Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
KAJIAN SPESIFIKASI BAJA UNTUK KEAMANAN FASILITAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR Djoko Muljono, Amung Somantri, Bimakarsa Wijaya PT Krakatau Steel (Persero), Tbk Jl. Industri no.5 PO Box 14 Kawasan Industri KIEC Cilegon 42435 Telepon 0254-371005, Fax 0254-371990, Email
[email protected]
ABSTRAK KAJIAN SPESIFIKASI BAJA UNTUK KEAMANAN FASILITAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR. Berbagai jenis spesifkasi baja sangat banyak digunakan dalam fasilitas pabrik pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), mulai dari spesifikasi pelat baja untuk bejana tekan reaktor, paduan khusus untuk pelindung inti bahan bakar reaktor, baja tulangan untuk penguat beton bangunan pelindung, maupun berbagai jenis pipa baja nirkarat dan baja paduan untuk sistem pipa uap air dan pendingin serta sistem turbin. Pemilihan jenis dan spesifikasi baja sangat tergantung pada bentuk, ukuran dan tipe reaktor (misal PWR, BWR) dan level keamanan PLTN yang dipersyaratkan. Mengacu pada standar keamanan material untuk PLTN dari American Institute of Steel Construction (AISC) maka perancangan dan pembangunan reaktor nuklir harus memperhatikan kode spesifikasi yang direkomendasikan. Beberapa spesifikasi yang direkomendasikan dan telah dapat diproduksi di dalam negeri antara lain adalah ASTM A515 dan ASTM A516grade 70 untuk bejana tekan reaktor yang mempersyaratkan ketahanan mulur dan mampu las yang baik, ASTM A1008 untuk struktur beton dinding pelindung reaktor, serta berbagai jenis dan ukuran baja tulangan, kanal dan siku berstandar SNI, JIS dan ASTM. Untuk mencegah kerusakan struktur utama dari bencana gempa bumi mengingat Indonesia termasuk wilayah rawan gempa, maka pemilihan material baja harus mengutamakan kekuatan dan ketangguhan tinggi. Penggunaan struktur beton dengan rancangan elastik perlu dipertimbangkan untuk dimodifikasi dengan kombinasi rancangan elastik-plastik yaitu dengan menggunakan struktur baja yang tahan terhadap gempa, menggunakan square tube dari spesifikasi JIS G3136 SN 400 dan SN 490. Kata kunci: PLTN, baja, ketahanan mulur, ketangguhan, ketahanan gempa
ABSTRACT STUDY OF STEEL SPECIFICATIONS FOR SECURITY OF NUCLEAR POWER PLANT FACILITIES. Various types of steel specification is widely used in the nuclear power plant facilities, ranging from steel plate for pressure-vessel reactors, special alloys for fuel clad protective of reactor core, steel bars for reinforced concrete for containment building, as well as various kinds of stainless steel pipe and alloy steel pipe for steam and cooling system and also for turbine system. Selection of types and specifications of the steel are very dependent on the shape, size and type of the nuclear power plant reactor (eg, PWR, BWR) and of the security level required. Referring to the security standards for nuclear material from American Institute of Steel Construction (AISC), the design and construction of nuclear reactor should give attention to the recommended specification codes. Some specifications have been recommended and can be domestically produced, among others are ASTM A515 and ASTM A516 grade 70 for reactor pressure vessels which is requiring good creep resistance and weldability, ASTM A1008 for the structure of the containment wall, as well as various types and sizes of rebars, canals and elbows of ISO, JIS and ASTM standards. Since Indonesia is located in earthquake-prone area, to prevent damage of the main structure, the selection of material should give priority to high strength and toughness steel as well. The use of elastic design for concrete structures should be considered to be modified with a combination of elastic-plastic design by using a steel structure which is more resistant to earthquake, by using square steel tubes of JIS G3136 SN 400 and SN 490 specification. Keywords: nuclear power plants, steel, creep-resistance, toughness, earthquake-resistance
ISSN 1979-1208
367
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
1.
PENDAHULUAN
Fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) merupakan salah satu fasilitas pabrik yang membutuhkan tingkat keamanan sangat tinggi, mengingat potensi bahaya kebocoran bahan radioaktif yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan di sekitar pabrik, bahkan dapat meluas ke radius yang lebih jauh lagi. Pengalaman buruk dengan meledaknya reaktor nomer 4 pada PLTN Chernobyl tahun 1986 di Ukraina yang telah mencapai bahaya level 7 skala kejadian nuklir internasional dan membawa banyak korban manusia dan lingkungan telah membuat dunia tersentak dan meningkatkan seluruh standar keamanan fasilitas nuklir maupun PLTN ke tingkat tertinggi, baik dari sisi operasi maupun keamanan fasilitas dan sistem pengamanannya sendiri. Kejadian rusaknya sistem pendingin reaktor dan kebocoran yang terjadi baru-baru di PLTN Fukushima menyusul gempa berkekuatan 9.0 skala richter yang melanda Prefektur Miyagi di Jepang bagian utara pada tanggal 11 Maret 2011 telah menyadarkan kembali arti pentingnya standar keamanan fasilitas nuklir bagi seluruh masyarakat dunia. Terlepas dari penyebab kerusakan pada reaktor nuklir sangatlah beragam, baik itu dari kesalahan manusia (human error), kesalahan prosedur pengamanan, kegagalan akibat material (failure), kesalahan desain PLTN, maupun akibat bahaya dari luar bersifat force majure dan ekstrim seperti kebakaran, banjir, tsunami ataupun gempa bumi, ataupun komplikasi dari beberapa hal di atas, pelajaran terpenting dari kejadian bencana yang terjadi adalah harus selalu dipastikan standar keamanan fasilitas nuklir berada pada tingkat tertinggi. Makalah ini membahas tentang keamanan fasilitas PLTN dari sudut pandang material baja yang digunakan untuk bejana reaktor, sistem dan bangunan pelindung (containment building) maupun konstruksi bangunan PLTN secara keseluruhan. Mengingat Indonesia di masa depan memiliki prospek besar untuk membangun dan mengoperasikan PLTN untuk menjaga kecukupan energi listrik nasional sampai 100.000 MW di masa depan, termasuk kebutuhan untuk menggantikan energi fosil dengan energi terbarukan, maka menjadi penting pula untuk memastikan bahwa ketersediaan material baja untuk pembangunan dan perawatan fasilitas PLTN dapat dipasok dari industri baja di dalam negeri. Kajian ini hanya akan dibatasi pada pembahasan tentang spesifikasi standarmaterial baja yang digunakan pada fasilitas PTLN dan kesetaraannya, aspek keamanannya, serta kemampuan industri nasional untuk memproduksinya. Juga akan diberikan kajian dan usulan untuk penggunaan desain dan material konstruksi bangunan pelindung yang memiliki sifat ketahanan gempa (seismic resistance) yang lebih tinggi, mengingat wilayah Indonesia sama seperti halnya Jepang memiliki kondisi geologis yang mirip dan rentan terhadap bahaya gempa bumi. Kejadian gempa tektonik berskala cukup besar yang beberapa kali telah melanda wilayah Sumatera Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bukti bahwa pembangunan PLTN di Indonesia mutlak harus mempertimbangkan risiko gempa bumi dan menjadikan salah satu faktor penting dalam perancangan fasilitas PTLN di Indonesia. Diharapkan kajian ini dapat menyumbang pemikiran dan wawasan yang berguna dari aspek material baja bagi para peneliti dan praktisi bidang tenaga nuklir di Indonesia yang saat ini tengah bergiat menyelesaikan rencana proyek pembangunan PLTN di Indonesia. Diharapkan pula makalah ini dapat merintis kerjasama yang lebih eat antara institusi penelitian dan industri terkait bidang tenaga nuklir dengan kelompok institusi penelitian baja dan kalangan industri baja di Indonesia.
ISSN 1979-1208
368
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
2.
PERALATAN DAN KOMPONEN PLTN DARI BAJA
2.1.
Bejana Reaktor dan Boiler Kebutuhan material untuk bejana reaktor (reactor vessel) sangat tergantung pada jenis reaktor yang digunakan. Pada reaktor tipe PWR (pressured water reactor) yang menggunakan air bertekanan tinggi (153 atm atau 15.5 MPa) pada temperatur operasi sekitar 345°C, maka membutuhkan jenis material baja dengan spesifikasi khusus untuk bejana tekan (pressure vessel) yang memiliki ketahanan terhadap kondisi operasi yang kritis, khususnya untuk menjaga agar tidak terjadi fenomena creep (mulur) pada temperatur tinggi dan tekanan hidrostatik yang besar. Material bejana untuk reaktor PWR juga harus memiliki spesifikasi ketahanan terhadap brittle akibat paparan flux neutron yang dapat memperpendek umur kerja bejana, sehingga harus dirancang memiliki tingkat keuletan dan ketangguhan yang lebih tinggi. Spesifikasi yang disarankan antara lain adalah ASTM A515 dan ASTM A516 grade 70, JIS G 3115 SPV490 atau grade lain yang lebih tinggi, tentunya tergantung pada volume dan bentuk bejana tekannya. Selain faktor temperatur tinggi, aspek lain yang harus diperhatikan adalah ketahanan terhadap korosi akibat penggunaan asam borat pada air pendingin pada sehingga disarankan agar jenis baja karbon yang digunakan harus dirancang memiliki ketahanan korosi cukup memadai, atau menggunakan jenis material stainless steel. Beberapa reaktor PWR pada bagian dalam bejana tekan menggunakan lapisan stainless steel atau paduan lainnya untuk mencegah korosi pada temperatur tinggi. Sedangkan material untuk heat exchanger atau steam generator pada reaktor PWR umumnya memang terbuat dari tube dari jenis paduan Monel atau Inconel atau sebagai alternatif dapat menggunakan material stainles steel 316 yang lebih murah.
(a) (b) Gambar 1. (a) Bejana tekan reaktor PWR (b) Bejana tekan reaktor BWR Untuk tipe reaktor BWR (boiling water reactor) yang bekerja pada tekanan lebih rendah (75 atm, 7.6 MPa) dan temperatur lebih rendah (285°C) tentunya membutuhkan spesifikasi baja untuk bejana tekan yang lebih rendah dibandingkan PWR. Namun demikian ukuran bejana reaktor BWR yang jauh lebih besar akan memberikan beban statik yang besar, dan juga membutuhkan perhatian dari sisi proses manufaktur material, khususnya pada dimensi tebal dan lebar pelat baja yang dibutuhkan sebagai bahan baku, termasuk dari aspek kemampuan pengelasan (weldability) material yang baik. Dimensi ketebalan pelat baja untuk
ISSN 1979-1208
369
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional bejana tekan berukuran besar mulai dari 20 mm sampai 40 mm, dengan lebar pelat mulai dari 6 feet sampai 8 feet. Secara umum spesifikasi baja untuk bejana reaktor bagi kedua tipe reaktor PWR dan BWR saat ini telah dapat diproduksi di dalam negeri, baik dengan standard ASTM, JIS, atau standard lainnya. Sedangkan jenis material special alloys atau stainless steel saat ini masih belum ada industri dalam negeri yang memproduksinya secara komersial. 2.2.
Bangunan Pelindung Reaktor Bangunan pelindung (containment building) dirancang sebagai sistem pelindung terakhir PLTN dalam kondisi bahaya, yaitu untuk mencegah terlepasnya material radioaktif jika terjadi kecelakaan atau kondisi emergency lainnya. Karenanya sistem bangunan pelindung harus memiliki dinding pengungkung (containment wall) yang bersifat kedap udara dan mampu menahan tekanan cukup tinggi yang berasal dari kebocoran gas dari bejana tekan reaktor, serta mampu menahan temperatur cukup tinggi dari gas bertekanan tersebut dalam waktu yang cukup lama sebelum pada akhirnya dilepaskan secara bertahap melalui prosedur pengurangan tekanan yang telah dirancang untuk menghindari kerusakan bangunan dan tingkat kebocoran radioaktif yang lebih parah. Selain itu bangunan pelindung PLTN juga sekaligus harus mampu melindungi seluruh sistem utama PLTN dari bahaya yang berasal dari luar yang bersifat menghancurkan seperti serangan rudal (missile), tabrakan dari pesawat komersial, topan badai, atau bahaya gempa bumi berskala tinggi dan terjangan gelombang tsunami berkekuatan sangat besar yang terjadi baru-baru ini di PLTN Fukushima Jepang. Dengan alasan itu konstruksi bangunan pelindung harus sangat kuat dan dinding pengungkung dirancang sangat tebal agar mampu menahan beban deformasi dan daya benturan yang sangat besar. Fungsi tambahan bangunan pelindung adalah juga sebagai penopang struktur bagi operasional PLTN seperti crane atau fungsi mekanik lainnya. Secara umum rancangan konstruksi bangunan pelindung berbeda-beda tergantung pada jenis dan tipe reaktor PLTN. Untuk reaktor tipe PWR bangunan pelindung memiliki ukuran raksasa karena harus menutupi seluruh sistem reaktor, dan rancangan modern umumnya memiliki bentuk silinder dengan atap kubah bulat (hemi-spherical) agar mampu menahan tekanan yang sangat besar di seluruh bagian dindingnya. Struktur dinding pengukung utama dapat terbuat silinder baja yang diperkuat dengan struktur beton atau reinforced concrete (RC) sebagai penguat, atau sebaliknya terbuat dari RC dengan steel liner sebagai pelapis kedap udara di bagian dalamnya (Gambar 2), atau kombinasi dan variasi lain dari kedua tipe tersebut. Material baja yang digunakan untuk silinder baja biasanya adalah tipe baja karbon AISI 1008/ASTM A1008, JIS G 3118 SGV480, atau grade lain yang lebih tinggi seperti JIS G 3115 SPV490 yang memang dirancang khusus untuk bejana tekan yang bekerja pada temperatur tinggi. Sedangkan baja tulangan yang digunakan dalam struktur RC dapat menggunakan baja tulangan sirip (deformed bar) seperti JIS G 3112 SD490 atau yang lebih rendah. Kemajuan di bidang aplikasi penggunaan material baja yang mengikuti tren teknologi konstruksi beton banyak dikembangkan saat ini untuk bangunan komersial dan gedung bertingkat (high rise building), sehingga rancangan modern bangunan pelindung mulai mengganti sebagian (atau seluruh) dari struktur beton RC dengan sistem struktur beton tipe steel-plate reinforce concrete (SRC) atau sama sekali menggunakan struktur baja tanpa beton. Spesifikasi baja yang digunakan untuk SRC misalnya adalah baja lembaran canai panas struktural JIS G 3106 SM490 dan JIS G 3136 SN490 yang dirancang memiliki sifat mampu las (weldability) yang prima, sifat mekanik yang lebih tinggi dan ketahanan terhadap gempa yang lebih baik.
ISSN 1979-1208
370
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
(a) (b) Gambar 2. Skema Containment Building Tipe Reaktor PWR[1] (a) Steel Primary Containment dengan Penguat Reinforced-Concrete (b) Reinforced-Concrete dengan Pelapis Baja Reaktor AP1000 Westinghouse merupakan salah satu contoh rancangan PWR terbaru yang mengaplikasikan kedua jenis struktur RC dan SRC untuk mendapatkan optimasi struktur terbaik dan aman, sekaligus bernilai investasi lebih murah [2]. Kebanyakan reaktor AP1000 yang dibangun di China saat ini menggunakan sistem modular dari panel dinding RC dan SRC yang dapat menghemat waktu pemasangan sekaligus dinilai memiliki faktor keamanan struktur yang lebih tinggi[3].
(a) (b) Gambar 3. Skema Containment Building Tipe Reaktor BWR Mark II (a) Steel Primary Containment dengan Penguat Reinforced-Concrete (b) Reinforced-Concrete Primary Containment
ISSN 1979-1208
371
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Sedangkan untuk reaktor BWR struktur bangunan pelindung memiliki rancangan yang berbeda karena terbagi atas sistem drywell dan wetwell yang dirancang dapat menurunkan tekanan secara otomatis jika terjadi kebocoran. Secara prinsip karena tekanan di dalam reaktor lebih rendah maka bangunan pelindung tidak harus menggunakan pelapis baja yang lebih kedap di bagian dalam, namun dapat mengandalkan pada struktur beton RC atau SRC yang digunakan. Namun demikian beberapa rancangan juga ada yang menggunakan baja sebagai bangunan pelindung utama (steel primary containment), seperti terlihat pada Gambar 3a. Reaktor nomer 1-6 PLTN Fukushima I yang menggunakan rancangan Mark 1 dan Mark 2 dan sempat mengalami masalah kebocoran dan kegagalan sistem pendinginan pasca gempa dan tsunami yang melanda Prefektur Miyagi baru-baru ini adalah salah satu contoh yang menggunakan sistem ini. Reaktor nomer 7 dan 8 PLTN Fukushima I yang sedang dibangun oleh Tokyo Electric Power Company (TEPCO) menggunakan sistem konstruksi bangunan pelindung terbuat dari SRC yang dirancang memiliki ketahanan gempa (seismic resistance) lebih kuat. TEPCO menyatakan bahwa kapasitas menahan beban deformasi struktur SRC lebih kuat 1.5 lipat dibandingkan struktur RC pada umumnya[4]. 2.3.
Komponen Struktural dan Pendukung Lainnya Komponen struktural PLTN selain dari bangunan pelindung utama antara lain adalah struktur lantai bangunan utama, sistim crane, sistem pipa, termasuk sistem turbin yang untuk beberapa jenis PLTN berada di luar bangunan pelindung. Sebagian besar dari komponen-komponen ini terbuat dari baja karbon untuk struktural umum seperti ASTM A1008 atau JIS G 3101 SS400, namun sebagian juga terbuat dari baja paduan dan baja nirkarat seperti ASTM A167 atau ASTM A276, termasuk pipa austenitic steel ASTM A312. Beberapa komponen pipe fittings (elbow, flange) umumnya terbuat dari baja coran (steel castings), baik dari jenis baja karbon maupun baja nirkarat atau baja paduan lainnya. Mengacu pada standar keamanan material untuk fasilitas PLTN yamg dikeluarkan oleh AISC (American Institute of Steel Construction) maka perancangan dan pembangunan reaktor nuklir harus memperhatikan kode spesifikasi dan sertifikasi material yang direkomendasikan, dan menggunakan perhitungan rancangan struktural sesuai kebutuhan fasilitas PLTN tersebut. Sebagai dasar perhitungan rancangan struktural harus memperhatikan lokasi area geografis, kondisi iklim lingkungan dan risiko kondisi bahaya di sekitar daerah tersebut, sehingga selain beban normal saat kondisi operasi juga memperhitungan beban-beban pada kondisi kritis (severe loads) dan ekstrim (extreme loads) seperti angin tornado, gempa bumi, gelombang tsunami, ataupun bahaya tak terduga seperti benturan dari pesawat komersial yang jatuh atau serangan rudal yang sengaja diarahkan ke fasilitas nuklir. Seluruh faktor beban tersebut dan kombinasinya harus menjadi acuan untuk rancangan dimensi dan nilai kekuatan rancangan (allowable strength design) dari setiap komponen struktural, dan selanjutnya menjadi dasar penentuan spesifikasi material yang sesuai sebagai bahan baku dari masing-masing komponen tersebut. Tabel 1 menunjukkan beberapa kode spesifikasi material baja yang direkomendasikan AISC untuk fasilitas PLTN[5]. Selain dari persyaratan yang telah diatur di dalam masing-masing spesifikasi materialnya sendiri, untuk aplikasi struktural fasilitas PLTN maka AISC memberikan beberapa tambahan persyaratan lainnya, yaitu antara lain persyaratan energi impak Charpy pada temperatur tertentu (Tabel 2), persyaratan ketahanan creep (mulur) atau pelemahan kekuatan tarik pada kondisi elevated temperature, termasuk persyaratan kondisi non-welded pada beberapa grade baja nirkarat (austenitic dan martensitic). Dengan tambahan persyaratan
ISSN 1979-1208
372
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional seperti ini, maka jaminan terhadap keamanan fasilitas PLTN dari sudut pandang material dapat lebih tinggi. Tabel 1. Kode Spesifikasi Standar Material Baja untuk Fasilitas PLTN No
Specification Code
Full name Specification
1.
ASTM A1008/A1008M
Standard Specification for Steel, Sheet, Cold-Rolled, Carbon, Structural, High-Strength Low-Alloy and HSLA with Improved Formability
2.
ASTM A515/A515M
Standard Specification for Pressure Vessel Plates, Carbon Steel, for Intermediate- and Higher-Temperature Service
3.
ASTM A516/A516M
Standard Specification for Pressure Vessel Plates, Carbon Steel, for Moderateand Lower-Temperature Service
4.
ASTM A27/A27M
Standard Specification for Steel Castings, Carbon, General Application
5.
ASTM A148/A148M
Standard Specification for Steel Castings, High Strength, for Structural Purposes
6.
ASTM A106/A106M
Standard Specification for Seamless Carbon Steel Pipe for High-Temperature Service
7.
ASTM A167
Standard Specification for Stainless and Heat-Resisting Chromium-Nickel Steel Plate, Sheet, and Strip
8.
ASTM A217/A217M
Standard Specification for Steel Castings, Martensitic Stainless and Alloy, for Pressure-Containing Parts, Suitable for High-Temperature Service
9.
ASTM A240/A240M
Standard Specification for Chromium and Chromium-Nickel Stainless Steel Plate, Sheet, and Strip for Pressure Vessels and for General Applications
10. ASTM A312/A312M
Standard Specification for Seamless, Welded, and Heavily Cold Worked Austenitic Stainless Steel Pipes
11. ASTM A666-03
Standard Specification for Annealed or Cold-Worked Austenitic StainlessSteel Sheet, Strip, Plate, and Flat Bar
12. ASTM A564/A564M
Standard Specification for Hot-Rolled and Cold-Finished Age-Hardening Stainless Steel Bars and Shapes
Tabel 2. Persyaratan Energi Impak Charpy untuk Aplikasi Struktural PLTN
3.
No
Nilai Yield Strength
1. 2. 3.
<= 250 MPa (36 ksi) 250 – 300 MPa (36 – 44 ksi) (44 ksi) >= 300 MPa
Energi Impak Charpy (minimum) Average 3 sampel Minimum 21 J Minimum 27 J Minimum 41 J
1 sampel Minimum 14 J Minimum 21 J Minimum 34 J
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
3.1.
Baja untuk Boiler dan Bejana Tekan pada Temperatur Tinggi Material untuk boiler dan bejana tekan yang bekerja pada tekanan tinggi dan temperatur tinggi (intermediate and critical elevated temperature) pada prinsipnya membutuhkan sifat ketahanan mulur (creep resistance) pada temperatur tinggi, dan penurunan sifat mekaniknya harus dapat terkendali sehingga tidak membahayakan struktur bejana tekan yang bekerja menahan beban tekanan hidrostatis dari uap bertekanan tinggi di dalamnya. Fenomena creep sangat terkait dengan pergerakan deformasi kristal melalui batas butir, dengan pergerakan dislokasi panjat (climb), luncur (glide), dan geser (slip) sehingga baja harus dirancang memiliki batas butir yang minimum untuk mencegah pergerakan dislokasi pada temperatur tinggi. Spesifikasi ASTM A515, ASTM A516 grade 70, atau JIS G
ISSN 1979-1208
373
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional 3115 SPV450 dan SPV490 merupakan contoh beberapa spesifikasi baja untuk penggunaan boiler dan bejana tekan yang bekerja pada temperatur kritis, dan memiliki persyaratan sifat mekanik yang sangat tinggi, serta mampu bentuk dalam bending test 180° agar dapat dibentuk menjadi silindris. Termasuk menambahkan persyaratan ukuran butir austenite minimum dengan tujuan untuk menjamin kemampuan material dapat bertahan pada kondisi operasi temperatur tinggi. Selain itu spesifikasi ini juga mempersyaratkan sifat mampu las (weldability) yang prima untuk menjamin proses manufaktur pembuatan bejana tekan tanpa terjadi retak pada daerah sambungan. Tabel 3. Persyaratan Sifat Mekanik Spesifikasi JIS G 3115 SPV450 dan SPV490 Spesifikasi
TS (MPa)
YS (MPa)
Elongasi (%)
Bend 180°
t 6 – 50 t 50 – 100 t < 16 t 16 – 100 mm mm 570 450 min 430 min 19mm min 26mm min 1.5 x tebal 610 700490 min 470 min 18 min 25 min 1.5 x tebal 740 Tabel 4. Persyaratan Sifat Mekanik Spesifikasi ASTM A515 dan A516 grade 70
SPV 450 SPV 490
Spesifikasi A515 Grade 70 A516 Grade 70
YS (MPa) TS (MPa) 260 min 260 min
485 - 620 485 - 620
Elongasi (%) L0=200 mm
Austenite grain size
17 min 17 min
1 – 5 ASTM n.a.
Pembuatan material dengan spesifikasi khusus ini membutuhkan rancangan komposisi kimia yang menggunakan kadar karbon rendah dengan paduan mikro niobium, vanadium, titanium, termasuk paduan nickel dan chrom, untuk mendapatkan seluruh peryaratan sifat mekanik di atas. Proses rolling untuk menghasilkan baja lembaran panas (hot rolled coil /plate) juga membutuhkan kondisi khusus untuk menghasilkan sifat mekanik yang tinggi namun dengan ukuran butir austenite yang relatif besar. Saat ini produksi spesifikasi ASTM A516 grade 70 telah dapat dilakukan di dalam negeri, khususnya di PT Krakatau Steel (Persero), Tbk sampai ketebalan 25 mm, dan diharapkan dengan investasi baru nantinya dapat diproduksi sampai ketebalan 60 mm. Persyaratan yang ketat dan requirement yang tinggi membuat biaya produksi grade ini cukup mahal dibandingkan grade baja struktural ataupun aplikasi lainnya, dan untuk itu mutlak membutuhkan sistem penjaminan kualitas (quality assurance) yang baik karena memerlukan proses pengendalian parameter produksi, inspeksi produk dan pengujian di laboratorium untuk setiap heat leburan dan jumlah lembaran yang dikirim ke konsumen. Sedangkan material baja dari baja nirkarat atau baja paduan lainnya untuk saat ini masih belum dapat diproduksi di dalam negeri. 3.2.
Baja untuk Ketahanan Terhadap Gempa Terkait persyaratan ketahanan terhadap gempa (seismic resistance), pada prinsipnya setiap rancangan struktural harus menggunakan elemen rancangan inelastik atau elastikplastik, yaitu rancangan yang mengijinkan terjadinya keluluhan pada struktur (melewati titik luluh atau yield strength). Konsep ini memperbolehkan kerusakan pada tingkat tertentu akibat gempa pada kekuatan yang telah diperhitungkan, namun struktur bangunan utama tidak boleh runtuh (collapse). Sebagai contoh SNI 1726 mengatur bahwa struktur bangunan boleh rusak akibat gempa rencana tetapi tidak boleh runtuh. Untuk mencapai tujuan itu maka harus ditentukan beberapa titik lokasi dan komponen struktur yang akan mengalami
ISSN 1979-1208
374
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional kerusakan tersebut (disebut sebagai fuse atau sekring) dimana lokasi tersebut dapat dikendalikan, sehingga kerusakan dan atau kerugian yang lebih besar dapat dicegah. Sebaliknya bangunan biasa dengan rancangan elastik tidak diperbolehkan terjadinya luluh pada struktur, atau dengan kata lain seluruh beban harus ditanggung oleh komponen struktur, sehingga jika terjadi gempa dengan kekuatan yang jauh melebihi kemampuan rancangan struktur maka bangunan akan runtuh tanpa dapat diperhitungkan tingkat kerusakan dan kerugiannya. Untuk konsep bangunan umum konsep ketahapan terhadap gempa dengan menggunakan rancangan inelastik di atas dapat diterapkan dengan cukup mudah, antara lain dengan memperhitungkan dan memilah lokasi mana yang akan dijadikan sebagai fuse dan lokasi mana yang memiliki peruntukan untuk manusia dan peralatan penting yang harus tetap mampu memberikan perlindungan maksimum. Namun pada fasilitas PLTN hal ini tentunya tidak mudah karena faktor keamanan sangat tinggi dan dapat dikatakan hampir semua bagian fasilitas memiliki tingkat keamanan yang sama tingginya. Untuk itu faktor perancangan sangat penting untuk memilih lokasi yang menggunakan rancangan elastik dan mana yang menggunakan rancangan inelastik atau elastik-plastik. Sebagai contoh komponen bangunan pelindung reaktor tipe PWR yang berfungsi sebagai pelapis (steel liner) untuk menjaga bagian dalam agar tetap kedap dan pada tekanan tinggi tentu tidak boleh mengijinkan terjadinya luluh yang berpotensi kebocoran (leakage), namun sebaliknya bagian struktur yang menyangga harus dipastikan tetap berfungsi saat terjadi gempa pada kekuatan tinggi yang berpotensi merusak komponen struktur yang bersifat elastik. Pada bagian inilah rancangan inelastik dapat diaplikasikan. AISC lebih jauh mengatur bahwa rancangan inelastik dan plastik pada fasilitas PLTN hanya diijinkan pada komponen dari material baja yang memiliki titik luluh tidak lebih dari 450 MPa (65 ksi), antara lain dengan alasan keterbatasan nilai regangan luluh yang efektif untuk mencegah terjadinya patah (fracture). Jepang sebagai negara yang rawan terhadap gempa berkuatan tinggi (skala M5-M9) telah sejak tahun 1981 menerapkan regulasi baru terkait bangunan tahan gempa[6]. Dalam aturan baru tersebut ditetapkan dua rancangan: rancangan utama (primary design) yang menggunakan rancangan elastik untuk gempa sedang (medium earthquake) dengan skala M0M5, dan rancangan kedua (secondary design) yang menggunakan rancangan plastik untuk gempa besar (major earthquake) di atas skala M5. Penerapan kode regulasi secara masif ini telah terbukti pada kejadian gempa besar Hanshin (M7.3) tahun 1995, dimana banyak bangunan yang dibangun sebelum tahun 1981 yang mengalami kerusakan serius. Termasuk yang terbukti baru-baru ini mampu mencegah korban jiwa lebih banyak pada kejadian gempa besar disusul tsunami tyang melanda Miyagi tahun 2011 ini (M9.0). Salah satu kunci sukses penerapan aturan ini efektif dan berhasil sesuai tujuan adalah penggunaan kolom dari struktur baja (steel structure) sebagai substitusi dari kolom beton RC dan SRC yang cenderung memiliki sifat elastik (Gambar 4). Penggunaan kolom baja berbentuk pipa (square pipe) seperti pada Gambar 4 telah meningkatkan secara drastis sifat keuletan (ductility) dari komponen struktur pada tingkat kekuatan luluh yang sama, sehingga beban yang disangga komponen tersebut dapat lebih tinggi meskipun menggunakan rancangan inelastik. Dengan kata lain rancangan inelastik dapat diterapkan pada skala gempa yang lebih tinggi, dan bangunan dapat bertahan tanpa kerusakan yang berarti. Lebih jauh lagi hal ini memberikan keleluasan dalam pemilihan lokasi komponen struktur yang dapat menggunakan rancangan inelastik atau plastik.
ISSN 1979-1208
375
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
Gambar 4. Beberapa Tipe Kolom Struktural pada Bangunan Material baja yang digunakan untuk kolom baja seperti ini umumnya adalah dari spesifikasi JIS G 3136 SN 490 grade B dan C, yaitu spesifikasi baja yang dirancang khusus untuk bangunan tahan gempa (Seismic Improved Steel Structure). Persyaratan sifat mekanik dari spesifikasi ini (Tabel 5) yang khusus dibandingkan spesifikasi struktural lainnya adalah pada ratio kekuatan luluh (yield strength) dibandingkan kekuatan tarik (tensile strength) atau YS/TS yang dibatasi 0.80 maksimum untuk menjamin area plastis yang lebih luas. Dengan sifat keuletannya yang tinggi dan ratio YS/TS yang rendah, penggunaan kolom baja ini pada stuktur rancangan bangunan pelindung utama (primary containment) akan dapat memberikan manfaat yang besar bagi tingkat keamanan fasilitas PLTN, baik pada reaktor tipe PWR maupun PWR sebelumnya banyak menggunakan struktur beton RC atau SRC. Penggunaan struktur beton RC dan SRC dengan demikian dapat dibatasi hanya pada komponen bangunan pelindung yang masih membutuhkan rancangan elastik (misal untuk fungsi kedap udara dan sistem bertekanan tinggi). Dari sisi ketahanan impak Charpy spesifikasi ini juga mempersyaratkan minimum 27 Joule pada temperatur 0°C yang akan menjamin ketangguhan terhadap beban kejut pada kondisi ekstrim, seperti yang dipersyaratkan pada bangunan pelindung PLTN. Tabel 5. Persyaratan Sifat Mekanik Spesifikasi JIS G 3136 SM 400 dan SM 490 Elongasi (%)
Spesifikasi
YS (MPa)
TS (MPa)
YS/TS
t 6 – 16 mm
t 16 – 50 mm
Charpy Energy (J)
SN 490 A, B, C SN 490 B, C
235 min 325 min
400 - 510
0.80 max
18 min
22 min
27 min
490 - 610
0.80 max
17 min
21 min
27 min
Material dengan spesifikasi ini telah dapat diproduksi di dalam negeri, antara lain oleh PT Krakatau Steel (Persero), Tbk, dan telah sejak lama diekspor ke Jepang untuk penggunaan bangunan tahan gempa dengan hasil yang memuaskan, dan telah mendapatkan sertifikasi dan JIS approval dari Jepang. Sifat mekanik yang menjadi kriteria utama dan dikendalikan selama proses produksi dari spesifikasi ini meliputi penggunaan paduan khusus seperti niobium, titanium, nickel dan tembaga untuk mendapatkan sifatsifat yang diinginkan sesuai spesifikasi di atas. Penggunaan unsur karbon harus dibatasi agar mendapatkan sifat kekuatan luluh yang relatif rendah dibandingkan kekuatan tariknya, sehingga diperoleh ratio YS/TS yang relatif rendah (~ 0.70 – 0.80), dan proses rolling juga menggunakan proses thermomechanical rolling untuk menghasilkan struktur butiran ferrite yang lebih halus.
ISSN 1979-1208
376
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
4.
KESIMPULAN 1.
2.
3.
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari kajian singkat di atas adalah: Fasilitas PLTN menggunakan banyak material terbuat dari baja, antara lain untuk bejana tekan, boiler, heat exchanger, pipa, bangunan pelindung, dan berbagai komponen struktural lainnya yang memiliki persyaratan yang tinggi, khususnya karena bekerja pada kondisi operasi yang ekstrim, yaitu pada temperatur dan tekanan tinggi, serta dirancang pada tingkat keamanan tertinggi. Penggunaan material untuk bejana tekan membutuhkan spesifikasi baja yang khusus dan persyaratan yang ketat, dan untuk jenis material dari baja karbon telah dapat diproduksi di dalam negeri. Material baja nirkarat dan paduan lainnya masih belum dapat diproduksi di dalam negeri. Penggunaan material untuk struktur beton reinforece-concrete dapat digantikan dengan struktur baja (steel structure) yang menawarkan rancangan inelastik dan plastik yang memiliki ketahanan gempa (seismic resitance) lebih tinggi untuk menjamin keamanan fasilitas PLTN dari bahaya kebocoran pada kondisi gempa berskala tinggi. Material baja yang mendukung rancangan plastik ini telah dapat diproduksi di dalam negeri dengan hasil yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4]. [5]. [6].
HESSHEIMER, M.F., DAMERON, R.A., Containment Integrity Research at Sandia National Laboratories, An Overview., U.S. Nuclear Regulatory Commision, 2006. BULL, A. The AP1000 Nuclear Power Plant - Global Experience and UK Prospects. Westinghouse UK (Nuclear Institute). 16 November 2010. SCHLASEMAN, C., Application of Advanced Construction Technologies to New Nuclear Power Plants, MPR Report MPR-2610 revision 2. 2004 TEPCO, Improved Construction and Project Management, (www3.inspi.ufl.edu/ICAPP/plenary/5/Construction-omoto.ppt). AMERICAN INSTITUTE STEEL CONSTRUCTION (AISC), Specification for SafetyRelated Steel Structures for Nuclear Facilities, 2006 SATO, Y, Advantage of Steel Structures and Application Examples in Japan, Future Prospects of Steel for Construction in Indonesia (Seminar), Jakarta, April 7th, 2011.
DISKUSI 1.
Pertanyaan dari Sdr. Pande Made Udayani (PTRKN BATAN) Bagaimanan spesifikasi baja untuk Containment building dalam menghadapi LOCA seperti kejadian di Fukushima? Apakah spesifikasi baja tersbut sudah mampu mengatasi retak / kebocoran pada kejadian temperatur tinggi dan tekanan tinggi? Jawaban : Spesifikasi baja untuk bejana tekan yang digunakan untuk containment wall sebagai misal ASTM ASIS Gr-70 memiliki kekuatan s.d. ~650 MPa, sehingga sudah cukup kuat untuk menahan tekanan operasi reactor PWR (hidrostatis ~15-20 MPa); demikian pula dari sisi temperatur operasi sudah dirancang agar dapat bertahan pada temperature tinggi s.d. 300 – 500 OC. Namun pada kejadian bencana LOCA yang tidak dapat segera ditanggulangi, sehingga kondisi temperatur meningkat sampai diatas 800-900 OC serta tekanan juga melonak maka spesifikasi baja diduga tidak mampu menahan kondisi tersebut, sehingga perlu langkah penganganan kejadian bencana agar terjadi failure/ collapse.
ISSN 1979-1208
377