BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar modal atau caiptal market adalah suatu tempat atau sistem dipenuhinya kegiatan bisnis berupa kebutuhan-kebutuhan dana atau kapital suatu perusahaan, merupakan pasar tempat orang membeli dan menjual efek yang baru dikeluarkan 1 atau pasar modal dapat berarti pasar dimana dana jangka panjang (obligasi) baik utang maupun modal sendiri (saham) diperdagangkan. 2 Udang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) memberikan pengertian pasar modal sebagai suatu kegiatan yang berkenaan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 3 Pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat pada sub-sistem pelengkap sektor keuangan. 4 Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, pasar modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan dunia usaha, termasuk usaha
1
Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, (Jakarta: Pradya Paramita, 1999), hal. 169 2 Yayasan Mitra Dana, Penuntun Pelaku Pasar Modal, (Jakarta: Bina Mitra, 1991), hal. 33 3 Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pasar Modal 4 Marzuki Darusman dalam Pandji Anuraga, Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 5 bahwa pasar modal sebagai pelengkap di sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan. Pasar modal merupakan sarana moneter penghubung antara pemilik modal (masyarakat atau investor) dengan peminjam dana (pengusaha atau pemilik emiten).
menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan disisi lain pasar modal juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal menengah dan kecil. 5 Sedangkan tujuan utama Undang-Undang Pasar Modal adalah mengatur prinsip keterbukaan atau menyediakan fakta material dan untuk mencegah perbuatan curang dalam perdagangan saham. 6 Keterbukaan tentang fakta material sebagai jiwa pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan tersedianya bahan pertimbangkan bagi investor sehingga investor secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham. 7 Disamping itu pasar modal pada sistem perekonomian nasional mendapat peranan yang sangat penting, arti pentingnya pasar modal didasarkan dari fungsinya yakni: 1. Sarana untuk menghimpun dana masyarakat untuk disalurkan dalam kegiatan yang produktif 2. Sumber pembiayaan yang murah, mudah dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional. 3. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja. 4. Mempertinggi efesiensi alokasi sumber produksi. 5. Memperkokoh beroprasinya mekanisme finansial market dalam menata sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi open market operasion sewaktuwaktu diperlukan oleh Bank Sentral. 6. Menekan tingginya tingkat bungai menuju suatu rate yang reasionable. 7. Alternatif investasi bagi para pemodal. 8
5
C.S.T Kansil, Cristine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 38 6 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung: Books Terrace&Library, 2007), hal. 73 bahwa prinsip keterbukaan merupakan persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. 7 Richard A. Posner dan Kenneth E. Scott, ed, Economic of Corporation Law and Securities Regulation, (Boston, Toronto: Litte, Brown & Company, 1980), hal. 317 dalam Bismar Nasution, Ibid 8 Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Buku Kesatu, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 11-12
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar modal telah mengatur tentang beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan pelaku bisnis pasar modal dan penciptaan ketertiban, ketentraman sehingga terciptanya pembangunan nasional di bidang ekonomi. Kategori tindak pidana di bidang pasar modal dibagi ke dalam dua jenis yaitu kejahatan dan pelanggaran. Apabila dilihat dari sudut beratnya ancaman pidana undang-undang ini membagi empat kategori sebagai berikut: 1. Kejahatan dengan ancaman pidana maksimum 10 tahun penjara dan maksimal denda 15 milyar rupiah. 2. Kejahatan yang diancam dengan pidana 5 tahun penjara dan denda maksimum 5 milyar rupiah. 3. Kejahatan yang diancam dengan pidana maksimum 3 tahun penjara dan denda maksimum 5 milyar rupiah. 4. Pelanggaran yang diancam dengan pidana maksimum 1 tahun kurungan dan denda maksimum 1 juta rupiah. Kategori pidana penjara, kurungan dan denda diterapkan di dalam sistem peradilan pidana di Indonesia (criminal justice system) didasarkan pada pembentukan hukum (law making) sebagai bahagian dari sistem hukum (legal system). Kategori ini berbeda dengan jenis tindak pidana pada umumnya karena tindak pidana pasar modal mempunyai karakteristik yang khas, karakteristik itu antara lain adalah:
1. Barang yang menjadi objek dari tindak pidana adalah informasi 2. Pelaku tidak mengandalkan kemampuan fisik, akan tetapi kemampuan membaca situasi pasar serta memanfaatkan secara maksimal. Salah satu kejahatan di bidang pasar modal adalah penipuan (fraud) disamping kejahatan-kejahatan lainnya di bidang pasar modal misalnya insider traiding dan manipulasi pasar. 9 Perbedaan antara jenis kejahatan ini adalah akibat perbuatan yang timbulkan. Contoh perbedaan antara manipulasi pasar dan penipuan, jika manipulasi pasar yang dilakukan sudah jelas bahwa pasar akan termanipulasi sehingga akibatnya antara lain bahwa harga saham menjadi semu. Sementara itu, jika tindakan penipuan yang dilakukan maka dengan informasi atau keadaan yang tidak sebenarnya tersebut jelas akan ada pihak yang dirugikan tanpa harus mempunyai akibat kepada pasar yang termanipulasi. Pengaturan menyangkut kejahatan penipuan (fraud) terhadap fakta material pada pelaksanaan kegiatan perdagangan efek dapat dilihat dari rumusan Pasal 90 UUPM menyatakan bahwa, dalam melaksanakan kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau secara tidak langsung : 1.
Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau cara apapun.
9
Lihat Pasal 91 sampai Pasal 93 UUPM mensyaratkan bahwa manipulasi pasar merupakan tindak pidana dimana undang-undang hanya mengaturnya untuk kejadian yang hanya terjadi di bursa efek saja yaitu khusus untuk efek/saham yang terdaftar dan diperdagangkan di bursa efek saja. Sedangkan Pasal 95 UUPM mengatur bahwa perdagangan orang dalam tidak hanya mencakup komisaris, direksi, pemegang saham utama dan pegawai. Tetapi juga mencakup orang atau badan hukum atau pihak lain yang karena profesi atau karena hubungannya dengan perusahaan (emiten) menjadikannya sebagai orang dalam.
2.
Turut serta menipu atau mengelabui pihak lain.
3.
Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek. Selanjutnya penjelasan atas pasal 90 ini menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan "kegiatan perdagangan efek" adalah kegiatan yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian danlatau penjualan efek yang terjadi dalam rangka penawaran umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan/atau penjualan efek di luar Bursa Efek atas efek emiten atau perusahaan publik. Penipuan sebagaimana dimaksud oleh pasal 90 sebenarnya dapat dianggap sama seperti penipuan dalam tindak pidana umum. Hal ini karena kejahatan mengenai efek ini juga telah diatur dalam ketentuan-ketentuan KUH Pidana yakni Pasal 378, Pasal 390, Pasal 391 dan Pasal 392 KUH Pidana. Tetapi karena penipuan di pasar modal lebih punya potensi untuk menimbulkan kekacauan ekonomi secara luas, dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian suatu negara, maka UUPM memperlakukannya secara khusus, antara lain dengan ancaman hukuman yang lebih tinggi terhadap jenis kejahatan ini (maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 15 milyar). Penipuan di pasar modal, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan UUPM, dapat meliputi penipuan yang dilakukan melalui prospektus
atau dalam kegiatan perdagangan efek di Bursa. Selain itu penipuan juga dapat dilakukan baik atas efek yang tercatat (listed) di bursa maupun efek yang diperdagangkan di luar bursa (over the counter). Pernyataan terakhir ini tentunya dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan di masa depan, di mana kemungkinan ada juga efek yang diperdagangkan di luar bursa (seperti efek-efek yang diperdagangkan melalui sarana "pink sheets " di Amerika serikat). Pasal 90 ayat 3 UUPM yang mengatur mengenai membuat pernyataan tidak benar atau tidak mengungkapkan fakta material, tidak hanya dimaksudkan untuk menangkal isu (rumors), yang memang banyak terjadi di bursa, tetapi juga untuk menjalin bahwa setiap informasi dan fakta material yang disampaikan memang benar dan tidak menyesatkan. Kewajiban yang tidak hanya dibebankan kepada emiten ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi investor untuk memutuskan membeli, menjual atau tetap menahan efek, karena keputusan untuk investasi ini memang selalu dilakukan berdasarkan informasi-informasi yang tepat dan benar yang menyangkut efek tersebut. Di lantai bursa sendiri pernyataan tidak benar ini dapat muncul baik dari anggota bursa, investor maupun orang dalam emiten sendiri. Berdasarkan rumusan Pasal 90 ayat 3 ini dapat diklasifikasi tindak pidana penipuan menyangkut prinsip keterbukaan yakni: 1. Membuat pernyataan salah mengenai fakta atau menghilangkan fakta material yang membuat pernyataan menjadi menyesatkan. 2. Sehubungan dengan perdagangan saham. 3. Dengan maksud untuk menyesatkan.
4. Menyebabkan kerugian Kasus penipuan pada kegiatan pasar modal di Indonesia dapat dilihat di dalam kasus PT Bank Global Tbk dengan modus kejahatan penipuan yakni melakukan mark-up portofolio surat berharga milik bank tersebut sampai hampir Rp. 1 triliun. 10 Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mahmud M. Balfas bahwa: 11 Kasus terakhir yang muncul dan melibatkan sebuah bank publik adalah yang menyangkut PT Bank Global, Tbk. Kasus Bank Global ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi pemegang obligasi subordinasi bank tersebut maupun pemegang sahamnya yang diperkirakan mencapai sekitar Rp. 1,8 triliun.Kasus ini Bank Global ini diantaranya dilakukan dengan cara menggelumbungkan (mark-up) portofolio surat berharga milik bank tersebut sampai hampir Rp. 1 triliun. Kasus mark-up ini terjadi dengan cara seperti yang akan diterangkan berikut ini: berdasarkan laporan keuangan Desember 10
Lihat, http://www.Bapepam,go.id, diakses tanggal 8 Juni 2011, bahwa pada kasus terhadap masalah yang hampir sejenis juga dilakukan oleh institusi perbankan lainnya yaitu Bank Lippo. Kebalikan dengan kasus Bank Global di atas dalam kasus yang terjadi pada Bank Lippo adalah mengurangi nilai dari laporan keuangan. Kejadian yang menimpa Bank Lippo ini menyangkut asset yang diambil alih (AYDA). Berikut adalah kejadian yang diambil dari berita di media massa. Sebagaimana diberitakan, diduga telah terjadi upaya penjarahan terhadap Bank Lippo, baik dengan cara penggembosan nilai agunan yang diambil alih (AYDA), maupun manipulasi pasar. Kasus ini mencuat setelah terjadi perbedaan laporan kenangan per 30 September 2002, di mana kepada publik tangga128 November 2002 manajemen Bank Lippo menyebutkan total aktiva perseroan Rp 24 trilyun dan laba bersih Rp 98 milyar. Akan tetapi, dalam laporan keuangan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002, manajemen menyebutkan total aktiva berkurang menjadi Rp 22,8 trilyun dan rugi bersih Rp 1,3 trilyun. Perbedaan laba bersih tersebut terjadi karena adanya kemerosotan nilai AYDA dari Rp 2,393 trilyun dalam laporan kepada publik menjadi Rp 1,420 trilyun pada laporan ke BEJ. 11
Lihat, Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2006), hal. 461, bahwa kejahatan penipuan yang dilakukan oleh perusahaan di awal abad kedua puluh satu ini sangat sering kali kita dengar, dan umumnya terjadi dalam skala yang sangat besar. Salah satu kasus penipuan yang mengemuka tersebut adalah seperti yang terjadi dengan Enron, sebuah perusahaan energi terkemuka di Amerika Serikat. Kasus yang menimpa Enron ini melibatkan catatan keuangan perusahaan yang dalam banyak hal pencatatannya dilakukan secara berlebihan, sehingga keuangan perusahaan terlihat baik dari segi keuntungan, asset atau parameter keuangan lainnya, yang kelihatan bagus dan menggambarkan suatu perusahaan yang sehat. Pencatatan keuangan yang menimbulkan kesan demikian biasanya disebut "cooking the books". Kasus Enron ini kemudian diikuti kasus-kasus lainnya yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat seperti :Global Crossing, Ltd danPT Indo Farma, Tbk.
2003 yang telah diaudit, dari total aset Bank Global yang Rp 1,8 triliun, sebanyak Rp 1,123 triliun di antaranya portofolio atau surat berharga. Ketika diperiksa kemudian, ternyata surat berharga yang benar-benar ada hanya senilai Rp 200 miliar. Jadi, ada perbedaan signifikan sejumlah Rp 900 miliar lebih. Selanjutnya, berdasarkan laporan keuangan per 30 April 2004, tertulis bahwa Bank Global memiliki surat berharga senilai Rp 800 miliar lebih, hampir mendekati Rp 900 miliar. Setelah diperiksa, ternyata surat berharga yang benar-benar ada juga hanya sekitar Rp 200 miliar. Terdapat selisih sekitar Rp 600 miliar. Dalam hal ini masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai berapa tepatnya nilai obligasi fiktif tersebut, antara Rp 600 miliar sampai Rp 900 miliar. Obligasi yang diaku dimiliki Bank Global itu sendiri memang ada di pasar, tetapi yang dimiliki Bank Global hanya senilai Rp 200 miliar. Bagaimana caranya meningkatkan jumlahnya sehingga seolaholah melonjak? Dengan melakukan pencatatan beberapa kali atas obligasi yang sama.Gambaran sederhana, misalnya Bank Global sekarang memiliki obligasi Rp 200 miliar yang disimpan di perusahaan efek A yang juga berlaku seolah sebagai bank kustodian. Kemudian, obligasi tersebut dijual kepada perusahaan efek B, yang pembelinya adalah Bank Global juga. Seharusnya, sekalipun seolah-olah dijual dan dibeli oleh pihak yang sama, jumlah obligasi yang dimiliki akan tetap hanya Rp 200 miliar. Akan tetapi, yang terjadi adalah, ketika telah dijual ke perusahaan efek B, catatan kepemilikan obligasi tersebut oleh Bank Global di perusahaan efek A tetap dibiarkan ada. Oleh karena itu, dalam catatan kepemilikan portofolio tampak seolah-olah seusai transaksi itu, obligasi yang dimiliki Bank Global meningkat dari Rp 200 miliar menjadi Rp 400 miliar. Rp 200 miliar dicatat di perusahaan efek A, dan Rp 200 miliar dicatat di perusahaan efek B. Adapun mengenai munculnya reksa dana siluman di Bank Global sendiri, [Kepala Biro Pemeriksaan BAPEPAM] Abraham menduga, merupakan rangkaian kejadian dengan munculnya obliasi fiktif tersebut, dalam rangka menutup likuiditas yang bolong.
Masalah penipuan di pasar modal bukan hanya menyangkut masalah-masalah yang berhubungan dengan pencatatan atas laporan keuangan semata. Kejahatan ini dapat dilakukan dengan cara lain dan motif lain, meskipun mempunyai akibat yang sama seperti yang dilakukan melalui laporan keuangan. Misalnya penipuan yang dilakukan oleh manajemen Bre-X sebagai perusahaan tambang emas dari Kanada yang beroperasi di Kalimantan dengan modus melebih-lebihkan dan mengelabui
investor terhadap cadangan emas yang ada di dalam daerah kuasa pertambangannya. Kasus ini dapat dideskripsikan sebagai berikut: 12 ”Kalau kita pernah ingat beberapa tahun yang lalu mengenai kasus Bre-X, yaitu sebuah perusahaan tambang emas dari Kanada yang beroperasi di Kalimantan, maka apa yang dilakukan oleh Bre-X tersebut tidak lain adalah penipuan. Penipuan tersebut dilakukan oleh manajemen Bre-X dengan melebih-lebihkan jumlah cadangan emas yang ada di dalam daerah kuasa pertambangannya di Kalimantan. Manajemen Bre-X, pada waktu itu, mengelabui investornya dengan memberikan sample tanah untuk pemeriksaan laboratorium
mengenai
cadangan
emasnya,
dengan
terlebih
dahulu
menambahkan butiran-butiran emas ke dalam sampling tersebut. Akibat dari usaha pengelabuan investor ini, cadangan emas di dalam tambang tersebut diperkirakan berjumlah lebih dari 200 juta pon. Berita tidak benar tersebut menyebabkan harga saham Bre-X di bursa naik beberapa kali lipat. Tetapi setelah masalahnya terbuka harga saham langsung turun pada tingkat yang sangat rendah sekali”. Deskripsi kasus-kasus diatas mengambarkan bahwa perbuatan penipuan didasarkan pada informasi yang menyesatkan (misleading information) terhadap fakta material 13 dan prinsip keterbukaan (disclosure principle) yang merupakan sesuatu
12
Lihat, Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001), hal. 73-74 13 Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta yang penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek atau keputusan
yang harus ada baik untuk kepentingan pengelola bursa, Bapepam (selaku pengawas) maupun investor. Keterbukaan dalam suatu transaksi efek adalah informasi mengenai keadaan usahanya yang meliputi aspek keuangan, hukum, manajemen dan harta kekayaan perusahaan kepada masyarakat. Dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap kejahatan penipuan di bidang pasar modal perlu pemahanan yang signifikan oleh aparat penegak hukum di dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) terutama untuk menjerat pelaku dan meminta pertanggungjawaban pelaku berupa pidana penjara maupun penjatuhan sanksi administratif, 14 pemahaman dimaksud adalah pembuktian misrepresentation atau pernyataan tersebut tidak lengkap (omissions) yang berkaitan dengan salah dan palsu. Untuk memahami kata "salah" itu dapat dikaitkan dengan dua terminologi Pertama, dimaksudkan atau diketahui (knowingly) atau dengan sembrono (negligently) tidak benar (untrue). Kedua, tidak benar karena kesalahan
pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atau informasi atau fakta tersebut. Lihat Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 14 Lihat, Margonti Sianturi, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pasar Modal, Media Hukum, Volume XIII, Nomor 2, Juli-Desember 2004, hal. 329 bahwa adapun sebegai kategori pelaku yang menjadi pihak-pihak yang melakukan tindak pidana di bidang pasar modal sebagai berikut: a. Pelangggaran di bidang administrasi, dimana setiap pihak yang tanpa izin, persetujuan atau pendaftaran melakukan kegiatan di bidang pasar modal. b. Manajer investasi dan pihak terafiliasi yang menerima imbalan dari pihak lain dalam bentuk apapun, langsung maupun tidak langsung untuk melakukan pembelian atau penjualan efek. c. Emiten atau perusahaan publik melakukan penawaran umum namun tidak menyampaikan pernyataan pendaftaran atau penyataan pendaftaran belum dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). d. Siapa saja yang melakukan penipuan, menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan atau memalsukan catatan dari pihak yang memperoleh izin, persetujuan dan pendaftaran Bapepam. e. Pihak yang langsung atau mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pelanggaran pasal-pasal UUPM diancam pidana seperti ditentukan Pasal 103 s/d 107 UUPM.
atau kekeliruan (mistake) atau tidak sengaja atau setelah dilakukan dengan jujur (reasonable care) tapi tetap salah. 15 Apabila misrepresentation dan omissions dapat menciptakan informasi menyesatkan (misleading information), seperti pernyataan menyesatkan di pasar modal, 16 maka perlu diamati bagaimana pendapat-pendapat pengadilan di negara maju dalam membuat unsur-unsur pernyataan menyesatkan di pasar modal. Dari berbagai pendapat pengadilan di Amerika dapat disarikan enam unsur yang membuat suatu pernyataan menjadi menyesatkan. Pertama, adanya pernyataan fakta materiel yang palsu (misrepresentation) atau pernyataan tersebut tidak lengkap
15
Lihat, Bismar Nasution, Op.cit, hal. 122 bahwa sesuatu itu dikatakan "salah" apabila hal tersebut terjadi atau dibuat dengan pengetahuan, baik secara aktual maupun secara konstruktif, bahwa sesuatu itu tidak benar atau illegal atau terjadi dengan salah. Dalam konteks ini, " s e sua tu p ern ya ta an ( ter ma suk da la m s ua tu doku me n) dikatakan salah apabila pernyataan itu tidak benar karena dilakukan oleh orang itu atau dimaksudkan orang tersebut untuk salah". Sedangkan, yang dimaksud "palsu", khususnya dalam suatu undang-undang pidana (criminal statute), mensyaratkan sesuatu yang lebih dari tidak benar (bukan hanya tidak benar), dimana termasuk perfidiously atau curang yang dimaksudkan untuk melakukan penipuan. Hal itu diaplikasikan dengan membuat dan merubah suatu tulisan dengan maksud untuk memalsukan, dalam hal ini termasuk kertas atau tulisannya tidak asli, dimana dokumen itu bisa kertasnya palsu atau tulisannya palsu. Dalam penentuan salah atau palsu itu perlu diperhatikan yakni: Pertama, apakah tidak adanya kesesuaian dokumen informasi dengan fakta material berupa tidak benar karena kesalahan atau kekeliruan (mistake) atau tidak sengaja atau setelah dilakukan dengan jujur (reasonable care) tetapi tetap salah. Kedua, secara signifikan berupa perbuatan dilakukan dengan curang yang dimaksudkan untuk melakukan penipuan. Sebaliknya, apabila tidak adanya kesesuaian tersebut secara signifikan, misalnya ada unsur-unsur curang, kelalaian (negligence), kesengajaan, dimaksudkan untuk menipu, maka dengan ini informasi dapat dikategorikan palsu. Dengan demikian pemahaman informasi yang menyesatkan terhadap fakta material disebut dengan misrepresentation. Adapun pengertian misrepresentation adalah suatu kata-kata atau tingkah laku seseorang kepada seseorang lain dalam bentuk pernyataan yang secara jelas tidak sesuai dengan fakta. Dalam hal ini pernyataan itu tidak benar sesuai dengan fakta dan terdapat suatu gambaran yang salah. Gambaran yang telah diterima oleh seseorang lain itu menciptakan kondisi yang berlainan dengan keadaan yang sebenarnya. Maksud pernyataan ini adalah untuk menipu (deceive) dan menyesatkan (mislead). Sementara itu, yang disebut menyesatkan adalah suatu kegagalan memasukkan seluruh fakta yang sebenarnya kemudian menciptakan penyimpangan oleh karena terjadi pengurangan informasi (omissions). 16 Lihat, Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, Op.cit, hal. 73 bahwa suatu pernyataan dikategorikan menyesatkan yaitu bila pernyataan fakta material yang diungkapkan adalah salah atau tidak lengkap dan pihak yang melakukannya mempunyai maksud melakukan penipuan.
(omissions). In re Glenfed, Inc, Sec, Litig, 42 F. 3d 1541 (9th Cir, 1994). Kedua, adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi. Chiarella v. United States, 445 U.S. 222 (1980).$1 Ketiga, adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan misrepresentation atau ommission, bahwa yang dilakukannya dengan maksud melakukan penipuan (scienter). Mahkamah Agung Amerika membuat batasan scienter sebagai suatu pernyataan yang digerakkan dengan bermaksud untuk menipu dan manipulasi atau defraud. Ernst & Ernst v. Hoch feller, 425 U.S.185 (1976). Keempat, merupakan fakta materiel. Shafiro v. UJB Fi lancial Corp, 946 F. 2d. 272 (3rd Cir. 1992). Kelima, adanya keyakinan (reliance). Peil v. Speider, 8o6 F.2d. 1154 (3rd Cir. 1986). Keenam, adanya kerugian (injury). Cooke v. Manufactured Homes, 998 F.2d. 1265 (4t' Cir. 1993). 17 Selanjutnya pembagian jenis tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 diintrodusir dari pembagian jenis tindak pidana yang diatur oleh KUH Pidana yang membagi tindak pidana di bidang pasar modal menjadi dua macam, yaitu kejahatan dan pelanggaran di bidang pasar modal. Dari kasus-kasus pelanggaran perundang-undangan di Indonesia, sebagaimana diuraikan diatas ketika membahas tentang kejahatan pasar modal, bahwa selama ini secara mayoritas kasus-kasus yang terjadi penyelesaiannya dilakukan melalui jalur penjatuhan sanksi administrasi dan jarang menggunakan kebijakan pidana berupa penerapan sanski pidana yang
17
Ibid, hal. 128
penyelesaiannya dilakukan oleh Bapepam. 18 Adapun yang menjadi hambatan Bapepam dalam melakukan tindakan penegakan hukum dengan menggunakan sanksi pidana antara lain:
18
Lihat, Elfira Taufani, Penegakan Hukum di bidang Pasar Modal, Simbur Cahaya No. 27 Tahun X Januari 2005 ISSN o. 14110-0614, hal. 103 bahwa Di tahun 2004 (sampai 10 Agustus 2004), Bapepam melakukan pemeriksaan 22 kasus pelanggaran, yang diantaranya sebanyak 15 kasus masih dalam proses pemeriksaan, 6 (enam) kasus telah selesai, dan satu diantaranya yaitu kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO yang dilakukan oleh Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, telah ditingkatkan statusnya dari pemeriksaan ke penyidikan. Dengan ditingkatkannya dari status pemeriksaan ke penyidikan pada kasus transaksi obligasi dan obligasi REPO, maka Bapepam hingga saat ini telah melakukan penyelidikan terhadap 6 kasus (yang 5 kasusnya merupakan tunggakan kasus dari tahun sebelumnya), yang terinci sebagai berikut : 1. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA), yang status penyidikannya selesai (P21), dan akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. 2. Kasus tindak pidana divestasi saham PT Indosat Tbk (ISAT), yang status penyidikannya dihentikan, dan telah diterbitkan SP3; 3. Kasus tindak pidana transaksi obligasi dan obligasi REPO oleh PT. Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali, yang status penyidikannya masih dalam proses; 4. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Ryene Adibusana Tbk (RYAN); 5. Kasus tindak pidana dalam perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA) - dengan pelaku Amir Soehendro Samirin dan Jean Nasution - yang status penyidikannya masih dalam proses; 6. Kasus tindak pidana perdagangan saham PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk (BIMA) yang dilakukan oleh Judiono Tosin yang status penyidikannya masih dalam proses. Dari kasus-kasus yang ditemukan, baik berdasarkan laporan masyarakat, ataupun dari Bursa Efek Jakarta, yang menilai adanya indikasi kecurangan yang dilakukan oleh pemain, maka penyelesaian yang dilakukan oleh Bapepam terhadap seluruh kasus pasar modal yang pernah terjadi, baik kasus perdata maupun yang berindikasi pidana, seringkali diberi putusan yang bersifat administrasi, Walaupun pada awalnya pemeriksaan telah sampai pada tahap penyidikan, yang dilakukan oleh tim penyidik Bapepam, namun pada akhirnya selalu diselesaikan tanpa melalui proses Sistem Peradilan Pidana, tetapi diselesaikan di tingkat Bapepam, dengan dikenakan hukuman atau sanksi denda administrasi.
Pertama, Bapepam sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan pasar modal. Kewenangan ini harus dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan agar di dalam pasar modal tercipta suatu pasar yang teratur, wajar, efesien dan melindungi pemodal dan masyarakat, sementara itu pelaksanaan kewenangan Bapepam sebagai lembaga pengawas dapat dilakukan secara preventif yaitu dalam bentuk aturan, pedoman, bimbingan, pengarahan dan tindakan represif yaitu dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan dan penerapan sanksi-sanksi. Hal ini sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 503/KMK.01/1997 bahwa Badan Pengawas Pasar Modal mempunyai tugas membina, mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal sehari-hari dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang wajar, teratur dan efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undanga. Kedua, pengaturan tentang penerapan sanksi hukum di dalam UUPM sebagai umbrella provision mengklasifikasi beberapa jenis sanksi yang dapat dikenakan atas tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak dalam pasar modal yakni:
a. Sanksi administrasi dapat berupa peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, pembatalan persetujuan dan pembatalan pendaftaran. b. Sanksi pidana terbagi atas pidana penjara yang ancamannya terdiri dari 3 (tiga) tahun, 5 (lima) tahun dan 10 (sepuluh) tahun, pidana kurungan yang ancaman 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dan Rp. 15. 000.000.000,- (lima belas milyar rupiah). c. Sanksi perdata, dimana setiap pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas UUPM dan peraturan pelaksananya dapat menuntut ganti rugi baik sendiri-sendiri maupun bersama dengan pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa terhadap pihak atau pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pelanggaran tersebut. Mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat sebagai tujuan dari kegiatan pasar modal mewajibkan Bapepam melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan. Untuk itu, UUPM telah mengatur tentang beberapa kewenangan dari Bapepam sebagai berikut: 19 a. Memberi izin usaha pada bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpan dan penyelesaian, reksa dana, perusahaan efek, penasehat investasi dan biro administrasi efek, memberi izin orang 19
Lihat, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
perseorangan bagi wakil perantara pedagang efek, wakil penjamin emisi efek, wakil manajemen investasi dan wakil agen penjual efek reksa dana, memberikan persetujuan bagi bank kustodian. b. Mewajibkan pendaftaran profesi penunjang pasar modal dan wali amanat. c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpan dan penyelesaian samapai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru. d. Menetapkan persyaratan dan tata cara pernyataan pendaftaran serta menyatakan menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran. e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap UUPM dan atau peraturan pelaksananya. f. Mewajibkan setiap pihak untuk menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan pasar modal. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud. g. Melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam, atau pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan atau pendaftaran profesi berdasarkan UUPM. h. Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksanaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik di atas. i. Mengumpulkan hasil pemeriksaan. j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek atau menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu untuk jangka waktu guna melindungi kepentingan pemodal. k. Menghentikan kegiatan perdagangan di bursa efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat. l. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi tersebut.
m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan pasar modal. n. Melakukan tindakan yang dianggap perlu untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang pasar modal. o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas UUPM atau aturan pelaksananya. p. Menetapkan instrumen lain sebagai efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 UUPM q. Penyempurnaan kebijakan. Ketiga, penyelesaian terhadap kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Bapepam, Bapepam lebih cenderung menyelesaikan persoalan tersebut dengan menggunakan jalur di luar pengadilan (non penal), tapi, apabila pihak pelanggar tidak dapat menyelesaikan sanksi administratif yang telah dijatuhkan, maka pihak Bapepam akan menyelesaikan kasus tersebut ke pengadilan (penyelesaian secara penal). Dapat dikatakan disini bahwa, pihak Bapepam beranggapan bahwa hukum pidana tersebut sebagai senjata pamungkas (Ultimum Remedium) di dalam penyelesaian kasus pelanggaran perundang-undangan di pasar modal. Wewenang Bapepam sebagai pengawas mensyaratkan adanya politik kriminal untuk menanggulangi tindak pidana penipuan, artinya pelaksanaan kewenangan secara represif di bidang pengawasan telah memposisikan Bapepam sebagai subsistem peradilan pidana (criminal justice system) dalam rangka berkerjanya hukum pidana (asas fungsional). Bapepam sebagai lembaga yang mempunyai kekuasaan sangat besar dan unik, Bapepam tidak hanya bertindak sebagai regulator tetapi juga
mempunyai
kekuasaan
Kepolisian
serta
dapat
bertindak
dan
berwenang
menggunakan kekuasaan yang sifatnya “quasi-judicial”. 20 Berdasarkan kewenangan tersebut apabila terjadi pelanggaran perundang-undangan pasar modal atau ketentuan di bidang pasar modal lainnya maka Bapepam sebagai penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran tersebut, hingga bila memang terbukti akan menetapkan sanksi kepada pelaku tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam dapat berupa meminta keterangan dan konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran, mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan kegiatan tertentu, memeriksa dan membuat 20
Hamud M. Balfas, Op.cit, hal. 5-6 bahwa kekuasaan Bapepam dapat dilihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang memberikan kewenangan bagi Bapepam antara lain untuk: a. Memberikan izin kepada berbagai macam institusi yang diawasinya. b. Mewajibkan dan menerima pendaftaran bagi profesi yang bermaksud melakukan kegiatan di pasar modal. c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan direksi lembaga-lembaga di pasar modal seperti bursa efek. d. Menetapkan persyaratan dan tata cara dilakukannya pernyataan pendaftaran untuk memungkinkan dilakukannya penawaran umum efek (termasuk disini adalah menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran). e. Melakukan pemeriksaan dan penyidikan atas terjadinya pelanggaran atas UUPM, sehingga dengan kekuasaannya ini Bapepam merupakan Polisi yang menegakkan hukum sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil. f. Menghentikan dan memperbaiki serta mengambil langkah-langkah sehubungan dengan adanya iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di pasar modal. g. Membekukan atau membatalkan pencatatan efek di suatu bursa efek (termasuk juga menghentikan perdagangan efek dan transaksi di bursa). h. Memeriksa keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak-pihak yang dikenakan sanksi oleh bursa dan lembaga-lembaga terkait dengan bursa seperti Lembaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (termasuk membatalkan dan menguatkan pengenaan sanksi tersebut). i. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang sifatnya tekhnis atas UUPM dan peraturan pelaksananya. j. Menetapkan instrumen lain sebagai efek. Kekuasaan ini akan sangat berguna karena dengan kekuasaan ini Bapepam akan memberikan kehidupan bagi UUPM dalam mengarungi dunia pasar modal yang memang sangat dinamis.
salinan terhadap catatan, pembukuan dan dokumen lain baik milik pihak yang diduga melakukan atau terlibat pelanggaran, menetapkan syarat dan mengizinkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran untuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul. 21 Apabila dalam pemeriksaan Bapepam berpendapat terdapat pelanggaran mengakibatkan kerugian bagi kepentingan pasar modal dan membahayakan kepentingan inverstor (pemodal) dan masyarakat, Bapepam akan menetapkan dimulainya tindakan penyidikan dengan PPNS yang telah ditentukan sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan berdasarkan ketentuan yang terdapat pada KUHAP. Hal ini sebagaimana diatur oleh Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) UUPM yang menyatakan bahwa: Ayat 1: “Bapepam dapat mengadakan pemeriksanaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya”. Ayat 2: “Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam mempunyai wewenang untuk: a. meminta keterangan dan atau konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undangundang ini dan atau peraturan pelaksananya atau pihak lain apabila dianggap perlu. b. mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu. c. memeriksa dan atau membuat salinan terhadap catatan, pembukuan dan atau dokumentasi lain baik milik pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap 21
Ibid, hal. 7 bahwa Bapepam mempunyai kewenangan seperti layaknya polisi dalam melakukan pemeriksaan dan penyidikan. Bahkan dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan yang dimilikinya, Bapepam dengan bantuan aparat penegak hukum lainnya dapat melakukan tindakantindakan yang lebih dari hanya pemeriksaan dan penyidikan seperti memerintahkan penangkapan.
undang-undang ini dan atau peraturan pelaksananya maupun milik pihak lain apabila dianggap perlu dan atau. d. menetapkan syarat dan atau mengizinkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undangundang ini dan atau peraturan pelaksananya untuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul” Kewenangan melakukan penyidikan setiap kasus pelanggaran peraturan perundang-undangan pidana bagi Bapepam, diberikan oleh KUHAP seperti tercantum di dalam ketentuan Pasal 6 ayat ayat (1) huruf b yang menyebutkan: “penyidik adalah aparat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang”. Kewenangan ini merupakan penjabaran dari fungsi Bapepam sebagai lembaga pengawas. Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995. Bapepam akan melakukan pemeriksaan apabila: 1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal. 2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran Bapepam atau dari pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam. 3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di bidang pasar modal. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, meletakkan kebijakan kriminal melalui hukum pidana terhadap tindak pidana pelanggaran pasar modal dalam Pasal
103 ayat (2), yaitu pelanggaran Pasal 23, Pasal 105, dan Pasal 109. Untuk jelasnya akan dikutip berikut ini; Pasal 103 ayat (2) “Pelanggaran pasar modal disini adalah, pelanggaran terhadap Pasal 32 yaitu: Seseorang yang melakukan kegiatan sebagai wakil penjamin efek. Wakil perantara pedagang efek atau wakil menager inveatsi tanpa mendapatkan izin Bapepam Ancaman bagi pelaku adalah maksimum pidana selama 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)” Pasal 105 “Pelanggaran pasar modal yang dimaksudkan disini adalah pelanggaran Pasal 42 yang dilakukan oleh Manajer investasi, atau pihak terafiliasinya, yaitu : Menerima imbalan (dalam bentuk apapun), baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mempengaruhi manejer investasi itu untuk membeli atau menjual efek untuk reksa dana. Ancaman pidana berupa pidana kurungan maksimum 1 (satu) tahun kurungan dan denda Rp. 1.000.000.000.00.-(satu milyar rupiah)”. Pasal 109 “Yang dilanggar disini adalah perbuatan tidak mematuhi atau menghambat pelaksanaan Pasal 100, yang berkaitan dengan kewenangan Bapepam dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap semua pihak yang diduga atau terlibat dalam pelanggaran UUPM”.
Dianutnya pembagian delik atas dua macam yaitu delik kejahatan pasar modal, dan delik pelanggaran pasar modal, menunjukkan bahwa UUPM mengikuti ketentuan yang terdapat dalam KUHP yang merupakan hukum (ketentuan yang umum, di satu sisi, tetapi dalam ketentuan mengenai sanksinya jauh berbeda). Di dalam KUHP untuk delik pelanggaran tidaklah diancam dengan pidana kumulasi seperti dalam UUPM ini, tetapi hanya hukuman kurungan paling lama satu tahun, sedangkan dalam UUPM juga satu tahun kurungan tetapi dikumulasikan dengan denda yang besar (1 milyar).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas dapatlah di rumuskan beberapa pokok masalah yang akan di bahas dalam penulisan tesis ini. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik tindak pidana pasar modal khususnya kejahatan penipuan
yang
menyangkut
informasi
menyesatkan
(misleading
information)? 2. Bagaimana
tanggungjawab
Bapepam
sebagai
pelaksana
fungsi
pengawasan di pasar modal terhadap adanya informasi yang menyesatkan (misleading information)? 3. Bagaimana penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui karakteristik tindak pidana pasar modal khususnya kejahatan penipuan yang menyangkut informasi menyesatkan (misleading information).
2. Untuk mengetahui tanggungjawab Bapepam sebagai pelaksana fungsi pengawasan di pasar modal terhadap adanya informasi yang menyesatkan (misleading information). 3. Untuk mengetahui penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana.
D. Manfaat Penelitian Penelitian yang berjudul analisis yuridis penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melaluli pendekatan sistem peradilan pidana (criminal jusctice system) diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan informasi yang jelas tentang penegakan hukum bagi pelaku kejahatan pasar modal khususnya penipuan (fraund) dilihat dari perspektif hukum bisnis dan hukum pidana sehingga tentunya akan memperkaya khasanah dan kemajuan bagi kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum dan lebih khusus lagi ilmu hukum pidana; 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para akademisi, praktisi hukum dan instansi pemerintah dalam menentukan langkah dan kebijakan hukum khususnya terhadap penanggulangan tindak
pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana (criminal justice system).
E. Keaslian Penelitian Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan serta pemikiran penulis secara pribadi dengan melihat perkembangan hukum di bidang bisnis khususnya pada permasalahan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana (criminal justice system). Tulisan ini bukanlah merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang lain, Namun demikian ada beberapa judul yang membahas tentang kejahatan di Pasar Modal diantaranya yakni Yasdan Rivai (NPM 077005044) dengan judul kriminalisasi insider trading sebagai kejahatan pasal modal dan Abdurrahman (NPM 027005001) dengan judul penentuan standar penipuan dalam pasar modal Indonesia:
analisis
yuridis.
Berdasarkan
perumusan
masalah
yang
diidentifikasikan dan pendekatan penelitian yang telah dilakukan terdapat perbedaan, karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini karena hal tersebut sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan ini.
F. Landasan Teori dan Konsepsional 1. Landasan Teori
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi pada umumnya dan khususnya pasar modal tidak dapat dipisahkan dari penegakan hukum di bidang pasar modal itu sendiri, terutama dalam rangka pelaksanaan kinerja dalam pasar modal yang sangat jelas di atur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan peraturan-peraturan pelaksanaannya. Salah satunya adalah kewenangan
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sebagaimana
diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memegang peranan penting dalam mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan dari para pelaku Pasar Modal, di mana Perusahaan yang memasuki Pasar Modal bertanggung jawab kepada Bapepam atas segala aktivitasnya. 22 Prinsip keterbukaan telah menjadi fokus sentral dari Pasar Modal itu sendiri dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal juga mengatur mengenai prinsip keterbukaan. Pelanggaran peraturan prinsip keterbukaan dapat dikategorikan dalam penipuan dan umumnya pelanggaranpelanggaran peraturan prinsip keterbukaan adalah pernyataan menyesatkan dalam bentuk pernyataan yang salah (misrepresentation) atau penghilangan (omission) fakta material, baik dalam dokumen-dokumen penawaran umum maupun dalam perdagangan saham. Pernyataan yang demikian itu dapat menciptakan gambaran yang salah tentang kualitas emiten, manajemen dan potensi ekonomi emiten. Oleh karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan membuat larangan atas
22
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Op.cit, hal. 58.
perbuatan misrepresentation dan omission. 23 Penekanan untuk mencermati pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam pasar modal Indonesia adalah langkah yang tepat dilakukan, mengingat terdapatnya berbagai masalah yang timbul dalam pelaksanaan prinsip keterbukaan. Tanpa upaya pembenahan prinsip keterbukaan terhadap masalah-masalah yang timbul menyebabkan tujuan prinsip keterbukaan tidak tercapai dan pada akhirnya mengakibatkan pasar modal mengalami distorsi atau menjadi tidak efesien. Tujuan penegakan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor sangat relevan ketika munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar modal yang pada gilirannya mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal (bursa
saham).
Sebab
ketidakadaan
atau
ketertutupan
informasi
akan
menimbulkan ketidakpastian investor. Untuk menghindari keadaan yang demikian maka peraturan prinsip keterbukaan harus ditegakkan karena peraturan prinsip keterbukaan secara substansial dapat memberikan informasi pada saat-saat yang telah ditentukan dan lebih penting peraturan prinsip keterbukaan mengatur tentang pengawasan, waktu, tempat dan dengan cara bagaimana perusahaan melakukan keterbukaan. 24 Pemahaman
menyangkut
keterbukaan
dalam
pembenaran
prinsip
keterbukaan secara akurat dan penuh diperkirakan dapat merealisiasikan tujuan 23 24
Bismar Nasution, Prinsip Keterbukaan dalam Pasar Modal, Op.cit, hal. 73 Ibid, hal. 28
prinsip keterbukaan dan mengatasi timbulnya pernyataan yang menyesatkan (misleading) bagi investor, hal ini dapat dilihat dari pengamatan Coffee tentang perlunya sistem keterbukaan wajib adalah suatu teori sederhana yang dapat menjelaskan bagaimana sistem keterbukaan difokuskan sebagai berikut: 25 1. Informasi memiliki berbagai karakteristik dari suatu barang umum (public good), maka penelitian saham cenderung kurang tersedia. Kurangnya ketersediaan informasi bukan berarti bahwa informasi yang diberikan emiten tidak dapat diverifikasi secara optimal dan bahwa kurangnya upaya yang dilakukan terhadap pencarian informasi material dari sumber emiten. Sistem keterbukaan wajib dapat dilihat sebagai suatu starategi pengurangan biaya dengan konsekuensi masyarakat mensubsidi biaya pencarian guna menjamin adanya informasi dalam jumlah besar dan pengujian akurasi yang lebih baik. 2. Ada dasar substansial untuk dipercaya bahwa ketidakefesienan yang lebih besar akan terjadi tanpa sistem keterbukaan wajib karena biaya sosial yang berlebih akan dikeluarkan investor untuk mengejar laba perdagangan. Sebaliknya pengkolektipan dapat mengurangi social waste yang timbul dari kesalahan alokasi sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan ini. 3. Teori self-induced disclosure, yang sekarang populer di antara para teoritisi perusahaan dan sebagaimana diyakini oleh Easterbrook dan Fischel hanya memiliki validitas terbatas. Suatu kelemahan khusus dalam teori tersebut adalah mengabaikan signifikasi kontrol perusahaan dan terlalu banyak menganggap bahwa kepentingan manajer dan pemegang saham dapat diluruskan secara sempurna. Pada kenyataannya, prasyarat besar yang ditentukan oleh para teoritisi ini diperlukan untuk efektifnya sistem keterbukaan sukarela (disclosure valuntary system) seperti tidak memuaskan. Walapun manajemen dapat dipengaruhi melalui incentive contract device untuk mengidentifikasi kepentingan diri sendiri dengan memaksimalkan nilai saham, namun manajemen masih memiliki kepentingan dalam mengakuisisi penyertaan pemegang saham pada suatu harga diskon, sedikitnya sepanjang manajemen masih dapat melakukan insider traiding atau leveraged buyouts. Karena insentif bagi keduanya mungkin masih kuat maka masalah akan muncul sebab manajemen mendapatkan keuntungan dengan memberikan sinyal yang salah terhadap pasar. 25
Ibid, hal. 24-26 bahwa pengamatan Coffee tentang perlunya mempertahankan sistem keterbukaan wajib dapat dijadikan sebagai dasar penerapan prinsip keterbukaan bagi emiten atau perusahaan publik. Gunanya untuk mengatur pemberian informasi mengenai keadaan keuangan dan informasi lainnya kepada investor. Dengan perkataan lain, tujuan yang ingin dicapai ketentuan ini adalah untuk menghasilkan dokumen yang menceritakan kepada pembeli prospektif mengenai berbagai hal yang seharusnya diketahui oleh pembeli sebelum membeli suatu saham.
4. Dalam pasar modal yang efesien, masih ada informasi lain yang dibutuhkan investor rasional untuk mengoptimalkan portofolio sahamnya. Informasi yang demikian sangat baik diberikan melalui suatu sistem keterbukaan wajib. Selanjutnya menyangkut teori yang berhubungan dengan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal difokuskan pada penegakan hukum yang diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin pentaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut, sedangkan menurut Satjipto Rahardio, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum) menjadi kenyataan. 26 Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral, sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor ini mempunyai yang saling berkaitan dengan eratnya, merupakan esensi serta tolak ukur dari effektivitas penegakan hukum. Faktor-faktor tersebut adalah : 27 1. Hukum (undang-undang).
26
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung: Sinar Baru, 1997), hal. 24. Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1983), hal.5. 27
2, Penegak hukum, yakni fihak-fihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan. 5. dan faktor kebudayaan, yakni sebagai. hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Di dalam suatu negara yang sedang membangun, fungsi hukum tidak hanya sebagai alat kontrol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas semata, akan tetapi juga sebagai alat untuk melakukan pembaharuan atau perubahan di dalam suatu masyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Roscoe Pound (1870-1874) salah seorang tokoh Sosiological Jurisprudence, hukum adalah as a tool of social engineering disamping as a tool of social Control Politik hukum pidana (kebijakan hukum pidana) sebagai salah satu usaha dalam menanggulangi kajahatan, mengejewantah dalam penegakan hukum pidana yang rasional. Penegakan hukum pidana yang rasional tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi yaitu : 28 1. Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembentuk undang-undang.
Dalam tahap ini pembentuk undang-
undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya 28
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 1993, hal. 173
dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislatif. 2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana ( tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap kedua ini dapat juga disebut tahap kebijakan yudikatif. 3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan.
Aparat pelaksana dalam menjalankian tugasnya harus
berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undangan (legislatur) dan nilai-nilai keadilan serta daya guna. Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai suatu usaha atau proses yang rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai
tujuan tertentu, jelas harus merupakan suatu jalinan mata rantai aktivitas yang tidak terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan. Dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana dalam kegiatan pasar modal, maka konsep penegakan hukum yang dimaksuddalam tulisan ini adalah
penegakan hukum dalam arti Law Enforcement.
Joseph Golstein,
membedakan penegakan hukum pidana atas tiga macam yaitu 29 1. Total Enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif.
Penegakan
hukum yang pertama ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana. Disamping itu, hukum pidana substantif itu sendiri memiliki kemungkinan memberikan batasan-batasan. Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut dengan area of no enforcement. 2. Full Enforcement,
yaitu Total Enforcement setelah dikurangi area of no
enforcement, dimana penegak hukum diharapkan menegakkan hukum secara maksimal, tetapi menurut Goldstein hal inipun sulit untuk dicapai (not a realistic expectation), sebab adanya keterbatasan-keterbatasan dalam bentuk waktu, personal, alat-alat dana dan sebagainya yang dapat menyebabkan dilakukannya diskresi.
29
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995), hal. 16.
3. Actual Enforcement, Actual Enforcement ini baru dapat berjalan apabila, sudah terdapat bukti-bukti yang cukup. Dengan kata lain, harus sudah ada perbuatan, orang yang berbuat, saksi atau alat bukti yang lain, serta adanya pasal yang dilanggar. Memperhatikan beberapa pendapat di atas, penegakan hukum
dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu penegakan hukum dalam arti luas seperti yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief dari buku Hoefnagels, serta penegakan hukum dalam arti sempit yang lebih ditujukan pada penegakan peraturan perundangundangan atau yang lebih dikenal dengan Law Enforcement. 30
2. Landasan Konsepsional Bagian landasan konsepsional ini, akan dijelaskan hal-hal yang berkenaan dengan konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan tesis ini. Konsep adalah suatu bagian yang terpenting dari perumusan suatu teori. Peranan konsep pada dasarnya dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi (generalisasi) dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian tesis ini. 30
Ibid
Dalam penelitian ini ada dua variabel yakni: Pertama, Tindak Pidana Penipuan di Bidang Pasar Modal. Kedua, criminal justice system (sistem peradilan pidana). Dari kedua variabel ini akan dijelaskan pengertian masing-masing sebagai berikut: a. Tindak Pidana Penipuan di Bidang Pasar Modal 1). Tindak pidana dimaksud adalah salah satu kejahatan di bidang pasar modal yakni penipuan yang mempunyai karakteristik berupa: Pertama, menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan/atau cara apapun. Kedua, turut serta menipu atau mengelabui pihak lain. Ketiga, membuat pernyataan
tidak
benar
mengenai
fakta
yang
material
atau
tidak
mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek. 31 2). Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) adalah sebuah badan pemerintah yang berada dibawah Menteri Keuangan Republik Indonesia. Bapepam merupakan lembaga yang bertanggungjawab dalam melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal. 32
31 32
Pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
3). Informasi menyesatkan (misleading information) adalah adanya pernyataan fakta materiel yang palsu (misrepresentation) atau pernyataan tersebut tidak lengkap (omissions), adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi, adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan misrepresentation atau ommission, bahwa yang dilakukannya dengan maksud melakukan penipuan (scienter), merupakan fakta materiel dan adanya keyakinan (reliance). 33 4). Bursa efek adalah sebuah pasar di mana diselenggarakan perdagangan efek, artinya bursa efek sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihakpihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. 34 5). Kustodian adalah lembaga yang berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain termasuk menerima dividen, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. 35 6). Emiten adalah pihak yang menyediakan barang-barang yang diperdagangkan di bursa atau pasar tersebut. UUPM menyatakan bahwa emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum. 36 Emiten adalah pihak atau perusahaan-
33
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I,Op.cit, hal. 128 Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 35 Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 36 Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 34
perusahaan yang mengeluarkan efek berupa saham atau obligasi dan ditawarkan kepada masyarakat. 37 Sedangkan broker adalah perusahaan efek yang telah menjadi anggota bursa. 38 7). Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh undang-undang dan peraturan. 39 8). Fakta materiel adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa , kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atas info atau fakta tersebut. 40 b. Sistem Peradilan Pidana (Criminal justice system) Criminal justice system pada hakikatnya merupakan sistem yang berupaya menjaga keseimbangan perlindungan kepentingan, baik kepentingan negara, masyarakat maupun individu termasuk kepentingan pelaku tindak pidana dan korban kejahatan. Sub sistem yang harus bekerja sama di dalam criminal justice system untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang (money laundering) adalah: a. Kepolisian b. Kejaksaan
37
Hamud M. Balfas, Op.cit, hal. 9 Ibid, hal. 11 39 Pasal 1 angka (15) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 40 Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 38
c. Pengadilan d. Lembaga Pemasyarakat. e. Bapepam Untuk poin a, b, c, d diatas diartikan sebagai sistem peradilan pidana (criminal justice system) dalam penegakan hukum pidana pada umumnya, 41 namun penulis berpendapat bahwa dalam upaya penanggulangan dan penegakan hukum tindak pidana pasar modal maka poin e (Bapepam) merupakan bagian sub sistem peradilan pidana. Penegakan hukum pidana dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) itu sendiri pada hakikatnya merupakan bagian dari politik kriminal yang menjadi bagian intergral dari kebijakan sosial. Politik kriminal ini merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan. 42
G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian ini hanya mengambarkan tentang situasi
41
Lihat, Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, (Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (Lembaga Kriminologi) Universitas Indonesia, 1997), hal. 141 42 Lihat, Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1981), hal. 99
atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang telah dikemukakan, dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu pemberian, suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori. 43 Pengumpulan data dengan cara deskriptif ini dilakukan pendekatan jenis penelitian yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data skunder yang berasal dari penelitian kepustakaan (library research), penelitian kepustakaan sebagai salah satu cara mengumpulkan data didasarkan pada buku-buku literatur yang telah disediakan terlebih dahulu yang tentunya berkaitan dengan tesis ini, untuk memperoleh bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah sebagai perbandingan maupun petunjuk dalam menguraikan bahasan terhadap masalah yang dihadapi selanjutnya peneliti mengumpulkan dan mempelajari beberapa tulisan yang berhubungan dengan topik tesis ini. Penelitian seperti ini menurut Ronal Dwokin disebutnya dengan istilah penelitian doktrinal (doctrinal Research) yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it written in the book), maupun hukum yang
43
Alvi syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 17
diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge through judicial process). 44 2. Sumber Data Adapun data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasiinformasi serta pemikiran konseptual dari penelitian pendahulu baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data sekunder terdiri dari: 1. Bahan Hukum Primer, antara lain: a.
Norma atau kaedah dasar;
b.
Peraturan dasar;
c. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana (criminal justice system), yakni, Undang-Udang yang berkaitan dengan pasar modal yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di bidang Pasar Modal, Surat Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep 86/PM/1996 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus
44
Ronal Dworkin sebagaimana dikutip Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Februari 2003, hal. 1
Segera Diumumkan Kepada Publik, KUH Pidana, KUHAP, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. 2.
Bahan Hukum Sekunder berupa buku yang berkaitan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui sistem peradilan pidana (criminal justice system), hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, hasilhasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
3.
Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, skunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta bahan-bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian. 45 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitan tesis ini menggunakan teknik studi
dokumen, artinya data yang diperoleh melalui penelurusan kepustakaan berupa data sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkatperangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian. Di samping itu untuk melengkapi data pustaka, juga dilakukan penelusuran situs internet yang berkaitan dengan penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui sistem 45
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1990, hal. 41
peradilan pidana. Dengan kerangka teoritis merupakan alat untuk menganalisis data yang diperoleh baik berupa bahan hukum sekunder, pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun melalui naskah resmi yang dijadikan sebagai landasan teoritis. 4. Analisis Data Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan cara pemilihan pasalpasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang penanggulangan tindak pidana penipuan di bidang pasar modal melalui pendekatan sistem peradilan pidana, kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian yang sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dianalisi secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.
BAB II