15
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebijakan sistem pendidikan di Indonesia berdampak pada penyusunan kurikulum yang menjadi landasan pengajaran dan penyusunan materi ajar di Indonesia. Semakin sering kebijakan berubah semakin sering pula kurikulum tersebut harus diganti untuk menyesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan-kebijakan tersebut. Di awal kemerdekaan republik ini, dunia pendidikan dilandasi oleh kurikulum yang dikenal dengan nama rencana pelajaran, yaitu rencana pelajaran tahun 1947, 1952, 1964, dan kemudian tahun 1968 dunia pendidikan mulai menggunakan kata kurikulum untuk landasan berikutnya, yaitu kurikulum 1968, kurikulum 1975. Di pertengahan tahun 1980-an muncul kurikulum baru pengganti kurikulum 1975 yaitu “kurikulum 1984”. Kemudian diawal tahun 2000 muncul lagi kurikulum baru yang disebut “kurikulum berbasis kompetensi atau KBK” dan kini dunia pendidikan di Indonesia berlandasakan pada kurikulum yang bernama “kurikulum tingkat satuan pendidikan” yang disingkat menjadi KTSP. Setiap kurikulum pasti mempunyai penekanan pada proses pengajaran yang akan diterapkan di lapangan. Dalam buku pragmatik dan pengajaran bahasa karya Purwo (1990: 95), disebutkan bahwa kurikulum tahun 1975 lebih menekankan pada pengajaran yang bersifat struktural, yaitu siswa lebih banyak diajarkan bentuk-bentuk kalimat. Namun, pada kurikulum tahun 1984, muncul kata
1
2 16
“pragmatik” dalam dunia pendidikan di Indonesia, yang penekanan pengajarannya pada penggunaan bentuk-bentuk kalimat. Jadi dalam kurikulum 1984 ini, penekanan sistem struktural dalam penyampaian materi pelajaran berubah menjadi lebih pragmatis. Penyampaian materinya lebih ditekankan pada penggunaan kalimat dalam konteks tertentu, bukan pada struktur-struktur kalimat. Dalam perjalanannya, kata pragmatik dalam kurikulum tersebut belum dapat diterapkan dengan baik, kata pragmatik tersebut hanya melekat dalam kurikulum dan aplikasinya belum sepenuhnya berjalan. Dalam praktiknya, pengajaran bahasa masih didominasi oleh pengajaran yang bersifat struktural, yaitu siswa diajarkan lebih banyak tentang struktur pembentuk kalimat seperti subjek, predikat, objek keterangan tempat, keterangan waktu
dan sebagainya dengan mengabaikan
konteks penggunaannya. Singkatnya, pendekatan struktural merupakan sebuah pendekatan yang tidak memperhatikan konteks penggunaan bahasa, namun lebih memperhatikan struktur pembentuk kalimat. Disamping itu, kosakata yang diajarkan juga tidak terlalu berguna dalam konteks kehidupan nyata. Padahal dalam proses berbahasa, menguasai unsur-unsur bahasa bukan merupakan suatu indikasi mampu menggunakan bahasa tersebut secara fungsional dalam konteks sosial kehidupan sehari-hari. Perbedaan antara pengajaran bahasa dengan pendekatan struktural dan pengajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik atau komunikatif dapat dilihat dari penjelasan yang diuraikan berikut ini. Dalam pengajaran secara struktural, bahasa dianalisis berdasarkan bentuk-bentuk bahasa yaitu: subjek – predikat (Purwo, 1990: 11). Bahan ajar yang disusun dalam pengajaran struktural biasanya
3 17
dijabarkan dalam bentuk tata bahasa dan leksikal. Penjelasan tentang penggunaan bahasa di dalam konteks yang sesungguhnya tidak mendapat perhatian dalam pendekatan ini. Dengan menggunakan pendekatan ini, dapat dikatakan bahwa belajar bahasa merupakan kegiatan belajar tentang pengetahuan bahasa, bukan kegiatan belajar berbahasa. Pembelajar akan menguasai banyak pengetahuan tentang bahasa, namun kurang mampu mengaitkan pengetahuan bahasanya dengan pemakaiannya dalam percakapan sehari-hari. Sebaliknya, penggunaan pendekatan pragmatik dalam pengajaran bahasa mengaitkan bahasa dengan pemakaiannya, yang melibatkan baik unsur kebahasaan maupun unsur-unsur di luar bahasa yang terkait dengan penggunaan bahasa. Sebuah kalimat akan ditelusuri penggunaannya di dalam komunikasi, kapan kalimat itu diujarkan, dalam situasi bagaimana kalimat itu diucapkan, serta siapa berbicara kepada siapa. Pendekatan pragmatik di dalam pengajaran bahasa mementingkan kesesuaian kalimat dengan situasi dalam berkomunikasi tertentu (Purwo, 1990: 32). Pembicara perlu mengetahui kalimat mana yang benar-benar cocok dengan konteks yang dihadapinya. Dari sistem pengajaran struktural yang telah dipaparkan di atas, siswa hanya mampu membentuk kalimat atau bahkan lebih parahnya lagi, siswa tidak mengerti sama sekali tentang struktur pembuatan sebuah kalimat karena sistem pengajaran yang hanya mengajarkan struktur kalimat, dipandang sangat membosankan. Hal tersebut mengakibatkan siswa tidak mampu berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris ketika mereka harus berhadapan dengan dunia nyata. Hal ini dapat kita lihat dari lulusan yang dihasikan oleh lembaga pendidikan formal di Indonesia
18 4
yang kurang mampu berkomunikasi ketika dihadapkan dengan situasi dunia kerja walaupun mereka telah belajar bahasa Inggris sejak duduk di bangku sekolah dasar. Hal inilah yang harus mulai diatasi oleh departemen pendidikan Indonesia, salah satunya dengan menerapkan sistem pendidikan yang berpegangan pada pendekatan pragmatik. Agar pengajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan pragmatik dapat terlaksana dengan baik, maka semua pihak yang terkait dengan dunia pendidikan, harus mulai berpikir untuk menyusun sebuah silabus, RPP, materi dan latihan soal yang berbasis pada pendekatan pragmatik untuk memberi peluang pada siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam belajar bahasa. Tuturan merupakan pokok bahasan pragmatik yang paling relevan untuk pengajaran bahasa karena tujuan pengajaran bahasa adalah memberikan keterampilan penggunaan bahasa dalam berbagai aktivitas dan situasi kepada pembelajar. Oleh sebab itu, pengajaran tuturan dengan pendekatan pragmatik yang memperhatikan konteks nonkebahasaan perlu diterapkan dalam pengajaran bahasa untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam penggunaan bahasa senyatanya dalam berbagai aktivitas dan situasi. Sejak tahun 2007/2008, kurikulum yang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dalam BSNP (2006: 5), KTSP dijelaskan sebagai sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan di Indonesia. Kurikulum ini berlandaskan pada unsur ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel dalam penyusunan dan pengembangannya.
5 19
Dari fenomena yang dipaparkan di atas, maka akan dicermati tentang beberapa hal, yakni penerapan pendekatan pragmatik dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah menengah atas sehingga mampu memberi peluang kepada siswa untuk menggunakan bahasa Inggris berdasarkan kesesuaiannya dengan konteks. Selain itu, dalam penelitian ini juga diamati tentang strategi kesantunan berbahasa siswa dalam menyatakan dan merespons tuturan berbahasa Inggris baik sebelum dan setelah penerapan pendekatan pragmatik. Hal ini berkaitan dengan strategi yang dipilih siswa dalam menyatakan dan merespons tuturan sesuai dengan konteks sehingga mampu menciptakan kesantunan berbahasa. Berdasarkan silabus yang digunakan SMAP Kertha Wisata, siswa kelas X mempelajari berbagai tuturan berbahasa Inggris selama semester satu dan semester dua, antara lain tuturan berkenalan, meminta, memuji, mengundang dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, materi yang difokuskan adalah materi menyatakan dan merespons undangan. Materi ini telah diajarkan sebelumnya pada semester satu, yang pengajarannya tanpa menggunakan pendekatan pragmatik. Pada semester dua, materi ini muncul lagi dengan lebih menekankan pada pengajaran respons terhadap undangan. Pada semester ini, pengajaran tuturan mengundang dan responsnya diajarkan dengan pendekatan pragmatik.
Perbedaan kesantunan berbahasa siswa dalam menyatakan dan
merespons tuturan undangan baik sebelum maupun setelah penerapan pendekatan pragmatik dilihat dari penguasaan siswa dalam menggunakan berbagai strategi dalam menyampaikan tuturan berbahasa Inggris. Di samping itu akan dilihat pula apakah penerapan pendekatan pragmatik dapat meningkatkan keterampilan
6 20
berbicara siswa dalam menyatakan dan merespons tuturan undangan. Untuk mendapatkan data tentang bagaimana siswa menyatakan dan merespons undangan maka akan dilaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan teknik tes melengkapi wacana. Tes ini merupakan tes tertulis yang memberi kesempatan kepada siswa dalam menggunakan bahasa menurut situasi dan peranperan yang dihadapi dan dibutuhkan dalam proses komunikasi. Penyusunan tes melengkapi wacana harus memperhatikan hal-hal seperti penutur dan mitra tutur serta konteks yang menjadi latar belakang terjadinya pertuturan, sehingga tuturan yang dibuat oleh pengisi tes tidak jauh berbeda seperti pada proses komunikasi lisan.
1.2 Rumusan Masalah Dari fenomena yang dijabarkan di atas, maka dalam penelitian ini dibahas beberapa permasalahan: 1)
Bagaimanakah penerapan pendekatan pragmatik dalam proses pembelajaran bahasa Inggris di SMAP Kertha Wisata?
2)
Bagaimanakah perbedaan strategi kesantunan menyatakan dan merespons undangan oleh siswa SMAP Kertha Wisata sebelum dan setelah penerapan pendekatan pragmatik?
3)
Apakah penerapan pendekatan pragmatik dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMAP Kertha Wisata dalam menyatakan dan merespons undangan?
7 21
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu: 1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan teori pragmatik dalam pengajaran bahasa dan membantu siswa atau mahasiswa yang tertarik pada penelitian pragmatik dalam menemukan referensi untuk penelitiannya.
1.3.2
Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Menerapkan pendekatan pragmatik dalam proses pembelajaran bahasa Inggris di SMAP Kertha Wisata. 2) Mengidentifikasi perbedaan strategi kesantunan menyatakan dan merespons undangan oleh siswa SMAP Kertha Wisata sebelum dan setelah penerapan pendekatan pragmatik dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. 3) Memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa SMAP Kertha Wisata dalam menyatakan dan merespons undangan sebelum dan setelah penerapan pendekatan pragmatik.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan. Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang penerapan pendekatan pragmatik dalam dunia pengajaran bahasa terutama dalam pengajaran
8 22
tuturan berbahasa Inggris. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menunjukkan dan memaparkan perbandingan perbedaan strategi kesantunan menyatakan dan merespons undangan oleh siswa SMAP Kertha Wisata sebelum dan setelah penerapan pendekatan pragmatik dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Dengan penerapan pendekatan pragmatik, siswa
diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan berbahasa dengan tidak mengabaikan konteks dalam berkomunikasi. Hal ini tentu saja membuat bahasa Inggris tidak hanya menjadi sebuah mata pelajaran yang hanya dipelajari secara teoritis di sekolah, namun siswa mampu menerapkannya dalam kehidupan mereka di luar sekolah dan berterima dalam proses berkomunikasi.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari pembahasaan yang terlalu luas, maka pembahasan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada hal - hal sebagai berikut: 1) Pendekatan pragmatik dalam proses pembelajaran bahasa Inggris di SMAP Kertha Wisata. Dalam pembahasan yang pertama ini, dibahas mengenai penerapan pendekatan pragmatik dalam proses pembelajaran tuturan berbahasa Inggris, sehingga siswa dapat belajar menggunakan bahasa dalam berbagai konteks yang dihadapi (misalnya: akrab-tidak akrab, status sama-status berbeda). Jadi dalam pembahasan ini, analisisnya ditekankan pada bagaimana cara yang tepat untuk menerapkan pendekatan pragmatik dalam proses pembelajaran bahasa sehingga siswa tidak hanya memahami bagaimana berkomunikasi di antara
9 23
teman sebaya namun mereka juga mampu berkomunikasi dengan baik di antara partisipan dengan berbagai status sosial, konteks dan situasinya. 2) Perbedaan strategi kesantunan menyatakan dan merespons undangan oleh siswa SMAP Kertha Wisata sebelum dan setelah penerapan pendekatan pragmatik dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Dalam pembahasan ini dianalisis perbedaan strategi kesantunan menyatakan dan merespons undangan berbahasa Inggris oleh siswa SMAP Kertha Wisata sebelum dan setelah penerapan pendekatan pragmatik dalam berbagai konteks, situasi dan partisipan yang menjadi latar belakang terjadinya pertuturan. Alasan pemilihan materi undangan sebagai materi yang diajarkan untuk dilihat strategi kesantunannya adalah karena tuturan undangan dan responsnya merupakan salah satu materi yang harus diajarkan pada semester kedua di kelas X. Dengan penerapan pendekatan pragmatik, siswa diharapkan mampu menyatakan dan merespons tuturan undangan dengan memperhatikan kesesuaian tuturan dengan konteks, situasi dan partisipan yang dihadapi, sehingga nantinya mereka mampu menciptakan suasana kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi. Untuk memperoleh data berupa tuturan yang dibuat siswa, maka dilaksanakan tes yang berupa tes melengkapi wacana. Analisis datanya menekankan pada strategi yang digunakan siswa dalam menyatakan dan merespons undangan, sebelum dan setelah penerapan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran bahasa Inggris. Strategi ini tentunya berkaitan dengan
10 24
kemampuan siswa dalam menciptakan kesantunan berbahasa sesuai dengan konteksnya. 3) Hasil keterampilan berbicara siswa SMAP Kertha Wisata dalam menyatakan dan merespons undangan berbahasa Inggris sebelum dan setelah penerapan pendekatan pragmatik. Dalam penelitian ini, dipaparkan tentang nilai rata-rata kelas siswa dalam menyatakan dan merespons undangan sebelum dan setelah pendekatan pragmatik. Kemampuan siswa menyatakan dan merespons undangan dinilai berdasarkan pada ketepatan ekspresi, jumlah informasi yang diberikan, pemilihan strategi dan tingkat kesantunannya. Nilai dari tes melengkapi wacana yang dikerjakan siswa dalam tes awal dibandingkan tes siklus I, sehingga dapat dilihat perbedaan perolehan nilai siswa dalam menyatakan dan merespons undangan. Jika nilai tes siklus I yang diraih siswa lebih baik dari nilai tes awal maka penerapan pendekatan pragmatik dalam pengajaran bahasa disimpulkan mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam menyatakan dan merespons undangan. Akan tetapi, jika hasil tes siklus I tidak menunjukkan peningkatan, maka penerapan pendekatan pragmatik dalam pengajaran bahasa Inggris dianggap gagal.