BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pada tanggal 26-27 Maret 2012 Presiden Amerika, Barack Obama, mengikuti kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi Keamanan Nuklir (KTT Keamanan Nuklir) ke2 di Seoul, Korea Selatan. Pada tanggal 26 Maret 2012 sebelum mengikuti pertemuan KTT Keamanan Nuklir ke-2, Obama memberikan pidato di Universitas Hankuk tentang keamanan nuklir yang akan dibahas pada KTT Keamanan Nuklir ke-2. Pidato Obama mengenai keamanan nuklir dalam rangka KTT Keamanan Nuklir ke-2 di Universitas Hankuk menarik untuk diteliti karena isi pidato Obama tentang energi nuklir, masalah yang sensitif, sehingga banyak kalimat yang bersifat persuasif. Obama bermaksud untuk mengajak semua negara untuk bergabung dengannya dalam anggota KTT Keamanan Nuklir untuk menjalankan visinya yaitu dunia tanpa senjata nuklir. Termasuk mengajak negara-negara yang bertentangan dengan visi KTT Keamanan Nuklir seperti Korea Utara dan Iran yang masih memanfaatkan nuklir untuk membuat senjata nuklir. Agar mendapat sebuah kepercayaan yang diyakini sebagai suatu kebenaran atau realitas, kemampuan berbahasa sangat diperlukan dalam menyusun pidato. Pidato Obama yang tersusun dari beberapa kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Di dalam pidato Obama terdapat praktik ideologi yang terselubung. Praktik ideologi tersebut ditransformasikan dalam bentuk frame (bingkai) pidato Obama untuk mempengaruhi khalayak. Penelitian ini
1
2
bermaksud untuk mencari frame pidato Obama dan kaitannya dengan ideologi. Frame pidato Obama akan dikaji melalui linguistik dari segi penggunaan kosa kata dan struktur kalimat dalam pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. Dilihat dari segi linguistik, pemakaian kosa kata, susunan kalimat, dan bentuk kalimat dalam pidato tidak dipandang semata sebagai persoalan teknis tata bahasa atau linguistik, tetapi ekspresi dari ideologi (Fowler: 1979 via Eriyanto, 2001: 133). Pemakaian bahasa dipandang tidak netral karena mengandung ideologi tertentu. Dalam pidato Obama mempunyai tujuan untuk mempengaruhi khalayak melalui bahasa. Salah satu contoh pemilihan kosa kata dalam pembuatan klasifikasi yang merepresentasikan frame pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk, yaitu seperti berikut: (A.1) Three years ago, I traveled to Prague and I declared America’s commitment to stopping the spread of nuclear weapons and to seeking a world without them. Tiga tahun yang lalu, saya berkunjung ke Praha dan saya menyatakan bahwa Amerika berkomitmen untuk menghentikan penyebaran senjata nuklir dan meminta dunia tanpa senjata nuklir. (A.2) So today, with you, I want to take stock of our journey and chart our next steps. Jadi hari ini, bersama kalian semua, saya ingin menginventaris perjalanan kita sejauh ini dan merencanakan langkah-langkah selanjutnya. Berdasarkan data A.1 dan A.2, kosa kata yang menunjukkan masa lalu yaitu three years ago, sedangkan kosa kata yang menunjukan masa sekarang yaitu today.
3
Klasifikasi masa lalu dan masa sekarang yang pertama yaitu kalimat A.1 dan A.2 yang menggambarkan bahwa tiga tahun yang lalu Amerika berjanji akan menghentikan penyebaran senjata nuklir dan sekarang Amerika akan merencanakan langkah-langkah selanjutnya dalam menghentikan penyebaran senjata nuklir. Tujuan klasifikasi masa lalu dan masa sekarang pada data A.1 dan A.2 untuk menjelaskan kepada pendengar bahwa tiga tahun yang lalu Amerika berjanji akan menghentikan penyebaran senjata nuklir dan sekarang. Amerika akan merencanakan langkahlangkah selanjutnya dalam menghentikan penyebaran senjata nuklir. Contoh lain, dalam penggunaan transitifitas yaitu proses mental yang merepresentasikan frame pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk yaitu seperti berikut: (A.3) We refuse to consign ourselves to a future where more and more regimes possess the world’s most deadly weapons. (Kami menolak untuk tidak menyerah pada masa depan dimana lebih banyak rezim yang memiliki senjata paling mematikan di dunia) Bentuk struktur kalimat dalam ketransitifan di atas termasuk proses mental karena verba refuse digunakan untuk sikap penolakan tidak menyerahkan masa depan kepada rezim yang memiliki senjata nuklir. Verba refuse yang menandai proses mental dalam kalimat di atas menghubungkan senser we dan fenomenon to consign ourselves to a future where more and more regimes possess the world’s most deadly weapons. Dengan menganalisis proses mental ini, pendengar dapat memahami sikap yang dilakukan oleh Amerika terhadap keamanan nuklir dunia. Data tersebut menunjukkan bahwa
4
Amerika secara tegas menghentikan pembuatan senjata nuklir sampai seterusnya demi mencapai perdamaian dunia. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini akan membahas tentang frame pidato Obama dan kaitannya dengan ideologi, penggunaan kosa kata, dan struktur kalimat yang merepresentasikan frame pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk penting dilakukan. Penelitian ini mengenai analisis wacana kritis dengan objek pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk dengan menggunakan teori analisis wacana kritis dari pandangan Fowler. Kajian ini mengkaji unsur-unsur linguistik dalam teks kemudian dikembangkan melalui analisis wacana kritis.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang tersebut, tersusun beberapa rumusan masalah dalam penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana frame pidato Obama dan ideologi pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk? 2. Bagaimana penggunaan kosa kata yang merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk? 3. Bagaimana penggunaan struktur kalimat yang merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk?
5
1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan pertanyaan pada rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan frame pidato Obama dan ideologi pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. 2. Mendeskripsikan penggunaan kosa kata yang merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. 3. Mendeskripsikan penggunaan struktur kalimat yang merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk.
1.4
Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pelengkap dari kajian linguistik khususnya analisis wacana kritis. Penelitian ini ditinjau dari frame pidato Obama dan kaitannya dengan ideologi, penggunaan kosa kata, dan struktur kalimat yang membentuk frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. b. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran kritis khalayak dalam menyikapi wacana yang disajikan oleh pembicara pidato. Penelitian ini dapat membantu khalayak agar tidak
6
langsung menerima realitas yang disampaikan oleh pembicara. Sebaiknya khalayak berusaha untuk mencari informasi dari berbagai sumber agar tidak terjebak dalam pemikiran yang sempit dan tidak netral yang disampaikan oleh pembicara pidato.
1.5
Pembatasan Masalah Agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan, penelitian ini difokuskan pada pembahasan frame dan ideologi pidato Obama, penggunaan kosa kata, dan struktur kalimat yang merepresentasikan frame pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. Struktur kalimat yang dianalisis dalam penelitian ini adalah transitifitas, pasifasi, dan nominalisasi. Jenis penelitian analisis wacana kritis ini menggunakan teori analisis wacana kritis dari pandangan Fowler.
1.6
Tinjauan Pustaka Penelitian analisis wacana kritis telah banyak dilakukan oleh peneliti lain. Beberapa penelitian akan diuraikan secara ringkas sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Endang Sumarti (2010) menulis artikel jurnal tentang “Analisis Wacana Kritis Strategi Politik Penggunaan Bahasa Dalam Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono”. Penelitian tersebut menggunakan teori Fairclough dan Van Dijk untuk mengungkapkan strategi politik penggunaan bahasa yang digunakan SBY. Hasil penelitiannya yaitu strategi politik dalam penggunaan bahasa direfleksikan dalam penggunaaan kata, kalimat, dan gaya bahasa.
7
Penggunaan bahasa dalam pidato SBY menunjukkan kepada khalayak bahwa kondisi apa saja yang dihadapi Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Rina Budiwati (2011) menulis artikel jurnal tentang “Respresentasi Wacana Gender Dalam Ungkapan Berbahasa Indonesia dan Bahasa Inggris: Analisis Wacana Kritis”. Data penelitiannya tentang ungkapan berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang menyangkut tentang gender. Penelitian tersebut menggunakan teori Fairclough dan Mills untuk membongkar norma-norma secara implisit untuk memproduksi suatu ungkapan bergender. Hasil penelitiannya yaitu ungkapan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang mengandung wacana gender berbentuk nomina, frase nomina, frase verba, frase adjektiva, frase preposisi, anak kalimat, kalimat tunggal, kalimat elipsi, kalimat majemuk setara, majemuk bertingkat, dan majemuk campuran. Makna ungkapan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris adalah kelemahan dan kelebihan seseorang, kesuksesan, pernikahan, seksualitas, hal-hal negatif, dan kebijaksanaan. Dilihat dari pelakunya, ungkapan mengacu pada laki-laki, perempuan, dan laki-laki atau perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Amirotul Roifah (2013) menulis tesis “Analisis Wacana Kritis pada Headline Media Masa The Jakarta Post”. Penelitian ini menganalisis menggunakan teori perubahan sosial Fairclough yang memfokuskan pada elemen linguistik kata, tata bahasa, metafora, dan grafis. Hasil penelitian ini yakni 1) bentuk-bentuk strategi representatif kata, tata bahasa, metafora, dan grafis; 2) makna yang ditimbulkan wacana headline ini dihasilkan dari konteks berita, konteks sosial, dan representasinya; dan 3) ada tiga fungsi wacana headline tentang isu kenaikan harga BBM dalam media masa The Jakarta Post yaitu sebagai berikut:
8
a) mempengaruhi pembaca agar tetap menolak kenaikan harga BBM dan mendorong publik untuk mencari solusi BBM dari pada bergantung pada BBM yang harganya bisa dipermainkan, b) menggambarkan respon publik terhadap kenaikan harga BBM yang berisi penolakan kenaikan harga BBM, dan c) menggambarkan ideologi media masa. Penelitian yang dilakukan oleh Yusep Ahmafi (2014) menulis prosiding tentang “Representasi Konteks Miss World 2013 di sindonews.com (Analisis Wacana Kritis).
Penelitian
mendeskripsikan
ini
menggunakan
mekanisme
teks
yang
model
analisis
digunakan
Fairclough
untuk
sindonews.com
dalam
merepresentasikan kontes Miss World 2013 yang digelar di Indonesia. Hasil penelitiannya adalah a) sindonews.com menggunakan pemarkah linguistic seperti modalitas dan bentuk leksikal dalam membangun opini positif kontes Miss World 2013 dan b) sindonews.com merepresentasikan dukungan dari berbagai pihak sebagai opini tandingan atas pihak yang menolak dan mengecam kontes Miss World 2013 yang digelar di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmatan Idul (2014) yang menulis tesis “Representatif Tekstual Praktik-Praktik Sosial dalam Pidato Internasional Hasan Rouhani (Kajian Analisis Wacana Kritis). Penelitian ini menggunakan model analisis yang dikembangkan oleh Leeuwen untuk mengungkap 3 dimensi praktik sosial yang direpresentasikan Hasan Rouhani dalam pidatonya yaitu sebagai berikut 1) representasi aktor sosial, 2) representasi aksi sosial, dan 3) representasi sikap Hasan Rouhani terhadap isu yang terdapat dalam pidatonya. Hasil penelitian ini adalah 1) Hasan Rouhani menggunakan beberapa bentuk modalitas yang sesuai
9
dengan tujuan penggunaan modalitas tersebut dan menggunakan negasi, 2) Hasan Rouhani merepresentasikan aksi sosial melalui beberapa cara yaitu pemilihan kata yang hati-hati dan tepat, dan 3) dalam merepresentasikan aktor sosial yang terlibat dalam aksi-aksi sosial yang termuat dalam pidatonya. Berdasarkan beberapa penelitian analisis wacana kritis yang pernah dilakukan, di atas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap wacana mempunyai aspek-aspek bahasa dan aspek-aspek lain di luar bahasa. Penelitian ini berbeda dengan penelitianpenelitian di atas karena penelitian ini menggunakan teori analisis wacana kritis dari Fowler dan sumber data diambil dari teks pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk menjelang KTT Keamanan Nuklir ke-2.
1.7
Landasan Teori Ada beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan pembahasan dalam tesis ini yang perlu diuraikan. Konsep-konsep dasar tersebut dijadikan penegasan beberapa ide yang terkait dengan penelitian ini. Konsep-konsep yang dimaksud adalah (1) wacana, (2) pidato, (3) analisis wacana kritis, (4) ideologi, (5) frame, (6) pemilihan kosa kata, dan (7) tata bahasa.
1.7.1 Wacana Pengertian wacana menurut Stubbs (1983: 10) adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa; dengan perkataan lain unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa, seperti pertukaran-pertukaran
10
percakapan atau teks tertulis. Secara singkat, apa yang disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran (utterance). Pendapat yang lain dikemukakan oleh Kridalaksana (2011: 258) yang menyatakan bahwa wacana ialah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, pidato, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat lengkap. Lubis (1993: 21) mengistilahkan wacana (discourse) yaitu sama dengan teks, yakni satuan kebahasaan bahasa yang diucapkan atau tertulis panjang atau pendek, itulah yang dinamakan teks atau discourse. Teks adalah satu kesatuan semantik dan bukan kesatuan grammatikal. Kesatuan yang bukan lantaran bentuknya (morfem, klausa, kalimat) tetapi kesatuan artinya. Fairclough (1997: 258) menyatakan bahwa wacana adalah penggunaan bahasa yang dilihat sebagai bentuk praktik sosial, dan analisis wacana adalah analisis bagaimana teks bekerja dalam praktik sosiokultural. Dalam konteks wacana, bahasa digunakan sesuai keperluannya. Wacana yng dilahirkan bukan sekedar dalam format kalimat, tetapi dapat berbentuk klausa, frasa, paragraf, dan teks yang panjang. Wacana mengandung makna yang berbeda-beda, tergantung pada konteks wacana atau bagaimana bahasa digunakan. Oleh sebab itu, kajian wacana adalah kajian bahasa berdasarkan konteks penggunaannya. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana yaitu satuan bahasa terlengkap yang memiliki satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dan mengandung ide atau suatu gagasan di dalamnya. Wacana pidato yang dituturkan
11
oleh Obama merupakan suatu praktik sosial yang digunakan untuk tujuan atau kepentingan tertentu.
1.7.2 Pidato Dalam KBBI (Alwi, 2005: 1071) pengertian pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak, wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak. Crystal (1991: 327) pidato adalah pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak atau dapat diartikan juga sebagai wacana yang disiapkan di depan khalayak. Pidato tersusun dari tuturan yang tertata dengan baik dan bertujuan untuk menyampaikan sebuah ide atau topik tertentu. Pidato termasuk ke dalam komunikasi satu arah dan biasanya penting dan dapat menarik khalayak. Pidato disampaikan oleh orang penting untuk menuntun pendengar sesuai tujuan. Pidato yang baik dapat mengubah persepsi kepada pendengar pidato. Sedangkan menurut Woolbert (via Rakhmat: 2014: 14) pidato dipandang sebagai ilmu tingkah laku. Proses penysusnan pidato adalah kegiatan seluruh organisme. Pidato merupakan uangkapan kepribadian. Logika adalah dasar utama persuasi. Pidato merupakan contoh kegiatan bertutur yang sangat sering dilakukan oleh pemimpin. Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai ketika seorang pemimpin berpidato, yaitu menyebarluaskan ide, menanamkan pengaruh, dan memberikan arahan tentang suatu hal. Pidato merupakan ilmu dan seni bertutur. Pidato memiliki teknis, aturan, dan norma tersendri, termasuk didalamnya adalah
12
retorika. Pidato merupakan bentuk retorika dalam berkomunikasi dan bertujuan untuk memersuasi pendengar (Richard, John, dan Heidi, 1992: 29). Menurut Hart (1983: 15) pidato berbeda dengan komunikasi karena memiliki beberapa fitur yang khusus. Pesan yang disampaikan harus relevan secara keseluruhan sehingga pidato perlu disampaikan dengan jelas kepada siapa pidato tersebut disampaikan. Bahasa pidato terbatas dan tidak fleksibel dengan menggunakan kode-kode yang lazim, tidak menggunakan ungkapan pribadi ataupun tidak formal. Pidato yang dikomunikasikan dengan baik akan mendapatkan respon secara tidak langsung sebagai parameter suksesnya komunikasi lisan yang efektif. Dari beberapa pengertian pidato di atas, dapat disimpulkan bahwa pidato adalah pengungkapan pikiran atau ide atau topik dalam bentuk kata-kata yang tersusun dengan baik yang disampaikan oleh orang penting yang ditujukan kepada orang banyak. Pesan yang disampaikan harus relevan secara keseluruhan sehingga pidato perlu disampaikan dengan jelas kepada siapa pidato tersebut disampaikan. Pidato yang disusun dengan baik dapat mengubah persepsi kepada pendengar pidato. 1.7.3 Analisis Wacana Kritis Pada awal tahun 1990, analisis wacana kritis telah menjadi diskusi hangat di antara para ilmuwan sosial. Berkembang pesatnya penelitian tentang analisis wacana kritis diawali oleh penerbitan jurnal dari Dijk, yaitu Discourse and Society pada tahun 1990, yang dalam perkembangannya memicu kemunculan buku-buku, ejurnal, pertemuan, dan konferensi yang membahas analisis wacana kritis sehingga
13
akhirnya analisis wacana kritis dapat menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri (Wodak dan Meyer, 2009: 3). Analisis wacana kritis adalah suatu jenis penelitian yang mengkaji tentang penyalahgunaan kekuasaan sosial dan dominasi yang dihasilkan melalui teks dan pembicaraan dalam konteks sosial dan politik. Oleh karena itu, analisis wacana kritis berusaha untuk memahami dan memaparkan masalah-masalah sosial tersebut. Lebih spesifik, analisis wacana kritis berfokus pada cara-cara wacana menetapkan, melegitimasi, menghasilkan relasi kuasa dan dominasi dalam masyarakat. Analisis wacana kritis berkaitan erat dengan masalah-masalah kekuasaan, dominasi, hegemoni, ideologi, gender, ras, diskriminasi, struktur sosial, dan lain sebagainya. Tujuan dilakukan analisis wacana kritis adalah menguak masalah-masalah yang timbul dalam wacana. Sebuah teks dapat diibaratkan sebagai sebuah gunung es di permukaan laut sehingga untuk menguak makna-makna yang tersembunyi dalam teks, dilakukan dengan berpegangan pada analisis wacana kritis (Dijk, 2009: 352). Fairclough memandang analisis wacana kritis sebagai suatu bentuk analisis terhadap wacana, yaitu penggunaan bahasa sebagai bentuk praktik sosial. Disebut praktik sosial adalah karena bahasa merupakan bagian dari masyarakat, ada dalam kehidupaan mereka. Selain itu, bahasa juga merupakan suatu proses sosial dan penggunaanya ditemukan oleh kaidah-kaidah sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Analisis wacana kritis merupakan suatu pendekatan analisis wacana yang menjelaskan proses bagaimana suatu teks dapat diproduksi dan dikonsumsi. Fairclough menyebutkan analisis wacana kritis menjelaskan bagaimana suatu wacana dianalisis dengan tidak memisahkan konteks “institutional and discoursal
14
practices” yang terdapat di dalam teks tersebut. Analisis wacana kritis bukanlah semata-mata merupakan analisis teks dengan memperhatikan fitur linguistiknya saja, melainkan juga peristiwa atau realita dari wacana tersebut (Fairclough, 1997: 258). Pendapat Fairclough tersebut juga sejalan dengan pendapat Wodak dan Meyer (2009: 2) yang menegaskan bahwa analisis wacana kritis berbeda dengan analisis wacana biasa. Analisis wacana kritis tidak semata-mata mencermati unsur linguistik suatu teks, tetapi mempelajari fenomena sosial yang terdapat di dalamnya sehingga analisis wacana kritis akan membutuhkan pendekatan dari berbagai macam metode dan disiplin ilmu. Pendekatan kritis dalam analisis wacana ini menunjukkan bahwa analisis wacana kritis tidak hanya menjelaskan praktik wacana, tetapi juga bagaimana hubungan antara kekuasaan dan ideologi membangun wacana. Selain itu, analisis wacana kritis juga menjelaskan bagaimana pembentukan suatu pengetahuan, relasi, dan identitas sosial dipengaruhi oleh wacana tersebut, yang prosesnya tidak disadari oleh suatu lingkup masyarakat (Fairclough, 1997: 131). Wodak dan Meyer (2009: 3) menegaskan bahwa analisis wacana kritis berbeda dengan analisis wacana biasa. Analisis wacana kritis tidak semata-mata mencermati unsur linguistik suatu teks, tetapi mempelajari fenomena sosial yang terdapat di dalamnya sehingga analisis wacana kritis akan membutuhkan pendekatan dari berbagai macam metode dan disiplin ilmu. Miles dan Huberman (2007: 15) menjelaskan analisis wacana kritis sebagai kajian wacana terkait dengan struktur masyarakat dan ideologi. Tujuan analisis wacana kritis yaitu membantu menganalisis dan memahami masalah sosial dalam membantu mengatasi dan
15
memahami masalah sosial dalam hubungannya antara ideologi dan kekuasaan. Analisis wacana kritis dapat mengembangkan asumsi-asumsi yang bersifat ideologis yang terkandung dibalik kata-kata dalam teks atau ucapan dalam berbagai bentuk kekuasaan. Pengertian mengenai analisis wacana kritis dari Fairclough, Wodak, dan Habermas di atas sama halnya dengan pengertian linguistik kritis yang diungkapkan oleh Fowler dkk dan Crystal. Fowler (1979: 69) berpendapat bahwa linguistik kritis memandang bahasa sebagai praktik sosial, melalui mana suatu kelompok memantapkan dan menyebarkan ideologinya. Linguistik kritis dikembangkan dari teori linguistik yang melihat tata bahasa atau gramatikal dan strategi pemilihan kosakata tertentu membawa implikasi dan ideologi tertentu.
Definisi tersebut
sejalan dengan definisi linguistik kritis menurut Crystal (1991: 90) bahwa linguistik kritis merupakan kajian ilmu bahasa yang bertujuan mengungkapkan relasi-relasi antara kuasa tersembunyi dan proses-proses ideologis yang muncul dalam teks-teks lisan atau tulisan. Berdasarkan beberapa pandangan di atas, wacana yang berupa pidato tidak dianggap sebagai suatu hal yang netral akan tetapi merupakan bentuk dari pemertahanan kekuasaan. Maka dari itu, wacana pidato Obama pada KTT Keamanan Nuklir ke-2 akan dianalisis menggunakan kajian analisis wacana kritis yang bermaksud untuk mendiskripsikan suatu kepentingan kelompok dengan cara menganalisis bagaimana wacana diproduksi dan direpresentasikan kepada khalayak.
16
1.7.4 Ideologi Menurut Asshiddiqie (2005: 3), secara etimologis, istilah ideologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu idea yang berarti pemikiran, gagasan, dan konsep keyakinan, serta logos yang berarti pengetahuan. Dengan demikian, konsep ideologi pada dasarnya adalah ilmu pengetahuan tentang gagasan, konsep keyakinan atau pemikiran. Istilah ideologi dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam artian ini ideologi disebut terbuka, sedangkan dalam arti sempit, ideologi adalah gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak, yang disebut dengan ideologi tertutup. Kata ideologi sering juga dijumpai untuk pengertian memutlakkan gagasan tertentu, tetapi menyembunyikan kepentingan kekuasaan tertentu yang bertentangan dengan teorinya. Menurut Suseno (2003: 5), ideologi dalam arti luas digunakan untuk kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Ideologi juga merupakan gagasan dan nilai yang secara mutlak mau menentukan bagaimana manusia harus bertindak dan hidup. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ideologi yaitu kepercayaan (pandangan) yang dimiliki kelas atau kelompok tertentu, sistem kepercayaan yang dibuat yang digunakan oleh kelompok dominan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. Berdasarkan pengertian ideologi di atas, dapat disimpulkan bahwa
17
ideologi yaitu suatu keyakinan terhadap nilai yang dianggap benar dan nilai tersebut disebar kepada orang lain untuk membangun, mempertahankan kekuasaan atau dominasi. 1.7.5 Frame Berkenaan dengan hubungan antara bahasa dan ideologi, frame merupakan bentuk turunan atau transformasi ideologi (Fairclough, 1997: 73). Frame adalah suatu gagasan yang mengorganisasikan, atau suatu kerangka, untuk memahami peristiwa-peristiwa yang relevan yang dapat membuat isu tertentu (Eriyanto, 2002: 67). Frame berkaitan dengan bagaimana realitas dibingkai dan disajikan kepada khalayak. Moss (1999: 185) juga membahas hubungan antara bahasa dan ideologi bahwa wacana merupakan merupakan konstruk kultural yang dihasilkan ideologi karena wacana menggunakan frame tertentu untuk memahami realitas sosial. Moss mengartikan ideologi sebagai asumsi budaya yang menjadi normalitas alami dan idak dipersoalkan lagi. Sedangkan Gamson dan Modigliani (1983: 3) berpendapat bahwa frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek. Gitlin (1980: 7) mendefinisikan frame sebagai pola yang berkesinambungan tentang aspek kognisi, interpretasi, dan penyajian atas symbol-simbol yang secara rutin terseleksi, memperoleh penekanan dan pengecualian dalam pengaturan wacana. Gamson dan Modigliani (1989: 3) mendefinisikan frame sebagai sentral pengaturan gagasan yang menghasilkan makna dan menghubungkan potongan-potongan
18
peristiwa yang terorganisir sedemikian rupa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Berdasarkan pengertian frame yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa frame yaitu suatu gagasan yang terorganisir dengan membentuk peristiwa atau realita terhadap objek wacana tertentu. 1.7.6 Pemilihan Kosa Kata Dalam membangun model analisis Fowler mendasarkan pada penjelasan Halliday mengenai struktur dan fungsi bahasa. Fungsi dan struktur bahasa menjadi dasar struktur tata bahasa, di mana tata bahasa itu menyediakan alat untuk dikomunikasikan kepada khalayak. Fowler (1997: 81) meletakkan tata bahasa dan praktik pemakaiannya tersebut untuk mengetahui praktik ideologi.
Kosa kata
melakukan proses struktural yang sungguh-sungguh meskipun tidak mudah teramati secara langsung. Kosa kata adalah peta bukan sekedar daftar, sehingga melalui kosa kata dapat diketahui motif dari penggunaan kosakta tersebut. Penggunaan kosa kata berkaitan dengan penilaian seseorang terhadap realitas yang akan berdampak pada kosa kata yang dipilih. Menurut Fowler (1979 via Eriyanto, 2001: 133) ada 4 fungsi dalam penggunaan kosa kata dalam linguistik kritis yaitu pembuat klasifikasi, pembatas pandangan, pertarungan wacana, dan marjinalisasi.
1.7.7 Tata Bahasa Salah satu tata bahasa atau gramatikal yang dibahas oleh Fowler dkk adalah transitifitas. Transitifitas dalam studi bahasa kritis adalah teori dari aliran linguistik fungsional-sistemik dari Halliday (Fowler, 1996: 71). Teori ketransitifan ini
19
bersumber dari fungsi representasi bahasa yakni fungsi bahasa yang bertugas (i) menyandikan (encode) pengalaman tentang dunia, dan (ii) membawa gambaran tentang realitas. Gambaran mental itu dapat berupa struktur frasa, klausa, dan kata (Santoso, 2012: 151). Fowler (1996: 76-80) membahas transformasi dalam tata bahasa. Ada dua tipe transformasi yaitu pasifasi dan nominalisasi. Pasifasi adalah proses perubahan kalimat aktif menjadi pasif. Ketika kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif, proses bukan ditunjukkan kepada subjek, tetapi kepada objek yang menjadi titik perhatian objek atau pihak yang dikenai tindakan. Nominalisasi terjadi ketika kalimat atau bagian dari kalimat, gambaran dari suatu tindakan atau partisipan dibentuk dalam kata benda. Akibatnya, yang diterima oleh pembaca adalah kesan penguat dari suatu tindakan, tetapi sekaligus menghilangkan atau menurunkan peran aktor atau partisipan dari suatu peristiwa. Titik perhatian pembaca bukan pada siapa yang melakukan suatu tindakan, tetapi pada tindakan itu sendiri. Nominalisasi mengarahkan proses ke dalam objek, bukan subjek
1.8
Metode Penetitian Analisis wacana kritis adalah penelitian mengenai penggunaan bahasa yang menyusun dan tersusun secara fungsional (Fairclough, 1997: 258). Hal ini sejalan dengan Systemic Functional Linguistics yang dikemukakan Halliday (2004: 45) bahwa setiap teks memiliki fungsi ideasional yang berkaitan dengan bagaimana bahasa digunakan untuk merepresentasikan pengalaman, mememahami, dan mengekspresikan presepsi tentang dunia dan kesadaran manusia. Selain itu, teks
20
juga memiliki interaksi-interaksi sosial antara partisipan dalam wacana atau menampilkan fungsi interpersonal. Ketiga, teks memiliki fungsi tekstual yaitu penyatuan satuan linguistik yang terpisah ke dalam suatu keutuhan dan menggabungkannya dengan konteks-konteks situasional. Penelitian analisis wacana kritis dalam pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk menggunakan teori linguistik kritis yang dikemukakan oleh Fowler (1996: 76-80) yang menitik beratkan pada metafungsional SFL (Systemic Fungtional Grammar) Halliday yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang frame pidato Obama dan kaitannya dengan ideologi, penggunaan kosa kata, dan struktur kalimat yang merepresentasikan frame pidato Obama pada KTT Keamanan Nuklir ke-2. Penelitian ini mengenai analisis wacana kritis dengan objek pidato Obama pada KTT Keamanan Nuklir ke-2 dengan menggunakan teori analisis wacana kritis dari pandangan Fowler. Metode penelitian ini berpijak pada tiga tahap yaitu: 1) pengumpulan data (penjaringan data dan pengklasifian data), 2) penganalisisan data (pembuktian data yang diklasifikasikan), dan 3) penyajian hasil analisis (perumusan kaidah penggunaan bahasa yang telah ditemukan). 1.8.1 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah teks pidato yang disampaikan oleh Presiden Obama tentang keamanan nuklir menjelang KTT Keamanan Nuklir ke-2 kepada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk (Seoul, Korea Selatan), pada tanggal 26 Maret 2012. Teks pidato Obama pada KTT Keamanan Nuklir ke-2 di
21
Seoul, Korea Selatan didapatkan dari website white house, pada pustaka laman http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2012/03/26/remarks-president-obamahankuk-university (diakses pada tanggal 18 September 2014, 23.20 WIB). Data yang dianalisis yaitu kosa kata, transitifitas dan pasifasi yang merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama.
1.8.2 Metode Pengumpulan Data Peneliti mengumpulkan data penelitian dengan cara membaca penggunaan bahasa dalam teks pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk agar dapat memahami secara mendalam. Peneliti mengidentifikasi penggunaan bahasa yang relevan. Menyimak penggunaan bahasa yang digunakan dalam teks pidato Obama. Data diidentifikasi berdasarkan pilihan kosa kata, transitifitas, dan pasifasi. Kemudian data diklasifikasi sesuai dengan rumusan masalah yang telah dibuat sebelumnya. Dengan cara menyimak, mengidentifikasi, dan mengklasifikasi data memudahkan penjaringan data dan menganalisis data.
1.8.3 Metode dan Teknik Analisis Data Pendekatan kualitatif kritis yang digunakan dalam penelitian analisis wacana kritis ini menggunakan teori linguistik kritis (critical linguistics) dari pandangan Fowler tentang penggunaan kosa kata
dan struktur kalimat (transitifitas dan
transformasi (pasifasi dan nominalisasi)) yang merepresentasikan frame pidato dan
22
ideologi Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. Dengan pendekatan kualitatif kritis, kalimat-kalimat dalam pidato Obama akan dikaji secara kritis dengan mendeskripsikan frame dan ideologi pidato Obama, penggunaan kosa kata, dan struktur kalimat yang merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. Ada
dua
metode
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
untuk
merepresentasikan frame pidato Obama dan ideologi, penggunaan kosa kata, dan struktur kalimat. Pertama, metode padan pragmatik adalah metode padan yang alat penentunya mitra bicara pada saat satuan kebahasaan menurut reaksi mitra bicara pada saat kebahasaan itu dituturkan oleh orang lain (Kesuma, 2007: 43). Kedua, model analisis kognisi sosial dengan cara mengidentifikasi clue (tanda, isyarat) (Titscher via Subagyo, 2014: 26). Clue berupa aneka satuan kebahasaan, mulai dari pernyataan berwujud gugus kalimat, kalimat tunggal, frasa, kata. Kemudian clue dideskripsikan dan dipaparkan sesuai konteks. Analisis data dilakukan melalui tabel fokus telaah, unit analisis, dan penjabaran satuan analisis yang akan dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Fokus Telaah, Unit Analisis, dan Penjabaran Analisis Fokus Telaah Frame dan kaitannya dengan ideologi Penggunaan kosa kata
Unit Analisis Kosa kata Frasa Kalimat Gugus kalimat Kosa kata Frasa Kalimat
Penjabaran Analisis Bagaimana frame pidato Obama dan ideologi ?
Bagaimana penggunaan kosa kata dapat menggambarkan realitas untuk merepresentasikan frame dan ideologi
23
Gugus kalimat Tata bahasa: Transitifitas
pidato Obama?
Bagaimana realitas yang sedang berlangsung untuk merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama?
Apa yang ditonjolkan Obama dengan frame dan ideologi pidato Obama? Apa yang disamarkan atau disembunyikan Obama dengan frame dan ideologi pidato Obama?
Kalimat Pasifasi Nominalisasi
1.8.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Penyajian hasil analisis data yang disajiakan dengan secara deskriptif berdasarkan kerangka analisis dan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Diskripsi disajiakan melalui kata-kata biasa disertai dengan contoh-contoh yang relevan, sehingga menghasilkan informasi yang detail dan lengkap. Penyajian hasil analisis data ini dilakukan dengan mendeskripsikan frame pidato Obama dan kaitannya dengan
ideologi,
penggunaan
kosa
kata,
dan
struktur
kalimat
yang
merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk.
1.9
Sistematika Penyajian Penelitian ini akan disajikan dalam lima bab, yaitu sebagai berikut: Bab 1 berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.
24
Bab 2 membahas tentang frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. Bab 3 membahas tentang penggunaan kosa kata yang merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. Bab 4 membahas tentang penggunaan struktur kalimat yang merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. Bab 5 berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.