1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan Hak prerogatif Presiden merupakan ketentuan konstitusional dalam kekuasaan pemerintahan suatu negara. Salah satu hak prerogatif Presiden yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah Grasi. Grasi merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh Presiden sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 : “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung”. Pertimbangan Mahkamah Agung ini menunjukkan pembatasan kekuasaan Presiden dalam hal pemberian grasi. Pemberian grasi merupakan kewenangan Presiden yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengaturan grasi selanjutnya diatur di dalam Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Definisi Grasi diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2002 yaitu, grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2002 pengertian grasi, dapat diketahui bahwa bentuk pemberian grasi dari Presiden dapat berupa :
2
1. Peringanan atau perubahan jenis pidana; 2. Pengurangan jumlah pidana; atau 3. Penghapusan pelaksanaan pidana. Terpidana hanya dapat mengajukan permohonan grasi 1 (satu) kali terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yaitu: pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah 2 tahun. Jangka waktu untuk mengajukan permohonan grasi adalah 1 (satu) tahun sejak memperoleh kekuatan hukum tetap ( Pasal 7 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2010 ). Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diartikan sebagai: 1) Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana. 2) Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana. 3) Putusan kasasi. Permohonan grasi dapat diajukan oleh kuasa hukum terpidana, atau keluarganya dengan persetujuan terpidana kepada Presiden, dan khusus permohonan grasi untuk pidana mati dapat diajukan oleh keluarga terpidana tanpa persetujuan terpidana ( Pasal 6 Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2002 ). Salinan permohonan grasi yang diajukan kepada Presiden disampaikan juga kepada pengadilan yang memutus pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada
3
Mahkamah Agung ( Pasal 8 ayat (2) Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2002 ). Presiden memberikan keputusan berupa pemberian atau penolakan grasi melalui Keputusan Presiden terhadap permohonan grasi, setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Pemberian Grasi adalah hak mutlak Presiden yang bersifat mandiri tanpa ada campur tangan dari lembaga yang lain. Proses pemberian grasi ini bersifat responsif bukan proaktif dari Presiden. Dijelaskan bahwa pemberian grasi diberikan hanya kepada terpidana yang mengajukan permohonan terhadap grasi. Grasi tidak diberikan kepada terpidana yang tidak mengajukan permohonan grasi. Hak Presiden atas permohonan grasi ini merupakan salah satu hak prerogatif yang dimiliki oleh Presiden dari sekian banyak hak prerogatif yang lain. Presiden berhak memberikan grasi bagi terpidana dan juga berhak menolak grasi bagi terpidana, sehingga Presiden tidak mungkin memberikan grasi yang sifatnya memberatkan terpidana.1 Pada prakteknya di dalam hukum tata negara, Presiden tidak sembarangan dalam memberikan grasi bagi terpidana. Presiden harus meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) sebelum menggunakan hak prerogatifnya itu. Pertimbangan-pertimbangan Mahkamah Agung yang patut diperhatikan adalah: 1) Presiden mempunyai kewenangan memberikan grasi berdasarkan konstitusi 2) Mekanisme pemberian grasi harus dijaga agar dapat dipertanggung jawabkan 3) Pemberian grasi diberikan secara selektif.
1
Azis Suganda, Kekuasaan Badan Eksekutif, Salemba Humanika, Jakarta, 2010.,hlm 6.
4
Berdasarkan hal tersebut, keputusan Presiden untuk memberikan grasi dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung. Pertimbangan yang diajukan oleh Mahkamah Agung hanya sebatas pendapat yang tidak mengikat, sehingga pertimbangan tersebut dapat digunakan atau tidak digunakan dalam pemberian grasi oleh Presiden. Keputusan grasi tetap di tangan Presiden yang memiliki hak prerogatif. Mahkamah Agung hanya sebatas memberikan pertimbangan yang dapat menjadi pandangan Presiden di dalam memberikan grasi.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan gambaran umum pada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan perumusan masalah penulisan hukum ini sebagai berikut: 1. Bagaimana mekanisme Presiden dalam hal memberikan grasi dengan campur tangan Mahkamah Agung ? 2. Bagaimana urgensi pertimbangan Mahkamah Agung dalam hal pemberian grasi sebagai hak prerogatif Presiden?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana mekanisme Presiden memberikan grasi dengan campur tangan Mahkamah Agung, seberapa jauh urgensi pertimbangan Mahkamah Agung dalam hal pemberian grasi sebagai hak prerogatif Presiden.
5
D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kewenangan Presiden dalam pemberian Grasi sudah banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian sebelumnya, seperti Mukhtarrudin Affandi (2008), Dhian Delliani (2011), dan Suci Putri Marthalia (2011). Pada umumnya, penelitian-penelitian tersebut mengemukakan dan mengkaji peraturanperundangan mengenai pemberian grasi oleh Presiden, sebagai Kepala Negara, sejak Indonesia merdeka hingga kini, termasuk implikasi-implikasi hukum yang timbul menyertainya, baik bagi Presiden maupun bagi terpidana. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, maka dalam penelitian ini selain akan dikaji lebih mendalam tentang bagaimana mekanisme Presiden memberikan grasi dengan campur tangan Mahkamah Agung, juga mengkaji seberapa jauh urgensi pertimbangan Mahkamah Agung dalam hal pemberian grasi.
E. Kegunaan Penelitian 1. Untuk mendalami ilmu hukum khususnya disiplin Hukum Tata Negara yang berkaitan langsung dengan hak prerogatif Presiden dalam pemberian grasi. 2. Untuk mengimplementasikan pemikiran-pemikiran akademis maupun praktis yang dapat dikembangkan terhadap ilmu hukum dan upaya untuk mewujudkan bagaimana urgensi pertimbangan Mahkamah Agung dalam hal pemberian grasi sebagai hak prerogatif Presiden dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang –
6
Undang
Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Undang – Undang
Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
F. Sistematika Penelitian Penelitian direncanakan terdiri dari 6 bab dengan penjelasan masingmasing bab sebagai berikut: Bab I
: Merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II
: Membahas
tentang
tinjuan
umum
tentang
pertimbangan
Mahkamah Agung mengenai pemberian grasi sebagai hak prerogatif presiden. Bab ini mencakup: tinjauan umum tentang sistem demokrasi di Indonesia, negara hukum, hak prerogatif Presiden, grasi. Bab III
: Membahas tentang metode yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian.
Bab IV
: Membahas tentang hasil penelitian mengenai mekanisme grasi dan kasus-kasus yang berkaitan dengan pertimbangan Mahkamah Agung mengenai pemberian grasi sebagai hak prerogatif Presiden : dan urgensi pertimbangan Mahkamah Agung dalam hal pemberian grasi.
Bab V
Berisi tentang kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian yang : berkaitan
dengan
mekanisme
dan
urgensi
pertimbangan
7
Mahkamah Agung dalam hal pemberian grasi. Bab VI
: Berisi tentang kesimpulan dan saran penelitian