuan Pendidikan Islam. Juga sebagai support potensi untuk membuka kemungkinan penerapan pendidikan berbasis Alam. 2.
Manfaat Praktis Manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini, secara garis besar adalah sebagai berikut : a. Bagi penulis, penelitian amat diharapkan sebagai stimulator untuk memperluas
energi
intelektual,
eskalasi
wawasan,
khazanah,
magnitude berpikir sebagai sebuah dinamika intelektual, serta memperdalam pemahaman terhadap diskursus dan perkembangan ilmu Pendidikan Islam. b. Bagi pihak relevan dengan penelitian ini maka penelitian ini dapat dijadikan sebuah referensi, sebuah refleksi, ataupun sebagai bahan
13
perbandingan (comparative) kajian yang dapat digunakan untuk bahan kajian
lebih
lanjut
dalam
pengembangan
Pendidikan
Islam
kontemporer.
E.
Metode Kajian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Skripsi ini merupakan studi literer, seperti telah diketahui merupakan penelitian perpustakaan, oleh karena sebagian mengistilahkan dengan Library Research/ studi perpustakaan, yakni suatu penelitian yang berupaya mengkaji secara mendalam permasalahan yang terdapat di dalam buku-buku yang menunjang diperpustakaan. Dengan pengkajian dan penelaahan pustaka diharapkan dapat menemukan jawaban atas masalah yang ditentukan. Data-data yang di peroleh dari buku yang telah ada kemudian di analisis agar mendapatkan koneksi yang tepat. 2.
Sumber Data a. Sumber Data Primer Penelitian ini menggunakan sumber data primer yang terdiri dari buku-buku, essay, catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya. yang terkait dengan pendidikan Islam, kecakapan sosial (social skill), dan Sekolah Alam (SA).
14
b.
Sumber Data Sekunder Penelitian ini menggunakan pula dengan buku-buku, essay, catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya sebagai pendukung sekunder, yang bisa membantu dalam memecahkan penelitian ini.
3.
Teknik Pengumpulan Data Dalam skripsi ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data Dokumentasi Kepustakaan yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.30 Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang check-list untuk mencatat variabel yang sudah ditentukan. Apabila terdapat atau muncul variabel yang dicari, maka peneliti tinggal membubuhkan tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel, peneliti dapat menggunakan kalimat bebas.
4.
Analisis Data Dalam menganalisa data, penulis menggunakan analisa kualitatif berupa content analysis (analisa isi teks) atau deskripsi analisis yaitu
30
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Yogyakarta: Rineka Cipta, 1992), 200.
15
mengumpulkan dan menyusun data-data kemudian menganalisanya dengan menggunakan pola pikir: a. Deduktif : Cara berpikir yang menggunakan analisa yang berpijak pada pengertian-pengertian/fakta-fakta umum kemudian diteliti yang hasilnya dapat memecahkan masalah-masalah yang khusus. b. Induktif : Cara berpikir dengan berpijak pada pengertianpengertian/fakta-fakta khusus yang diteliti yang kemudian hasilnya dapat memecahkan masalah-masalah yang umum. Induktif di gunakan dalam perumusan pengertian dan kesimpulan.31
F.
Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah pembahasan agar dapat ditelaah dan dicerna secara runtut maka diperlukan sebuah sistematika pembahasan. Sistematika ini menguraikan secara garis besar apa yang termaktub dalam pembahasan setiap Bab, namun hal itu lebih pada kata kunci (key word) dalam menguraikan setiap Bab. Sistematika pembahasan dirancang untuk diuraikan dengan sistematika sebagai berikut: Bab satu, lebih banyak menguraikan penekanan pada awal studi ini. Sebagaimana penggambaran awal, maka Bab ini memberikan deskripsi dan ilustrasi menyangkut dasar pemikiran dan latar belakang penulisan, kemudian asumsi-asumsi 31
penelitian
yang
digunakan,
pokok
permasalahan
Winarno Surahmad, “Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar”, (Bandung: Tarsito, 1985), 135-140.
dan
16
pembahasannya, tujuan penelitian dan manfaatnya, dan terakhir sistematika pembahasan penelitian. Bab dua, pembahasan ini lebih ditekankan pada penggambaran konsep pendidikan Islam dan konsep kecakapan sosial (social skill) dalam pandangan pendidikan Islam. Di dalamnya mencakup pengertian pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, materi dalam pendidikan Islam, kegiatan dalam pendidikan Islam, teknik penilaian dalam pendidikan Islam. Bab tiga, berisi konsep kecakapan sosial (social skill) di Sekolah Alam (SA). Di dalamnya mencakup tujuan yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, kegiatan-kegiatan pembelajaran, serta teknik penilaian di dalam Sekolah Alam (SA) dalam pengembangan kecakapan sosial (social skill). Bab empat, berisi analisis konsep kecakapan sosial (social skill) di Sekolah Alam (SA) dalam perspektif pendidikan Islam. Mencakup analisa atas tujuan
yang
ingin
dicapai,
pembelajaran,
serta
teknik
materi
yang
penilaian
di
diajarkan, Sekolah
kegiatan-kegiatan
Alam
(SA)
dalam
pengembangan kecakapan sosial (social skill) dengan pisau analisa pendidikan Islam . Bab lima, berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan atas analisa dari “Kecakapan Sosial (Social Skill) di Sekolah Alam (SA) dalam Perspektif Pendidikan Islam” dan saran.
17
BAB II KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DAN KECAKAPAN SOSIAL (SOCIAL SKILL)
A.
Konsep Pendidikan Islam 1.
Pengertian Pendidikan Islam Menurut
Zuhairini,
dalam
bukunya
yang
berjudul
Sejarah
Pendidikan Islam, pendidikan Islam adalah proses warisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedomankan ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-qur’an dan terjabar dalam sunnah Rasul.32 Hal ini tercantum dalam surat Al-A’raaf ayat 158 sebagaimana berikut: ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# Ûù=ãΒ …çµs9 “Ï%©!$# $èŠÏΗsd öΝà6ö‹s9Î) «!$# ãΑθß™u‘ ’ÎoΤÎ) ÚZ$¨Ζ9$# $y㕃r'‾≈tƒ ö≅è% Çc’ÍhΓW{$# ÄcÉ<¨Ψ9$# Ï&Î!θß™u‘uρ «!$$Î/ (#θãΨÏΒ$t↔sù ( àM‹Ïϑãƒuρ Ç‘ósムuθèδ āωÎ) tµ≈s9Î) Iω ( ÇÚö‘F{$#uρ ∩⊇∈∇∪ šχρ߉tGôγs? öΝà6‾=yès9 çνθãèÎ7¨?$#uρ ϵÏG≈yϑÎ=Ÿ2uρ «!$$Î/ Ú∅ÏΒ÷σム”Ï%©!$# “Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".33
32 33
Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), 13. Al-Qur’an:7:158.
18
Menurut Abuddin Nata dalam bukunya yang berjudul Metodologi Studi Islam, pendidikan Islam adalah upaya membimbing, mengarahkan dan membina peserta didik yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Tujuan ini secara hierarkis bersifat ideal bahkan universal. Tujuan tersebut dapat dijabarkan pada tingkat yang lebih rendah lagi, menjadi tujuan yang bercorak nasional, institusional, terminal, klasikan, per bidang studi, per pokok ajaran, sampai dengan setiap kali melaksanakan kegiatan belajar mengajar.34 Sebagaimana firman Allah SWT, dalam Q.S. AlBaqarah ayat 30; tΒ $pκÏù ã≅yèøgrBr& (#þθä9$s% ( Zπx‹Î=yz ÇÚö‘F{$# ’Îû ×≅Ïã%y` ’ÎoΤÎ) Ïπs3Í×‾≈n=yϑù=Ï9 š•/u‘ tΑ$s% øŒÎ)uρ $tΒ ãΝn=ôãr& þ’ÎoΤÎ) tΑ$s% ( y7s9 â¨Ïd‰s)çΡuρ x8ωôϑpt¿2 ßxÎm7|¡çΡ ßøtwΥuρ u!$tΒÏe$!$# à7Ïó¡o„uρ $pκÏù ߉šøム∩⊂⊃∪ tβθßϑn=÷ès? Ÿω “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: 35 "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Menurut H.M. Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena
34 35
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), 292. Al-Qur’an:2:30.
19
Islam mempedomani seluruh aspek kebutuhan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi.36 Hal ini termaktub dalam surat Al-Qashash ayat 77 sebagaimana berikut: ....$u‹÷Ρ‘‰9$# š∅ÏΒ y7t7ŠÅÁtΡ š[Ψs? Ÿωuρ ( nοtÅzFψ$# u‘#¤$!$# ª!$# š9t?#u !$yϑ‹Ïù Æ$tGö/$#uρ “Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu dan kamu tidak boleh melupakan urusan duniawi.”37
2.
Tujuan Pendidikan Islam Menurut Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam terkandung dalam setiap pengalaman belajar, tidak ditentukan dari luar. Tujuan Pendidikan Islam adalah pertumbuhan. Tujuan pendidikan Islam adalah tidak terbatas.
38
Tujuan
pendidikan Islam sama dengan tujuan hidup. Sistem pendidikan Islam mampu menguasai ruang kultural, teologis, dan filosofis manusia secara keseluruhan. Yaitu sistem pendidikan Islam yang berwawasan ulul albab. Menurut Al-Syaibani dalam buku karya Ahmad Tafsir yang berjudul Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam bahwa tujuan pendidikan Islam menjadi tiga, yaitu sebagai berikut: 39
36
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 10. Al-Qur’an:28:77. 38 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 28. 39 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan, 49. 37
20
a.
Tujuan yang berkaitan dindividu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuankemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
b.
Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
c.
Tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
3.
Materi Dalam Pendidikan Islam Salah
satu
komponen operasional pendidikan
Islam adalah
kurikulum, ia mengandung materi yang diajarkan secara sistematis dengan tujuan yang telah ditetapkan. Materi-materi yang diuraikan dalam Alqur’an menjadi bahan-bahan pokok pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan Islam, formal maupun non formal.40 Kategori materi pendidikan Islam menurut Arifin adalah:41 a.
Ilmu pengetahuan dasar yang essensial adalah ilmu-ilmu yang membahas Al-qur’an dan hadits.
b.
Ilmu-ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Ilmu ini memasukkan ilmu-ilmu: 40 41
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 135. Ibid., 141.
21
antropologi, pedagogik, psikologi, sosiologi, sejarah, ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya. Oleh Al-Faruqi digolongkan ke dalam ilmu tentang umat atau menurut kategori Al-qur’an biasa disebut al-ulum al-insaniah (ilmu-ilmu tentang manusia). c.
Ilmu-ilmu pengetahuan tentang alam atau disebut al-ulum al-kauniah (ilmu pengetahuan alam) yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu biologi, botani, fisika dan astronomi.
4.
Kegiatan Dalam Pendidikan Islam Isi Pendidikan Islam tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum. Kegiatan Pendidikan Islam lebih berorientasi pada kegiatan pendidik sehingga pendidik mempunyai peranan yang sentral dan menentukan.
Kegiatan
pendidikan
terjadwal,
tertentu
waktu
dan
tempatnya. Pendidik harus membimbing peserta didik dalam mencari kebenaran sesuai dengan ajaran Islam yang menggunakan Al-Qur’an dan Hadits sehingga dasar/parameter di dalam proses pendidikan.42 Kegiatan dalam Pendidikan Islam, terentang dari bentuk-bentuk yang misterius atau tak disengaja sampai dengan terprogram. Pendidikan Islam berbentuk segala macam pengalaman belajar dalam hidup manusia. Pendidikan Islam berlangsung dalam beraneka ragam bentuk, pola, dan lembaga. Pendidikan Islam dapat terjadi sembarang, kapan, dan 42 Redjo Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan :Sebuah Studi Awal Tentang DasarDasar Pendidikan Pada Umumnya Dan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), 167.
22
dimanapun dalam hidup. Pendidikan Islam lebih berorientasi pada peserta didik. Prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologi dalam memperlancar proses kependidikan Islam:43 Prinsip memberikan suasana kegembiraan44
1.
Firman Allah: 3“y‰ßγø9$# zÏiΒ ;M≈oΨÉit/uρ Ĩ$¨Ψ=Ïj9 ”W‰èδ ãβ#uöà)ø9$# ϵŠÏù tΑÌ“Ρé& ü“Ï%©!$# tβ$ŸÒtΒu‘ ãöκy− 9xy™ 4’n?tã ÷ρr& $³ÒƒÍ÷s∆ tβ$Ÿ2 tΒuρ ( çµôϑÝÁuŠù=sù töꤶ9$# ãΝä3ΨÏΒ y‰Íκy− yϑsù 4 Èβ$s%öàø9$#uρ (#θè=Ïϑò6çGÏ9uρ uô£ãèø9$# ãΝà6Î/ ߉ƒÌムŸωuρ tó¡ãŠø9$# ãΝà6Î/ ª!$# ߉ƒÌム3 tyzé& BΘ$−ƒr& ôÏiΒ ×Ïèsù ∩⊇∇∈∪ šχρãä3ô±n@ öΝà6‾=yès9uρ öΝä31y‰yδ $tΒ 4†n?tã ©!$# (#ρçÉi9x6çGÏ9uρ nÏèø9$# “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”45
Dan berbagai firman Allah yang menyuruh para pendidik untuk memberikan kegembiraan kepada orang-orang yang beriman, orang yang sabar, orang-orang yang berbuat kebaikan dan sebagainya.
43
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 145. Ibid., 145-146. 45 Al-Qur’an:2:185. 44
23
Seperti firman-firman-Nya. $yγÏFøtrB ÏΒ “ÌøgrB ;M≈¨Ψy_ öΝçλm; ¨βr& ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# (#θè=Ïϑtãuρ (#θãΨtΒ#u šÏ%©!$# ÎÅe³o0uρ ( ã≅ö6s% ÏΒ $oΨø%Η①“Ï%©!$# #x‹≈yδ (#θä9$s% $]%ø—Íh‘ ;οtyϑrO ÏΒ $pκ÷]ÏΒ (#θè%Η①$yϑ‾=à2 ( ã≈yγ÷ΡF{$# ∩⊄∈∪ šχρà$Î#≈yz $yγŠÏù öΝèδuρ ( ×οt£γsÜ•Β Ól≡uρø—r& !$yγŠÏù óΟßγs9uρ ( $YγÎ7≈t±tFãΒ ÏµÎ/ (#θè?é&uρ “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya.”46
Dan perintah Allah agar kita menggembirakan orang-orang yang bersabar dalam situasi kehidupan yang serba sulit sebagai suatu ujian yang dicobakan kepada manusia, seperti yang tersebut dalam Surah Al-Baqarah ayat 155 (dan berilah mereka yang bersabar berita gembira) serta firman yang berkaitan dengan orang-orang yang memberikan korban ternakternaknya karena Allah semata, dengan perintah (dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik). Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut47
2.
Firman Allah: y7Ï9öθym ôÏΒ (#θ‘ÒxΡ]ω É=ù=s)ø9$# xá‹Î=xî $ˆàsù |MΨä. öθs9uρ ( öΝßγs9 |MΖÏ9 «!$# zÏiΒ 7πyϑômu‘ $yϑÎ6sù ¨βÎ) 4 «!$# ’n?tã ö≅©.uθtGsù |MøΒz•tã #sŒÎ*sù ( Í÷ö∆F{$# ’Îû öΝèδö‘Íρ$x©uρ öΝçλm; öÏøótGó™$#uρ öΝåκ÷]tã ß#ôã$$sù ( ∩⊇∈∪ t,Î#Ïj.uθtGßϑø9$# =Ïtä† ©!$# “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka 46 47
Al-Qur’an:2:25. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 146.
24
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”48
Prinsip kebermaknaan bagi anak didik49
3.
Firman Allah: zΟù=Ïèø9$# (#θè?ρé& tÏ%©#Ï9 (#θä9$s% x8ωΨÏã ôÏΒ (#θã_tyz #sŒÎ) #¨Lym y7ø‹s9Î) ßìÏϑtGó¡o„ ¨Β Νåκ÷]ÏΒuρ ∩⊇∉∪ óΟèδu!#uθ÷δr& (#þθãèt7¨?$#uρ öΝÍκÍ5θè=è% 4’n?tã ª!$# yìt6sÛ tÏ%©!$# y7Í×‾≈s9'ρé& 4 $¸ÏΡ#u tΑ$s% #sŒ$tΒ “Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang Berkata kepada orang yang Telah diberi ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): "Apakah yang dikatakannya tadi?" mereka Itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka.”50
Prinsip prasyarat51
4.
Untuk menarik minat manusia didik diperlukan mukadimah dalam langkah-langkah mengajar bahan-bahan pelajaran yang dapat memadukan perhatian dan minat mereka kea rah abhan tersebut. Pengalaman dan pelajaran yang telah diserap menjadi apersepsi daalm pikiran mereka dihubungkan dengan hal-hal baru yang hendak disajikan, merupakan jembatan
yang
menghubungkan
pengertian-pengertian
yang
telah
terbentuk dalam pikiran mereka sehingga akan mempermudah daya tangkap terhadap hal-hal baru yang diajarkan oleh pendidik.
48
Al-Qur’an:3:159. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 147. 50 Al-Qur’an:47:16. 51 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 147-148. 49
25
Firman-firman Allah yang termaktub dalam ayat-ayat Al-Qur’an banyak kita temukan metode (cara) Allah memberikan prasyarat kepada manusia yang menjadi khitab-Nya seperti berikut: a.
QS. Al-Baqarah ayat 1-2. ∩⊄∪ zŠÉ)−Fßϑù=Ïj9 “W‰èδ ¡ ϵ‹Ïù ¡ |=÷ƒu‘ Ÿω Ü=≈tGÅ6ø9$# y7Ï9≡sŒ ∩⊇∪ $Ο!9# “Alif laam mim, kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”52
b.
QS. Al-Mariyam ayat 1-2 ∩⊄∪ !$−ƒÌŸ2y— …çνy‰ö7tã y7În/u‘ ÏMuΗ÷qu‘ ãø.ÏŒ ∩⊇∪ üÈÿè‹γ!2
“Kaaf Haa Yaa 'Ain Shaad, (yang dibacakan Ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria”53
c.
QS. Qaaf ayat 1 ∩⊇∪ ω‹Éfyϑø9$# Éβ#uöà)ø9$#uρ 4 úX “Qaaf, demi Al Quran yang sangat mulia.”54
d.
QS. Huud ayat 1 ∩⊇∪ AÎ7yz AΟŠÅ3ym ÷βà$©! ÏΒ ôMn=Å_Áèù §ΝèO …çµçG≈tƒ#u ôMyϑÅ3ômé& ë=≈tGÏ. 4 !9# “Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu.”55
52
Al-Qur’an:2:1. Al-Qur’an:19:1-2. 54 Al-Qur’an:50:1. 55 Al-Qur’an:11:1. 53
26
e.
QS. Al-Qalam: 1 ∩⊇∪ tβρãäÜó¡o„ $tΒuρ ÉΟn=s)ø9$#uρ 4 úχ “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis.”56
f.
QS. Al-A’raaf: 1-2 3“tø.ÏŒuρ ϵÎ/ u‘É‹ΖçFÏ9 çµ÷ΖÏiΒ Óltym x8Í‘ô‰|¹ ’Îû ä3tƒ Ÿξsù y7ø‹s9Î) tΑÌ“Ρé& ë=≈tGÏ. ∩⊇∪ üÈýϑ!9# ∩⊄∪ šÏΨÏΒ÷σßϑù=Ï9 “Alif laam mim shaad, ini adalah sebuah Kitab yang diturunkan kepadamu, Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan Kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.”57
Prinsip Komunikasi Terbuka58
5.
Pendidik mendorong manusia didik untuk membuka diri terhadap segala hal atau bahan-bahan pelajaran yang disajikan mereka, sehingga mereka dapat menyerapnya menjadi bahan apersepsi dalam pikirannya. Dalam kitab suci Al-Qur’an terdapat banyak firman Allah yang mendorong manusia untuk membuka hati dan pikirannya, perasaan, pendengaran, dan penglihatannya untuk menyerap pesan-pesan yang difirmankan Allah kepada mereka, sehingga apa yang mereka serap sebagai pesan-pesan itu akan diminta pertanggungjawaban di hadapanNya.
56
Al-Qur’an:68:1. Al-Qur’an:7:1-2. 58 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 148-149. 57
27
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an berikut ini. $pκÍ5 šχθßγs)øtƒ āω Ò>θè=è% öΝçλm; ( ħΡM}$#uρ ÇdÅgø:$# š∅ÏiΒ #ZÏWŸ2 zΟ¨ΨyγyfÏ9 $tΡù&u‘sŒ ô‰s)s9uρ öΝèδ ö≅t/ ÉΟ≈yè÷ΡF{$%x. y7Í×‾≈s9'ρé& 4 !$pκÍ5 tβθãèuΚó¡o„ āω ×β#sŒ#u öΝçλm;uρ $pκÍ5 tβρçÅÇö7ムāω ×ãôãr& öΝçλm;uρ ∩⊇∠∪ šχθè=Ï≈tóø9$# ãΝèδ y7Í×‾≈s9'ρé& 4 ‘≅|Êr& “Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”59
tβ%x. y7Í×‾≈s9'ρé& ‘≅ä. yŠ#xσàø9$#uρ u|Çt7ø9$#uρ yìôϑ¡¡9$# ¨βÎ) 4 íΟù=Ïæ ϵÎ/ y7s9 }§øŠs9 $tΒ ß#ø)s? Ÿωuρ ∩⊂∉∪ Zωθä↔ó¡tΒ çµ÷Ψtã “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”60
Prinsip pemberian pengetahuan yang baru61
6.
Minat dan perhatian anak didik harus diarahkan kepada bahan-bahan pengetahuan yang baru bagi mereka. Dalam ajaran Islam terdapat prinsip pembaruan dalam belajar, baik tentang fenomena-fenomena alamiah maupun fenomena yang terdapat dalam diri mereka sendiri. Seperti studi tentang alam sekitar yang mengandung ilmu-ilmu baru.
59
Al-Qur’an:7:179. Al-Qur’an:17:36. 61 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 149-150. 60
28
Firman-firman Allah seperti berikut ini benar-benar membangkitkan perhatian dan minat mereka mempelajari hal-hal atau unsur-unsur baru dalam alam sekitar . Sebagai berikut: ’Îû “ÌøgrB ÉL©9$# Å7ù=àø9$#uρ Í‘$yγ¨Ψ9$#uρ È≅øŠ©9$# É#≈n=ÏG÷z$#uρ ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# È,ù=yz ’Îû ¨βÎ) uÚö‘F{$# ϵÎ/ $uŠômr'sù &!$¨Β ÏΒ Ï!$yϑ¡¡9$# zÏΒ ª!$# tΑt“Ρr& !$tΒuρ }¨$¨Ζ9$# ßìxΖtƒ $yϑÎ/ Ìóst7ø9$# t÷t/ ̤‚|¡ßϑø9$# É>$ys¡¡9$#uρ Ëx≈tƒÌh9$# É#ƒÎóÇs?uρ 7π−/!#yŠ Èe≅à2 ÏΒ $pκÏù £]t/uρ $pκÌEöθtΒ y‰÷èt/ ∩⊇∉⊆∪ tβθè=É)÷ètƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ ÇÚö‘F{$#uρ Ï!$yϑ¡¡9$# “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”62
É#õ3tƒ öΝs9uρr& 3 ‘,ptø:$# çµ‾Ρr& öΝßγs9 t¨t7oKtƒ 4®Lym öΝÍκŦàΡr& þ’Îûuρ É−$sùFψ$# ’Îû $uΖÏF≈tƒ#u óΟÎγƒÎã∴y™ ∩∈⊂∪ Íκy− &óx« Èe≅ä. 4’n?tã …çµ‾Ρr& y7În/tÎ/ “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”63
Prinsip pemberian model perilaku yang baik64
7.
Anak didik dapat memperoleh contoh bagi perilakunya melalui pengamatan dan peniruan yang tepat guna dalam proses belajar mengajar, misalnya seperti firman Allah:
62
Al-Qur’an:2:164. Al-Qur’an:41:53. 64 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 150-151. 63
29
tÅzFψ$# tΠöθu‹ø9$#uρ ©!$# (#θã_ötƒ tβ%x. yϑÏj9 ×πuΖ|¡ym îοuθó™é& «!$# ÉΑθß™u‘ ’Îû öΝä3s9 tβ%x. ô‰s)©9 ∩⊄⊇∪ #ZÏVx. ©!$# tx.sŒuρ “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”65
(#äτℜutç/ $‾ΡÎ) öΝÍηÏΒöθs)Ï9 (#θä9$s% øŒÎ) ÿ…çµyètΒ tÏ%©!$#uρ zΟŠÏδ≡tö/Î) þ’Îû ×πuΖ|¡ym îοuθó™é& öΝä3s9 ôMtΡ%x. ô‰s% äοuρ≡y‰yèø9$# ãΝä3uΖ÷t/uρ $uΖoΨ÷t/ #y‰t/uρ ö/ä3Î/ $tΡöxx. «!$# Èβρߊ ÏΒ tβρ߉ç7÷ès? $£ϑÏΒuρ öΝä3ΖÏΒ y7s9 ¨βtÏøótGó™V{ ϵ‹Î/L{ tΛÏδ≡tö/Î) tΑöθs% āωÎ) ÿ…çνy‰ômuρ «!$$Î/ (#θãΖÏΒ÷σè? 4®Lym #´‰t/r& â!$ŸÒøót7ø9$#uρ çÅÁyϑø9$# y7ø‹s9Î)uρ $oΨö;tΡr& y7ø‹s9Î)uρ $uΖù=©.uθs? y7ø‹n=tã $uΖ−/§‘ ( &óx« ÏΒ «!$# zÏΒ y7s9 à7Î=øΒr& !$tΒuρ “Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya Aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): Ya Tuhan kami Hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan Hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan Hanya kepada Engkaulah kami kembali.”66
Prinsip praktik (Pengamatan) secara aktif67
8.
Mendorong anak didik untuk mengamalkan segala pengetahuan yang telah diperoleh dalam proses belajar mengajar, atau pengamalan dari keyakinan dan sikap yang mereka hayati dan pahami. Sehingga nilai-nilai yang ditransformasikan dan diinternalisasikan ke dalam diri manusia didik menghasilkan buah yang bermanfaat bagi diri dan masyarakat sekitar.
65
Al-Qur’an:33:21. Al-Qur’an:60:4. 67 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 151-152. 66
30
Firman Allah yang menunjukkan pentingnya mengamalkan pelajaran yang telah mereka pahami dan hayati ialah seperti ayat-ayat Al-Qur’an sebagai berikut: βr& «!$# y‰ΨÏã $ºFø)tΒ uã9Ÿ2 ∩⊄∪ tβθè=yèøs? Ÿω $tΒ šχθä9θà)s? zΝÏ9 (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ ∩⊂∪ šχθè=yèøs? Ÿω $tΒ (#θä9θà)s? “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”68
Prinsip-prinsip lainnya69
9.
Prinsip-prinsip lainnya yaitu prinsip kasih sayang dan prinsip bimbingan dan penyuluhan terhadap manusia didik. Firman Allah dapat dijadikan landasan adalah: ∩⊇⊃∠∪ šÏϑn=≈yèù=Ïj9 ZπtΗôqy‘ āωÎ) š≈oΨù=y™ö‘r& !$tΒuρ “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”70
… ( ÏπuΖ|¡ptø:$# ÏπsàÏãöθyϑø9$#uρ Ïπyϑõ3Ïtø:$$Î/ y7În/u‘ È≅‹Î6y™ 4’n<Î) äí÷Š$# “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.”71
68
Al-Qur’an:61:2-3. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 152. 70 Al-Qur’an:21:107. 71 Al-Qur’an:16:125. 69
31
5.
Teknik Penilaian Dalam Pendidikan Islam Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritual-religius, karena manusia bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religius, melainkan juga berilmu dan berketrampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya.72 Sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besar meliputi empat kemampuan dasar peserta didik, yaitu:73 a.
Sikap dan pengamalan pribadinya, hubungannya dengan Tuhan;
b.
Sikap dan pengamalan dirinya, hubungannya dengan masyarakat;
c.
Sikap dan pengamalan kehidupannya, hubungannya dengan alam sekitar;
d.
Sikap dan pandangannya dengan dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakatnya, serta selaku khalifah di muka bumi.
Pemaparan Pendidikan Islam dalam skripsi ini, oleh penulis akan digunakan sebagai pisau analisis dengan menggunakan satu ideologi Filsafat Pendidikan Islam (FPI) yang sesuai konsep Sekolah Alam (SA) yaitu Rekonstruksi Sosial. 72 73
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, 162. Ibid., 162.
32
Landasan teoritis dari Rekonstruksi Sosial :74
Secara epistemologik, sejarah budaya manusia membuktikan bahwa kreatifitas akal budi manusia telah memperbesar jarak manusia dengan makhluk lainnya. Tuntutan kualitas kehidupan manusia berkembang eksponensial dan menjadi lebih global. Sehingga Rekonstruksi Sosial berkelanjutan atau post paradigmatic perlu dijadikan Filsafat Ilmu Pendidikan Islam.
Secara metafisika bahwa budaya bangsa Indonesia adalah pluralistik, tetapi bertekad untuk bersatu.
Secara aksiologik perlu diakui adanya keragaman kata nilai antar agama dan mungkin juga antar etnik. Dalam kehidupan nasional dan juga global. Overlapping Concesus tata nilai perlu didikan.
B.
Kecakapan Sosial (Social Skill) dalam Pandangan Pendidikan Islam Manusia dalam pandangan Islam, merupakan perkaitan antara badan dan ruh, yang masing-masing merupakan substansi yang berdiri sendiri, yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Selanjutnya agar kedua unsur tersebut (jasmaniah dan ruhaniyah) dapat berfungsi dengan baik dan produktif, maka perlu dibina dan diberikan bimbingan (pendidikan). Dalam hubungan ini pendidikan amat memegang peranan penting.
74
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat (PSAPM), 2003), 60.
33
Manusia
adalah
makhluk
Allah
SWT.
yang
paling
sempurna.
Kesempurnaan manusia dibuktikan dengan keberadaan akal fikiran atau kecerdasan (intelligence) dalam struktur tubuh manusia. Kecerdasan manusia memiliki kompleksitas yang sangat rumit dan canggih yang membedakannya dengan kecerdasan yang dimiki oleh makhluk lain, seperti binatang dan tumbuhan. Dalam diri manusia terdapat beraneka ragam kecerdasan (multiple intelligences) yang hingga kini masih menjadi bahan penelitian yang tiada habisnya bagi para ahli syaraf dan psikologi. Belakangan ditemukan beberapa jenis kecerdasan manusia, selain kecerdasan intelektual (IQ) yang telah lama diteliti orang, yaitu kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ), serta kecerdasan-kecerdasan yang lainnya. Agama Islam adalah agama yang universal, yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi. Benar adanya pendidikan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia akhirat. Selanjutnya dalam kehidupan, manusia sebagai makhluk yang dapat dididik dan mendidik, hal ini dapat dipahami dari firman Allah SWT, Q.S. Al-Baqarah: 31 βÎ) ÏIωàσ‾≈yδ Ï!$yϑó™r'Î/ ’ÎΤθä↔Î6/Ρr& tΑ$s)sù Ïπs3Í×‾≈n=yϑø9$# ’n?tã öΝåκyÎz÷tä §ΝèO $yγ‾=ä. u!$oÿôœF{$# tΠyŠ#u Ν‾=tæuρ ∩⊂⊇∪ tÏ%ω≈|¹ öΝçFΖä.
34
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"75
Secara fitrah, manusia sudah diciptakan untuk selalu mendapatkan pengetahuan melalui dididik maupun ketika mereka mendidik. Dalam hal ini Islam pun telah menjelaskan, bahwa manusia secara fitrah demikian dijelaskan diatas, namun manusia tetap harus menggaali potensi yang ada dalam diri manusia sendiri, seperti dalam Q.S. Al-Hujurat: 13 ¨βÎ) 4 (#þθèùu‘$yètGÏ9 Ÿ≅Í←!$t7s%uρ $\/θãèä© öΝä3≈oΨù=yèy_uρ 4s\Ρé&uρ 9x.sŒ ÏiΒ /ä3≈oΨø)n=yz $‾ΡÎ) â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'‾≈tƒ
∩⊇⊂∪ ×Î7yz îΛÎ=tã ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä39s)ø?r& «!$# y‰ΨÏã ö/ä3tΒtò2r& “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”76
Bahwa dalam pernyataan Allah tersebut menunjukkan potensi dasar yang merupakan bagian integral dari fitrah manusia, seperti pendengaran, penglihatan, akal pikiran sebagai Sumber Daya Manusia (SDM), berbangsa-bangsa dan bersuku-suku sebagai potensi sosial. Semua itu baru bermakna bagi kehidupan manusia
apabila
manusia
mau
mensyukurinya
dalam
artian
mampu
menggunakannya dengan baik, memelihara dan meningkatkan daya gunanya. Individu berasal dari bahasa latin individum yang artinya tidak terbagi, dan padanannya dalam bahasa Arab adalah Al-Fard. Dalam sosiologi istilah individu
75 76
Al-Qur’an:no:31. Al-Qur’an:no:13.
35
berarti manusia perseorangan (seorang diri) yang dibedakan dari orang lain. 77 Manusia sebagai makhluk sosial juga berarti setiap individu tidak mungkin hidup layak tanpa terkait dengan kelompok masyarakat manusia lainnya. Kita tidak dapat membayangkan kehidupan individu tanpa masyarakat dan juga tidak dapat membayangkan kehidupan masyarakat tanpa individu. Itulah sebabnya dalam masyarakat demokratik, masyarakat dan individu saling komplementer. Hal ini dapat diketahui pada:78 a.
Manusia dipengaruhi oleh masyarakat dalam pembentukan pribadinya.
b.
Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan pengaruhnya bisa menimbulkan perubahan besar bagi tatanan masyarakat. Keterikatan individu dengan sosialnya memerlukan adanya sosialisasi.
Menurut Charlote Buhler: “Sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri bagaimana cara hidup dan cara berpikir kelompok, agar supaya ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya ” Individu yang tidak mampu melakukan penyesuaian sering disebut maladjustment, yang dapat menghambat perkembangan pribadinya. Tetapi seperti dikatakan di atas individu tidak hanya dipengaruhi oleh masyarakatnya tetapi juga mempengaruhi proses perubahan masyarakat. Maladjustment, akan dialami
oleh
individu
yang
lemah,
sedangkan
individu
yang
kuat,
ketidaksesuaian masyarakat dengan dirinya justru akan mendorongnya untuk berusaha mengubahnya ke arah yang lebih baik. 77 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 42-43. 78 Ibid., 50.
36
Dari hakekat wujudnya sebagai makhluk individu dan sosial, dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan Islam keberadaan pribadi seseorang adalah:79 1)
Pribadi yang aktivistik karena tanpa aktivitas dalam masyarakat berarti adanya sama dengan tidak ada (wujuduhu ka ‘adamihi), artinya hanya dengan aktivitas, manusia baru diketahui bagaimana pribadinya.
2)
Pribadi yang bertanggung jawab secara luas, baik terhadap dirinya, lingkungannya, maupun pada Tuhan.
3)
Dengan
kesimpulan
diatas
mengimplikasikan
adanya
pandangan
rekonstruksionalisasi (Rekonstruksi Sosial) dalam pendidikan Islam melalui individualisasi80 dan sosialisasi. Maka pendidikan Islam yang bersifat Rekonstruksi Sosial harus di bentuk sedini mungkin, dengan melalui pendidikan di sekolah, rumah dan masyarakat. Di sekolah, diharapkan anak didik mulai di kembangkan kecakapan hidup sebagai langkah awal untuk menjadikan pribadi yang mampu membawa perubahan yang lebih baik dalam tatanan masyarakat. Kecakapan hidup perlu, karena:81 (1)
Ciri-ciri
kecakapan hidup: disiplin, jujur, cerdas, sehat dan bugar,
pekerja keras, ulet, madiri, pandai mencari dan memanfaatkan peluang, 79
Ibid., 52. Proses pengembangan dan perkembangan individu menjadi pribadi disebut Individualisasi, yaitu proses perkembangan seseorang dengan seluruh wujudnya sebagai manusia dengan fitrah dan Sumber Daya Manusianya, sehinggamencapai kualitas tertentu dan mampu bertanggung jawab secara pribadi atas keberadaannya. 81 Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup (Bandung: Alfabeta, 2004), 35. 80
37
mampu bekerjasama dg orang lain, berani mengambil keputusan, berani mengambil resiko, menghargai waktu, kreatif dan penuh inisiatif dsb. (2)
Kecakapan hidup: kecakapan yg diperlukan agar seseorang mampu dan berani menghadapi problema kehidupan dan memecahkannya secara arif dan kreatif.
(3)
Pendidikan relevan, jika hasilnya sesuai dg kebutuhan anak didik setelah lulus. SKEMA LIFE SKILL
KEC AKAPAN HIDUP GEN ERIK
KEC. HIDUP PERS ONAL
KES ADARAN DIRI
KEC AKAPAN BERPIKIR KEC AKAPAN KOMUNIKAS I
KEC. HIDUP SOS IAL
LIFE SKILL
KEC AKAPAN KERJ AS AMA KEC AKAPAN HIDUP S PES IFIK
KEC AKAPAN AKADEMIK
KEC AKAPAN VOKAS IONAL
Aspek Kompetensi/ kecakapan hidup ada beberapa pola, seperti skema 1.1 diatas, dan penulis memilih pola sebagai berikut:82 1.
General Life Skill: a.
Kesadaran diri: (a) Sadar sebagai makhluk Tuhan, (b) Sadar akan potensi diri (fisik dan psikologik), (c) Sadar sebagai makhluk sosial, (d) Sadar sebagai makhluk lingkungan.
82
Ibid, 25.
38
b.
Kecakapan berpikir: (a) Kecakapan menggali informasi, (b) Mengolah informasi, (c) Menyelesaikan masalah secara kreatif dan arif, (d) Mengambil keputusan secara cepat dan tepat.
c.
Kecakapan sosial: (a) Kecakapan berkomunikasi lisan dan tulisan, (b) Kecakapan bekerjasama.
2.
Specific Life Skill: Kecakapan yang terkait dengan pekerjaan yg ada di lingkungan dan ingin ditekuni. Kita akan membedah kecakapan sosial dari beberapa latar belakang.
Kecakapan Sosial (Social Skill) meliputi :83 1.
Empati (Empathy), adalah merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. Empati ada tiga macam: 1)
Empati kognitif; mengetahui emosi atau suasana hati orang lain.
2)
Empati partisipatoris; masuk ke dalam pengalaman subyektif orang lain.
3)
Empati afektif; melakukan sesuatu seolah-olah ia berada dalam posisi orang itu : Membangkitkan “emosi” orang lain / memberikan alternatif yang lebih baik.
83
Hadi Suyono, Social Intelligence, 105-107.
39
Ciri-cirinya empati: 84 a)
Ikut merasakan (sharing feeling), kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain.
b)
Dibangun berdasarkan kesadaran diri
c)
Peka terhadap bahasa isyarat.
d)
Mengambil peran atau prilaku konkret (role taking).
e)
Kontrol emosi, menyadari dirinya sedang berempati, tidak larut. Menurut Golmen ada lima kemampuan empati yang umumnya
dimiliki oleh seseorang, yakni:85 1)
Memahami orang lain (understanding others), yaitu mengindra perasaan-perasaan dan perspektif orang lain serta menunjukkan minat-minat terhadap kepentingan-kepentingan mereka. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 177. «!$$Î/ ztΒ#u ôtΒ §É9ø9$# £Å3≈s9uρ É>Ìøóyϑø9$#uρ É−Îô³yϑø9$# Ÿ≅t6Ï% öΝä3yδθã_ãρ (#θ—9uθè? βr& §É9ø9$# }§øŠ©9 “ÍρsŒ ϵÎm6ãm 4’n?tã tΑ$yϑø9$# ’tA#uuρ z↵Íh‹Î;¨Ζ9$#uρ É=≈tGÅ3ø9$#uρ Ïπx6Í×‾≈n=yϑø9$#uρ ÌÅzFψ$# ÏΘöθu‹ø9$#uρ uΘ$s%r&uρ ÅU$s%Ìh9$# ’Îûuρ t,Î#Í←!$¡¡9$#uρ È≅‹Î6¡¡9$# tø⌠$#uρ tÅ3≈|¡yϑø9$#uρ 4’yϑ≈tGuŠø9$#uρ 4†n1öà)ø9$# ’Îû tÎÉ9≈¢Á9$#uρ ( (#ρ߉yγ≈tã #sŒÎ) öΝÏδωôγyèÎ/ šχθèùθßϑø9$#uρ nο4θŸ2¨“9$# ’tA#uuρ nο4θn=¢Á9$# tβθà)−Gßϑø9$# ãΝèδ y7Í×‾≈s9'ρé&uρ ( (#θè%y‰|¹ tÏ%©!$# y7Í×‾≈s9'ρé& 3 Ĩù't7ø9$# tÏnuρ Ï!#§œØ9$#uρ Ï!$y™ù't7ø9$# ∩⊇∠∠∪ “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
84 85
Ibid., 109. Ibid., 131.
40
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”86
2)
Mengembangkan orang lain (developing others), yaitu mengindra kebutuhan orang lain untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan mereka. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan dalam Q.S. An-Nahl ayat 5-8. $yγŠÏù öΝä3s9uρ ∩∈∪ tβθè=à2ù's? $yγ÷ΨÏΒuρ ßìÏ≈oΨtΒuρ Öô∃ÏŠ $yγŠÏù öΝà6s9 3 $yγs)n=yz zΟ≈yè÷ΡF{$#uρ óΟ©9 7$s#t/ 4’n<Î) öΝà6s9$s)øOr& ã≅ÏϑøtrBuρ ∩∉∪ tβθãmuô£n@ tÏnuρ tβθçt†Ìè? šÏm îΑ$uΗsd tΑ$tóÎ7ø9$#uρ Ÿ≅ø‹sƒø:$#uρ ∩∠∪ ÒΟ‹Ïm§‘ Ô∃ρâts9 öΝä3−/u‘ āχÎ) 4 ħàΡF{$# Èd,ϱÎ0 āωÎ) ϵŠÉóÎ=≈t/ (#θçΡθä3s? ∩∇∪ tβθßϑn=÷ès? Ÿω $tΒ ß,è=øƒs†uρ 4 ZπuΖƒÎ—uρ $yδθç6Ÿ2÷tIÏ9 uÏϑysø9$#uρ “Dan dia Telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan (Dia Telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya”.87
3)
Orientasi pelayanan (service orientation), yaitu mengantisipasi, mengakui dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelanggan. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan dalam Q.S. At-Taubah ayat 105.
86 87
Al-Qur’an:2:177. Al-Qur'an:16:5-8.
41
ÉΟÎ=≈tã 4’n<Î) šχρ–ŠuäIy™uρ ( tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$#uρ …ã&è!θß™u‘uρ ö/ä3n=uΗxå ª!$# “uz|¡sù (#θè=yϑôã$# È≅è%uρ ∩⊇⊃∈∪ tβθè=yϑ÷ès? ÷ΛäΖä. $yϑÎ/ /ä3ã∞Îm7t⊥ã‹sù Íοy‰≈pꤶ9$#uρ É=ø‹tóø9$# “Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orangorang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.”88
4)
Memanfaatkan
keragaman
(leveraging
diversity),
yaitu
menumbuhkan kesempatan-kesempatan melalui keragaman pada banyak orang. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan dalam Q.S. Al-An’am 135: Üχθä3s? tΒ šχθßϑn=÷ès? t∃öθ|¡sù ( ×≅ÏΒ$tã ’ÎoΤÎ) öΝà6ÏGtΡ%s3tΒ 4’n?tã (#θè=yϑôã$# ÉΘöθs)≈tƒ ö≅è% ∩⊇⊂∈∪ šχθßϑÎ=≈©à9$# ßxÎ=øムŸω …çµ‾ΡÎ) 3 Í‘#¤$!$# èπt7É)≈tã …çµs9 “Katakanlah: Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.”89
5)
Kesadaran
politik
(political
awareness),
yaitu
membaca
kecenderungan politik yang sedang berkembang. Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 121. öàõ3tƒ tΒuρ 3 ϵÎ/ tβθãΖÏΒ÷σムy7Í×‾≈s9'ρé& ÿϵÏ?uρŸξÏ? ¨,ym …çµtΡθè=÷Gtƒ |=≈tGÅ3ø9$# ãΝßγ≈oΨ÷s?#u tÏ%©!$# ∩⊇⊄⊇∪ tβρçÅ£≈sƒø:$# ãΝèδ y7Í×‾≈s9'ρé'sù ϵÎ/ “Orang-orang yang Telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi.”90 88
Al-Qur’an:9:105. Al-Qur’an:6:135. 90 Al-Qur’an:2:121. 89
42
2.
Ketrampilan Sosial (Social Skill) Adalah memahami emosi dengan baik, baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial; berinteraksi dengan lancar; menggunakan ketrampilan-ketrampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, serta untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.91
a.
Kecakapan berkomunikasi lisan Dijelaskan dalam Q.S. Al-Alaq ayat 1 dan 3. ∩⊂∪ ãΠtø.F{$# y7š/u‘uρ &tø%$# t∩⊇∪ù,n=y{ “Ï%©!$# y7În/u‘ ÉΟó™$$Î/ ù&tø%$# “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Bacalah, dan Tuhanmu lah yang Maha pemurah”92
Manusia diwajibkan untuk “membaca”, maka sudah pasti perintah itu menjadi sebuah kewajiban umat manusia. Dalam AlQur’an tidak dijelaskan membaca apa, tetapi dari berbagai pendapat ahli Pendidikan Islam, menyatakan bahwa kata “bacalah!” tersebut tidak membatasi manusia untuk membaca apa. Dengan artian bahwa manusia boleh membaca semua bacaan, baik Al-Qur’an, buku pelajaran, buku-buku tentang Islam, maupun hal-hal umum.93
91
Hadi Suyono, Social Intelligence, 109. Al-Qur’an:96:1-3. 93 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I Atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1999), 433. 92
43
b.
Kecakapan berkomunikasi tertulis Dijelaskan dalam Q.S. Al-Alaq ayat 4. ∩⊆∪ ÉΟn=s)ø9$$Î/ zΟ‾=tæ “Ï%©!$# “Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca).”94
Dengan kemampuan berkomunikasi secara tertulis, manusia tidak akan mendapat masalah untuk mengembangkan kecakapan sosialnya. Kemampuan tertulis menjadi satu bukti otentik dalam melakukan kerjasama. Sehingga jika umat manusia mempunyai kemampuan berkomunikasi tertulis bisa menghindarkannya dari kecurangan. Misalnya ketika manusia melakukan transaksi jual beli. c.
Kecakapan bekerjasama Dijelaskan dalam Q.S. Al-Maidah ayat 2. (#θà)¨?$#uρ 4 Èβ≡uρô‰ãèø9$#uρ ÉΟøOM}$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès? Ÿωuρ ( 3“uθø)−G9$#uρ ÎhÉ9ø9$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès?uρ ¢ ∩⊄∪ É>$s)Ïèø9$# ߉ƒÏ‰x© ©!$# ¨βÎ) ( ©!$# “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.”95
Bahwa kita sebagai makhluk sosial, selain menjaga hubungan baik antar sesama umat manusia dengan belajar berkomunikasi lisan dan tulisan tanpa menyakiti hati orang lain, kita juga diwajibkan
94 95
Al-Qur’an:96:4. Al-Qur’an:5:2.
44
untuk selalu bekerjasama dalam hal kebaikan, dan berlomba-lomba dalam hal kebaikan pula secara sportif. Dan dalam QS. Al-Hujurat ayat 13, dapat dipahami bahwa manusia dicipta untuk membentuk masyarakat manusia yang saling kenal mengenal, hormat-menghormati dan tolong-menolong antara satu dengan yang lain. Tujuan penciptaan ini menegaskan perlunya tanggung jawab bersama dalam menciptakan tatanan kehidupan dunia yang damai. Ada delapan masalah utama yang dihadapi dalam hubungan yaitu: 1)
Tidak adanya kasih sayang dan kelembutan Dijelaskan dalam Q.S. At-Taubah ayat 10. ∩⊇⊃∪ šχρ߉tG÷èßϑø9$# ãΝèδ šÍ×‾≈s9'ρé&uρ 4 Zπ¨ΒÏŒ Ÿωuρ ~ωÎ) ?ÏΒ÷σãΒ ’Îû tβθç7è%ötƒ Ÿω “Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. dan mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.”96
2)
Tidak adanya rasa hormat dan saling menolong Dijelaskan dalam Q.S. At-Taubah ayat 8. Νä3tΡθàÊöム4 Zπ¨ΒÏŒ Ÿωuρ ~ωÎ) öΝä3‹Ïù (#θç7è%ötƒ Ÿω öΝà6ø‹n=tæ (#ρãyγôàtƒ βÎ)uρ y#ø‹Ÿ2 ∩∇∪ šχθà)Å¡≈sù öΝèδçsYò2r&uρ óΟßγç/θè=è% 4’n1ù's?uρ öΝÎγÏδ≡uθøùr'Î/ “Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.”97
96 97
Al-Qur’an:9:10. Al-Qur’an:9:8.
45
3)
Mementingkan kepentingan sendiri Dijelaskan dalam Q.S. At-Taubah ayat 4. (#ρãÎγ≈sàムöΝs9uρ $\↔ø‹x© öΝä.θÝÁà)Ζtƒ öΝs9 §ΝèO tÏ.Îô³ßϑø9$# zÏiΒ Ν›?‰yγ≈tã šÏ%©!$# āωÎ) ∩⊆∪ tÉ)−Gßϑø9$# =Ïtä† ©!$# ¨βÎ) 4 öΝÍκÌE£‰ãΒ 4’n<Î) óΟèδy‰ôγtã öΝÎγøŠs9Î) (#þθ‘ϑÏ?r'sù #Y‰tnr& öΝä3ø‹n=tæ “Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu Telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.”98
4)
Tidak adanya keseimbangan antara berbicara dan mendengarkan Dijelaskan dalam Q.S. An-Nahl ayat 78. ãΝä3s9 Ÿ≅yèy_uρ $\↔ø‹x© šχθßϑn=÷ès? Ÿω öΝä3ÏF≈yγ¨Βé& ÈβθäÜç/ .ÏiΒ Νä3y_t÷zr& ª!$#uρ .ÏiΒ Νä3y_t÷zr& ª!$#uρ ∩∠∇∪ šχρãä3ô±s? öΝä3ª=yès9 nοy‰Ï↔øùF{$#uρ t≈|Áö/F{$#uρ yìôϑ¡¡9$# t≈|Áö/F{$#uρ yìôϑ¡¡9$# ãΝä3s9 Ÿ≅yèy_uρ $\↔ø‹x© šχθßϑn=÷ès? Ÿω öΝä3ÏF≈yγ¨Βé& ÈβθäÜç/ ∩∠∇∪ šχρãä3ô±s? öΝä3ª=yès9 nοy‰Ï↔øùF{$#uρ “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”99
5)
Tidak mengenal kompromi dan mengabaikan kesalahan Dijelaskan dalam Q.S. Al-An’am ayat 164.
98 99
Al-Qur’an:9:4. Al-Qur’an:16:78.
46
āωÎ) C§øtΡ ‘≅à2 Ü=Å¡õ3s? Ÿωuρ 4 &óx« Èe≅ä. >u‘ uθèδuρ $|/u‘ Èöö/r& «!$# uöxîr& ö≅è% öΝçFΖä. $yϑÎ/ /ä3ã∞Îm7t⊥ã‹sù ö/ä3ãèÅ_ó÷£∆ /ä3În/u‘ 4’n<Î) §ΝèO 4 3“t÷zé& u‘ø—Íρ ×οu‘Η#uρ â‘Ì“s? Ÿωuρ 4 $pκön=tæ ∩⊇∉⊆∪ tβθàÎ=tGøƒrB ϵŠÏù Katakanlah: "Apakah Aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."100
6)
Perasaan tertekan secara emosional Dijelaskan dalam Q.S. Al-Huud ayat 9. ∩∪ Ö‘θàŸ2 Ó¨θä↔uŠs9 …çµ‾ΡÎ) çµ÷ΨÏΒ $yγ≈oΨôãt“tΡ §ΝèO Zπyϑômu‘ $¨ΨÏΒ z≈|¡ΣM}$# $oΨø%sŒr& ÷È⌡s9uρ “Dan jika kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari kami, Kemudian rahmat itu kami cabut daripadanya, Pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.”101
7)
Kepincangan antara harapan pibadi dan karier. Dijelaskan dalam Q.S. Al-A’raaf ayat 150. .ÏΒ ’ÎΤθãΚçFøn=yz $yϑ|¡ø⁄Î/ tΑ$s% $ZÅ™r& z≈t7ôÒxî ϵÏΒöθs% 4’n<Î) #y›θãΒ yìy_u‘ $£ϑs9uρ 4 ϵø‹s9Î) ÿ…çν”ègs† ϵ‹Åzr& Ĩù&tÎ/ x‹s{r&uρ yy#uθø9F{$# ’s+ø9r&uρ ( öΝä3În/u‘ z÷ö∆r& óΟçFù=Éftãr& ( ü“ω÷èt/ š†Î1 ôMÏϑô±è@ Ÿξsù Í_tΡθè=çGø)tƒ (#ρߊ%x.uρ ’ÎΤθàyèôÒoKó™$# tΠöθs)ø9$# ¨βÎ) ¨Πé& tø⌠$# tΑ$s% ∩⊇∈⊃∪ tÏϑÎ=≈©à9$# ÏΘöθs)ø9$# yìtΒ Í_ù=yèøgrB Ÿωuρ u!#y‰ôãF{$# “Dan tatkala Musa Telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun
100 101
Al-Qur’an:6:164. Al-Qur’an:11:9.
47
berkata: "Hai anak ibuku, Sesungguhnya kaum Ini Telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan Aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim"102
8)
Egoisme dan konfrontasi Dijelaskan dalam Q.S. An-Nahl ayat 112. Èe≅ä. ÏiΒ #Y‰xîu‘ $yγè%ø—Í‘ $yγ‹Ï?ù'tƒ Zπ¨ΖÍ≥yϑôÜ•Β ZπoΨÏΒ#u ôMtΡ$Ÿ2 Zπtƒös% WξsWtΒ ª!$# z>uŸÑuρ $yϑÎ/ Å∃öθy‚ø9$#uρ Æíθàfø9$# }¨$t6Ï9 ª!$# $yγs%≡sŒr'sù «!$# ÉΟãè÷Ρr'Î/ ôNtxx6sù 5β%s3tΒ ∩⊇⊇⊄∪ šχθãèuΖóÁtƒ (#θçΡ$Ÿ2 “Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.”103
Enam kata kunci menjaga hubungan agar tetap hamonis, yaitu : 1.
Affection (kasih sayang) : sikap tanpa pamrih, ketulusan untuk menolong. Telah termaktub dalam Q.S. Al-Maidah ayat 2. Ÿωuρ y“ô‰oλù;$# Ÿωuρ tΠ#tptø:$# töꤶ9$# Ÿωuρ «!$# uÈ∝‾≈yèx© (#θg=ÏtéB Ÿω (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ #sŒÎ)uρ 4 $ZΡ≡uθôÊÍ‘uρ öΝÍκÍh5§‘ ÏiΒ WξôÒsù tβθäótGö6tƒ tΠ#tptø:$# |MøŠt7ø9$# tÏiΒ!#u Iωuρ y‰Í×‾≈n=s)ø9$# ωÉfó¡yϑø9$# Çtã öΝà2ρ‘‰|¹ βr& BΘöθs% ãβ$t↔oΨx© öΝä3¨ΖtΒÌøgs† Ÿωuρ 4 (#ρߊ$sÜô¹$$sù ÷Λäù=n=ym ÉΟøOM}$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès? Ÿωuρ ( 3“uθø)−G9$#uρ ÎhÉ9ø9$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès?uρ ¢ (#ρ߉tG÷ès? βr& ÏΘ#tptø:$# ∩⊄∪ É>$s)Ïèø9$# ߉ƒÏ‰x© ©!$# ¨βÎ) ( ©!$# (#θà)¨?$#uρ 4 Èβ≡uρô‰ãèø9$#uρ 102 103
Al-Qur’an:7:150. Al-Qur’an:16:112.
48
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”104
2.
Appreciation (penghargaan): menghargai orang lain sebagaimana adanya. Telah termaktub dalam Q.S. Al-Kahfi ayat 29. $tΡô‰tGôãr& !$‾ΡÎ) 4 öàõ3u‹ù=sù u!$x© ∅tΒuρ ÏΒ÷σã‹ù=sù u!$x© yϑsù ( óΟä3În/§‘ ÏΒ ‘,ysø9$# È≅è%uρ È≅ôγßϑø9$%x. &!$yϑÎ/ (#θèO$tóム(#θèVŠÉótGó¡o„ βÎ)uρ 4 $yγè%ÏŠ#uß öΝÍκÍ5 xÞ%tnr& #‘$tΡ tÏϑÎ=≈©à=Ï9 ∩⊄∪ $¸)xs?öãΒ ôNu!$y™uρ Ü>#u¤³9$# š[ø♥Î/ 4 oνθã_âθø9$# “Èθô±o„ “Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”105
3.
Acknowledgment (pengakuan): mengakui nilai-nilai individualitas seseorang. Telah termaktub dalam Q.S. Al-An’am ayat 165.
104 105
Al-Qur’an:5:2. Al-Qur’an:18:29.
49
;M≈y_u‘yŠ <Ù÷èt/ s−öθsù öΝä3ŸÒ÷èt/ yìsùu‘uρ ÇÚö‘F{$# y#Í×‾≈n=yz öΝà6n=yèy_ “Ï%©!$# uθèδuρ ∩⊇∉∈∪ 7ΛÏm§‘ Ö‘θàtós9 …çµ‾ΡÎ)uρ É>$s)Ïèø9$# ßìƒÎ| y7−/u‘ ¨βÎ) 3 ö/ä38s?#u !$tΒ ’Îû öΝä.uθè=ö7uŠÏj9 “Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”106
4.
Absolute (kemutlakan): komitmen secara mutlak untuk menjaga hubungan. Telah termaktub dalam Q.S. Al-Imran ayat 103. øŒÎ) öΝä3ø‹n=tæ «!$# |Myϑ÷èÏΡ (#ρãä.øŒ$#uρ 4 (#θè%§xs? Ÿωuρ $Yè‹Ïϑy_ «!$# È≅ö7pt¿2 (#θßϑÅÁtGôã$#uρ $xx© 4’n?tã ÷ΛäΖä.uρ $ZΡ≡uθ÷zÎ) ÿϵÏFuΚ÷èÏΖÎ/ Λäóst7ô¹r'sù öΝä3Î/θè=è% t÷t/ y#©9r'sù [!#y‰ôãr& ÷ΛäΖä. ÷/ä3ª=yès9 ϵÏG≈tƒ#u öΝä3s9 ª!$# ßÎit6ムy7Ï9≡x‹x. 3 $pκ÷]ÏiΒ Νä.x‹s)Ρr'sù Í‘$¨Ζ9$# zÏiΒ ;οtøãm ∩⊇⊃⊂∪ tβρ߉tGöκsE “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orangorang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”107
5.
Acceptance (penerimaan): memberi kesempatan orang lain untuk berkembang tanpa harus membahayakan hubungan. Telah termaktub dalam Q.S. Al-Israa’ ayat 84. ∩∇⊆∪ Wξ‹Î6y™ 3“y‰÷δr& uθèδ ôyϑÎ/ ãΝn=÷ær& öΝä3š/tsù ϵÏFn=Ï.$x© 4’n?tã ã≅yϑ÷ètƒ @≅à2 ö≅è% 106
107
Al-Qur’an:6:165. Al-Qur’an:3:103.
50
“Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masingmasing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”108.
6.
Action (tindakan) : senantiasa menjaga dan meningkatkan hubungan agar harmonis. Telah termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 256. ÏNθäó≈©Ü9$$Î/ öàõ3tƒ yϑsù 4 Äcxöø9$# zÏΒ ß‰ô©”9$# t¨t6¨? ‰s% ( ÈÏe$!$# ’Îû oν#tø.Î) Iω ª!$#uρ 3 $oλm; tΠ$|ÁÏΡ$# Ÿω 4’s+øOâθø9$# Íοuρóãèø9$$Î/ y7|¡ôϑtGó™$# ωs)sù «!$$Î/ -∅ÏΒ÷σãƒuρ ∩⊄∈∉∪ îΛÎ=tæ ìì‹Ïÿxœ “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang 109 tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
108 109
Al-Qur’an:17:84. Al-Qur’an:2:256.
51
BAB III KONSEP KECAKAPAN SOSIAL (SOCIAL SKILL) DI SEKOLAH ALAM
A.
Fenomenologi Sekolah Alam (SA) Kata sekolah secara bahasa, berasal dari bahasa Latin skhole, scola, scolae, schola yang berarti “waktu luang”.110 Permasalahannya, pemahaman akan makna waktu luang telah mengalami distorsi. Waktu luang diartikan sebagai santai setelah beraktivitas seharian penuh. Waktu luang diartikan bila seseorang tidak memiliki aktivitas apapun ia bisa baca koran, ngerumpi, nonton TV, jalanjalan, ngobrol bersama keluarga, dan berbagai aktivitas rutin. Untuk memahami apa sebenarnya waktu luang, Krishnamurti (1981) dalam buku karya Yusran Pora menerangkan : 111 “Arti senggang ialah batin mempunyai waktu tak terbatas untuk mengamati : mengamati apa yang jadi di sekelilingnya dan apa yang berlangsung dalam dirinya sendiri; mempunyai waktu senggang untuk mendengarkan, untuk melihat dengan jelas. Senggang berarti ada kebebasan, yang umumnya ditafsirkan sebagai berbuat semaunya, sesuatu yang memang lazim dilakukan orang dan anggapan yang menimbulkan kekacauan besar, penderitaan dan kebingungan. Senggang berarti bahwa batin tenang, tidak ada motif, dan karena itu tidak ada arah. Inilah senggang, dan hanya dalam keadaan inilah batin mungkin belajar, tidak hanya sains, sejarah, matematik, tetapi juga tentang dirinya sendiri.”
Inilah pengertian sekolah sesungguhnya. Sekolah bukan hanya tempat untuk memperoleh pengetahuan atau informasi sebanyak-banyaknya tetapi jauh
110 111
Yusran Pora, Selamat Tinggal Sekolah, 21. Ibid., 21.
52
lebih penting dari semua itu adalah sebagai wadah bagi guru dan siswa untuk sama-sama belajar, sama-sama mengamati apa yang terjadi di sekelilingnya dan terlebih lagi pengamatan terhadap diri masing-masing. Kesemua itu harus terjadi pada saat batin tenang dan itulah makna senggang sesungguhnya. Belajar dapat berlangsung dengan sempurna pada saat batin tenang tanpa tekanan.112 Beberapa kata sudah menjadi sedemikian fleksibel sehingga tidak ada gunanya lagi. “Sekolah” dan “mengajar” adalah contoh kata seperti itu. Seperti amoeba, kata-kata ini bisa menyusup ke dalam hampir semua celah bahasa. Dengan demikian upaya mencari alternatif pendidikan harus dimulai dengan kesepakatan mengenai apa yang kita maksudkan dengan “sekolah”. 113 Ini dapat dilakukan dengan beberapa cara.114 Demi mengembangkan suatu bahasa yang memungkinkan kita berbicara tentang sekolah tanpa terus menerus mengacu pada pendidikan, kita mulai dengan sesuatu yang disebut fenomenologi sekolah umum. Sekolah mengelompokkan orang menurut umur. Pengelompokan ini didasarkan pada tiga premis yang diterima begitu saja. Anak hadir di sekolah. Anak belajar di sekolah. Anak hanya bisa diajar di sekolah.115 Kesemuanya
112
Ibid., 22. Ivan Illich, Bebaskan Masyarakat dari Belenggu Sekolah, terj. A. Sonny Keraf (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), 35. 114 Untuk membahas secara epistemologi, kita bisa mulai dengan mendaftarkan fungsifungsi laten yang melekat pada sistem modern, seperti tempat penitipan anak, seleksi, indoktrinasi dan tempat belajar. Kita bisa juga membuat analisis klien dan menguji manakah diantara fungsi-fungsi laten ini berguna atau tidak berguna bagi guru, pegawai, anak didik, orangtua, atau profesi-profesi yang dilayani oleh sekolah. Kita bisa juga mengkaji sejarah kebudayaan barat dan informasi yang dikumpulkan oleh antropologi untuk menemukan lembaga-lembaga yang mempunyai peran seperti yang yang sekarang dijalankan sekolah. 115 Ivan, Bebaskan Masyarakat, 36. 113
53
merupakan premis-premis yang tidak bertanggung jawab, karena belum teruji kebenarannya, dan menjadi pembahasan yang perlu dipersoalkan secara serius. Kenyataannya, banyak anak-anak kehilangan masa kanak-kanaknya. Mereka tidak bisa merasakan masa kanak-kanak. Kebanyakan orang di dunia ini tidak mau atau tidak bisa menjamin masa kanak-kanak bagi anak cucu mereka. Tapi juga tampak bahwa masa kanak-kanak merupakan suatu beban bagi sejumlah besar anak di antara segelintir anak yang masih menghargai masa kanak-kanak itu. Banyak di antara mereka sekedar terpaksa melewatinya dan tidak benar-benar bahagia memainkan peran seorang anak kecil. Tumbuh melewati masa kanak-kanak berarti terpaksa mengalami suatu proses konflik yang tidak manusiawi di antara kesadaran diri dan peran yang dipaksakan oleh masyarakat sebagai anak usia sekolah.116 Seandainya tidak ada lembaga pendidikan yang mengenal batas umur dan usia wajib sekolah, tidak akan ada lagi “masa kanak-kanak.” Kaum muda tidak akan lagi beringas. Seandainya masyarakat berhasil mengatasi masa kanakkanaknya, ia akan menjadi tempat yang menyenangkan bagi kaum muda. Pemisahan yang sekarang ada antara masyarakat dewasa yang menganggap diri manusiawi dan lingkungan sekolah yang melecehkan realitas tidak bisa dipertahankan lagi.117 Kebutuhan akan suasana yang khas masa kanak-kanak menimbulkan suatu pasar yang tak ada batasnya akan guru-guru yang diakui keahliannya. Kita harus 116 117
Ibid., 38. Ibid., 40.
54
merubah asumsi bahwa sekolah adalah lembaga yang dibangun atas dasar anggapan kegiatan belajar adalah hasil dari kegiatan mengajar. Dan kearifan yang berkaitan dengan lembaga terus saja menerima anggapan ini, terlepas dari begitu banyak bukti yang menunjukkan hal yang sebaliknya. Begitulah sekolah-sekolah kita didirikan sebagai tempat menjajakan “barang-barang” yang bernama ilmu pengetahuan, yang harus “dimiliki” setiap orang agar bisa bertahan hidup. Maka, kita mengagumi “kecerdasan”. Karena itulah mata uang paling bergengsi yang digunakan untuk membeli “barangbarang” tersebut. Dan belajar adalah transaksinya.118 Di sekolah seperti itu anak-anak belajar “menguasai” pelajaran. Bukan menjadi sesuatu dengan pelajaran tersebut. Makin banyak pelajaran yang dapat mereka kuasai, makin baik transaksi mereka. Maka, seolah-olah berburu anak-anak cerdas, yang melakukan banyak transaksi. Akan tetapi yang kemudian kita saksikan justru sebuah ironi. Anak-anak itu tidak mengalami transformasi pembelajaran. Pelajaran matematika misalnya, tidak serta merta membuat mereka dapat berpikir logis. Pelajaran sejarah tidak memberi mereka kesadaran dan emosi akan identitas kolektif. Pelajaran bahasa bahkan tidak membantu mereka berbahasa dengan baik dalam kehidupan seharihari.119 Selagi pendidikan berperan sebagai pusat perubahan konstruktif di dunia saat ini, lembaga-lembaga pendidikan tetap saja terkenal sulit diperbaharui. Ada 118 119
Komunitas SA, Menemukan Sekolah Yang Membebaskan, xvii. Adi Gunawan, Genius Learning strategy, 208.
55
yang pernah berkata, lebih gampang memperbaharui sebuah makam ketimbang sebuah universitas. Terlalu mudah, untuk hanya sekedar mengikuti praktek tradisional dan menganggap kegagalan-kegagalan sekolah adalah hasil perbuatan yang samara-samar dari sekelompok mafia pendidikan yang keji.120 Lebih baik kita menganggap, seperti dilontarkan oleh Silberman,121 biang kegagalan persekolahan bukannya kolusi dan komplotan jahat ‘melainkan’ ‘kekasaran’ (banalitas) dan sikap dan tindakan ‘tanpa pikir’: gagalnya seluruh jajaran pendidikan untuk “berpikir mendalam dan secara serius mengenai tujuan-tujuan serta konsekuensi-konsekuensi pendidikan –inilah jantung persoalan pendidikan kita”. Selanjutnya Silberman berkata:122 …Pada dasarnya, para guru, kepala sekolah, dan para pemiliki sekolah adalah orang-orang yang baik, cerdas, dan peduli, yang mencoba untuk melakukan yang sebaik mungkin sebisa-bisanya. Andai mereka merusakkan pekerjaan mereka itu, dan sebagian dari mereka memang melakukannya, itu karena tidak pernah terpikir oleh mereka -kecuali segelintir saja- untuk bertanya mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan itu- untuk mempertanyakan secara serius dan sungguhsungguh tentang tujuan atau konsekuensi pendidikan.
**** Jika perilaku ‘tanpa pikir’ adalah persoalan utama pendidikan kita, maka penyelesaiannya mustilah dengan cara menyuntikkan tujuan, atau 120
Terdiri dari para pendidik yang berniat melestarikan diri, yang ‘mapan’ di berbagai jabatan sebagai guru dan administrator, Diknas, serta badan-badan akreditasi nasional dan regional, yang kesemuanya bertekad menonjolkan ideologi pendidikannya sendiri dan menyebarkannya di sekolah-sekolah. (Lihat William F. O’Neil, Ideologi-Ideologi Pendidikan, 413) 121 “Kesibukan dalam aturan dan kontrol, ketaatan membudak pada jadwal rancangan pengajaran, obsesi terhadap apa yang rutin, ketiadaan suara ataupun gerak para siswa di kelas saat sedang diajar, tekanan dan ketidek-gembiraan, adanya ‘diskusi’ yang didominasi oleh para guru -dimana guru tadi memberi petunjuk-petunjuk pada seisi kelas sebagai sebuah unit, penekanan pada apa yang berupa kata-kata (verbal) dan tidak ditekankannya apa yang konkret, ketidakmampuan siswa belajar sendiri, pemisahan tugas (dikotomi) antara belajar/bekerja dan bermain; tak satupun dari semua itu yang perlu diadakan; semuanya bisa dilenyapkan.” 122 William F. O’Neil, Ideologi-Ideologi Pendidikan, 7-8.
56
lebih penting lagi dengan pemikiran tujuan, serta cara-cara dimana berbagai teknik, isi pengajaran, dan pengorganisasian pendidikan memenuhi ataukah justru melenyapkan tujuan. Itu semua harus disuntikkan ke lembaga-lembaga itu untuk mengacaukan pemahaman tentang ‘rutinitas’ sebagai ‘tujuan’ dengan ‘tindakan yang bertujuan’, untuk menjadikan ‘cara-cara’ sebagai tujuan itu sendiri, maka pencangkokkan tujuan itu tadi jelas tidak akan bisa rampung dengan sekali tembak.
Salah satu dari sekian hal yang membuat sekolah-sekolah kita saat ini jadi mencengangkan adalah persis adanya kenyataan bahwa sekolah-sekolah itu – dengan segenap ketidakpedulian dan kesalahpahaman- dalam ruang lingkup yang lebih kecil memantulkan konflik-konflik intelektual dan moral budaya yang lebih luas.123 Ironisnya, pertanyaan tentang apa arti pendidikan dan bagaimana seharusnya pendidikan itu telah menjadi pokok kepedulian pendidikan kontemporer. Sekolah-sekolah itu telah menjadi sadar diri. Seperti banyak siswa yang menuntut ilmu di dalamnya, mereka mengalami krisis jati diri. Akibatnya, perdebatan tentang tujuan-tujuan yang lebih besar dalam pendidikan kini tidak lagi menjadi hal yang tersisih ke pinggiran, yang jarang dipakai sebagai bahan pertimbangan. Ia kini memiliki status sebagai prioritas, sebagaimana mustinya sejak awal, yakni di jantung kurikulum pendidikan. Belajar adalah proses berubah secara konstan!124
123
Ibid., 9. Prof. Proopert Lodge memiliki pandangan "live is education and education is live" (kehidupan itu adalah proses pendidikan dan proses pendidikan itu adalah kehidupan), sebenarnya antara pendidikan dengan proses kehidupan tidak ada bedanya. Adapun yang dimaksud dengan proses kehidupan adalah hubungan manusia dengan manusia lain yang melahirkan konsekuensi-konsekuensi, kondisi serta struktur (tatanan) sosial yang akan memposisikan-nya dalam fungsi yang berbeda-beda. Kemudian proses kehidupan itu juga akan melahirkan tipe-tipe manusia yang berbeda-beda pula. 124
57
Persekolahan saat ini lebih menitikberatkan pada manusia-manusia being ketimbang mengkombinsikan being dan becoming.125 Menurut Yusran Pora dalam bukunya Selamat Tinggal Sekolah, manusia becoming adalah manusia masa kini. Dimana manusia memiliki tiga atribut dasar : intelligence126, freewill127, speech128. Manusia yang melakukan pengamatan murni dari waktu ke waktu tentang lingkungan serta dirinya. Sesuatu masa kini adalah sesuatu yang menyatu, terang dan aktif.129 Kita semua telah belajar sebagian besar apa yang kita ketahui justru di luar sekolah. Murid melakukan sebagian besar kegiatan belajar mereka tanpa guru, dan sering sendiri meski ada guru. Lebih tragis lagi, kebanyakan orang diajar oleh sekolah, walaupun mereka tidak pernah ke sekolah. Sekolah, dari namanya saja, cenderung menyita seluruh waktu dan tenaga guru maupun murid. Ini pada gilirannya, akan membuat guru sebagai pengawas, pengkhotbah dan ahli terapi. Dalam setiap peran ini guru mendasarkan otoritasnya atas anggapan yang berbeda.130
125 Ali Shariati mengatakan, “menjadi (becoming) adalah bergerak, maju, mencari kesempurnaan, merindukan keabadian, tidak pernah menghambat dan menghentikan proses terus-menerus ke arah kesempurnaan. Ini harus menjadi azas melajunya kemanusiaan, yakni senantiasa dan proses mengalir.” 126
Kemampuan seseorang untuk mengenal ke-diri-annya, ke-sejati-annya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bebas memilih bagi dirinya sendiri dan terkadang pilihannya tersebut bertentangan dengan dorongan-dorongan fisiologisnya atau bahkan psikologisnya. Sebagai manusia kita bisa memilih. 128 Berbicara disini adalah bentuk komunikasi langsung antara seorang individu dengan yang Sejati aatu kalau di Indonesia disebut dengan istilah Tuhan. 129 Yusran Pora, Selamat Tinggal Sekolah, 88-90. 130 Ibid., 93. 127
58
Ketidakpastian mengenai masa depan kegiatan mengajar yang profesional menempatkan sekolah dalam posisi yang riskan. Seandainya para profesional di bidang pendidikan memang ahli memajukan kegiatan belajar mengajar, mereka harus mengabaikan sistem yang menuntut pertemuan tatap muka menyeramkan. Tentu saja para guru bisa melakukan lebih banyak hal lagi. Kearifan yang berkaitan dengan lembaga sekolah mengatakan kepada orang tua, murid, dan pendidik bahwa guru, kalau sedang mengajar, harus menunjukkan wibawanya dalam penampilan yang angker. Ini bahkan berlaku juga bagi guru yang murid-muridnya menghabiskan sebagian besar waktu sekolahnya di sebuah ruang kelas tanpa tembok pemisah, semisal Sekolah Alternatif, Sekolah Alam (SA). Semisal, Sekolah Peradaban - Cilegon - Banten merupakan salah satu sekolahan yang menerapkan pola pendidikan yang berbasiskan cara-cara otak bekerja dalam menyerap suatu informasi atau ilmu. Pola ini kemudian menjadi motto Sekolah Peradaban : “Belajar Sesuai Cara Otak Belajar”. Sekolah Peradaban juga mengadopsi sistem Multiple Intelegency (Kecerdasan Majemuk), yang merupakan pendekatan mutakhir dalam dunia pendidikan. Sekolah Peradaban setipe dengan Sekolah Alam (SA).131 Sekolah Alam (SA) merupakan sebuah persekolahan dengan terobosan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Sebuah sekolah dengan pendekatan pembelajaran yang membuat siswa tetap riang gembira di saat sekolah
131
http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_Alam
59
berlangsung (joyful learning). Bukankah anak akan belajar secara efektif bila dia berada dalam kondisi fun dan nyaman? Siswa yang telah berbekal “Bagaimana cara BELAJAR dan BERPIKIR” dan telah menjadi bagian dari diri mereka, Insya Allah mereka akan tumbuh menjadi
manusia
yang mandiri secara ekonomi,
memiliki hubungan
kemanusiaan yang mantap, serta memiliki pertumbuhan kepribadian yang mantap. Dan mereka pun akan sangat mengenal diri mereka dan pada akhirnya mereka akan mengenal Tuhan-nya serta “Cinta” kepada-Nya akan semakin dalam dan abadi. Belajar “Bagaimana Cara Belajar Dan Berpikir” berarti belajar dengan cara yang sesuai dengan cara otak belajar dan bekerja. Ini juga berarti proses pembelajaran akan sangat khas atau berbeda bagi setiap individu walaupun dengan materi yang sama, karena otak manusia sesungguhnya sangat individual, khas, dan spesifik.132 Dengan kekhasan setiap otak manusia ini, akan lebih optimal dan efektif bila kiranya setiap individu dikelompokkan sesuai dengan kekhasan cara belajar mereka. Kondisi fisiologis mereka ketika belajar juga akan sangat berpengaruh terhadap keefektifan cara belajar mereka. Suasana dan kondisi lingkungan yang menyenangkan (Fun Learning), akan sangat mendukung dalam proses pembelajaran ini.133
132
Adi Gunawan, Genius Learning Strategy, 140. Hisyam Zaini dkk., Strategi Pembelajaran Aktif (Yogyakarta: Centre for Teaching Staff Development (CTSD), 2007), xviii. 133
60
Berdasarkan hal tersebut, sangatlah penting bagi kita untuk mengkonsep sebuah pendidikan yang menyelenggarakan sistem belajar mengajar yang menghargai setiap potensi yang ada, serta diselaraskan dengan kondisi psikologis siswa, sehingga otak mereka akan sangat mudah untuk bekerja sama dalam proses pembelajaran dan proses belajar pun akan menjadi sangat optimal dan efektif. Seperti pemaparan Vita Priastuty (salah satu wali murid SA), “Sudah sejak lama saya mencari sekolah yang tidak hanya mengajar, tapi juga mendidik. Disamping itu, saya juga tidak ingin anak stress dengan PR, ulangan, dan lain-lain.”
Di dalam pemaparannya, dan beberapa pemaparan wali murid lainnya dapat digambarkan, bahwa perkembangan putra-putri mereka semenjak bergabung di Sekolah Alam (SA) sangat signifikan, dimana mereka bisa lebih mandiri (apalagi dengan seringnya outing).134 Sebelum belajar di Sekolah Alam (SA), banyak siswa yang merasa tertekan, jemu dengan sekolah lamanya. Tak jarang dari mereka rewel ketika mau berangkat sekolah. Keadaan sekolah yang sangat menakutkan dan guru yang mengerikan membuat mereka enggan bahkan betah untuk berada di sekolah. Bisa dipastikan mereka akan mengalami hambatan dalam menerima pelajaran. Setelah berada di Sekolah Alam (SA), banyak diakui oleh para peserta didik, mereka mendapatkan sekolah sesuai hati dan keinginan yang terbingkai dalam metode pembelajaran fun learning di Sekolah Alam (SA). Berbagai 134
Komunitas SA, Menemukan Sekolah, 56.
61
aktivitas sekolah yang dialami mereka merupakan bermain, karena bermain adalah dunia mereka. Bacalah dengan seksama puisi karya murid Sekolah Alam berikut: SEKOLAHKU135 (Karya: Novi Hardian) Suatu saat sekolah ini Adalah sangat menyenangkan Sederhana namun sangat menyenangkan Sekolah yang bukan sekolah Disitu ada markas rahasia, ternak, dan tempat bermain Melucu dalam belajar Membagi keikhlasan saat membina Menunjukan semangat saat tumbuh dan berkembang Semua bekerja Guru, murid, orangtua Petugas kebersihan, tukang masak, dan tukang kebun Tidak ada boss, tidak ada atasn, tidak ada kepala sekolah Semua bekerja bersama, berpikir bersama Semua berhak, semua berkewajiban Sekolah ini Adalah komunitas yang kegembiraan adalah jiwanya Kasih sayang yang menjadi pendorong harapannya Cinta yang menyulut semangat perjuangannya Sehingga pendidikan kami menjadi berharga Sehingga hidup kami menjadi bermakna Sehingga tempat ini sederhana Tetapi menjadikan kita semua semakin mulia Walau hanya setitik Walau hanya setetes peluh Tiada asa lain, semoga itu abadi sampai di surga (Juni 2001)
Dalam benak anak si penulis puisi tersebut menjadi saksi bisu akan bermaknanya Sekolah Alam bagi dirinya maupun orang-orang di sekitarnya. Sekolah Alam menjadi sebuah obat penawar akan kekhawatiran seluruh individu akan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah-sekolah yang sudah lama merajahi pelosok ruas pendidikan. Kebebasan mengoptimalkan potensi yang dimiliki setiap anak menjadi satu landasan Sekolah Alam. Tanpa 135
Ibid, 171.
62
adanya pembodohan terstruktur pada siswa,136 mereka akan semakin mampu menjadikan diri mereka “lebih berarti”. Di Sekolah Alam (SA), setiap individu mempunyai cara belajar yang berbeda walaupun dengan materi yang sama. Agar efektif perlu kiranya setiap kekhasan cara belajar tersebut dikelompokkan sesuai dengan kekhasan tersebut. Dengan kata lain sesuai dengan kelompok kecerdasannya masing-masing. Individu yang telah sesuai dengan cara belajar mereka, maka sangat efektif sekali dalam menyerap informasi, bagaikan spons yang dicelupkan ke air dan akan menyerap air sampai optimal hampir tanpa energi yang berarti. Siswa tidak hanya dikurung di dalam kelas, tetapi juga belajar di ruang terbuka dengan berbagai variasi model pembelajaran dan dikemas dalam aktivitas yang menantang dan game edukatif. Pertimbangan lain untuk menggunakan strategi pembelajaran aktif adalah realita bahwa peserta didik mempunyai cara belajar yang berbeda-beda.137 Budaya Belajar harus menjadi “Petualangan seumur hidup” dan “Perjalanan eksplorasi tanpa akhir”, sehingga pertumbuhan seluruh kepribadian kita akan tercelup dan terwarnai dengan nilai-nilai yang kita pelajari. Dengan demikian “Belajar” akan menjadi sangat bermakna dan sanggup mencetak pribadi-pribadi yang Beradab. 136
Pembodohan terstruktur, ketika anak-anak dalam usia bermain harus terkungkung dengan model sekolah yang membunuh karakter anak sendiri dimana dengan kurikulumnya yang dikatakan sistematis dan relevan namun kenyataannya membunuh kreativitas peserta didik. (Lihat di Joko Susilo, Pembodohan Siswa Tersistematis, 86 )
137
Hisyam zaini dkk., Strategi Pembelajaran Aktif, xviii.
63
Inilah sekolah yang berusaha mengaplikasi model pembelajaran yang memperhatikan perkembangan psikologis siswanya. Mengembangkan kebiasaan belajar sesuai dengan kondisi alami dan kejiwaan anak. Karena kita tahu, dunia anak adalah bermain. Maka proses belajar anak seharusnya tidak boleh terpisah dari dunia bermain.
B.
Paradigma Pendidikan yang Dianut Carut marut dunia pendidikan di Indonesia seakan tak pernah selesai diperdebatkan. Pertentangan demi pertentangan pun nampaknya tak kunjung menemukan titik temu dalam merumuskan satu sistem pendidikan yang ideal bagi bangsa ini.138 Namun demikian, di tengah-tengah hiruk pikuk perdebatan tersebut tatkala berbagai macam persoalan bangsa ini telah menyentuh berbagai sendi kehidupan masyarakat-termasuk di dalamnya pendidikan- masih terdapat segelintir upaya dari masyarakat dengan daya dan usaha mereka sendiri mencoba melahirkan satu generasi yang berkualitas dengan pendekatan pendidikan yang memerdekakan anak didik. Pada dasarnya para pelaku pendidikan di Sekolah Alam ini tidak terlalu pusing dengan paradigma apa yang saat ini sedang dijalankan. Sistem pendidikan kita selama ini, masih membuat pendidikan satu arah. Guru merupakan subyek sedangkan murid adalah objek. Sosok yang pertama adalah
138
Ahmad M. Nizar Alfian, Desaku, Sekolahku (Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Kalibening-Salatiga), (Salatiga: Pustaka Q-Tha, 2007), 7.
64
aktif, sedangkan yang kedua pasif dan sangat menurut. Proses pendidikan model begini bisa digambarkan sebagaimana sebuah model “bank” atau “celengan”. Dewasa ini untuk kesekian kalinya, pendidikan tengah diuji untuk mampu memberikan jawaban yang menyulitkan, yakni antara melegitimasiatau melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada, ataupun pendidikan harus berperan kritis dalam melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adil. Kedua peran pendidikan dilematis pendidikan tersebut hanya bisa dijawab melalui pemilihan paradigma dan ideologi pendidikan yang mendasarinya. Untuk mengetahui pemetaan upaya di atas dalam ranah pendidikan secara umum, perlu dipahami terlebih dahulu beberapa paradigma yang saat ini secara bersamaan diterapkan di berbagai Negara di seluruh belahan dunia. Henry Giroux dan Aronowitz (1985) membagi ideology pendidikan menjadi tiga aliran saja yakni pendekatan konservatise, liberal serta kritis. Pertama, Paradigma konservatif. Bagi mereka ketidakkesederajatan masyarakat merupakan suatu hukum keharusan alami, suatu hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan ketentuan sejarah atau bahkan takdir Tuhan. Perubahan social bagi mereka bukanlah suatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan hanya akan membuat manusia lebih sengsara lagi. Dalam bentuknya yang klasik atau awal paradigma konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa masyarakat pada dasarnya tidak bisa merencanakan perubahan atau mempengaruhi perubahan sosial, hanya Tuhan lah yang merencanakan
65
keadaan masyarakat dan hanya Dia yang tahu makan di balik itu semua. Dengan pandangan seperti itu, kaum konservatif lama tidak menganggap rakyat memiliki kekuatan atau kekuasaan untuk merubah kondisi mereka.139 Namun dalam perjalanan selanjutnya, paradigma konservatif cenderung lebih menyalahkan subyeknya. Bagi kaum konservatif, mereka yang menderita, yakni orang-orang miskin, buta huruf, kaum tertindas, dan mereka yang dipenjara, menjadi demikian karena salah mereka sendiri. Kedua, pandangan Paradigma Liberal. Golongan ini berangkat dari keyakinan bahwa memang ada masalah di masyarakat tetapi bagi mereka pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik ekonomi masyarakat. Dengan keyakinan seperti itu tugas pendidikan juga tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi. Sungguhpun demikian, kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan.140 Pendidikan
dalam
perspektif
Liberal
menjadi
sarana
untuk
mensosialisasikan dan mereproduksi nilai-nilai tata susila keyakinan dan nilainilai dasar agar stabil dan berfungsi secara baik di masyarakat. Oleh karena itu, masalah perbaikan dalam dunia pendidikan bagi mereka sebatas usaha reformasi ‘kosmetik’.141 Hal-hal tersebut terisolasi dengan struktur kelas dan jender dalam masyarakat. Akar dari pendidikan semacam dapat ditelusuri dari pijakan 139
William F. O’neil, Ideologi, xiii Ibid., xiii. 141 Seperti perlunya : membangun gedung baru, memodernkan sekolah, komputerisasi, menyehatkan rasio murid-guru, metode, pengajaran yang efisien seperti dynamic group, learning by doing, experimental learning dan sebagainya. 140
66
filosofinya, yakni paham liberalisme, suatu pandangan yang menekankan pengembangan kemampuan, melindungi hak, dan kebebasan, serta proses perubahan social secara inskrimental demi menjaga stabilitas jangka panjang. Ketiga adalah Paradigma kritis. Pendidikan bagi mereka merupakan arena perjuangan politik. Jika bagi konservatif pendidikan bertujuan untuk menjaga status quo, sementara bagi kaum Liberal untuk perubahan moderat, maka paradigma kritis menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat di mana pendidikan berada.142 Dalam perspektif kritis, urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap ‘the dominant ideology’ kearah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalah menciptakan ruang agar sikap kritis terhadap system dan struktur ketidakadilan, serta melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil.143 Perspektif ini tentunya mempunyai beberapa syarat. Baik guru maupun peserta didik mesti berada dalam posisi yang egaliter dan tidak saling mensubordinasi.
144
Masing-masing pihak, mesti berangkat dari pemahaman
bahwa masing-masing mempunyai pengalaman dan pengetahuan. Sehingga yang perlu dilakukan adalah dialog, saling menawarkan apa yang mreka mengerti dan bukan menghapal, menumpuk pengetahuan namun terasing dari realitas sosial (banking system).
142
Ibid., xvi. Ibid., xvi 144 Alfian, Desaku, Sekolahku, 31. 143
67
Dalam banking system, Ilmu pengetahuan diserupakan dengan investasi dan murid adalah objek investasi tersebut, hingga kelak dapat diperoleh hasil yang berlipat ganda. Murid ibarat buku tabungan atau deposito, orangtua, para guru, dan seluruh anggota masyarakat adalah deposannya, dengan ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada para murid sebagai depositnya.145 Ketiga paradigma tersebut saat ini mewarnai penyelenggaraan pendidikan di Negara kita. Paradigma konservatif dan liberal memiliki kesamaan dalam menempatkan siswa sebagai obyek pendidikan, sehingga orientasi pasar146 masih melekat dalam strategi pembelajaran keduanya. Hal ini mutlak menjadi persyaratan terselenggaranya pendidikan dalam paradigma konservatif, begitu pula liberal yang meskipun telah melakukan ‘perbaikan’ di sana sini. Pendidikan nasional untuk saat ini sepertinya semakin jauh dari visi kerakyatan. Bahkan dengan gerakan otonomi sekolah-sekolah tinggi semakin jelas menunjukkan gejala kapitalisme pendidikan. Saat ini pendidikan dikelola dengan menggunakan manajemen bisnis yang kemudian menghasilkan biaya yang melangit. Biaya pendidikan makin mahal, bahkan terkesan telah menjadi komoditas bisnis bagi kaum pemilik modal (kapitalis).147
145
Ira Shor & Paulo Freire, Menjadi Guru Merdeka, 61. Merupakan salah satu indikasi terjadinya kapitalisme pendidikan, yang disinyalir bahwa pendidikan harus sesuai pangsa pasar. Sekolah-sekolah yang dinafasi oleh kedua paradigma itu selalu bersandar pada jumlah peserta didik, dengan asumsi semakin banyak peserta didik semakin besar modal yang diterima. 147 Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis, 93. 146
68
Dengan menggunakan label sekolah unggulan, sekolah favorit, sekolah panutan dan sebagainya biaya pendidikan semakin mencekik "wong cilik".148 Pendidikan kita semakin menindas terhadap kaum marginal. Di manakah letak keadilan pendidikan kita jika sekolah yang bermutu itu hanya untuk mereka yang punya uang saja ?. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan kurikulum standar yang baku lebih dekat pada model pendidikan konservatif. Sementara sekolah-sekolah swasta dengan –dan mungkin juga beberapa sekolah negeri/pemerintah- dengan daya tarik program-program unggulan, kurikulum plus,
perombakan
kurikulum
secara
parsial,
dll
menjadi
fenomena
bermunculannya model-model pendidikan liberal.149 Sehingga pendidikan formal (sekolah) mengalami kegoncangan karena dampak dari animo masyarakat luas akan hal tersebut. Sekolah dipandang tidak lagi menghiraukan bahkan mampu menjawab perubahan masyarakat di sekelilingnya. Maka dewasa ini, muncul gagasan untuk membendung arus tersebut dengan melambungkan konsep sekolah alternatif, “Sekolah Alam” sekolah yang membebaskan. Maka secara sederhana Sekolah Alam , menggunakan paradigma kritis. Sekolah pembebasan ini membuktikan paradigma kritis mulai berkembang di kalangan masyarakat. Sekolah Alam didirikan dengan keinginan untuk mengubah paradigma bahwa sekolah yang berkualitas selalu mahal. Paradigma yang ada berdampak 148 149
Dari bahasa Jawa yang artinya rakyat jelata. William F. O’neil, Ideologi, 457.
69
bahwa pendidikan berkualitas sulit dijangkau oleh masyarakat bawah. Untuk mengubah hal tersebut diperlukan sistem pendidikan yang berkualitas dan terjangkau, tidak bergantung pada alat peraga yang relatif mahal, tetapi mengacu pada alam sebagai sumber ilmu pengetahuan. Sebagai solusi dalam mengatasi penindasan yang telah masuk dalam lapangan pendidikan ini Paulo Freire menawarkan konsep pendidikan hadap masalah (problem possing) sebagai jalan keluar.150 Konsep ini menempatkan guru dan murid sebagai subyek dalam sebuah proses pendidikan. Dan realitas dunialah yang dijadikan obyek. Tujuan pendidikan sebagai tabungan harus diganti
dengan
penghadapan
pada
masalah-masalah
manusia
dalam
hubungannya dengan dunia. Kini pendidikan bukanlah lagi sebuah proses transfer ilmu dari guru dan murid, sebab keduanya kini bersama-sama dalam suasana dialogis membuka cakrawala realita dunia.151 Dialog merupakan sarana yang harus ada dalam proses ini. Sehingga pendidikan menjadi tanggung jawab bersama guru dan murid. Proses dialog inipun tidak boleh menjadi proses yang hegemonis dan dominatif yang berpihak pada guru, namun haruslah menjadi sebuah motivasi munculnya kesadarankesadaran kritis baik dari guru ataupun murid khususnya.152 Sehingga proses ini akan senantiasa merefleksikan antara pengalaman murid dan guru. Di sini guru menyajikan pelajarannya kepada murid sebagai bahan pemikiran mereka dan
150
Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis, 45. Komunitas SA, Menemukan Sekolah, 93. 152 Y. Dedy Pradipto, Belajar sejati VS Kurikulum Nasional (Jakarta: Kanisius, 2007), 151
115.
70
menguji kembali pemikirannya terdahulu ketika murid mengemukakan hasil pemikirannya sendiri. Selain itu, tingkat kecerdasan bukan pula satu-satunya faktor yang menentukan bisa tidaknya seorang anak bersekolah di SA. Hal ini diberlakukan, dengan tidak diadakannya test IQ ataupun test kognisi lainnya dalam penerimaan calon murid. Alih-alih menguji mereka, para calon siswa justru diberi kesempatan mencoba (sit-in) belajar di SA sebelum memutuskan dan diputuskan bisa bersekolah di sini.153 Hal ini pun telah sejak lama diyakini, bahwa kecerdasan seorang anak bukan melulu dilihat pada penguasaan ilmu eksakta atau sosial belaka, namun juga harus dilihatnya sebagai kesatuan yang utuh. Itu pula sebabnya, SA membuka peluang bagi mereka yang mengalami kesulitan belajar untuk mendapatkan penanganan Inklusi sesuai dengan kebutuhannya, melalui program Inklusi Special Treatment. Alhasil, seorang anak penderita autis pun tetap mendapat kesempatan belajar di sini dan bergabung dengan siswa-siswa lainnya dalam pembelajaran kelas. Meski nuansa keislamannya kental, namun anak dengan berbagai latar belakang kebangsaan, suku, dan agama apapun, bisa diterima untuk bersekolah disini.154 Peran pendidik disini adalah bersama-sama dengan murid menciptakan pengetahuan sejati yang tidak bersifat dogmatis. Murid disini diusahakan dapat mengungkapkan segala sesuatu dengan bahasa mereka, pendapat mereka, 153 154
Komunitas SA, Menemukan Sekolah, 77. Ibid., 80.
71
sebagai sebuah proses yang selalu menjadi dan belum selesai. Karena manusia adalah makhluk yang terus manjawab tantangan realitas dunia agar ia dapat mengada dengan sejati, dan bukan diatur, ditentukan atau didikte orang lain.155 Konsep yang kedua, setelah gaya bank, ini tentu akan menghasilkan murid yang mampu memandang dengan kritis terhadap dunia, mampu berpikir bebas yang dengan demikian akan berpandangan optimis terhadap dunianya. Sebaliknya pendidikan gaya bank akan menghasilkan murid-murid yang berpandangan fatalis terhadap dunianya. Filosofi pendidikan, meski barangkali memiliki posisi sentral, hanyalah satu dari sekian faktor yang menentukan dan mengendalikan tanggapan terhadap problema-problema khusus yang penting, umpamanya integrasi sekolah atau afirmatif.
C.
Konsep Pembelajaran dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) di Sekolah Alam (SA) 1.
Tujuan di Sekolah Alam (SA) Di dalam tujuan pendidikan Negara kita terumuskan dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada dasarnya pendidikan itu sendiri memiliki dimensi yang luas. Pada pasal 3 undangundang tersebut, hal ini dituliskan sebagai berikut:156
155 156
Ibid., 95. Lihat dalam UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003.
72
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Ketika dicermati sebenarnya tujuan pendidikan nasional di atas, memuat sasaran-sasaran yang demikian lengkap menyentuh aspek fisik, kognitif, kreatif, hingga sosial peserta didik. Tujuan umum pembelajaran di Sekolah Alam (SA) merupakan pengembangan diri adalah untuk memberi kesempatan peserta didik mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi, dan perkembangan peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.157 Tujuan khusus pengembangan diri adalah untuk menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan bakat, minat, kreativitas, kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan beragama, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karier, kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian.158 Sekolah Alam adalah sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam semesta. Dengan begitu, para pengganggas Sekolah Alam yakin
157 158
Dedi Pradipto, Belajar Sejati Vs Kurikulum Nasional, 70. Ibid., 72.
73
bahwa hakikat tujuan pendidikan adalah membantu anak didik tumbuh menjadi manusia yang berkarakter.159 Menjadi manusia yang tidak saja mampu memanfaatkan apa yang tersedia di alam, tetapi juga mampu mencintai dan memelihara alam lingkungannya. Lewat Sekolah Alam (SA) diharapkan mampu membentuk anak didik untuk meredam sifat individualistik yang sudah menjamur di masyarakat kita, perlu diantisipasi dengan mengasah rasa tanggung jawab bersama dan menumbuhkan empati sosial, akhirnya kecakapan sosial semakin meningkat. Di Sekolah Alam (SA), guru menempatkan anak-anak pada prioritas nomor satu.160 Bahkan di rumah menjadi obrolan menarik untuk di diskusikan. Sebuah kekaguman tersendiri untuk guru-guru di Sekolah Alam (SA), yang tidak menomorduakan anak-anak didiknya hanya karena kedatangan seorang donatur. Sepengetahuan kita, dimana-mana seorang donatur
menempati posisi tersendiri dan kehadirannya dinantikan.
Ternyata hal tersebut tidak terjadi di Sekolah Alam (SA). Nilai tambah tersebut memperpanjang alasan para orang tua menempatkan anakanaknya di Sekolah Alam (SA). Sudah semestinya ketika pembelajaran tak langsung yang diberikan guru-guru SA tersebut, mampu mengajak anak-anak didiknya akan semakin memahami pemaknaan dari kecakapan sosial (social skill) 159
Komunitas SA, Menemukan Sekolah, x. Diceritakan oleh Frida Iman dalam buku komunitas Sekolah Alam Ciganjur saat kunjungannya bersama suami untuk ikut menjadi donatur. 160
74
diantara para pelaku pendidikan di dalamnya.. Menjadi sebuah tujuan utama ketika anak-anak mampu mentransformasikan semua unsur-unsur solidaritas pada setiap langkah hidupnya. Sekolah Alam (SA) sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD’45), ikut membantu mencerdaskan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Ketika ada banyak definisi dari kecerdasan diantaranya, Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai berikut: “…kecerdasan bukanlah benda yang dapat dilihat atau dihitung. Kecerdasan adalah potensi-bisa dianggap potensi pada level sel- yang dapat atau tidak dapat diaktifkan, tergantung pada nilai dari suatu kebudayaan tertentu, kesempatan yang tersedia dalam kebudayaan itu dan keputusan yang dibuat oleh pribadi dan atau keluarganya, guru sekolah dan yang lain.”161
“Mencerdaskan bangsa” dapat kita tarik garis merah,
dengan
multiple kecerdasan yang dimiliki oleh anak didik SA, mampu membawa SA salah satu pemasok generasi-generasi bangsa Indonesia dengan kecerdasan beraneka. Maka, bangsa ini akan menjadi sangat “cerdas” dalam menghadapi segala situasi dan kondisi trans-nasional, dan internasional. “Ikut melaksanakan ketertiban dunia” tak lepas dari tujuan global pendidikan nasional kita. Pendidikan yang diberikan di SA dengan harapan mengembangkan multiple kecerdasan, semakin tinggi penghormatan mereka pada orang lain, maka semakin rendah unsur keributan yang akan
161
Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy, 218.
75
dimunculkan oleh generasi-generasi bangsa yang dicetak melalui pembelajaran di Sekolah Alam (SA) khususnya pengembangan Kecakapan Sosial (Social Skill). 2.
Materi Sekolah Alam menerapkan tiga hal utama yang menjadi fokus materi pembelajaran bagi siswa-siswi, yaitu kepemimpinan (leadership), ilmu pengetahuan, dan akhlak (bukan sekedar moral). Ketiganya dirangkum dalam sebuah konsep system pendidikan yang masih terus dikembangkan dan disebut Jaring laba-laba (Spider Web). Dengan harapan, konsep ini dapat menjadi konsep mendasar dalam proses memanusiakan manusia yang
berorientasi
pada
pembekalan
kecakapan
hidup,
sehingga
kurikulumnya pun adalah curriculum for life, yaitu kurikulum agar anak “belajar untuk hidup” dan bukan “belajar untuk sekolah”.162 Sekolah Alam (SA) menerapkan konsep pendidikan integratif dengan pendekatan joyful learning. Sebuah konsep pembelajaran yang berporos pada kepentingan siswa, kecakapan hidup (skill life), serta kenyamanan siswa. Lewat pembelajaran joyful learning anak akan belajar dalam suasana bermain. Semua materi pelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan perkembangan psikologis anak. Setiap topik pelajaran dibahas secara komprehensif dari berbagai dimensi sesuai taraf pikir anak. Mengkaji buah
162
Ibid. 121.
76
sawo di kebun hidroponik, mencermati ikan di kolam akan mengantar anak pada mata pelajaran matemateka, IPA, Ekonomi. IPS, akhlak hingga tauhid. Mengajak siswa mengamati anak ayam yang baru menetas, jelas tidak hanya membutuhkan pemahaman ilmu pengetahuan tetapi juga menyaksikan peristiwa ke-Maha-Kuasaan Allah yang subhanallah amat menggetarkan kalbu. Melalui pola belajar seperti itu, rasa ingin tahu anak akan terpupuk, motivasi belajar tumbuh dan secara bertahap anak akan menemukan sendiri definisi dan teori-teori sederhana sehingga mereka dapat berteriak, seperti halnya Archimedes ketika menemukan teori yang hebat itu. Inilah penerapan konsep belajar konstruktivistik untuk mengantarkan anak menjadi calon-calon penemu ulung. 3.
Kegiatan Kata guru dalam khasanah kultur Jawa diuraikan sebagai digugu-lan ditiru (dipercaya dan dituruti). Ungkapan ini bermakna bahwa seorang guru adalah sosok yang akan menjadi suri tauladan dan rujukan bagi para murid. Ada sebuah kemiripan dengan ungkapan melayu popular: “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Ungkapan-ungkapan
diatas
membuktikan
bahwa
masyarakat
berharap banyak pada seorang guru. Peran guru adalah peran yang di idealisasikan. Rezim orde baru bahkan mendaulat para guru sebagai
77
‘pahlawan tanpa tanda jasa’. Sungguh sebuah ledekan yang getir, dituntut begitu banyak, dihargai begitu sedikit, dan cukup dihibur dalam sanjungan. Dalam kenyataanya, para guru di kelas lantas benar-benar menggurui para murid. Bahkan lebih dari itu. Acap kali jangankan untuk berbeda pendapat, untuk bertanya kepada seorang guru pun seorang murid telah kehilangan keberanian sebelum ia membuka mulut. Guru, digugu-landitiru, oleh para murid acap kali bukan karena keteladanan melainkan karena “keangkerannya”. Padahal dalam kegiatan pembelajaran di sekolah harus mampu mengembangkan potensi-potensi diri para peserta didik. Setiap manusia yang terlahir di dunia, telah memiliki potensi masing-masing tinggal bagaimana
seorang
insan
mampu
memunculkannya
dan
mengembangkannya semaksimal mungkin. Mengacu dari konsep pendidikan Sekolah Tersebut, ada beberapa komponen utama dalam pembelajarannya, yaitu:163 1.
Guru berkualitas Tenaga pengajar sekolah alam merupakan lulusan PTN yang diharapkan memiliki wawasan pendidikan dan wawasan lingkungan. Beberapa kriteria mendasar lain seperti memiliki akhlaq yang baik, cinta anak-anak, kreatif dan inovatif, mempunyai kompetensi dalam bahasa dan dapat menjadi fasilitator yang baik. 163
Website tentang Sekolah Alam Ciganjur Jakarta, buka di alamat email: http://www.sekolahalam.blogspot.com/
78
2.
Metodologi yang tepat Dengan mengacu kepada pencapaian logika berpikir yang baik, metoda
yang
diterapkan
adalah
action
learning.
Hal
ini
dikembangkan melalui ceramah dan diskusi, pemecahan masalah yang terstruktur, adanya studi kasus dan presentasi. 3.
Buku-buku bermutu sebagai Resources Bahan sumber untuk mendukung metodologi action learning di atas, perlu disiapkan dengan pengadaan perpustakaan yang baik dan buku-buku rujukan dari berbagai sumber.
Di Sekolah Alam, pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di Sekolah Alam (SA) yang diikuti oleh semua peserta didik. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut :164
164
http://deceng.wordpress.com/
79
a.
Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan secara terjadwal, seperti :, senam,
ibadah
khusus
keagamaan
bersama,
keberaturan,
pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri. b.
Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti : pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).
c.
Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti : berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu. Di Sekolah Alam (SA), ‘sekolah untuk semua’ bukan sekedar slogan.
Disini, bukan cuma murid yang belajar. Guru pun belajar dari murid. Bahkan orang tua juga banyak mendapat pelajaran dari para guru, sesama orang tua, dan dari anak-anak.165 Kita makin mensyukuri bahwa apa yang telah Allah berikan kepada kita semua merupakan anugerah. Sebagai individu yang normal, tanpa kekurangan sedikitpun, kita telah diberi kemudahan oleh Allah dengan kemampuan bersosialisasi, berinteraksi, berkomunikasi, bahkan berbuat sesuatu sesuai kehendak kita. Karena kita bisa tahu batasan baik dan buruk setelah kita belajar dalam waktu yang relatif tidak lama.
165
Komunitas SA, Menemukan Sekolah, 89.
80
Berbeda dengan anak-anak special need.
166
Bagi mereka, belajar
adalah hal yang sama seperti kita membutuhkan durasi waktu yang tak terkira. Jika di usia 6 tahun, anak normal sudah mampu mengucap banyak kata, tidak demikian halnya dengan anak special need. Ada diantara mereka belum mempunyai perbendaharaan kata sebanyak kita di usia yang sama. Anak-anak special need memerlukan belajar ekstra keras supaya mampu mengerti diri mereka sendiri, dan yang terkompleks adalah berusaha mengerti respon apa yang diharapkan orang lain dari mereka. Sebenarnya mereka tak jauh beda dengan kita yang normal.
167
Mereka
membutuhkan kasih sayang juga pengertian dari sekitar. Mungkin dalam benaknya mereka ingin seperti kita, tetapi keterbatasan membuat mereka mudah putus asa. Kadang-kadang dari putus asa berkembang menjadi marah, menangis, atau mengamuk.168 Di Sekolah Alam (diakui oleh wali murid Special Need Centre atau disingkat SNC169, di dalamnya merupakan lingkungan berdaya toleransi tinggi, supportif, dan penuh gairah. Semua elemen di dalamnya, baik guru, orangtua murid, murid-muridnya sendiri maupun lingkungan fisiknya,
166
Label yang merupakan sebagai kata ganti yang amat sopan untuk mengganti istilah “terbelakang”. 167 Salah satu program pembelajaran khusus, selain kelas regular untuk anak normal, ada di Sekolah Alam Ciganjur, Jakarta. Special need Centre sekarang menjadi Sekolah inklusi dan siswa special need diintegrasikan di kelas regular. 168 Komunitas SA, Menemukan Sekolah, 164-165. 169 Ibid, 168.
81
memiliki potensi daya dukung yang tinggi bagi kemajuan perkembangan anak-anak special need. Menurut Greenspan & Wieder dalam bukunya The Child with Special Need, ada beberapa karakter yang harus dimiliki oleh sebuah sekolah
dalam
program
pendidikannya,
agar
dapat
mendukung
perkembangan anak-anak special need. Diantaranya sebagai berikut: 1)
Mempunyai filosofi yang mendukung perkembangan tiap anak, yang dimulai dengan perhatian mutual, keterlibatan dan interaksi dua arah.
2)
Guru-guru harus tahu bagaimana memfasilitasi hubungan dengan anak yang memiliki gangguan perkembangan.
3)
Guru-guru yang sensitif terhadap perbedaan individual masingmasing anak dan mengkargai strategi tiap anak untuk menenangkan dirinya.
4)
Adanya kelompok kecil yang dipimpin oleh orang dewasa (Sebagai kelompok transisi sebelum memasuki kelompok besar).
5)
Lingkungan
yang
menyediakan
atau
memperkenankan
guru
pendamping (aides) untuk bekerja one-on-one terhadap anak. 6)
Aturan yang menyediakan kesempatan untuk keterlibatan orangtua dan terbuka terhadap saran-saran mereka.
7)
Setting kelas yang inklusif, yang mencampurkan anak-anak dengan tanpa special need.
82
Idealnya memang demikian, tapi semua tergantung pada situasi dan kondisi sekolah. Dan ekspektasi yang sedemikian terhadap Sekolah Alam, tentu bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan. Ini juga tak lepas dari kegigihan
dan
keikhlasan
orang-orang
baik
didalamnya
untuk
menjadikannya sebagai “sekolah untuk semua”. Kehidupan dewasa ini yang cenderung individualistik perlu diantisipasi dengan mengasah rasa tanggung jawab bersama dan menumbuhkan empati sosial. Untuk itu pola cooperative learning (belajar bekerja sama) diterapkan. Melalui permainan dinamika kelompok, tutor sebaya, saling membantu, bermain dan makan siang bersama , potensi anak sebagai makhluk sosial terbangun, hablum minan nas Insya Allah akan tercipta. Melalui problem based learning anak belajar memecahkan masalah kehidupan secara kreatif. Dengan konsep belajar yang gembira, terbukti anak akan menikmati sekolah seharian penuh. Full day school di Sekolah Alam (SA) ternyata mampu menumbuhkan keceriaan anak. Anak-anak kerasan dan sekolah menjadi rumah kedua bagi mereka. Dengan “Quantum Learning” hasil belajar mereka jauh diatas anak pada sekolah konvensional. Kegiatan Penunjang Pembelajaran di Sekolah Alam (SA), yaitu:170 1.
Outbound
170
http://www.sekolahalam.blogspot.com
83
Salah satu kegiatan outdoor di Sekolah Alam (SA) ini rutin diberikan untuk semua siswa. Outbound
bertujuan untuk
pembentukan sikap kepemimpinan siswa (kepercayaan diri, kerja sama tim, dan lain-lain). Kegiatan outbound agaknya menempati sudut tersendiri di relung hati peserta didik karena merupakan kegiatan yang paling digemari oleh banyak siswa. Biasanya apa yang dipelajari di sekolah pagi harinya, segera dipraktekkannya begitu sampai di rumah sorenya. Mereka membuat sendiri fasilitas outbound di rumah masing-masing. Seperti tergambar dalam cerita dari Asri Assyifa “…. Sekarang, ternyata dengan pengalaman jatuh bangun yang aku lakukan membuatku tak jera, tapi malah semakin membuatku tertantang”171 (Lihat gambar 1.1)
Proses mencari pengalaman melalui kegiatan di alam terbuka sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Pendidikan melalui kegiatan alam terbuka ini mulai dilakukan pada tahun 1821 saat didirikannya Round Hill School. Secara sistematik pendidikan melalui outbound dimulai pada tahun 1941 di Inggris. 172 Dari sudut pandang filosofis, kegiatan ini adalah untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan perasaan diri mampu (self-
171
Komunitas SA, (cerita Asri Assyifa, Kukuh, dan Papah-Mamah, dengan judul “Sekolah Alam yang Kami Nantikan Telah Tiba”), 85. 172 Djamaluddin Ancok, Outbound Management Training (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2007), 9.
84
efficacy). Tumbuhnya sikap positif dalam diri sesorang akan memudahkan orang berinteraksi dengan orang lain dalam sebuah tim. Pendidikan ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan kaum muda bahwa tindakan mereka membawa konsekuensi dan menumbuhkan rasa kebersamaan dan kasih sayang pada orang lain. Sehingga pencapaian pengembangan kecakapan social (Social Skill) peserta didik dapat terus diasah melalui kegiatan ini. Metode outbound telah pula digunakan untuk membangun modal sosial. Modal sosial adalah “jaringan kerjasama di antara warga masyarakat yang memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi mereka”.173 Cohen dan Prusak (2001, hlm.3) berpendapat bahwa, “modal sosial adalah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia: rasa percaya, saling pengertian, dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama”.174 Modal sosial akan semakin kuat apabila sebuah komunitas anak memiliki jaringan hubungan kerjasama, baik secara internal (anak dengan anak), atau hubungan kerjasama yang bersifat eksternal (anak dengan pengajar, anak dengan orang tua). Jaringan kerjasama yang
173 174
Ibid, 10-11. Ibid., 3.
85
sinergik yang merupakan modal sosial akan memberikan banyak manfaat bagi kehidupan bersama. 2.
Kebun dan Ternak Kegiatan kebun dan
ternak dilakukan oleh semua siswa.
Adapun jenis kegiatannya ditentukan sesuai jenjang kelas siswa. Selain belajar mencintai lingkungan, kegiatan ini juga dapat dijadikan sebagai media pembelajaran untuk materi pelajaran lain secara terpadu. Mari kita baca salah satu cerita dari wali murid, Ratna farida yang bercerita dengan kepuasan tak terhingga ketika putranya, Aldan semakin dekat dengan lingkungan berkat salah satu kegiatan di Sekolah Alam, yaitu beternak. Sebagai orang tua murid, saya sangat bangga melihat Aldan menjadi pemerhati ternak. Semua jenis ternak sangat disayanginya, tak ada satu hewan pun yang ditakutinya. Ayam-ayam peliharaannya dengan penuh kasih sayang ia peluk-peluk, digendong kesana-kemari, dan diajak bicara. Kambing pun bisa jinak dan mengikuti kemana dia berjalan, bahkan sampai bisa naik tangga ke lantai atas. Seharian penuh ia bisa bermain dengan ternak-ternaknya. Setelah ia mengikuti tema reptile, kami mengajak dia pergi ke taman Reptil di TMII. Tanpa ragu-ragu dia lari ke kandang ular dan digendong-gendonglah si ular disana. Hal ini sempat membuat orang-orang disekitarnya panic. Kami yakin, kalau tidak bersekolah di Sekolah Alam, Aldan tidak akan menjadi pemerhati binatang yang baik. Sapi-sapi di peternakan Lembang pun tak luput dari belaiannya. Namun, ada satu hal yang mungkin perlu diperhatikan oleh para guru SA, yaitu pentingnya dijelaskan benar kepada murid-murid makna dari kegiatan di sekolah. Misalnya, saat anakanak harus menginap semalam untuk melakukan kegiatan vaksinasi ayam yang harus dilakukan pada sore hari. Keesokan harinya, saya kaget sekali waktu saya pulang kantor, saat mendapatkan ikan-ikan mas di kolam kami tergeletak mati semua. Ternyata menurut informasi dari pembantu kami, Aldan telah menyuntik
86
semua ikan mas tersebut., seperti yang dia lakukan pada waktu menyuntik ayam-ayam dengan vaksin!175 (Lihat Gambar 1.2)
Begitu besarnya pengaruh dari kegiatan beternak ini pada murid, menjadikan kegiatan tersebut merupakan salah satu aktivitas untuk mendekatkan siswa dengan lingkungan. Dimana lingkungan terdiri dari berbagai makhluk Allah, ada hewan si makhluk bernyawa selain manusia, yang juga membutuhkan tempat untuk hidup. Dan tumbuhan si makhluk penghijau bumi, penyelamat bumi dari kegersangan, dengan akarnya yang kekar, mencegah bumi dari banjir. Sekian banyak musibah banjir di persada nusantara menandakan semakin banyak orang pribumi tak peduli lagi dengan keberadaannya. Suatu langkah dini mengenalkan anak-anak untuk melestarikan ciptaan Allah, sebagai wujud rasa syukur makhluknya yang telah diberikan berbagai fasilitas dengan gratis, penyadaran akan hal itu sudah di munculakan pada Sekolah Alam (SA). Sehingga ketika anak-anak
sudah
mencintai
lingkungannya
dan
mampu
melestarikannya, maka semakin besar pulalah kepeduliannya kepada orang lain. Kemudian kecakapan social itu muncul dengan alamiah disana. Dimulai dari pemupukan rasa kasih sayang terhadap sesama makhluk
175
Komunitas SA, Menemukan Sekolah Yang Membebaskan, 140-141.
87
Allah SWT. Kecakapan social yang dimilki anak didik Sekolah Alam semakin besar terhadap sesama. 3.
Market Day Kegiatan ini merupakan ajang setiap kelas untuk berjualan di Sekolah Alam (SA). Setiap siswa akan terlibat mulai dari perencanaan, promosi hingga penjualan produk mereka. Hal ini membutuhkan kerjasama antar siswa dari masing-masing kelas. Pada saat market day, orang tua siswa dan masyarakat diundang untuk secara langsung melihat dan membeli dagangan siswa Sekolah Alam (SA). Bermain adalah cara yang paling alamiah bagi kita, manusia, dalam mempelajari hal-hal baru. Metode ini (market day), merupakan salah satu metode Genius Learning, dimana dalam mengembangkan metode Genius Learning berangkat bdengan pemahaman dan keyakinan bahwa tidak ada anak yang bodoh. Kita harus percaya bahwa semua anak jenius. Selama ini yang menjadi masalah adalah bukan pada anak (fisiologis) tetapi lebih pada masalah metode pengajaran (pedagogis). 176 (Lihat Gambar 1.3) Kegiatan market day ini menjadikan sebuah pembelajaran matematika, ekonomi (penerimaan, biaya produksi, mata rantai distribusi, laba-rugi, penawaran (supply) dan permintaan (demand), 176
Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), 206.
88
serta rata-rata harga), retorika terangkai menjadi satu materi dalam satu waktu. Maka market day ini bisa mempersingkat waktu hingga 60 persen pembelajaran. Ketika kita tarik garis merah dari kegiatan market day ini dengan pengembangan kecakapan social (Social Skill), maka di market day ini, siswa dapat belajar dan mengasah kemampuan berkomunikasi lisan, dapat kita amati pada saat para peserta didik (penjual) menawarkan barang-barang dagangannya pada para calon pembeli. Kemampuan berkomunikasi lisan merupakan modal awal untuk bisa membuat laris barang dagangannya. 4.
Outing Kegiatan
ini
merupakan
kegiatan
untuk
memperdalam
pembelajaran yang disampaikan di sekolah. Kegiatan ini dilakukan dengan mengunjungi
tempat-tempat yang sesuai dengan tema
pembelajaran siswa saat itu. (Lihat Gambar 1.4) 5.
Muhadhoroh dan Audiensi Muhadhoroh merupakan pertemuan pekanan siswa yang bertujuan menjalin keakraban antara siswa. Di dalam kegiatan muhadhoroh terdapat audiensi siswa, yaitu suatu pertunjukkan dari setiap kelas seperti drama, ensamble, puisi, menyanyi lagu, dll. Kegiatan
untuk menumbuhkan jiwa entertainership siswa dan
89
melatih apresiasi siswa terhadap hasil karya temannya. (Lihat Gambar 1.5) 6.
Ramadhan Camp dan I'tikaf Ramadhan
Camp
merupakan
kegiatan
yang
bernuansa
Ramadhan. Salah satu bentuk kegiatannya adalah buka puasa bersama. Siswa mulai kelas 3 melanjutkan acara buka puasa dengan menginap di sekolah. Bersama-sama mereka melakukan sholat tarawih, tilawah quran, kajian islam, qiyamul lail dan sahur. Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, siswa mulai kelas 4 dikenalkan dengan kegiatan I'tikaf. Kegiatan menginap diadakan selama dua hari semalam. 7.
OTFA (Out Tracking Fun Adventure) Kegiatan merupakan evaluasi akhir dari keseluruhan kegiatan outbound bagi siswa SD. OTFA biasanya dilakukan di luar sekolah selama dua hari di akhir tahun ajaran. Bentuk kegiatannya berupa camping, outbound¸ dan tracking, Kebahagiaan peserta didik (Aisyah Nabilaa Antani), seperti penuturannya yang bersekolah di Sekolah Alam Ciganjur, sebagai berikut:177 Ketika aku ikut OTFA, aku sangat senang sekali, sampaisampai aku ingin di tenda terus. Aku di tenda bermain sentersenteran dan setan-setanan sambil tertawa-tawa geli bersama Kak Kika, Kak ijah, Kak Ican, Kak Bila (panggilannya sama dengan aku!), Hani, dan Tia. 177
Komunitas SA, Menemukan Sekolah, 210.
90
Malam jam tiga, kami ikutan acara jelajah malam dengan kelompok PAK. Kelompok kami ada di depan kelompok pak Azis. Aku nggak takut tuh ikut jelajah malam, soalnya aku berangkat beramai-ramai dan bersama-sama dengan kelompokku. Keesokkan harinya pagi-pagi kami sarapan. Setelah itu ada acara lucu-lucuan dari Pak Adit. Setelah selesai, ada acara outbound flying fox, perosotan, dan menuruni tanah yang seperti tebing. Ampun deh, baju kami kotor semua. Sesudah outbound, kami semua ganti baju. Aku sih sebetulnya boleh mandi, tapi aku nggak mau. Soalnya, airnya dingin sekali. Setelah selesai semua, kami pulang menuju Sekolah Alam naik teronton. Aku baru pertama kali ini naik mobil besar seperti truk ini. Hari sudah sangat sore dan hujan. Ketika sampai di sekolah, aku baru merasa capek sekali dan kangen sama bundaku. Aku pingin cepat pulang, meskipun sebenarnya aku pingin besok-besok ada acara OTFA lagi. Ini pengalamanku yang pertama ikutan kemping di luar rumah dan ikutan OTFA. Moga-moga sekolahku sering-sering adakan acara OTFA, biar aku ikut lagi. Aku akan lebih senang lagi kalau Bunda dan Abiku bisa ikutan OTFA. Seru kali ya?
4.
Teknik Penilaian Dalam bagian ini, sebelum kita mengetahui sistem penilaian di Sekolah Alam (SA), penulis mengajak mengkritisi sistem penilaian yang telah lama dilakukan oleh sekolah-sekolah yang banyak kita temui, dengan membenturkan mitos-mitos yang telah lama muncul di permukaan wajah pendidikan kita. Sistem penilaian dalam sekolah dewasa ini, memunculkan mitos-mitos yang sudah sangat mendarah daging dalam masyarakat Indonesia. Diantaranya: a.
Mitos-Mitos Nilai yang Dilembagakan Sekolah jualah yang menciptakan “Mitos Konsumsi Tanpa Henti” (Myth of Unending Consumption). Mitos modern ini didasarkan pada keyakinan bahwa proses tersebut mau tidak mau
91
memproduksi suatu nilai dan karena itu produksi dengan sendirinya menghasilkan permintaan. Sekolah konvensional mengajarkan kita bahwa pengajaran menghasilkan kegiatan belajar.di sekolah kita diajar bahwa kegiatan belajar yang bernilai adalah hasil kehadiran di sekolah, bahwa nilai belajar meningkat bersamaan dengan jumlah masukan (input), dan akhirnya bahwa nilai dapat diukur dan di dokumentasikan oleh angka rapor dan sertifikat.178 Dalam Sekolah Alam (SA) kita tidak akan mendapati yang namanya rapor yang dinilai karena tingkatan berisi keunggulan pada mata pelajaran tertentu, tapi di Sekolah Alam ada penilaian komprehensif atas kecakapan yang dimiliki.179 b.
Mitos Mengenai Pengukuran Nilai Nilai-nilai yang telah dilembagakan yang ditanamkan sekolah konvensional merupakan nilai yang bisa dikuantifikasi. Sekolah konvensional memasukkan orang muda ke suatu dunia di mana segala sesuatu dapat diukur, termasuk imajinasi mereka dan juga manusia itu sendiri. Padahal perkembangan pribadi bukan hal yang dapat diukur. Ini merupakan perkembangan dalam pembangkangan yang penuh disiplin, yang tidak bisa diukur dengan ukuran apapun, atau dengan kurikulum apapun. Ia tidak bisa dibandingkan dengan prestasi siapa
178 179
Ivan, Bebaskan Masyarakat, 53. Komunitas SA, Menemukan Sekolah, 93..
92
pun juga. Dalam kegiatan belajar semacam itu seseorang dapat berusaha menyamai atau mengunggguli orang lain hanya dalam upaya imajinatif, dan mengikuti jejak mereka dan bukannya meniruniru gaya mereka. Sebuah perbedaan yang terjadi hampir tiga ratus enam puluh derajat, bahwa kegiatan belajar yang ada pada Sekolah Alam adalah rekreasi yang tidak bisa diukur. Sekolah Alam mengedepankan pengalaman yang tidak bisa diukur. Bagi mereka, apa yang tidak bisa diukur menjadi hal yang paling penting. Sekolah Alam mengajarkan pada peserta didiknya untuk mengasah kreativitas. Mereka telah diajar untuk menghargai hal-hal yang dikerjakan. Karena sekali peserta didik dicekoki gagasan bahwa nilai dapat direproduksi dan diukur, mereka cenderung menerima segala macam peringkat nilai. Salah satu bukti kekuatan Sekolah Alam yang paling terlihat, yaitu kuatnya tali persaudaraan di antara anak-anak didik SA yang didasari oleh empati yang kuat pada sesama.180 Semua itu tidak bisa terekam secara sempurna dalam buku raport atau nilai-nilai akademis manapun, apalagi digunakan sebagai dasar dalam menentukan ranking seorang anak. c.
Mitos Paket Nilai
180
Ibid.,197.
93
Sekolah selama ini menjual kurikulum- sebundel materi yang dibuat menurut proses yang sama dan mempunyai struktur yang sama sebagaimana barang dagangan lainnya. Produksi kurikulum bagi kebanyakan sekolah dimulai dengan penelitian yang konon ilmiah. Berdasarkan penelitian ini perancang pendidikan memprediksi permintaan di masa depan dan alat yang dibutuhkan untuk mempertahankan garis produksi tersebut, dalam batas-batas yang ditentukan oleh anggaran dan tabu. Guru- sebagai-distributor menyajikan hasil akhir kepada murid-sebagai-konsumen.
Maka yang ditawarkan di Sekolah Alam adalah hasil dari pembelajaran dengan penerapan kehidupan bermutu dari peserta didik di kehidupan sehari-hari. Peserta didik mampu berkomunikasi lisan dan tulisan serta mampu bekerjasama dengan oranglain dalam hal apapun, kesemuanya merupakan satu paket nilai yang sangat berharga bagi orangtua, bangsa dan agama. Setiap anak mempunyai kelebihan dan perkembangan yang berbedabeda dengan siswa yang lain. Oleh karena itu, Sekolah Alam tidak dikenal adanya ranking atau peringkat-peringkat sebagai buah penilaian. Di Sekolah Alam evaluasi bukan “palu hakim” yang memvonis anak dengan angka-angka kuantitatif tertentu. Evaluasi lebih merupakan informasi
94
kemajuan anak. Guru menilai pengetahuan dan kemajuan anak melalui interaksi yang terus menerus dengan anak. Dalam
mengevaluasi
hasil
belajar
siswa,
Sekolah
Alam
menggunakan pendekatan portofolio.181 Secara definisi, portofolio berarti koleksi dokumen atau tugas-tugas yang diorganisasikan dan dipilih untuk mencapai tujuan dan bukti yang nyata dari seseorang yang memiliki pertumbuhan dalam bidang pengetahuan, disposisi, dan ketrampilan. Portofolio lebih bersifat memberi informasi perkembangan peserta didik, bahkan menilai atau membandingkan peserta didik.kalaupun terjadi, perbandingan itu adalah membandingkan kemampuan peserta didikitu sendiri untuk periode yang berbeda. Penilaian portofolio lebih menekankan pada proses. Semua tercataat sehingga sekolah tidak memberi “cek kosong” kepada wali murid dengan angka-angka tertentu, tetapi tidak konkret kompetensi apa yang dimiliki peserta didik. Semua tugas yang dikerjakan siswa dan semua karya siswa dikumpulkan dalam satu map khusus selama satu semester atau satu tahun pelajaran. Dalam setiap karya siswa itu terdapat catatan komentar guru tentang karya tersebut. Dengan demikian, peserta didik bisa mengetahui mana yang perlu diperbaiki dan mana yang perlu dikembangkan. Dengan menghimpun secara tertib karya peserta didik, baik yang dikerjakan di sekolah maupun di rumah, akan terlihat sejarah 181
Adriono, Melejitkan Potensi Anak-anak Didik (Bandung: Mizan Learning Centre, 2006), 103-105.
95
perkembangan belajar anak. Ambil misal pada awal semester karya tulis anak masih terbatas satu alenia, tetapi untuk karya pada akhir semester ternyata sudah berkembang menjadi enam alenia dengan struktur kalimat yang lebih kompleks, tetapi runtut dan logis. Ini berarti anak telah mengalami perkembangan ketrampilan sebagai buah belajar. Dengan model portofolio peserta didik jadi relatif lebih tahu akan kemampuan dirinya. Strategi penilaian dan alat ukurnya dikatakan baik jika ada kesesuaian dengan tujuan dan dampak nyata (outcome) yang diharapkan dari materi pelajaran tertentu. Dari tujuan dan outcome materi pelajaran, muncul ragam strategi penilaian yang dapat mengukur prestasi siwa dan pengetahuan proses di dalam aktivitas pembelajaran (konteks autentik). Salah satu prinsip penilaian pada pembelajaran kontekstual adalah tidak hanya menilai apa yang diketahui oleh peserta didik, tetapi juga menilai apa yang dapat dilakukan oleh siswa. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukanlah penilaian autentik (authentic assessment). Penilaian autentik merupakan terminology yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternative yang memungkinkan peserta didik dapat mendemostrasikan kecakapannya dalam menyelesaikan tugas-tugas dan masalah, sekaligus mengekspresikan pengetahuan dan ketrampilannya dengan cara menyimulasikan situasi yang dapat ditemui dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah (Hymes, 1991). Adapun
96
strategi penilaian yang dapat dikategorikan pada penilaian autentik adalah penialian kerja (performance assessment), observasi sistematik, dan portofolio. Penilaian kinerja digunakan untuk mengetahui kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan pada suatu konteks tertentu. Observasi sistematik digunakan untuk menegtahui dampak aktivitas pembelajaran terhadap sikap peserta didik. Portofolio merupakan kumpulan dari berbagai keterampilan, ide, minat, dan keberhasilan peserta didik selama jangka waktu tertentu yang wujudnya dapat berupa catatan, gambar, atau semua hasil pekerjaan peserta didik yang berwujud fisik. Dengan konteks yang lebih luas, dengan didasari semangat pendekatan kontekstual, sudah waktunya sekolah diberi kewenangan yang lebih lebar.sudah saatnya institusi sekolah diberi otonomi untuk mengelola diri mereka sendiri. Sudah saatnya sekolah dipercaya untuk menjalankan school base management.182 Mereka diberi kesempatan mengembangkan sendiri materi ajar yang cocok serta metode dan media belajar yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Konsekuensi berikutnya sekolah juga diberi hak untuk mengadakan evaluasi sendiri. Pada ujungnya-ujungnya pola demikian ini akan menuju pelaksanaan suatu demokratisasi pendidikan.
182
Muhaimin, Wacana Pengembangan, 190.
97
BAB IV ANALISIS KECAKAPAN SOSIAL (SOCIAL SKILL) DI SEKOLAH ALAM DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
1.
Analisis Tujuan dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) di Sekolah Alam Perspektif Pendidikan Islam Sebuah harapan dan keinginan dalam suatu keberhasilan dalam menjalani kehidupan menjadikan tujuan akhir yang harus terlaksana dari kegiatan pendidikan. Sebuah lembaga yang mengatasnamakan dirinya “Sekolah Alam (sekolah alternatif)”, menjadikan tujuan adalah hal yang harus selaras dengan visi misi dibangunnya SA yang memakai paradigma kritis. Manusia adalah makhluk individual dan sosial, dimana keduanya menjadi ciri khusus manusia sebagai makhluk Tuhan paling sempurna. Ketika kita meninjau tujuan pertama manusia diciptakan adalah manusia berperan sebagai individu, yaitu bergelar “hamba Allah” dan kewajibannya hanya menyembah kepada Allah. Seperti yang telah termaktub dalam (QS. Az-Zariyat: 56). Tunduk dan patuh sepenuh hati kepada Allah SWT. merupakan makna ibadah dalam Islam. Pengertian ibadah sangat luas, meliputi segala amal perbuatan yang titik tolaknya ikhlas karena Allah, tujuannya keridlaan Allah, garis amalnya saleh. Ibadah tidak akan mengurangi prestasi kerja seorang
98
hamba, tetapi justru akan memperoleh nilai tambah yang sangat besar, baik bagi diri sendiri maupun bagi bagi lingkungannya. Namun ketika manusia sebagai makhluk sosial, maka dia harus bisa mengemban amanah dari Allah sebagai (khalifah fil ‘ard) yang mampu memimpin dirinya sendiri dan pemimpin orang lain. Manusia tidak bisa lepas dari orang lain dan alam sekitarnya. Kesuksesan pribadi dalam menjalani dualitas tugas tersebut tidak lepas dari peranan pendidikan yang ikut membentuk karakter pribadi selain keluarga dan masyarakat. Sekolah Alam adalah sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam semesta. Dengan begitu, para pengganggas Sekolah Alam (SA) yakin bahwa hakikat tujuan pendidikan di Sekolah Alam (SA) adalah membantu anak didik tumbuh menjadi manusia yang berkarakter.183 Menjadi manusia yang tidak saja mampu memanfaatkan apa yang tersedia di alam, tetapi juga mampu mencintai dan memelihara alam lingkungannya. Berkarakter mempunyai banyak asumsi. Dalam skripsi ini, penulis hanya akan membahas peserta didik di Sekolah Alam (SA) mampu mempunyai dan mengembangkan kecakapan sosial (social skill), sebagai salah satu karakter manusia penyandang gelar “makhluk sosial”. Degradasi kecakapan sosial (social skill), telah menjadi fenomena dalam kehidupan manusia, maka perlu adanya perubahan tujuan dari sebuah lembaga
183
Komunitas SA, Menemukan Sekolah, x.
99
pendidikan yang didukung dengan segala aspek dalam pendidikan.184 Sekolah Alam yang berani untuk tampil beda, merupakan salah satu alternatif lembaga yang mendukung adanya pengembangan kecakapan sosial (social skill) peserta didik dilihat dari tujuan pendidikan yang mereka usung ke permukaan. Yang membedakan dengan sekolah-sekolah konvensional lainnya adalah ketika dalam tujuan mereka juga ingin membentuk karakter peserta didik khususnya kecakapan social (social skill), tapi dalam elemen pada sekolah konvensional yang lain185 tujuan ini hanya isapan jempol saja. Menurut penulis dengan pisau analisa Pendidikan Islam, ditinjau dari konsep Sekolah Alam, maka Sekolah ini masuk dalam definisi Luas tak terbatas, yang didukung oleh Filsafat Ilmu Pendidikan Islam, Rekonstruksi Sosial, dimana tujuan Pendidikan Islam terkandung dalam setiap pengalaman belajar, tidak ditentukan dari luar. Tujuan Pendidikan Islam adalah pertumbuhan. Tujuan pendidikan Islam adalah tidak terbatas. Tujuan pendidikan Islam sama dengan tujuan hidup. Sistem pendidikan Islam mampu menguasai ruang kultural, teologis, dan filosofis manusia secara keseluruhan. Yaitu sistem pendidikan Islam yang berwawasan ulul albab. Menurut penulis, ini dapat dilihat dari tujuan Sekolah Alam (SA), dalam khazanah pemikiran Islam, setidak-tidaknya terdapat empat konsep tauhid, yaitu
184
Dalam proses pendidikan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, yaitu ada lima faktor yang saling berkatian antara satu faktor dengan faktor yang lain, yaitu tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan. 185 Elemen lain itu antara lain: Proses pembelajaran, pendidik yang masih sangat otoriter, alat pendidikan yang hanya membunuh kreativitas peserta didik mengembangkan kecakapan social yang di miliki peserta didik, lingkungan sekolah yang seperti penjara.
100
konsep tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah, tauhid mulkiyah, dan konsep tauhid rahmaniyah. Dan menurut penulis, di Sekolah Alam ini telah terjadi sebuah konsep tauhid yang terintegrasi menjadi suatu konsep yang holistik. Dalam tujuan di Sekolah Alam, menurut penulis masuk dalam konsep tauhid rahmaniyah, bertolak dari pandangan dasar bahwa Allah Maha Rahman (Pengasih) dan Rahim (Penyayang), Maha Pengampun, Pemaaf, dan sebagainya. Pandangan semacam ini, akan berimplikasi pada proses pendidikan yang menekankan pada sikap telaten dan sabar dalam usaha pendidikan, serta terwujudnya sikap kasih sayang, toleran, dan saling menghargai antar sesama manusia, sikap kasih sayang terhadap makhluk lainnya. Dengan
demikian,
tujuan
pendidikan
di
Sekolah
Alam
dalam
pengembangan kecakapan sosial (Social Skill), peserta didik akan tumbuh dan berkembang sifat dan sikap solidaritasnya terhadap sesama serta solidaritas terhadap makhluk lainnya, termasuk di dalamnya solidaritas terhadap alam sekitar.
2.
Analisis Materi dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) di Sekolah Alam Perspektif Pendidikan Islam Materi merupakan salah satu unsur dalam sebuah pendidikan sebagai jembatan untuk mentransfer semua nilai-nilai dalam pembelajaran yang ingin disampaikan pada peserta didik. Sekolah Alam, sebagai salah satu sekolah alternatif bagi masyarakat yang ingin merubah paradigma yang selama ini
101
mengakar, menjadi satu prioritas utama dalam memberikan materi yang bersifat “bebas”. Tetapi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, materi dalam Sekolah Alam dibuat secara keseluruhan untuk mengembangkan potensi yang ada pada peserta didik. Konsep pendidikan Sekolah Alam berdasarkan Al Qur’an dan Hadits yang menerangkan bahwa tujuan manusia diciptakan salah satunya adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Karena itu Sekolah Alam memprioritaskan tiga pokok materi dalam konsep pendidikannya, yaitu:186
1.
Kepemimpinan/ Leadership : menjadikan anak memiliki semangat kepemimpinan yang baik dengan metode out bound dan dynamic group.
2.
Falsafah Ilmu Pengetahuan : menjadikan anak memiliki logika berpikir yang baik, mencermati alam lingkungannya menjadi media belajarnya dengan metode action learning dan diskusi
3.
Akhlaqul Karimah : menjadikan anak memiliki akhlaq yang baik dengan metode utamanya keteladanan yang berdasar pada Al-Qur’an dan Hadits
186
Komunitas SA, Menemukan Sekolah , 121.
102
Ketiganya dirangkum dengan harapan, konsep ini dapat menjadi konsep mendasar dalam proses memanusiakan manusia187 yang berorientasi pada pembekalan kecakapan hidup. Dalam pendidikan pembebasan peserta didik mampu mengembangkan kecakapan hidup sesuai ke-unik-an masing-masing. Maka peranan dari sekolah menjadi utama jika dihadapkan pada proses pembelajarannya terlebih pada materi yang diberikan, khususnya untuk pengembangan kecakapan sosial (social skill). Pertama, Kecakapan sosial (social skill) di Sekolah Alam telah termaktub dalam materi-materi yang diberikan. Dalam materi yang mengandung siswa mampu mengembangkan kemampuan berkomunikasi lisan
dan tertulis bisa
melalui materi pembelajaran dengan unsur kepemimpinan (leadership), lewat pengembangan diri sebagai khalifah fil 'ard. Dengan fitrah yang ada, bahwa manusia adalah seorang pemimpin bagi dirinya sendiri dan oranglain, maka lewat kemampuan berkomunikasi lisan dan tertulis, para peserta didik mampu menyampaikan pesan-pesan yang dimilikinya kepada orang lain, hingga orang lain bisa menyerap informasi bahkan memahami pesan yang diberikan.
187
Selama ini proses pendidikan yang dilaksanakan di dalam kelas sekolah konvensional masih menyatakan bahwa peserta didik adalah robot. Anak-anak dilarang untuk lebih cerdik dari yang diperbolehkan. Belajar keindahan dan kreativititas tidak dapat berjalan dalam jalinan kelindan tata bahasa yang baik dan benar. Pemahaman demikian, yang akhirnya menyadarkan kita bahwa kreativitas memerlukan kebebasan. Lihat Ira Shor dan Paulo Freire, Menjadi Guru Merdeka (Yogyakarta: LKiS, 2001), 31.
103
Dengan materi yang bersifat pengembangan ilmu pengetahuan (sains), tentu saja juga membutuhkan kemampuan berkomunikasi lisan dan tertulis, dimana peserta didik diberikan materi ilmu retorika.188 Sebagai lembaga pendidikan alternatif yang diharapkan oleh pelaku pendidikan di Sekolah Alam adalah lembaga pendidikan yang tidak sekedar bermutu dan bisa di akses oleh semua kalangan masyarakat, jenis kelamin, umur, latar belakang keluarga, serta kenormalan fisik. Materi pembelajaran di Sekolah Alam di upayakan sebagai salah satu cara untuk menyatukan perbedaaan
tersebut
menjadi
kekuatan
sekolah
alternatif
untuk
ikut
mencerdaskan bangsa. Pada materi yang diberikan di Sekolah Alam, menurut penulis masuk dalam konsep Tauhid mulkiyah, bertolak dari pandangan dasar bahwa Allah-lah Pemilik segalanya dan Yang Menguasai segalanya, Pemilik, dan Penguasa manusia serta alam semesta, dan Penguasa di hari kemudian. Pandangan semacam ini akan berimplikasi pada materi yang ada dalam proses pendidikan yang diarahkan untuk terwujudnya kesadaran akan penghayatan dan pengalaman terhadap nilai-nilai amanah dan tanggung jawab individu dan social dalam segala aktivitasnya, dengan dilandasi oleh wawasan “Inna lillahi wainna ilaihi raaji’uun” (sesungguhnya kita adalah milik Allah, manusia hanyalah mempunyai hak pakai, dan pemilik yang sesungguhnya hanyalah Allah, sehingga setiap manusia mesti akan kembali kepada-Nya .) 188 Adalah ketrampilan berbahasa secara efektif/studi tentang pemakaian bahasa secara efektif di karang mengarang. {Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Balai Pustaka, 1995) hal 839}.
104
Dengan demikian, proses pendidikan akan menghasilkan nilai-nilai amanah dan tanggungjawab individu dan social (kemasyarakatan) serta tanggungjawabnya terhadap amal perbuatannya di muka bumi.
3.
Analisis Kegiatan dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) di Sekolah Alam Perspektif Pendidikan Islam Pembelajaran di Sekolah Alam menggunakan model tema spider web, tidak per bab mata pelajaran. Dengan model ini, siswa mampu mengaitkan pelajaran dengan nyata, juga dapat mengaitkan hubungan antar pelajaran yang mereka terima. Di Sekolah Alam tidak hanya siswa yang belajar, guru pun belajar dari murid, bahkan orang tua juga belajar dari guru dan siswa. Anak-anak tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Mereka tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga belajar dari alam sekelilingnya. Mereka bukan belajar untuk mengejar nilai, tetapi mereka belajar untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Dari beberapa kegiatan penunjang pembelajaran yang ada di Sekolah Alam (SA), maka yang bisa dikategorikan dalam pengembangan kecakapan social (social skill) adalah sebagai berikut: 1.
Kemampuan berkomunikasi Kemampuan ini mengharapkan agar peserta didik memiliki kepekaan dalam berkomunikasi dengan orang lain, seperti empati,
105
apa
adanya,
respek
pada
orang
lain,
kekhasan
ekspresi,
penyingkapan-diri, mampu mengelola konflik, dan lainnya.189 Bila hal ini dikuasai maka peserta didik benar-benar terasah kecakapan sosialnya. Hal ini didukung dalam kegiatan pembelajaran di Sekolah Alam seperti kegiatan: Outbound, Market Day, Muhadhoroh dan Audiensi. 2.
Kemampuan Bekerjasama Kegiatan-kegiatan
Sekolah
Alam
pada
umunya
dapat
mengembangkan kemampuan bekerjasama, tapi menurut penulis yang dapat dikategorikan
dalam pengembangan kemampuan
bekerjasama, adalah sebagai berikut: Kebun dan Ternak, Outing, Ramadhan Camp dan I'tikaf, OTFA (Out Tracking Fun Adventure). Suatu kegiatan pembelajaran yang jarang dilakukan oleh sekolah-sekolah konvensional. Namun di SA, berkebun dan beternak merupakan kegiatan yang diberikan dengan tujuan agar para peserta didik tidak jauh oleh alam. Sehingga jika selama ini banyak musibah yang disinyalir karena tangan manusia, karena manusia tidak merasa memiliki terhadap alam di sekitarnya. Bagaimana akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidup, kalau kesadaran akan kepemilikan peserta didik terhadap alam rendah? Sangat dapat 189
2002), 182.
John P. Miller, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian (Yogyakarta: Kreasi Wacana,
106
dipastikan kita akan semakin sulit merubah paradigma bahwa kita memang hanya bisa mengeksploitasi alam tanpa memikirkan bagaimana untuk melestarikan alam, mengolahnya untuk mengembangbiakkan. (QS.An-Nahl: 11). Dalam ayat tersebut telah jelas sekali bahwa Allah menciptakan tumbuhtumbuhan untuk manusia, maka sebagai makhluk Allah, manusia bisa memanfaatkannya secara tepat, jangan samapai justru merusaknya. Semua yang telah diciptakan oleh Allah, harus dipergunakan manusia demi kemaslahatan hidupnya. Semesta alam yang sangat beraneka macam jenisnya (QS.An-Nahl: 5). Menurut penulis, kegiatan-kegiatan Sekolah Alam dalam pengembangan kecakapan social (Social Skill) mengacu dalam konsep Rekonstruksi Sosial. Maka menurut penulis, kegiatan-kegiatan di Sekolah Alam masuk dalam Tauhid rububiyah yang bertolak dari pandangan dasar bahwa hanya Allah yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya. Alam ini diserahkan oleh Allah kepada manusia (sebagai khalifah) untuk mengolahnya, sehingga manusia dituntut untuk mampu menggali dan menemukan ayat-ayatNYa (tanda-tanda keagungan dan kebesaran-Nya) yang serba teratur dan terpelihara di alam semesta ini. Pandangan semacam ini akan berimplikasi pada proses pendidikan di Sekolah Alam yang terkandung dalam setiap aktivitas peserta didik, dimana didalamnya lebih banyak memberi
107
kesempatan kepada para peserta didik untuk mengadakan penelitian, eksperimen di laboratorium alam, bersahabat dengan hewan dan tumbuhan, dan sebagainya. Dengan demikian, proses pendidikan akan menghasilkan kecakapan sosial yang mengandung nilai-nilai positif yang berupa sikap rasional empiric, obyektif-empirik, obyektif-matematis, dan professional.
4.
Analisis Teknik Penilaian dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) di Sekolah Alam Perspektif Pendidikan Islam Portofolio lebih bersifat memberi informasi perkembangan peserta didik, bahkan
menilai
atau
membandingkan
peserta
didik.kalaupun
terjadi,
perbandingan itu adalah membandingkan kemampuan peserta didikitu sendiri untuk periode yang berbeda. Penilaian portofolio lebih menekankan pada proses. Semua tercataat sehingga sekolah tidak memberi “cek kosong” kepada wali murid dengan angka-angka tertentu, tetapi tidak konkret kompetensi apa yang dimiliki peserta didik. Jika dibandingkan dengan teknik penilaian tradisional, strategi penilaian autentik yang telah disebutkan di atas merupakan revolusi. Perubahan besar dilakukan terhadap sasaran penilaian dan teknik penilaiannya. Sasaran berubah dari mengukur seberapa banyak pengetahuan peserta didik kearah mengukur bagaimana siswa dapat mengunakan pengetahuannya untuk memecahkan persoalan kehidupan nyata. Karena sasaran yang berubah ini, tekniknya pun
108
berubah dari teknik pencil and paper test kearah tes perbuatan dengan teknik utama observasi tindakan. Pengadaptasian model tes kinerja ke dalam bentuk tes objektif pilihan ganda sebetulnya masih dapat dilakukan asal memenuhi sedikitnya dua syarat. Pertama, setiap butir tes berisi problem kehidupan yang direkayasa. Kedua, penilaian dengan tes obyektif bukan satu-satunya cara mengukur perkembangan peserta didik, perlu dipadukan dengan evaluasi pengamatan misalnya melalui LKS. Jika dua persyaratan tersebut terpenuhi, tes objektif tersebut dapat digunakan, meskipun baru bertaraf semi autentik (quasi authentic problem base evaluation)
dan
belum
dapat
dikategorikan
penilaian
autentik
yang
sesungguhnya. Untuk mengetahui kemampuan berkomunikasi peserta didik peserta didik dengan melihat dan menilai cara mereka berkomunikasi lisan bersama-sama temannya, dan membuat catatan (surat) untuk mengungkapkan rasa akan senang, sedih, marah, atau simpatik pada teman sekelasnya. Hal demikian, Pada bagian teknik penilaian di Sekolah Alam, terdapat konsep Tauhid uluhiyah, bertolak dari pandangan bahwa tiada satupun yang patut disembah kecuali hanya Allah semata, penyembahan pada lainnya berarti syirik. Pandangan semacam ini berimplikasi pada proses pendidikan lebih banyak memberi kesempatan kepada peserta didik untuk : answering question (mencari jawaban terhadap pertanyaan atau permasalahan), questioning answers (mempertanyakan jawaban-jawaban), dan questioning questions (senantiasa
109
mempertanyakan atau mencari permasalahan), tanpa dibebani rasa takut atau minder, serta tidak terbelenggu oleh produk-produk pemikiran atau temuan manusia yang bersifat relatif. Dengan demikian, proses pendidikan akan menghasilkan nilai-nilai positif yang berupa sikap rasional-kritis, kreatif, mandiri, bebas dan terbuka tanpa harus terbebani dengan nilai rapot yang lebih “rendah” dari teman-teman lainnya atau bahkan lebih “unggul”.
110
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN 1.
Tujuan dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) di Sekolah Alam (SA) Perspektif Pendidikan Islam Tujuan di Sekolah Alam, masuk dalam konsep Tauhid Rahmaniyah, bertolak dari pandangan dasar bahwa Allah Maha Rahman (Pengasih) dan Rahim (Penyayang), Maha Pengampun, Pemaaf, dan sebagainya. Ini berimplikasi pada proses pendidikan yang menekankan pada sikap telaten dan sabar dalam usaha pendidikan, serta terwujudnya sikap kasih sayang, toleran, dan saling menghargai antar sesama manusia, sikap kasih sayang terhadap makhluk lainnya.
2.
Materi dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) di Sekolah Alam (SA) Perspektif Pendidikan Islam Pada materi yang diberikan di Sekolah Alam, masuk dalam konsep Tauhid Mulkiyah, bertolak dari pandangan dasar bahwa Allah-lah Pemilik segalanya dan Yang Menguasai segalanya, Pemilik, dan Penguasa manusia serta alam semesta, dan Penguasa di hari kemudian. Ini berimplikasi pada materi yang ada dalam proses pendidikan yang diarahkan untuk terwujudnya kesadaran akan penghayatan dan pengalaman terhadap nilai-
111
nilai amanah dan tanggung jawab individu dan sosial dalam segala aktivitasnya. 3.
Kegiatan dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) di Sekolah Alam (SA) Perspektif Pendidikan Islam Kegiatan di Sekolah Alam masuk dalam Tauhid Rububiyah yang bertolak dari pandangan dasar bahwa hanya Allah yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya. Ini berimplikasi pada proses pendidikan di Sekolah Alam yang terkandung dalam setiap aktivitas peserta didik, dimana didalamnya lebih banyak memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengadakan penelitian, eksperimen di laboratorium alam, bersahabat dengan hewan dan tumbuhan, dan sebagainya.
4.
Teknik Penilaian dalam Konteks Kecakapan Sosial (Social Skill) di Sekolah Alam (SA) Perspektif Pendidikan Islam Teknik penilaian di Sekolah Alam, masuk konsep Tauhid Uluhiyah, bertolak dari pandangan bahwa tiada satupun yang patut disembah kecuali hanya Allah semata, penyembahan pada lainnya berarti syirik. Ini berimplikasi pada proses pendidikan lebih banyak memberi kesempatan kepada peserta didik menghasilkan nilai-nilai positif yang berupa sikap rasional-kritis, kreatif, mandiri, bebas dan terbuka tanpa harus terbebani dengan nilai rapot yang lebih “rendah” dari teman-teman lainnya atau bahkan lebih “unggul”.
112
B.
SARAN Seluruh rangkaian dari Sekolah Alam dalam upaya mendongkrak paradigma bahwa sekolah tidak lagi membuat peserta didik terkungkung dalam konsep persekolahan yang “menyeramkan”, maka jika dibawa dalam konteks ke-Indonesiaan yaitu dalam hal ini, Sekolah Alam merupakan aplikasi dari Filsafat Ilmu Pendidikan Rekonstruksi Sosial. Komponen
dalam
Sekolah
Alam
selaras
dengan
Tipologi
Rekonstruksi Sosial, materi yang diberikan di Sekolah Alam patut dikembangkan di Indonesia. Tetapi komponen dalam tipologi ini harus dikembangkan
kearah
yang
bersifat
teosentris,
dimana
konsep
antroposentris merupakan bagian esensial dari teosentris. Bangsa Indonesia mengakui Pancasila sebagai dasar Negara, dimana kelima poin dari Pancasila harus termaktub dalam proses pembelajaran di Sekolah Alam. Dimana menjunjung tinggi keimanan (ke-Tuhanan), kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Maka, seyogyanya Sekolah Alam merupakan sekolah yang semakin menumbuhkan rasa kepada peserta didik untuk mempererat persatuan dan kesatuan sesama rakyat Indonesia yang pluralis. Dengan kecakapan sosial dalam komunikasi lisan, tertulis serta kemampuan bekerja sama menjadikan satu langkah awal generasi penerus yang cinta damai. Dan dapat mempertebal nation building generasi masa depan.
113
DAFTAR PUSTAKA Achmadi. Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Adriono, Melejitkan Potensi Anak-anak Didik (Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya- SAIMS). Bandung: Mizan Learning Centre, 2006. Ancok, Djamaluddin. Outbound Management Training. Yogyakarta: UII Press, 2003. Alfian, Nizar. Desaku, Sekolahku. (Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Kalibening-Salatiga). Salatiga: Pustaka Q-Tha, 2007. Anwar. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta, 2004. Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2003. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta, 1992. Dawam, Ainurrofiq. Emoh Sekolah. Yogyakarta: Inspeal Ahim Sakarya Press, 2003. De Potter, Bobbi. Quantum Learning. Bandung: Mizan, 2007. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995. Fakih, Mansour. Pendidikan Popular. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001. Faisal, Sanapiah. Pendidikan Non-Formal. Surabaya: Usaha Nasional. Freire, Paulo & Shor, Ira. Menjadi Guru Merdeka. Yogyakarta: LKiS, 2001. Freire, Paulo. Pendidikan Sebagai Proses. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000. Gunawan, Adi. Genius Learning Strategy, Petunjuk Praktis untuk Menerapkan Accelerated Learning. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006. http://dokumens.multiply.com/reviews/item/2 http://www.kemamanbloggers.com/?p=204
114
Hurlock, Elizabeth. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1994. Illich, Ivan. Bebaskan Masyarakat Dari Belenggu Sekolah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000. Komunitas Sekolah Alam, Menemukan Sekolah Yang Membebaskan. Tangerang: Kawan Pustaka, 2005. Miller, John. Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002. Mudyahardjo, Redjo. Pengantar Pendidikan :Sebuah Studi Awal Tentang DasarDasar Pendidikan Pada Umumnya Dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002. Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat (PSAPM), 2003. Munir, Baderel. Dinamika Kelompok. Jakarta: Universitas Sriwijaya Press, 2001. Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001. Nurdin. Pendidikan Yang Menyebalkan. Yogyakarta: Arruz Media, 2005. O’Neil, William F. Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Pora, Yusran. Selamat Tinggal Sekolah. Yogyakarta: Media Pressindo, 2007. Pradipto, Dedi. Belajar Sejati Vs Kurikulum Nasional. Yogyakarta: Kanisius, 2007. Samba, Sujono. Lebih Baik Tidak Sekolah. Yogyakarta: LKiS, 2007. Shihab,Quraish. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1999. Supratiknya. Menggugat Sekolah. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2006. Surahmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Bandung: Tarsito, 1985. Susilo, Joko. Pembodohan Siswa Tersistematis. Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2007.
115
Suyono, Hadi. Social Intelligence. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007. Tafsir,Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Tholkhah, Imam. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. UU SISDIKNAS no.20 tahun 2003. Widiastono, Tonny. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: Kompas, 2004. Yunus, Firdaus. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial Perspektif Paulo Freire dan Y.B. Mangunwijaya (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2007. Zaini, Hisyam dkk. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Centre for Teaching Staff Development (CTSD), 2007. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.