BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa
peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya pengamanan makanan dan minuman akan lebih ditingkatkan untuk mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna. Semua itu merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan mutu (Depkes RI, 1992). Makanan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan daya beli masyarakat. Tersedianya pangan yang aman dan bermutu harus berdasarkan pada suatu standard sehingga tidak membahayakan kesehatan konsumen dan menjamin terselenggaranya perdagangan yang jujur dan bertanggungjawab. Makanan yang beredar saat ini praktis tidak lepas dari penggunaan kemasan dengan berbagai maksud. Dari sisi “food safety” kemasan makanan bukan sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi. Namun tidak semua kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya (Sulchan & Endang, 2007). Beberapa zat dapat berpindah dari wadah makanan, pembungkus, dan lain-lain ke dalam makanan yang dibungkus di dalamnya (Lu, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia kemasan plastik juga mulai mendominasi industri makanan dan menempati porsi 80% (Sulchan & Endang, 2007). Kemasan plastik tersebut yaitu Polietilen tereftalat (PET), Polivinil klorida (PVC), Polietilen (PE), Polipropilen (PP), Polistirena (PS), Polikarbonat (PC) dan melamin. Diantara kemasan plastik tersebut salah satu jenis yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun konsumen pada saat ini adalah jenis polistirena, terutama Styrofoam (InfoPOM, 2008). Styrofoam saat ini menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis makanan. Kemasan Styrofoam dipilih karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang, mempertahankan panas dan dingin, tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, dan ringan. Karena kelebihannya tersebut, kemasan Styrofoam digunakan untuk pengemas pangan siap saji, segar, maupun yang memerlukan proses lebih lanjut. Kini penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan dapat dijumpai di mana saja, mulai dari restoran kelas atas, restoran waralaba kelas dunia, restoran fast food, food court, hingga penjual makanan yang ada di pinggir jalan (InfoPOM, 2008). Namun ternyata selain mempunyai banyak keunggulan, kemasan Styrofoam menyimpan kelemahan, yaitu kemungkinan terjadinya migrasi atau berpindahnya zat monomer dan bahan plastik ke dalam makanan. Migrasi dipengaruhi oleh suhu, lama kontak, dan tipe makanan. Semakin tinggi suhu, lama kontak, dan kadar lemak suatu makanan, semakin besar migrasinya. Makanan dan minuman yang mengandung alkohol atau asam juga dapat mempercepat perpindahan zat kimia (InfoPOM, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan sejak tahun 1930-an, diketahui bahwa styrene, bahan dasar Styrofoam, juga butadiene sebagai bahan penguat, maupun DOP atau BHT sebagai plasticizer-nya bersifat mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang pembentukan sel kanker) (Yuliarti, 2007). Pada tahun 1987, Pusat Riset Kanker di Perancis telah mengubah klasifikasi styrene yang semula dimasukkan Grup 3 (komponen kimiawi yang tidak menimbulkan kanker) menjadi Grup 2B (kemungkinan menyebabkan kanker pada manusia) (Khomsan, 2003). Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001 mengungkapkan bahwa residu Styrofoam dalam makanan dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan karsinogen dalam makanan. Toksisitas yang ditimbulkan memang tidak langsung tampak. Sifatnya akumulatif dan dalam jangka panjang baru timbul akibatnya (Sulchan & Endang, 2007). Selain berefek negatif bagi kesehatan, Styrofoam juga sering menimbulkan masalah pada lingkungan karena bahan ini sulit mengalami penguraian biologik dan sulit didaur ulang. Sementara itu, CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan Styrofoam akan melayang di udara mencapai lapisan ozon di atmosfer dan akan mengikis lapisan ozon. (Khomsan, 2003). Hasil uji laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI pada Juli 2009 menyatakan bahwa 17 jenis kemasan makanan Styrofoam aman untuk digunakan atau memenuhi syarat. Namun demikian BPOM menghimbau masyarakat agar tetap berhati-hati dalam menggunakan kemasan Styrofoam dan memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
logo yang terdapat pada produk Styrofoam, serta memperhatikan suhu, jenis makanan dan lama kontak dengan kemasan. Karena jika himbauan tersebut dilanggar kemungkinan kemasan dapat menghasilkan residu monomer styrene. Jika residu monomer styrene > 5.000 mg/l akan berbahaya bagi tubuh diantaranya menyebabkan kanker (Republika Newsroom, 2009). Kelurahan Padang Bulan Selayang I merupakan salah satu kawasan bisnis kuliner di Kota Medan, terutama di Jalan Dr. Mansur. Berbagai makanan dijual di lokasi ini dengan gaya dan ciri khas masing-masing tempat jajanan. Tempat-tempat makanan jajanan tersebut juga ramai dikunjungi konsumen. Apalagi letaknya yang dekat kampus USU membuat tempat-tempat makanan jajanan di kawasan ini menjadi semakin ramai didatangi pengunjung. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang banyak terdapat tempat makanan jajanan yang menggunakan Styrofoam sebagai kemasan makanan yang dijual. Berbagai jenis makanan dikemas dalam kemasan Styrofoam seperti nasi goreng, mie goreng, mie ayam, siomay, bubur ayam, steak, dan lain-lain. Padahal makanan-makanan tersebut tidak boleh dikemas dengan Styrofoam karena mengandung minyak dan lemak. Bahkan tidak jarang Styrofoam digunakan untuk membungkus makanan yang baru selesai dimasak dan masih panas. Dalam hal ini pemilik tempat makanan jajanan sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang menyangkut kegiatan penjualannya memiliki peranan yang sangat penting, termasuk mengambil keputusan untuk memilih kemasan yang akan digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang. 1.2.
Perumusan Masalah Terjadinya migrasi monomer styrene dari kemasan Styrofoam ke dalam
pangan dapat menimbulkan resiko bagi kesehatan. Migrasi dipengaruhi oleh suhu, lama kontak, dan tipe makanan. Semakin tinggi suhu, lama kontak, dan kadar lemak suatu makanan, semakin besar migrasinya. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. 1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan di Kelurahan Padang Bulan Selayang I Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik pemilik tempat makanan jajanan, yaitu: umur, pendidikan, lama usaha, modal usaha, dan omset per bulan. 2. Untuk mengetahui jenis makanan yang dijual dan dikemas dengan kemasan Styrofoam di tempat makanan jajanan. 3. Untuk mengetahui pengetahuan pemilik tempat makanan jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan. 4. Untuk mengetahui sikap pemilik tempat makanan jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan. 5. Untuk mengetahui tindakan pemilik tempat makanan jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan. 1.4.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan gambaran tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan pemilik tempat makanan jajanan tentang pengunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan. 2. Sebagai bahan informasi bagi pemilik tempat makanan jajanan tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan. 3. Sebagai bahan informasi/ masukan bagi peneliti lain untuk studi lebih lanjut tentang penggunaan Styrofoam sebagai kemasan makanan. 4. Sebagai proses belajar bagi penulis dalam upaya mengimplementasikan berbagai teori yang diperoleh selama proses belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. 5.
Universitas Sumatera Utara