BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi suatu Negara.Tak jarang dari sebagian besar Negara yang ada di dunia ini menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama dalam pembangunanya. Hal ini memang sangat beralasan sebab pendidikan adalah salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Contoh kecil seperti Negara Singapura yang luas wilayahnya sempit dan sumber daya alam terbatas tetapi menjadi Negara yang cukup diperhitungkan sebab sumber daya manusia yang dimilikinya sangat berkualitas dan ditunjang dengan pendidikan yang baik. Begitupula dengan Jepang, Negara ini menjadi disegani bukan hanya di Asia namun juga di dunia sebab sumber daya manusianya yang berkualitas. Intinya jika Negara ingin maju maka yang harus diperbaiki adalah bidang pendidikannya sehingga bisa melahirkan manusia yang intelek tapi juga harus mempunyai moral yang baik. Tak berbeda dengan kedua Negara diatas, Indonesia juga bekerja keras untuk memajukan Negara dengan menitik beratkan pada sektor pendidikan sebagaimana dalam amanat undang-undang untuk mencerdaskan bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari tingginya anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pendidikan. Pengalokasian anggaran yang sangat besar dalam bidang pendidikan ini memang dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Apalagi dengan sumber daya alam yang melimpah bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi Negara yang maju dan
1
diperhitungkan di dunia jika dikelola oleh manusia yang berkualitas dan mempunyai moral yang baik. Namun dalam
perjalanannya,
kemajuan pendidikan di Indonesia
khususnya di daerah Indonesia bagian timur tidak terlalu berjalan dengan baik. Contoh kecil saja di Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu Provinsi yang cukup maju masih jauh dari hasil yang diharapkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ilham Arif Sirajuddin dalam cakrawala makassar bahwa Sulawesi Selatan hanya menempati peringkat 19 dari 33 proponsi dalam hal kualitas pendidikan (cakrawala makassar on line senin, 24 September 2012 11:29). Ini menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan sebagai propinsi yang cukup maju di Indonesia timur ternyata mempunyai kualitas pendidikan yang masih kurang. Banyak kasus yang menunjukkan buruknya kualitas pendidikan di Sulawesi Selatan. Hal yang paling memprihatinkan adalah keberadaan sekolah sebagai institusi pendidikan belum mampu memberikan harapan besar bagi masyarakat. Bahkan sebagian sekolah yang berada di Sulawesi Selatan hanya dijadikan alat oleh oknum tertentu untuk mengambil keuntungan dari para siswanya. Pelanggaran sekolah ini terlihat dari maraknya pungutan Liar yang terjadi di berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Seperti kasus di Sinjai, masyarakat akhirnya melakukan demonstrasi sebab adanya sekolah yang melakukan pungutan liar terhadap siswa. (Tribun Timur, Rabu 3 okt hal 12). Makassarpun sebagai Ibu Kota tidak terlepas dari kasus pungutan liar seperti yang terjadi di SMA 21 Makassar, sekolah ini terindikasi melakukan pungutan liar terhadap para siswanya (Upeks, Rabu 3 Okt hal 11).
2
Rendahnya kompetensi guru juga menjadi permasalahan yang mendera sekolah di Sulawesi Selatan khususnya Kota Makassar. Dalam sebuah promosi doktor oleh Dg. Maklassa , beliau menyatakan bahwa di Sulawesi Selatan terutama Sekolah Dasar Negeri memiliki tenaga pengajar yang kurang mampu menghasilkan siswa yang berprestasi (Makassar, Fajar online Jumat, 20 Juli 2012 | 22:42:11 WITA). Kompetensi guru yang kurang juga terlihat pada saat berlangsungnya ujian kompetensi guru ternyata masih banyak Guru yang tidak bisa mengoperasikan Komputer. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam membekali tenaga pengajarnya. Bahkan data dari kementrian pendidikan nasional mencatat hanya 1,6 persen Guru dari 1.600 ribu Guru yang lulus uji Kompetensi, Direktur Ikatan Guru Indonesia Wilayah Sul-Sel meminta agar uji Kompetensi rutin digelar agar kemampuan mengajar guru dapat di tingkatkan. Padahal pendidikan merupakan hal terpenting untuk memajukan suatu bangsa. Terkait dengan hal tersebut Team Adpen. ( 2008 : 278). Menyatakan bahwa pendidikan yang bermutu merupakan kunci untuk membangun manusia yang kompeten dan beradab. Sedangkan Sallis ( 2008 : 30 ) berargumen bahwa “ mutu dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. dengan demikian dalam pendidikan yang perlu dibangun dan diprioritaskan adalah “peningkatan mutunya.” Pentingnya sebuah mutu dalam dunia pendidikan menjadikan sekolah berlomba-lomba untuk meningkatkan mutunya, sebab tuntutan masyarakat mengenai hal ini juga semakin tinggi. Mengenai mutu ini Garvi dan davis (1995) menyatakan bahwa “ Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan
3
produk, tenaga kerja, proses, dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan pelanggan.” Dari defenisi diatas dapat dipahami bahwa keberadaan sekolah untuk selalu meningkatkan mutu adalah menjadi mutlak sebab ini merupakan harapan dan tuntutan dari konsumen dalam hal ini masyarakat. Peningkatan mutu disekolah merupakan tanggung jawab dari seluruh stakeholder, namun peran yang sangat sentral dalam peningkatan mutu ini dipegang oleh kepala sekolah. Sehingga untuk memperbaiki mutu sebuah sekolah maka sekolah tersebut harus dipimpin oleh kepala sekolah yang bermutu juga. Penelitian Edmonds (1979) tentang sekolah yang berhasil di New York menyetakan bahwa tidak akan pernah dijumpai sekolah yang baik dipimpin oleh “kepala sekolah yang mutunya rendah”. Karena peran penting yang dimilikinya, kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi haruslah mempunyai kompetensi yang profesional untuk bisa membuat sekolah yang dipimpinnya bisa bermutu tinggi. Hal ini bisa terjawab jika kepala sekolah cakap dalam membuat strategi yang dapat menunjang tingginya mutu sekolahnya. Strategi sendiri sangat penting untuk sebuah organisasi baik profit maupun nonprofit. Walaupun pada awalanya strategi ini berasal dari dunia militer namun perkembangan illmu pengetahuan menempatkan strategi sebagai bagian yang sangat penting dari sebuah organisasi. Hal ini dapat dilihat dari pandangan ahli mengenai strategi seperti Chandler, dikutip oleh Michael Armstrong, mengatakan : “Strategi adalah penetapan tujuan jangka panjang dan sasaran perusahaan atau organisasi, serta penerapan serangkaian tindakan dan alokasi daya yang penting untuk melaksanakan sasaran”.
4
Dalam pandangan diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa secara sederhana srategi adalah cara atau tindakan organisasi dalam mencapai tujuannya melaui sumber daya yang dimiliki. Sehingga dari sini kita memahami bahwa strategi bukan hanya berkembang di dunia militer atau di dunia bisnis saja tetapi juga pada organisasi non profit. Karena pentingnya strategi untuk menjaga eksistensi sebuah organisasi maka dapat dipastikan bahwa seluruh organisasi baik profit maupun pemerintah pastilah mempunyai sebuah strategi walaupun terkadang mereka tidak mengatakannya bahwa itu adalah strategi. Namun jika kita melihat defenisi strategi diatas maka memang dapat dipastikan bahwa setiap organisasi memiliki strategi sebab organisasi manapun di dunia ini akan menentukan tujuan yang akan dicapainya, dan untuk mencapai tujuan itu maka dilakukanlah serangkaian tindakan atau cara. Tapi apakah semua organisasi yang telah melaksanakan strateginya berhasil mencapai tujuan yang ditentukannya. Jawabannya tentu saja tidak, keberhasilan strategi sebuah organisasi tidaklah semudah pada saat dirumuskan sebab banyak faktor yang bisa menjadi kendala dalam pelaksanaannya. Baik faktor yang berasal dari llingkungan organisasi itu sendiri maupun faktor yang berasal dari luar. Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa organisasi pendidikan seperti sekolah pastilah mempunyai strategi untuk mencapai tujuannya, hanya saja, ada beberapa kendala dalam pelaksanaannya yang membuat sekolahsekolah yang ada belum mampu mencapai tujuannya. Begitupula dengan SDIT Nurul Fikri Makassar sebagai salah satu sekolah yang cukup terkenal di Kota Makassar. Ternyata masih terdapat beberapa kekurangan yang dimiliki sekolah ini seperti adanya guru yang masih biasa terlambat, adanya beberapa guru yang
5
belum cakap dalam memberikan pengajaran kepada siswa, dan siswa yang melakukan pelanggaran aturan sekolah. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan memilih judul “Strategi peningkatan Mutu Sekolah di Kota Makassar (Studi Kasus pada SDIT Nurul Fikri)”. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada di atas, maka penyusun merumuskan masalah menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut : “ mengapa Strategi peningkatan mutu sekolah di Kota Makassar belum optimal?” I.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa tentang Strategi peningkatan mutu Sekolah di Kota Makassar I.4.
Manfaat penelitian Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai
berikut : a. Akademis Secara akademis, penulis mengharapkan dapat memberi pemahaman teori dan Sebagai sumber informasi ataupun referensi bagi civitas akademika yang ingin mengetahui tentang Strategi peningkatan mutu Sekolah di Kota Makassar. b. Praktis Secara praktis, Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para kalangan pembuat strategi khususnya sekolah-sekolah yang ada di
6
Makassar tentang cara meningkatkan mutu sekolah sehingga keberadaan sekolah dapat sesuai dengan harapan siswa dan orang tua serta masyarakat umum.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Mutu II. 1.1. Pengertian Mutu Mutu merupakan topik yang sering diperbincangkan dalam dunia bisnis dan akademik bahkan pada organisasi pemerintahan sebab harapan masyarakat mengenai mutu barang dan jasa yang baik sangatlah tinggi. Produk dan jasa yang berkualitas adalah produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen. Menurut Al Ries (1996) dalam majalah manajemen, suatu survei yang telah dilakukan terhadapa para manajer di Amerika hasilnya sebanyak 80 % manajer di Amerika berpendapat bahwa mutu akan menjadi sumber fundamental keunggulan bersaing padda abad ke 21. Sedangkan pada saat 455 manajer senior ditanya apa yang menjadi faktor utama keberhasilan bersaing “mutu” merupakan jawaban yang menempati peringkat pertama. (Nursya’bani Purnama 2006:1) Dalam Kamus Indonesia-Inggris kata mutu memiliki arti dalam bahasa Inggris quality artinya taraf atau tingkatan kebaikan; nilaian sesuatu. Jadi mutu berarti kualitas atau nilai kebaikan suatu hal. Menurut the American Sociaty of Quality Control, Mutu adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau layanan menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten. Sedangkan menurut filsafat Jepang mutu adalah “zero defect” mengerjakan pertama kali dengan benar. (Nursya’bani Purnama 2006:1)
8
Tentang mutu ini para ahli juga memiliki banyak presepsi mengenai defenisinya seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam Nursya’bani Purnama yaitu.:
Juran (1993) “ Mutu adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan atau kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. Kecocokan penggunaan produk tersebut didasarkan atas 5 ciri utama, yaitu (1) Teknologi yaitu kekuatan, (2) Psikologis, yaitu citra rasa atau status, (3) waktu yaitu kehandalan (4) kontraktual yaitu ada jaminan, (5) etika yaitu sopan santun”. Menurut Juran ciri produk yang memenuhi tuntutan pekanggan jika produk tersebut bermutu tinggi dan memiliki ciri khusus yang berbeda dari produk pesaingnya.
Crosby (1979:58)
“Mutu
adalah
conformence
to
requirement,
yaitu
kesesuaian dengan yang distandarkan atau disyaratkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan yang meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi.
Deming (1982:176) “ Mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen.” Perusahaan yang bermutu adalah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan tersebut baik berupa barang maupun jasa.
Feigenbaum (1986:7) “ Mutu kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk dianggap bermutu apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan harapan konsumen atas produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
9
Garvi dan davis (1995) “ Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, tenaga kerja, proses, dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan pelanggan.” Adapun pengertian mutu dalam perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari
Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991), adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk dan jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik dikatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteriakriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu. Sedangkan pengertian Mutu berdasarkan Pengendalian Mutu Terpadu meliputi beberapa macam dan dapat dijelaskan sebagai berikut: -
Quality Qontrol Teknik Operasional dan aktivitas yang akan dipergunakan untuk memenuhi akan permintaan kualitas dimana keduanya dipakai untuk memonitor
dan
proses
dan
mengurangi
akibat
ketidakpuasan
performance. -
Quality System Struktur Organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumber daya untuk diterapkan pada manajemen kualitas.
-
Quality Management Semua
aspek
dari
fungsi
manajemen
yang
menentukan
dan
mengimplementasikan kebijakan kualitas.
10
-
Quality Policy Semua hal tentang kualitas dan diarahkan pada suatu organisasi yang menghargai kualitas secara formal dan biasanya dikeluarkan oleh manajemen puncak.
-
Quality Audit Suatu pengujian sistematik dan independen untuk membandingkan apakah kualitas aktivitas dan hasil sesuai dengan susunan rencana yang diimplementasikan efektif dan cocok untuk memcapai sasaran.
Dari hasil beberapa teori yang didapat mengenai mutu, dapat dilihat bahwa definisi-definisi tersebut mempunyai persamaan mendasar, yaitu sebagai berikut : -
Mutu meliputi usaha untuk memenuhi harapan pelanggan
-
Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses ,dan lingkungan
-
Mutu meripakan kondisi yang selalu berubah. (misalnya apa yang dianggap merupakan mutu saat ini, mungkin dianggap kurang bermutu pada masa mendatang). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu adalah usaha pemenuhan
kebutuhan dan harapan konsumen baik berupa barang atau jasa yang ditawarkan oleh sebuah organisasi dengan memperhitungkan sumber daya manusia, biaya, dan sebagainya serta selalu beradaptasi terhadap kondisi lingkungan yang berubah-ubah. II. 1.2. Pespektif Terhadap Mutu menurut Garvin (1995) terdapat 5 perspektif tehadap kulaitas produk (Nursya’bani Purnama 2006)
11
1. Trancendent Approach Pendekatan ini dikembangkan dari filosofi dan meminjam diskusi plato tentang kecantikan. Menurut sudut pandang kecantikan, Quality is Innate Excellent (kualitas adalah kesempurnaan). Menurut Pendekatan ini pendefinisian
mutu
sangat
subjektif
dan
sulit
didefinisikan
dan
digambarkan secara kongkrit tetapi dapat dirasakan atau diekspresikan. 2. Product-based approach (pendekatan bebasis produk) Kualitas produk digambarkan dalam beberapa atribut produk yang bisa diukur. Artinya penilaian terhadap kualitas produk didasarkan pada pengukuran dari beberapa atribut-atribut yang melekat pada produk. 3. User-based approach (pedekatan berbasis pengguna) Mutu produk terealisasi jika kepuasan konsumen maksimal. Artinya kepuasan yang diperoleh konsumen maksimal menunjukkan bahwa kualitas produk telah tercapai. Tinggi rendahnya mutu suatu produk menurut pendekatan ini ditentukan oleh banyaknya konsumen yang mencapai kepuasan maksimal 4. Manufacturing-based approach (pendekatan berbasisi pemanufakturan) Perspektif ini menggunakan dasar ukuran atau standar yang telah ditentukan
oleh
pemanufakturan.
Produk
dikatakan
bermutu
jika
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan oleh pemanufaktur. 5. Value-based approach (pendekatan berbasis nilai) Mutu produk ditunjukkan oleh kinerja atau manfaat produk yang dikaitkan dengan harga yang bisa diterima. Produk yang bermutu adalah produk yang memiliki keseimbangan antara manfaat yang diperoleh pembeli
12
dengan harga yang ditetapkan oleh penjual. Sedangkan
Russel
(1996)
dalam
(Nursya’bani
Purnama
2006)
menyatakan bahwa terdapat 2 perspektif terhadap kualitas yaitu : 1. Producer’s perspective (persepektif produsen) Menurut perspektif produsen, kualitas produk dikaitkan dengan standar produksi dan biaya, artinya produk dinilai berkualitas jika memiliki kesesuian terhadap spesifikasi dan memenuhi persyaratan biaya 2. Consumer’s perspective ( perspektif konsumen) Menurut perspektif konsumen, kualitas produk dikaitkan dengan disain dan harga, artinya kualitas produk dilihat dari karakteristik kualitas dan harga yang ditentukan. II. 1.3. Dimensi Mutu menentukan kualitas produk harus dibedakan antara produk manufaktur atau barang (goods) dengan produk layanan (service) karena keduanya memiliki perbedaan. Menyediakan produk layanan (jasa) tentu saja sangat berbeda dengan
menghasilkan
produk
barang.
Nursaya’bani
purnama
(2006)
menyebutkan perbedaan mutu produk jasa dan produk barang seperti : 1. Kebutuhan konsumen dan standar kinerja seringkali sulit diidentifikasi dan diukur sebab masing-masing konsumen mendefinisikan kualitas sesuai keinginan mereka dan berbeda saqtu sama lain. 2. Produksi layanan memerlukan tingkatan “customization atau individual customer” yang lebih tinggi dibanding manufatur. Dalam manufaktru sasarannya adalah keseragaman. Dokter, ahli hukum, personal penjualan asuransi, dan pelayan restoran harus menyesuaikan layanan mereka terhadap konsumen individual.
13
3. Output sistem layanan tidak berwujud, sedangkan manufaktur berwujud. Mutu produk manufaktur dapat diukut berdasarkan spesifikasi disain, sedangkan kulaitas jasa pengukurannya subjektif menurut pandangan dan harapan konsumen. 4. Produk
layanan
diproduksi
dan dikonsumsi
secara bersama-sama
sedangkan produk manufaktur diproduksi sebelum dikonsumsi. 5. Konsumen seringkali terlibat dalam proses layanan dan hadir ketika layanan
dibentuk,
sedangkan
produk
manufaktur
dibentuk
diluar
keterlibatan langsung dari konsumen. 6. Layanan secara umum padat tenaga kerja, sedangkan manufaktur lebih banyak padat modal. Kualitas interaksi antara produsen dan konsumen merupakan faktor vital dalam penciptaan layanan. 7. Banyak organisasi layanan harus menangani sangat banyak transaksi konsumen misalnya pada hari-hari tertentu. Sedangkan produsen manufaktur tidak. Karena produk manufaktur dan produk layanan berbeda sehingga dimensi mengenai mutunyapu juga berbeda. Adapun dimensi kedua produk ini adala sebagai berikut A. Dimensi Mutu Produk Manufaktur menurut Garvin (1996) untuk melihat kulaitas produk manufaktur terdapat 8 dimensi yang bisa digunakan, yaitu: 1. Performance, karakteristik utama suatu produk yang tercermin dari kemampuan produk dalam menjalankan fungsi utama 2. Feature, karakteristik pelengkap yang membedakan suatu produk degan produk lain dan bisa memberi kesan berbeda.
14
3. Reliability, keandalan suatu produk jika digunakan selama waktu tertentu. 4. Comformance, kesesuaian produk dengan spesifikasi yang telah ditentukan. 5. Durability, tingkat keawetan produk yang digambarkan dengan umur ekonomis produk atau seberapa lama produk memberi manfaat ekonomis 6. Serviceability, kemudahan dalam perawatan produk, kemudahan dalam menemukan pusat –pusat reparasi jika produk mengalami kerusakan, dan kemudahan mendapatkan suku cadang jika ada suku cadang yang perlu diganti. 7. Aesthethic, nilai keindahan atau daya tarik produk, bagaimana daya tarik produk. 8. Preceived, reputasi produk atau citra produk. B. Dimensi Mutu Layanan atau Jasa Wyckof dalam Lovelock (1988) memberikan pengertian kualitas layanan sebagai tingkatan kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen, sedangkan menurut parasuraman (1988) kualitas layanan merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan mutu layanan yang diharapkan konsumen (Nursaya’bani Purnama 2006). Gronroos menyatakan ada 3 dimensi yang dapat dilihat dari mutu layanan yaitu. 1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan terdiri dari: dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan prilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses, dan service mindedness. 2. Kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan oleh konsumen,
15
meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika output. 3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi di mata konsumen. Menurut Zeithamal, Berry dan Parasuraman (1985) kualitas layanan dapat dilihat dari 10 dimensi yaitu: 1. Communication, penggunaan bahasa komunikasi yang bisa dipahami konsumen. 2. Credibility, kepercayaan konsumen terhadap penyedia layanan 3. Security, keamanan konsumen, bebas resiko, bahaya, dan keragu-raguan. 4. Knowing
the
customer,
pemahaman
penyedia
layanan
terhadap
kebutuhan dan harapan konsumen. 5. Tangibles, dalam memberi layanan harus ada strandar pengukurannya. 6. Reliability, konsistensi penyedia layanan dan kemampuan penyedia layanan dalam memenuhi janji. 7. Responsiveness, kemauan dan kesediaan penyedia layanan dalam memberi layanan. 8. Competence, kemampuan atau keahlian penyedia layanan dalam memberi layanan. 9. Access, kemampuan pendekatan dan kemudahan penyedia layanan untuk bisa dihubungi konsumen. 10. Courtesy, kesopanan, rasa hormat, perhatian dan keadilan penyedia layanan ketika berhubungan dengan konsumen. Diantara sepuluh dimensi kualitas diatas, menurut parasuraman (1988) dalam nursaya’bani Purnama (2006:22) ada yang saling tumpang tindih, sehingga mereka menyodorkan 5 dimensi kualitas layanan yang lebih sederhana
16
yaitu: 1. Tangibles (bukti fisik) yaitu buukti fisisk menjadi bukti awal yang bisa ditunjukkan oleh organisasip penyedia layanan yang ditunjukkan oleh tampilan gedung, fasilitas fisik pendukung, perlengkapan, dan penampilan pekerja. 2. Reliability (keandalan) kemampuan penyedia layanan dalam memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu para pekerja memiliki kemauan dan bersedia membantu pelanggan dan member layanan dengan cepat tanggap. 4. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kecakapan para pekerja yang memberikan jaminan bahwa mereka bisa memberikan layanan dengan baik. 5. Empathy (empati), yaitu para pekerja mampu menjalin komunikasi interpersonal dan memahami kebutuhan pelanggan. Sedangkan menurut Gronroos dalam Edvardsson, Thomasson, dan Ovretveit (1994) seperti dikutip oleh Tjiptono (1997) dalam (Nursaya’bani purnama 2006) bahwa terdapat 3 kriteria pokok dalam menilai kualitas layanan yaitu; 1. Outcome-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan hasil kinerja layanan
yang
ditunjukkan
oleh
penyedia
layanan
menyangkut
profesionalisme dan keterampilan. 2. Process-Related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan proses terjadinya layanan, seperti a. sikap dan prilaku pekerja b. keandalan dan sifat dapat dipercaya c. tindakan perbaikan jika melakukan kesalahan. 3. Image-related Criteria, yaitu reputasi dan kredibilitas penyedia layanan yang memberikan keyakinan konsumen bahwa penyedia layanan mampu
17
memberikan nilai atau imbalan sesuai pengorbanan. II. 1.3. Mutu Pendidikan dan Sekolah Mutu dalam perspektif pendidikan dan sekolah tidak jauh berbeda dari mutu yang dibahas dalam dunia bisnis. Dipahami bahwa mutu secara umum berkenaan dengan penilaian bagaimana suatu produk memenuhi kriteria, standar atau rujukan tertentu. Rumusan mutu pendidikan bersifat dinamis dan dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang. Kesepakatan tentang konsep mutu dikembalikan pada rumusan acuan atau rujukan yang ada seperti kebijakan pendidikan, proses belajar mengajar, kurikulum, sarana dan prasaran, dan sebagainya. (Syaiful Sagala 2007:170). Karena pendidikan adalah hal yang sangat penting maka mutu harus dijadikan sebuah hal utama yang harus diupayakan untuk doitingkatkan khususnya dalam sekolah sebagai instansi pendidikan. Karena itu sekolah harus terus
menerus
meningkatkan
mutu
lulusannya
dengan
menyesuaikan
perkembangan zaman menuju pada mutu pendidikan yang baik. Menurut Sagala, mutu dalam dunia pendidikan adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh jasa pelayanan pendidikan secara internal maupun eksternal yang menunjukkan kemampuannya memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat mancakup input, proses, output. sehingga apabila ditarik lebih spesifik ke sekolah, mutu sekolah dapat diartikan sebagai uapaya sekolah dalam memberikan pelayanan untuk memenuhi harapan masyarakat berupa output yang ideal dengan mendayagunakan sumberdaya yang dimiliki. Dalam menentukan sebuah sekolah memliki mutu tinggi atau tidak harus melalui sebuah standar yang bisa menunjukkan bahwa sekolah itu bermutu. Adapun indikator untuk menentukan sekolah bermutu tinggi dalam (bahan ajar
18
sekolah pascasarjana UPI bekerjasama dengan AUSAID) terbagi 3 yaitu 1. Input, ini terkait dengan kualitas masukan pendidikan seperti animo masyarakat untuk mendaftar sebagai calon siswa baru dan tingkat kemampuan siswa baru yang diterima oleh lembaga pendidikan tersebut. Selain itu instrumental input seperti kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta sumber dana yang dimiliki oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan. 2. Proses, terkait dengan kualitas kegiatan belajar mengajar, mulai dari perencanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran sampai pada evaluasi hasil pembelajaran yang dilakukan 3. Output, terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh lulusan dari prestasi belajar, diterimanya studi lanjut kejenjang diatasnya, maupun prestasi kerja setelah mereka diterima didunia kerja. Sepaham dengan hal diatas, Syaiful Sagala dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat juga membagi indikator sekolah bermutu menjadi 3 yaitu input, proses dan output, hanya saja penjabaran dari input proses dan outputnya yang sedikit berbeda. Adapun pendapat Sagala mengenai indikator ini adalah sebagai berikut: 1. Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia (perangkat lunak maupun perangkat keras) karena dibutuhkan bagi keberlangsungan proses. Adapun input sekolah adalah, penyediaan buku-buku (materi ajar dan alat belajar) yang memadai, penyediaan sarana dan perlengkapan, kesejahteraan personel dan guru, dan anggaran yang sesuai kebutuhan. 2. Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain, yang menjadi proses dalam sekolah adalah proses manajemen sekolah dan
19
proses belajar mengajar. 3. Output (hasil), adalah kinerja sekolah, adalah yang menjadi output sekolah, prestasi akademik berupa nilai ulangan umum, UN, US, dan kasrya ilmiah, prestasi non akademik yaitu IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, dan kegiatan ekskul lainnya. II.2. Konsep Strategi II.2.1. Pengertian Strategi Strategi adalah hal yang sangat penting bagi organisasi baik organisasi bisnis maupun organisasi publik. Tak jarang strategi ini diijadikan sebagai hal paling mendasar yang dibuat oleh para pemimpin organisasi. Hal ini memang cukup beralasan sebab keberlangsungan dari sebuah organisasi sangat tergantung pada strategi yang dimiliki dalam menghadapi lingkungan dan segala permasalahan yang ada. Padahal strategi sendiri pada awalnya dikenal atau berasal dari dunia militer. sebagai sebuah kosakata strategi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “strategos”. Kata “Strategos’’ ini berasal dari kata “stratos” yang berarti militer dan “ag” yang artinya memimpin (Jemsly Hutabaran dan Martani Huseini 2008:18). Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kajian strategipun mulai mengalami perkembangan yang cukup pesat. Strategi akhirnya bukan hanya dipakai pada dunia militer akan tetapi diterapkan dalam dunia bisnis dan publik. Hal ini disebabkan kebutuhan organisasi akan adanya
strategi
menjadi
mutlak
untuk
mepertahankan
eksistensi
organisasinya. Keberadaan strategi dalam organisasi bisnis dan publik dapat dilihat dari banyaknya pendapat para ahli tentang defenisi strategi yang
20
berhubungan dengan organisasi bisnis dan publik seperti yang dikemukakan oleh Gerry Jhonson & Kevan Scholes (Jemsly Hutabaran dan Martani Huseini 2008:18) menyatakan bahwa strategi sebagai arah dan cakupan jangka
panjang
organisasi
untuk
mendapatkan
keuntungan
melalui
konfigurasi sumber daya lingkungan yang berubah untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi harapan berbagai pihak. Chandler, dalam Salusu 1996 : 88 juga mengatakan : “Strategi adalah penetapan sasaran jangka panjang organisasi, serta penerapan serangkaian tindakan dan alokasi daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut.” Untuk lebih memahami tentang strategi perlu diringkas mengenai komponen- komponen atau unsur-unsurnya. Shirley (1978) dalam Salusu (1996) lebih suka memakai istilah determinan atau faktor yang menentukan. Jadi deteriman yang menentukan menurutnya adalah peluang eksternal, kendala-kendala eksternal, kapabilitas eksternal dan nilai-nilai perorangan dari pejabat-pejabat teras. Kesimpulan dari Salusu dan kebanyakan penulis sepakat mengenai strategi yaitu: 1. Tujuan dan sasaran. Perlu dipahami bahwa tujuan berbeda dengan sasaran sehingga Harvey mencoba untuk menjelaskannya: (a) Organizational goals adalah keinginan yang hendak dicapai diwaktu yang akan datang, yang digambarkan
secara umum dan relative
tidak mengenal batas waktu, sedangkan (b) organizational objectives adalah pernyataan yang sudah mengarah pada kegiatan untuk mencapai goals: lebih terikat dengan waktu, dapat diukur dan dapat dijumlah dan dihitung.
21
2. Lingkungan. Harus disadari bahwa organisasi tidak dapat hidup dalam isolasi. Sasaran organisasi senantiasa berhubungan dengan lingkungannya, dimana saja bisa terjadi bahwa lingkungan mampu mengubah sasaran. Sebaliknya sasaran organisasi dapat mengontrol lingkungan. Menurut Shirley peluang dapat terjadi dilingkungan makro yaitu masyarakat luas dan lingkungan mikro yaitu dalam tubuh organisasi itu sendiri. Dan kendala-kendala juga dapat berasal dari lingkungan makro dan mikro 3. Kemampuan
internal.
Kemampuan
internal
oleh
Shirley
digambarkan sebagai apa yang akan dibuat (can do) karena kegiatan akan terpusat pada kekuatan. 4. Kompetisi. Kompetisi ini tidak dapat diabaikan dalam merumuskan strategi walaupun organisasi non profit. 5. Pembuat strategi. Ini juga sangat penting arena menyangkut kompetensi orang yang nantinya akan membuat strategi. 6. Komunikasi.
Para
penulis
secara
implisit
menyadari
bahwa
komunikasi yang baik maka strategi bisa berhasil. Informasi yang berada dalam lingkungan harus dikomunikasikan dengan baik shingga strategi yang dibuat akan menjadi baik sebab strategi pada umumnya bersumber dari hasil pengamatan lingkungan. Setelah menghayati semua itu akhirnya Hax dan Majluf (1991) dalam Salusu (1996:100) menawarkan rumusan yang komprenhensif tentang strategi sebagai berikut : Strategi a. Ialah suatu pola keputusan konsisten, menyatu, dan integral
22
b. Menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam artian sasaran jangka panjang, program, program bertindak, dan prioritas alokasi sumber daya. c. Menyeleksi bidang yang akan digeluti atau akan digeluti organisasi d. Mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya. e. Melibatkan semua tingkat hirarki organisasi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi merupakan kerangka yang fundamental suatu organisasi sehingga organisasi tersebut dapat menyatakan keberlangsungannya, dan pada saat bersamaan dapat bertahan dari lingkungan dan perubahan. Karena konsep diatas terlalu panjang maka Salusu (1996:101) menawarkan sebuah defenisi yaitu “Strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungan yang efektif dengan lingkungan dalm kondisi yang paling menguntungkan.” Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa strategi adalah sekumpulan pilihan kritis untuk perencanaan dan penerapan serangkaian rencana tindakan dan alokasi yang penting dalam mencapai tujuan dasar dan sasaran dengan memperhatikan keunggulan yang kompetitif. II.2.2. Elemen-Elemen Strategi Dalam salusu (1996:88) ada 11 elemen-elemen strategi
23
a. Seni situasional Strategi dipandang sebgai seni situasional, yaitu suatu keterampilan bagaimana seorang pejabat eksekutif mendesain keputusan yang didasarkan pada sumber daya organisasi, nilai-nilai manajerial, dan kemungkinan adanya peluang tetapi juga tantangan dari lingkungan. Pengertian starategi dengan demikian menyentuh aspek penting dalam organisasi yaitu tujuan (goals) (Mc Donald 1949) b. Tujuan dan sasaran Chandler Jr (1966).Mengatakan bahwa strategi dapat didefinisikan sebagai “penetapan dari tujuan dan sasaran jangka panjang suatu organisasi serta penggunaan serangkaian tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.Dari defenisi ini dapat kita pahami bahwa aspek atau salah satu elemen penting dari stragei ini adalah tujuan dan sasaran. c. Produk, keunggulan kompetitif Anshof (1965) measukkan unsure baru ddalam pengertian strategi ketika ia mengatakan bahwa strategi itu adalah produk/ lingkup pasar, keunggulan kompetitif, dan sinergi. Sehingga keunggulan kompetitif dari suatu organisasi merupakan salah satu bentuk strategi yang tidak boleh dilupakan walaupun organisasi yang bersifat non profit. d. Pola keputusan Untuk pola keputusan ini Christensen, Andrews, dan Bower melihat pengertian strategi lebih tajam ketika menegaskan bahwa strategi itu sesungguhanya adalah pola keputusan di dalam suatu organisasi yang membentuk dan menampilkan tujuan dan sasaran dari organisasi itu
24
e. Kebijaksanaan dan program Learned, Christensen, Andrews, dan Guth, menganut pendekatan yang sama dengan mengatakan strategi adalah pola tujuan maksud, sasaran, dan kebijaksanaan umum serta rencana-rencana untuk mencapai tujuantujuan
tersebut.
Steiner
dan
Miner
lebih
mempertegas
dengan
mengatakan bahwa strategi yaitu tidak hanya menunjuk pada misi, tujuan, dan sasaran organisasi yang mendasar, tetapi juga pada strategi kebijaksanaan dan program. f.
Destinasi Dalam rumusan lain Hatten (1998) melihat strategi sebagai rute menuju tempat persinggahan terakhir. Steis (1985) juga menyatakan bahwa strategi organisasi adalah setiap langkah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan sasaran utama organisasi.
g. Sumber daya dan lingkungan Shirley mengusulkan sebaiknya konsep strategi itu memusatkan perhatiannya pada hubungan organisasi dengan lingkungannya, dengan melihat pandangan dari Schellenberger dan Boseman yang mengatakan bahwa strategi adalah suatu proses berkelanjutan yang mengaitkan secara efektif sasaran dan sumber daya organisasi terhadap lingkungan. Hal ini dipertegas oleh Ohmae (1982) yang dijuluki “Mr Strategy” di Jepang, mengatakan bahwa strategi sebenarnya tidak lain dari suatu rencana kerja untuk memaksimalkan berbagai keukuatan suatu pihak dalam mengahadapi berbagai kekuatan dilingkungan usaha. Hitt (1979) juga beranggapan bahwa strategi bertalian dengan alokasi dan penggunaan sumber daya organisasi.Dengan demikian, dalam membuat
25
keputusan sebagai bagian dari perencanaan stratejik, kita harus member tempat kepada faktor lingkungan internal dan eksternal. h. Program bertindak Koontz (1976) yang didukung oleh Kreitner (1980) melihat bahwa strategi sebagai program bertindak dengan tekad memanfaatkan sumber daya sebaik-baiknya untuk mencapai misi utama organisasi.Walaupun defenisi ini masih banyak mendapat kritikan dari para ahli karena memiliki banyak kekurangan. i.
Formulasi, Arah Keputusan. Berbagai ahli memberikan peringatan kepada ahli lain mengenai proses formulasi strategi yang dilupakan dalam strategi. Mintzberg
(1978)
cenderung mengecam kebanyakan penulis memberlakukan strategi sebagai suatu rencana. Dia sendiri menyatakan bahwa suatu pola dalam suatu arus keputusan-keputusan yang penting.Walaupun singkat tapi defenisi ini dianggap dapat mengoperasionalisasikan konsep strategi kedalam (1) kronologi keputusan dan peristiwa (2) analisis pembuatan strategi. Konsep formulasi strategi dipandang oleh Cope (1981) sebagai sangat penting bagi organisasi non profit karena di dalamnya terdapat tiga kelompok variable yang sangat perlu diperhatikan dalam penelitian, yaitu (1) kondisi lingkungan (2) ahli strategi sebagai pengambil keputusan dan (3) organisasi itu sendiri. j.
Deciptive Device Mc Nichols (1997) melihat strategi merupakan deceptive device ( alat yang paling berbahaya dan riskan).
k. Pemimpin
26
Salah satu tokoh yang menyummbangakan peimkirannya mengenai pemimpin adalah Vancil yang sesungguhnya diangkat dari alam pikiran Andrew dan Chandler, tetapi berhasil memperkenalkan unsur baru yaitu “pemimpin”. Ia menegaskan bahwa strategi suatu organisasi adalah konseptualisasi yang diekspresikan oleh pemimpin organisasi itu tentang (1) sasaran jangka panjang dari organsasinya (2) kebijaksanaan dan kendala, baik yang dicetuskan sendiri oleh pemimpin maupun yang diperintahkan oleh atasannya yang justru merintangi kegiatan organisasi, dan (3) seperangkat rencana yang sedang berjalan mengenai tujuan jangka pendek yang dipandang layak memberikan kontribusi bagi pencapaian pemimpin
sasaran menjadi
organisasi sangat
(Vancil,1976).
penting
karena
Peranan hanya
seorang merakalah
sesungguhnya yang akhirnya menetapkan sasaran organisasi, baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.Berkaitan dengan pembuat strategi maka para ahli manajemen stratejik sependapat bahwa strategi dibuat oleh pejabat tertinggi dalam organisasi. II.2.3. Tingkat-Tingkat Strategi Menurut pandangan Schendel Charles Hofer, Higgins (1985) dalam Salusu (1996:109) bahwa ada 4 tingkatan strategi yang secara keseluruhan disebut master strategi yaitu: a. Enterprise Strategy Strategi ini berkaitan dengan respon masyarakat.Setiap organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat.Masyarakat merupakan lingkungan eksternal yang mempunyai tuntutan tehadap organisasi sehingga pembuat strategi harus memperhitungkan masyarakat
27
dalam pembuatan strategi.Jadi dalam strategi ini terlihat relasi yang kuat antara organisasi dan masyarakat selama interaksi dengan masyarakat
menguntungkan
organisasi.
Strategi
ini
juga
menampakkan bahwa organisasi sungguh-sungguh bekerja dan berusaha untuk member pelayanan yang baik kepada masyarakat. b. Corporate Strategy (strategi organisasi) Strategi ini berhubungan dengan misi organisasi jadi biasa disebut grand strategy yang meliputi bidang yang digeluti organisasi.Strategi ini bukan hanya didunia bisnis sebab ini menyangkut organisasi jadi setiap organisasi baik publik maupun bisnis harus memiliki strategi yang
setingkat
perusahaan
atau
lembaganya.
Karena
setiap
organisasi pasti ingin lebih baik dari organisasi lain sehingga membutuhkan strategi yang baik untuk organisasinya. c. Business strategy Pada tingkat ini biasanya dalam organsasi bisnis lebih dibawah dari corporate strategy jadi strategi ini bisa penjabaran dari corporate stategy bisa juga strategi dari unit usaha suatu perusahaan.Strategi ini biasanya memusatkan perhatian pada keunggulan kompetitif. Namun jika ditarik ke organisasi publik maka strategi ini memusatkan pada keunggulan komparatif yaitu “lakukan apa yang orang lain tidak atau belum lakukan. Atau kerjakanlah lebih baik dan lebih sempurna dari pada orang lain laksanakan. d. Functional strategy Strategi ini merupakan pendukung dan penunjang suksesnya strategi yang lain. Ada 3 jenis strategi fungsional yaitu:
28
1. Strategi fungsional ekonomi yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penelitian dan pengembangan. 2. Strategi
fungsional
manajemen,
mencakup
fungsi-fungsi
manajemen, yaitu planning, organizing, staffing,dan sebagainya. 3. Strategi
isu
stratejik,
fungsi
utamanya
ialah
mengontrol
lingkungan, baik lungkungan yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui atau yang selalu berubah-ubah. II.2.4.Tipe-Tipe Strategi Tipe strategi coba dikemukakan oleh Koteen (1991) dalam Salusu (1996) walaupun hampir mirip dengan tingkatan strategi sebagaimana yang dikemukakan diatas.Adapun tipe-tipe yang di kemukakan Koteen adalah sebagai berikut. a. Corporate strategy (strategi organisasi). Strategi ini berkaitan dengan prumusan visi, tujuan, nilai-nilai, dan inisiatif stratejik yang baru. b. Program strategy (strategi program). Strategi ini lebih member perhatian pada implikasi stratejik suatu program tertentu. Apa kira-kira dampak dari program yang dilancarkan terhadapt organisasi. c. Resource Strategi
SupportStrategy sumber
daya
(strategi pendukung sumber ini
memusatkan
perhatian
daya). pada
memaksimalkan pemanfaatkan sumber daya yang esensial yang tersedia guna meningkatakan kinerka organisasi. Seperti tenaga, keuangan, teknologi dan sebagaianya.
29
d. Institutional strategy (strategi kelembagaan). Fokus dari strategi ini ialah mengembangakan kemampuan organsasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif stratejik. II.2.5. Aturan dan Petunjuk dalam Membuat Strategi. Untuk membuat sebuah strategi yang baik maka pembuat strategi harus memperhatikan aturan dalam menyusun strategi. Goldsworthy dan Asley dalam Salusu (1996) mengusulkan ada tujuh aturan dasar dalam merumuskan suatu strategi yaitu: 1. Ia harus menjelaskan dan menginterpretasi masa depan, tidak hanya sekarang 2. Arahan strategi harus bisa menentukan rencana, dan bukan sebaliknya, rencana menetukan strategi 3. Strategi harus berfokus pada keunggulan kompetitif, tidak sematamata pada pertimbangan keuangan. 4. Ia harus diaplikasikan dari atas kebawah, bukan dari bawah ke atas. 5. Strategi harus mempunyai orientasi eksternal 6. Fleksibilitas adalah sangat esensial 7. Strategi harus berpusat pada jangka panjang. Selain mengenai aturan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah masukan yang diberikan oleh Hatten dan Hatten (1988) tentang beberapa petunjuk dalam membuat strategi sehingga strategi yang dibuat dapat sukses yaitu. 1. Strategi harus konsisten dengan lingkungan. Jangan membuat strategi yang melawan arus. Ikutilah arus perkembangan dalam masyarakat, dalam lingkungan yang member peluang untuk bergerak maju
30
2. Satiap organisasi tidak membuat satu strategi. Tergantung pada lingkup kerjanya. Apabila ada banyak strategi yang dibuat maka strategi yang satu harus konsisten dengan strategi yang lain, tidak boleh saling bertentangan. 3. Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua sumber daya dan tidak menceraiberaikan satu dengan yang lain. 4. Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan kekuatannya dan tidak pada titik yang justru adalah kelemahannya. Selain itu juga hendaknya memanfaatkan kelemahan para pesaingnya. 5. Sumber daya adalah sesuatu yang kritis. Memperhitungkan mengenai sumber daya yang dimiliki adalah menjadi penting untuk membuat strategi 6. Strategi hendaknya meperhitungkan risiko yang tidak terlalu besar. 7. Strategi hendaknya disusun diatas landasan keberhasilan yang telah dicapai. 8. Tanda-tanda dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya dukungan dari pihak-pihak terkait dan terutama dari para eksekutif, dari semua pimpinan unit kerja dalam organisasi. Setelah memahami aturan dan petunjuk diatas maka pembuat strategi memperhatikan mengenai informasi mengenai sebuah strategi itu sehingga strategi yang dibuat mampu diterapkan dengan baik. Donelly (1984) dalam Salusu (1996) yaitu (1) apa, apa yang akan dilakukan (2) mengapa demikian, suatu uraian tentang alas an yang dipakai dalam menentukan apa diatas (3) siapa yang akan bertanggungjawab untuk mengoperasikan strategi (4) berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk menyukseskan strategi (5)
31
berapalama waktu diperllukan untuk operasionalisasi strategi tersebut, dan (6) hasil apa yang diperoleh dari strategi itu. II.3. Strategi Peningkatan Mutu Sekolah. Strategi merupakan hal yang harus ditetapkan oleh sebuah organisasi jika ingin mencapai tujuan yang ditetapkan dan orang yang sangat berperan penting dalam menetapkan strategi ini adalah pimpinan organisasi. Sebagai seorang pimpinan organisasi, kepala sekolah adalah orang yang berhak membuat sebuah strategi dalam unutk mencapai tujuan sekolah yang diinginkan. Syaiful Sagala dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat
menyatakan
bahwa
strategi
yang
ideal
digunakan
untuk
meningkatkan mutu sekolah pada saat sekarang ini adalah startegi Manejemen Berbasis sekolah (MBS). Sehingga peneliti tertarik melihat penggunaan strategi ini di sekolah yang ada di Makassar. Konsep ini awalnya muncul di Amerika Serikat sebagai bentuk tuntutan dari masyarakat tentang apa yang dapat diberikan oleh sekolah kepada masyarakat. Kenerja sekolah yang dianggap tidak mampu pada saat itu menjadikan masyarakat menuntut hal yang lebih baik dari sekolah sehingga muncullah konsep ini yang dikenal dengan “School Based Management” atau di indonesia disebut manajemen berbasis sekolah. Konsep ini diharapkan
bisa
meningkatkan
mutu
sekolah
sesuai
dengan
harapan
masyarakat. Keberadaan strategi ini diberbagai negara ternyata terbukti dapat meningkatkan mutu sekolah. Seperti yang dikemukakan oleh Edward E Lawler (1994) bahwa penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di Amerika dapat meningkatkan kualitas belajar mengajar. Begitupula dengan negara-negara lain
32
sebagaimana yang dikemukakan oleh Suyanto (2001:87) bahwa banyak peneliti yang telah membuktikan tentang keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah dalam meningkatkan mutu sekolahnya seperti Amundson (1998), Burns dan Howers (1989), English (1989) dan masih banyak lagi. Para peneliti ini memberikan dukungan bagi diterapkannya manajemen berbasis sekolah. (Sagala 2006:130). II.3.1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah Istilah
manajemen
berbasis
sekolah,
menurut
Slamet
PH.
(www.depdiknas.go.id) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah pengoordinasian dan penyerasian sumber daya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan. Selanjutnya, berbasis berarti „berdasarkan pada‟ atau „berfokuskan pada‟. Adapun pengertian sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) dan profesionalistik (kualifikasi untuk sumber daya manusia; spesifikasi untuk barang/jasa, dan prosedur-prosedur kerja). Sedangkan Depdikbud dalam Mulyasa mengemukakan MBS adalah suatu penawaran bagi sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta didik. Dari uraian tersebut, menurut Eman Suparman (www.depdiknas.go.id) dapat dirangkum bahwa manajemen berbasis sekolah adalah pengoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otonomis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah
33
dalam kerangka pendidikan nasional dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Atau secara sederhana Manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi atau kemandirian yang lebih besar kepada kepala sekolah. Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah (Suparman, www.depdiknas.go.id). Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian) mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Dari sini dapat dipahami bahwa model ini mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai standar mutu yang berkaitan dengan kebutuhan sarana prasarana, fasilitas sekolah, peningkatan kuallitas kurikulum ,dan pertumbuhan jabatan guru. (Syaiful Sagala 2004:133). Selama ini sekolah hanya dikenal sebagai iinstitusi yang dikendalikan oleh pemerintah. Seluruh kebijakan sekolah haruslah mengikuti apa kata pemerintah sehingga pihak sekolah sendiri tidak bisa melakukan kreativitas dan inovasi untuk lebih meningkatkan mutu sekolahnya. Kewenangan besar yang deberikan pemerintah kepada sekolah melalui manajemen
berbasis
sekolah
dapat
memacu
instansi
ini
untuk
lebih
meningkatkan kualitasnya. Dengan pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan stakeholder seperti kepala sekolah, guru, komite sekolah, siswa, dan orang tua siswa diharapkan dapat membangun rasa tanggung jawab oleh seluruh tentang pentingnya membangun budaya mutu disekolah.
34
Dapat
ditegaskan
bahwa
konsep
MBS
adalah
gagasan
yang
menempatkan kewenangan pengelolaan sekolah dalam satu keutuhan entitas sistem untuk membuat keputusan. Model MBS ini memiliki potensi besar dalam menciptakan kepala dan wakil kepala sekolah sebagai pimpinan disekolah, guru mata
pelajaran
sebagai
pengelola
pembelajaran,
konselor
membantu
meningkatkan kualitas belajar, dan seluruh personal sekolah lainnya yang terkait dengan sistem pendidikan di sekolah akan melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan profesional. (Sagala 2007:155). Hal ini dapat tercapai sebab MBS adalah konsep yang meminimalisir intervensi dari pemerintah sehingga pihak sekolah memppunyai keleluasaan untuk berkreasi dan berinovasi untuk meningkatkan mutu dari sekolahnya. II.3.2. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk menjamin semakin rendahnya kontrol; pemerintah pusat dan rendahnya intervensi pemerintah daerah ke sekolah. Hal ini dimaksudkan supaya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi semakin meningkat. Tidak dipungkiri lagi bahwa tujuan dari MBS ini untuk meningkatkan mutu sebagai wujud dari reformasi pendidikan dengan prinsip memperoleh delegasi kewenangan yang bertumpu pada sekolah. Lebih spesifik lagi Syaiful Sagala menyatakan bahwa tujuan MBS adalah : (1) menjamin mutu pembelajaran anak didik yang berpijak pada asas pelayanan dan prestasi belajar; (2) meningkatkan kualitas transfer ilmu pengetahuan dan membangun karakter bangsa yang bebudaya; (3) meningkatkan mutu sekolah dengan memantapkan pemberdayaan melalui kemandirian, kretivitas, inisiatif,
35
dan inovatif dalam mengeloladan memberdayakan sumber daya sekolah; (4) meningkatkan penyelenggaraan
kepedulian
warga
pendidikan
melalui
sekolah
dan
pengambilan
masyarakat keputusan
dalam dengan
mengakomodir aspirasi bersama; (5) meningkatkan tanggunjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah; dan (6) meningkatkan kompetisi sehat antarsekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Kebijakan pengelolaan sekolah oleh semua unsur yang terkait mengacu pada standar pendidikan nasional. Sedangkan menurut satori (2001:5) dalam Nursya’bana Purnama (2006:157) MBS bertujuan (1) meningkatakan mutu pendidikan melaui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya dan potensi yang tersedia; (2) meningkatkan kepedulian warga sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; (3) meningkatkan tanggungjawab sekolah terhadap orangtua, sekolah dan pemerintah tentang mutu sekolah; dan (4) meningkatkan kompetisi yang sehat antar seluruh sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan. II.3.3. Implementasi MBS Telah dipahami bersama bahwa MBS merupakan strategi peningkatan kualitas pendidikan melalui otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke sekolah. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai unit dasar pengembangan yang bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan di dalamnya terkandung desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat keputusan. Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternatif Sekolah dalam program desentralisasi 36
bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar Sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan disamping agar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. MBS Merupakan suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada Sekolah dan mendorong Sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam memenuhi kebutuhan mutu Sekolah atau untuk mencapai sasaran mutu Sekolah. Keputusan partisipatif yang dimaksud adalah cara pengambilan keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga Sekolah (guru, siswa, karyawan, orangtua siswa, tokoh masyarakat) didorong untuk terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkonstribusi terhadap pencapaian tujuan Sekolah. MBS menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat Sekolah setempat. karena siswa biasanya datang dari berbagai latar belakang kesukuan dan tingkat sosial, salah satu perhatian Sekolah harus ditujukan pada asas pemerataan (peluang yang sama untuk memperoleh kesempatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik) Di lain pihak, Sekolah juga harus meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan mutu serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah. Sementara itu menurut depdiknas dalam Nurkholis (2003) fungsi-fungsi atau aspek-aspek yang dapat didesentralisasi ke sekolah adalah sebagai berikut 1. Perencanaan dan evaluasi program sekolah Sekolah diberi kewenanngan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya, misalnya untuk kebutuhan meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi,
37
khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri. Termasuk dalam perencanaan adalah rencana-rencana pengembangan sekolah yang setidaknya melipiti beberapa hal sebagai berikut : (1) visi dan misi sekolah
(2)
identifikasi
timbulnya
permasalahan,
(3)
prioritas
permasalahan yang dihadapi sekolah untuk segera diselesaikan (4) alternatif cara pemecahan masalah, (5) prioritas pemecahan masalah, (6) tujuan program sekolah (7) rencana induk pengembangan sekolah dalam jangka waktu 3-5 tahun, (8) sumber dan untuk membiayai program, (9) proposal penunjang block-grand yang terdiri dari jenis program dan prakiraan anggaran, dan (10) membuat rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah yang memuat semua jenis program dan sumber danan dalam jangka waktu 1 tahun. 2. Pengelolaan kurikulum Sekolah dapat mengembangkan, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang dikembangkan oleh pemerintah pusat. Sekolah juga diberi kebebasan mengembangkan kurikulum muatan lokal. 3. Pengelolaan proses belajar mengajar. Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode dan teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. 4. Pengelolaan ketenagaan Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekruitmen, pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja
38
hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya. 5. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan Pengelolaan fasilitas seharusnya silakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan hingga pengembangannya. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas baik kecukupan, kesesuaian dan kemutakhirannya terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar. 6. Pengeloaan keuangan Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah. 7. Pelayanan siswa Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau memasuki dunia kerja hingga pengurusan alumni dari dulu telah didesentralisasikan. Yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan eksistensinya. 8. Hubungan sekolah dan masyarakat. Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat,
39
terutamaa
dukungan
moral
dan
finansial
yang
dari
dulu
telah
didesentralisasikan. Yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan eksistensinya. 9. Pengelolaan iklim sekolah Iklim sekolah yang kondusif- akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa adalah contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim sekolah sudah merupakan kewenangan sekolah dan yang perlu adalah peningkatan intensitas dan eksistensinya. Seperti telah dinyatakan di atas, konsep Manajemen Berbasis Sekolah dalam prakteknya menggambarkan sifat-sifat otonomi Sekolah, dan oleh karenanya sering pula disebut sebagai Site-Based Management, yang merujuk pada perlunya memperhatikan kondisi dan potensi kelembagaan setempat dalam mengelola Sekolah. Makna "berbasis Sekolah" dalam konsep MBS sama sekali tidak
meninggalkan
kebijakan-kebijakan
startegis
yang
ditetapkan
oleh
pemerintah pusat atau daerah otonomi. Misalnya, standar kompetensi siswa, standar materi pelajaran pokok, standar penguasaan minimum, standar pelayanan minimum, penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun dan lain-lain (lihat UU No. 20/2003 Pasal 51 PP Nomor 25 tahun 2000 yang telah diubah dengan PP Nomor 33 Tahun 2004 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah otonom) Karena MBS adalah konsep yang yang membutuhkan partisipasi dari
40
seluruh pihak maka Impelementasi MBS di Indonesia perlu didukung oleh perubahan
mendasar
dalam
kebijakan
pengelolaan
Sekolah,
dengan
memperhatikan iklim lembaga yang kondusif, otonomi Sekolah, kewajiban Sekolah, kepemimpinan kepala Sekolah yang demokratis dan professional, serta partisipasi masyarakat dan orangtua peserta didik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan pendidikan di Sekolah. II.4. Kerangka pikir Peningkatan mutu sekolah di Indonesia merupakan cita-cita dari banyak pihak termasuk pemerintah dan masyarakat. Olehnya itu, pihak sekolah dewasa ini berlomba-lomba untuk meningkatkan mutu sekolahnya sebagai bentuk tanggungjawab dalam memajukan pendidikan indonesia melalui penerapan strategi yang baik. Bentuk strategi yang ideal diterapkan dalam rangkaa meningkatkan mutu sekolah adalah konsep Manajemen Berbasis Sekolah, sebagai mana yang dinyatakan oleh Fattah (2000) bahwa ” Manajemen Berbasis Sekolah yang diterapkan oleh suatu sekolah merupakan strategi pemberdayaan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu dan kemandirian sekolah. Untuk itu strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi Manajemen berbasis Sekolah. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah memang tidaklah mudah sebab
harus
membutuhkan
partisipasi
dari
seluruh
pihak
dalam
menyukseskannya. Dalam penerapan MBS ada beberapa aspek yang harus dilaksanakan sesuai yang dikeluarkan oleh depdiknas yaitu:
Perencanaan dan evaluasi program Sekolah,
Pengelolaan kurikulum yang bersifat inklusif,
Pengelolaan proses belajar mengajar,
41
Pengelolaan ketenagaan
Pengelolaan perlengkapan dan peralatan,
Pengelolaan keuangan
Pelayanan siswa
Hubungan Sekolah-masyarakat
Pengelolaan iklim Sekolah. Namun dalam penelitian ini yang akan menjadi aspek perhatian adalah
(1) Perencanaan dan evaluasi program Sekolah, (2) Pengelolaan ketenagaan, (3) Pelayanan siswa. Ketiga aspek ini yang nantinya akan diteliti untuk melihat sejauh mana penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di sekolah tersebut. Alasannya karena pembahasan tentang kesembilan ini akan terlalu luas sehingga peneliti mencoba untuk memilih aspek yang menjadi prioritas dalam sekolah. Dari sini peneliti melihat bahwa kesemua aspek yang ditawarkan oleh pemerintah melalui depdiknas, ketiga inilah yang menjadi aspek pokok dalah hal penigkatan mutu sehingga peneliti menentukan ketiga aspek ini yang akan menjadi fokus penelitiannya. Keberhasilan sekolah dalam menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah dapat dilihat dari mutu sekolah yang meningkat. Dan untuk menentukan mutu sekolah meningkat atau tidak maka diperlukan sebuah indikator dalam melihat itu. Syaiful Sagala dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat telah membagi indikator sekolah bermutu menjadi 3 yaitu 1. Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia (perangkat lunak maupun perangkat keras) karena dibutuhkan bagi keberlangsungan proses. Adapun input sekolah adalah, penyediaan buku-buku (materi ajar
42
dan alat belajar) yang memadai, penyediaan sarana dan perlengkapan, kompetensi guru, kesejahteraan personel dan guru, dan anggaran yang sesuai kebutuhan. 2. Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain, yang menjadi proses dalam sekolah adalah proses manajemen sekolah dan proses belajar mengajar. 3. Output (hasil), adalah kinerja sekolah, adalah yang menjadi output sekolah, prestasi akademik berupa nilai ulangan umum, UN, US, prestasi lomba akademik dan karya ilmiah, prestasi non akademik yaitu IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, dan kegiatan ekskul lainnya. Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator output yaitu nilai ulangan umum, UN, US. Untuk lebih memahami kerangka pikir diatas maka digambarkan dalam bagan seperti dibawah ini:
Gambar 2.1. Kerangka pikir
Strategi MBS di Nurul Fikri di
Aspek yang diteliti (1) Perencanaan dan evaluasi program Sekolah, (2) Pengelolaan ketenagaan, (3) Pelayanan siswa.
Indikator Meningkatnya mutu sekolah
Pendapat dari sagala BAB III output yang digunakan adalah berupa nilai indikator ulangan umum, UN, US.
43
BAB III METODE PENELITIAN III.1. Pendekatan Penelitian Pada penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Dimana penulis menggunakan wawancara, observasi langsung ke lapangan dan analisis dari bahan-bahan tertulis sebagai sumber data utama. Tujuan penelitian melalui pendekatan kualitatif ini adalah bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Misalnya perilaku, motivasi, tindakan dan lain-lainnya. Secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode yang alamiah. Selanjutnya
digunakan
teknik
deskriptif
untuk
mengetahui
dan
menggambarkan tentang strategi peningkatan mutu Sekolah kota Makassar (Studi Kasus Pada SDIT Nurul fikri Makassar). III.2 Tipe penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif dengan metode studi kasus. studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial (Deddy Mulyana 2006:201). Tujuannya untuk mengungkapkan dan memahami kenyataan yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus akan lebih luas dan mendalam mengungkapkan kajian tentang pengembangan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural pasca konflik. Sebagai suatu metode kualitatif, studi kasus mempunyai beberapa keuntungan Lincoln dan Guba (Deddy Mulyana 2006:201). mengemukakan bahwa
44
keistemewaan studi kasus meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan pandangan subjek yang diteliti. 2. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari. 3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden. 4. Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga keterpercayaan (trstworthiness). 5. Studi kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian atau transferabilitas. 6. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut. III.3. Fokus Penelitian Focus penelitian bertjujuan untuk mempertajam penelitian. Spradley dalam (Prof. Dr. Sugiyono 2011:208 menyatakan bahwa “ A focused refer to a single cultural domain or afew related domains” maksudnya bahwa, fokus itu merupakan budaya tunggal atau beberapa budaya yang terkait dari situasi sosial. Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus penelitian adalah penerapan strategi Manajemen Berbasis Sekolah yang menyangkut aspek perhatian adalah (1) Perencanaan dan evaluasi program Sekolah, (2) Pengelolaan ketenagaan, (3) Pelayanan siswa. Dan untuk menentukan apakah SDIT Nurul Fikri mutu meningkat atau tidak maka indikator yang digunakan adalah pendapat Sagala mengenai indikator input, proses, dan output. namun indikator yang menjadi
45
fokus dalam penelitian ini adalah indikator output yaitu berupa nilai ulangan umum, UN, US. III.4. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di SDIT Nurul Fikri Makassar. III.5. Jenis Data Jenis data yang dapat di dapatkan dari Penelitian kualitatif yaitu: III. 5. 1. Data Primer Penelitian ini disebut Field Research, dimana penulis langsung berkomunikasi dengan sumber data berupa data primer kemudian untuk memperoleh data dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data dengan menerapkan teknik pengumpulan data yang dapat disebutkan pada uraian selanjutnya. III. 5. 2. Data Sekunder Merupakan data yang berfungsi sebagai pelengkap data primer. Data sekunder dapat diperoleh melalui media lain yang bersumber pada buku-buku perpustakaan atau data-data dari perusahaan. III.6. Teknik Pemilihan Informan Informan adalah orang yang berada pada lingkup penelitian, artinya orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Untuk memperoleh data secara representatif, maka diperlukan informan kunci yang memahami dan mempunyai kaitan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu informan yang dipilih dengan secara sengaja atau menunjuk langsung kepada orang diinginkan peneliti dengan pertimbangan
46
bahwa informan yang dipilih dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan (Prof. Dr. Sugiyono .2011:219). Penggunaan teknik ini senantiasa mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu, yaitu penelitian harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan tentang ciri-ciri tertentu yang telah didapat dari populasi sebelumnya. Dalam penelitian ini, digunakan informan, yaitu : 1. Kepala Sekolah Dasar Islam Terpadu Nurul Fikri Makassar 2. Guru 3. Siswa 4. Orang tua Siswa III.7 Teknik Pengumpulan Data Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan para informan sebagai data primer dan tulisan atau dokumen-dokumen yang mendukung pernyataan informan. Untuk memperoleh data-data yang relevan dengan tujuan penelitian, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut (Prof. Dr Sugiyono 2011) : a. Teknik Observasi (pengamatan), dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek penelitian yang diteliti untuk memperoleh data yang kongkrit di lokasi penelitian. Pengamatan yang dilakukan melalui observasi terbatas dengan berupaya mengumpulkan data primer dan data sekunder. b. Teknik Interview (wawancara), dilakukan dengan wawancara langsung atau tanya jawab terhadap sejumlah informan yang dianggap mengetahui objek penelitian. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara. c. Teknik pengumpulan data dengan dokumen
47
dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. III.8. Teknik Analisis Data Untuk menghasilkan dan memperoleh data yang akurat dan objektif sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, maka analisis data yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
pendekatan
teknik
yang
dikemukakan oleh Miles dan Hubermen (1984) (dalam Prof. Dr. Sugiyono 2011), mereka mengatakan bahwa Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing / verification). Analisis data kualitatif model Miles dan Hubermen terdapat 3 (tiga) tahap:
1. Tahap Reduksi Data Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, makin lama peneliti dilapangan, maka jumlah data akan makin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
2. Tahap Penyajian Data/ Analisis Data Setelah Pengumpulan Data Pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau penampilan (display) dari data yang dikumpulkan dan dianalisis
48
sebelumnya, mengingat bahwa peneliti kualitatif banyak menyusun teks naratif. Display adalah format yang menyajikan informasi secara tematik kepada pembaca. Miles dan Huberman (1984) (Prof. Dr. Sugiyono 2011:249) memperkenalkan format, yaitu : diagram, grafik, phie, chard. Dan sejenisnya. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisirkan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami dan merencanakan kerja penelitian selanjutnya. Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan data, membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapi tujuan penelitian. Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. Miles and Hubermen (1984) (dalam Prof. Dr. Sugiyono 2011:249) menyatakan : ”the most frequent form of display data for qualitative research data in the post has been narrative text”/yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Miles dan Huberman membantu para peneliti kualitatif dengan model-model penyajian data yang analog dengan
model-model
penyajian
data
kuantitatif
statis,
dengan
menggunakan tabel, grafiks, amatriks dan semacamnya
3. Tahap Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
49
Langkah
selanjutnya
adalah
tahap
penarikan
kesimpulan
berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. (myles dan Huberman ( dalam Prof. Dr. Sugiyono 2011 : 252) Seperti yang dijelaskan di atas bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti buat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Proses untuk mendapatkan bukti-bukti inilah yang disebut sebagai verifikasi data. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang kuat dalam arti konsisten dengan kondisi yang ditemukan saat peneliti kembali ke lapangan maka kesimpulan yang diperoleh merupakan kesimpulan yang kredibel. Langkah verifikasi yang dilakukan peneliti sebaiknya masih tetap terbuka untuk menerima masukan data, walaupun data tersebut adalah data yang tergolong tidak bermakna. Namun demikian peneliti pada tahap ini sebaiknya telah memutuskan anara data yang mempunyai makna dengan data yang tidak diperlukan atau tidak bermakna. Data yang dapat diproses dalam analisis lebih lanjut seperti absah, berbobot, dan kuat sedang data lain yang tidak menunjang, lemah, dan menyimpang jauh dari kebiasaan harus dipisahkan. Dengan mengkonfirmasi makna setiap data yang diperoleh dengan menggunakan satu cara atau lebih, diharapkan peneliti memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Penarikan kesimpulan penelitian kualitatif diharapkan merupakan temuan baru yang belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
50
sebelumnya remang-remang atau gelap menjadi jelas setelah diteliti. Temuan tersebut berupa hubungan kausal atau interaktif, bisa juga berupa hipotesis atau teori. ( Prof Dr. Sugiyono. 2011 : 253)
51
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV.1. PROFIL UMUM Sekolah islam terpadu (SIT) makassar didirikan dengan niat berdakwah dan semangat untuk memberikan perbaikan terhadap mutu pendidikan sekolah islam. Dengan berpandangan bahwa sudah selayaknya sekolah-sekolah islam dapat berkompetisi dengan sekolah lainnya dalam mencerdaskan anak bangsa, bukan sekedar menonjolkan IQ, akan tetapi juga EQ dan SQ berbekal keikhlasan dan kekuatan tekad, konsep keterpaduan antara IPTEK dan IMTAQ merupakan perpaduan yang diusung oleh Sekolah Islam Terpadu Nurul Fikri Makassar. Sebagai salah satu sekolah islam terpadu, islamisasi pembelajaran menjadi spirit dalam ektifasi belajar dan mengajar. Sistem Islamic Full Day School yang diterapkan di Sekolah, menjadikan budaya-budaya islam lebih muda untuk ditanamkan ke dalam diri anak didik, mulai pagi hari pukul 07.15 wita sampai sore hari selepas sholat ashar. IV.2. VISI, MISI, DAN NILAI Visi Menjadi lembaga pendidikan terbaik dalam mendidik siswanya agar berakhlak mulia, berpengetahuan, dan terampil dalam hidup sesuai pertumbuhan dan perkembangan usianya. Misi Menyelenggarakan pendidikan dasar umum dan islam yang mampu membentuk karakter, sikap dan prilaku sesuai tuntunan anak dalam islam serta memberikan
52
bekalan pengetahuan dan keterampilan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Nilai
Amanah, menunaikan tugas dengan penuh tanggung jawab
Ukhuwah, menjalin kerjasama secara efektif
Khidmah, mengedepankan bantuan dan pelayanan
Khibroh, meningkatkan kemampuan profesional
Dakwah, menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran
Qudwah, menunjukkan keteladanan
IV.3. Kurikulum Selain berpedoman pada kurikulum Nasional, muatan lokal juga diberikan kepada siswa, yaitu berupa pengajaran : Al Qur’an, Praktek ibadah (Shalat Dhuha, shalat berjamaah), bahasa arab, multiedia, dan art centre. IV.4. Sentra Program kurikuler disampaikan kepada siswa PG dan TK melalui pusatpusat bermain (sentra), sebagai berikut:
Sentra ibadah Melatih kecakapan personal dan kecerdasan spiritual melalui pengenalan rukun iman dan rukun islam serta ihsan
Sentra rancang bangun Menggambarkan dan mengotimalkan daya piker, daya cipta dan kreatifitas serta motorik siswa
Sentra main peran Menggambarkan imajinasi, akhlak, sosialisasi dan komunikasi
53
Sentra bahan alam Mengembangkan
minat
siswa
untuk
bereksperimen
atau
eksplorasi terhadap alam dan lingkungan
Sentra persiapan Mengembangkan keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung serta kemampuan memecahkan masalah.
Sentra seni gerak dan lagu Mengembangkan keterampilan fisik motorik siswa melalui olah tubuh yang kreatif dan dinamis serta mengenalkan aneka bunyi ciptaan Allah yang dapat diolah menjadi musik dan lagu
IV.5. Program Unggulan 1. Islamic Character Kewajiban menggunakan busanan muslim, berinfaq, berpuasa, mencintai Al Qur’an, dan hafalan Al Qur’an serta membiasakan shalat berjamaah dalam keseharian 2. Bilingual system Pembiasaan berbahasa inggris dalam pecakapan sehari-hari 3. ICT ( Information Comunication Technology) Pemanfaatan
teknologi
informasi
dan
komunikasi
dalam
proses
pembelajaran dan administrasi sekolah. 4. Green school Taman sekolah, kebun sekolah, apotik hidup, dan outbond area. 5. Multiple Intellegences
54
Sebagai Islamic Full Day School Fun Learning yang mengakomodasi 8 potensi kecerdasana anak untuk berkembang dengan optimal dalam bingkai kecerdasan emosional dan spiritual. IV.6. Ekstrakurikuler (MI) Multiple Intellegences. 1. Spiritual (Tahfizul Qur’an dan seni baca Qur’an) 2. Language ( Arabic club, English club, story telling, dan writing process) 3. Kinesthetic (Futsal dan seni bela diri) 4. Logic mathematic (Science club dan jarimatika) 5. Music (Marawis, Menari dan Nasyid) 6. Interpersonal (NF Theatre) 7. Interpersonal ( Jurnalistik/wartawan cilik) 8. Natural (dokter cilik/uks) 9. Visual spasial (komputer dan painting)
55
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu merupakan hal yang utama dalam perkembangan organisasi saat ini. Tidak peduli organisasi bisnis maupun organisasi pemerintah, organisasi yang menawarkan barang ataupun organisasi yang menawarkan jasa semuanya berlomba-lomba untuk memperbaiki mutu. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai konsumen dari suatu organisasi. Kebutuhan mengenai mutu memang merupakan hal yang menjadi pokok dari
harapan
masyarakat.
Apalagi
jika menyangkut
tentang
organisasi
pemerintah, banyak sekali hal-hal yang perlu diperbaiki mengenai mutu organisasi ini. Tak jarang masyarakat menjadi kecewa dan mengeluh terhadap kinerja dan kualitas dari organisasi atau instansi pemerintah. Padahal kebutuhan masyarakat terhadap organisasi ini bisa dikatakan mutlak sebab tidak ada tempat lain yang bisa dijadikan alternatif. Mutu dalam bidang pendidikanpun seperti itu. Sekolah sebagai ujung tombak pendidikan nasional berlomba lomba untuk memperbaiki kualitas masingmasing baik negeri maupun swasta. Hal ini tidak terlepas dari peran masyarakat yang senantiasa menginginkan dan menuntut pemerintah untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak mereka. Untuk menciptakan mutu yang tinggi pihak sekolah pastilah mempunyai strategi sendiri yang dianggap mampu untuk mencapai hal itu. Eksistensi sebuah organsiasi akan segera lenyap apabila tidak bisa bertahan dalam mengikuti perkembangan. Untuk itu, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam menghadapi hal tersebut kecuali merancang sebuah strategi yang bisa membuat sekolahnya bertahan terhadap perkembangan.
56
Setiap organisasi secara sadar dan tidak sadar pasti mempunyai strategi sebab tujuan utama strategi adalah untuk mencapai tujuan, dan tidak ada organisasi yang terbentuk tanpa memiliki sebuah tujuan. Seperti yang dikatakan oleh Chandler, dalam Salusu 1996 : 88 mengatakan bahwa: “Strategi adalah penetapan sasaran jangka panjang organisasi, serta penerapan serangkaian tindakan dan alokasi daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut.” Dari pendapat Chandler diatas bisa disimpulkan bahwa keberadaan suatu organisasi tidak terlepas dengan strategi didalamnya. Sebagai organisasi pendidikan sekolah bisa dikatakan yang paling berperan penting dalam mencerdaskan generasi Indonesia pastilah memiliki strategi yang digunakanan untuk mencapai tujuan tersebut. Strategi dalam dunia pendidikan khususnya sekolah yang berkembang pada saat ini dan sudah berhasil diterapkan di berbagai negara seperti Amerika, inggris dan negara maju lainnya adalah strategi Manajemen Bebasis Sekolah. Strategi inilah yang kemudian menginspirasi Indonesia untuk digunakan di sekolah-sekolah. Sampai sekarang ini strategi ini dianggap mampu untuk menjawab harapan dari masyarakat tentang mutu pendidikan yang didapatkan anak-anak mereka dari proses belajar mengajar di sekolah. Konsep mengenai Manajemen Berbasis Sekolah ini memang sangat menjanjikan untuk meningkatkan mutu sekolah, namun hal ini haruslah ditunjang dari seluruh stakeholder yang nantinya akan berperan aktif dalam menyukseskan konsep ini. Jadi, seluruh pihak harus merasa bertanggung jawab dalam menjamin mutu sekolah termasuk dari orang tua siswa.
57
Sebagai salah satu sekolah Islam di Kota makassar yang sudah cukup terkenal, Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Nurul fikri makassar menjadi sekolah yang terdepan untuk meningkatkan mutu sekolah. Hal ini haruslah dilakukan sebab keberadaan sekolah akan mudah diterima oleh masyarakat jika mutu sekolah tersebut cukup baik sehingga orang tua siswa juga tidak akan segan-segan untuk mempercayakan anaknya untuk belajar di sekolah itu. Olehnya itu Nurul Fikri seyogyanya selalu menpunyai strategi yang baik untuk meningkatkan mutu sekolah. Untuk mengetahui bahwa SDIT secara sadar atau tidak sadar menggunakan strategi Manajemen Berbasis Sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah. Maka peneliti mencoba menganalisis pembehasan strategi Manajemen Bebasis Sekolah dalam rangka meningkatkan mutu sekolah pada SDIT Nurul Fikri makassar melalui wawancara penulis dengan berbagai informan dan observasi yang dilakukan selama penelitian. Telah diketahui bersama bahwa manajemen berbasis sekolah merupakan suatu konsep yang sangat bagus dalam meningkatkan mutu sekolah. Konsep ini memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada sekolah untuk mengelola dan menentukan sendiri kebijakan yang akan diambil untuk kepentingan sekolah. Pemerintah hanya mempunyai hak yang sedikit dalam mengintervensi sekolah sekolah sebab dianggap bisa mengurangi kreatifitas dan inovasi dalam pengembangan sekolah. Dalam penerapan MBS ada beberapa aspek yang harus dilaksanakan sesuai yang dikeluarkan oleh depdiknas yaitu:
Perencanaan dan evaluasi program Sekolah,
Pengelolaan kurikulum yang bersifat inklusif,
Pengelolaan proses belajar mengajar,
58
Pengelolaan ketenagaan
Pengelolaan perlengkapan dan peralatan,
Pengelolaan keuangan
Pelayanan siswa
Hubungan Sekolah-masyarakat
Pengelolaan iklim Sekolah.
Namun dalam penelitian yang dilakukan di SDIT Nurul Fikri Makassar ini yang akan menjadi aspek perhatian adalah (1) Perencanaan dan evaluasi program Sekolah, (2) Pengelolaan ketenagaan, (3) Pelayanan siswa. Ketiga aspek ini yang nantinya akan diteliti untuk melihat sejauh mana penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di sekolah tersebut. Adapun hasil penelitian melalui wawancara dan observasi adalah sebagai berikut: V.1. Perencanaan dan evaluasi program Sekolah diberi kewenanngan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya, misalnya untuk kebutuhan meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga diberikan kewenangan untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri. Termasuk dalam perencanaan adalah rencana-rencana pengembangan sekolah yang setidaknya meliputi beberapa hal sebagai berikut : (1) visi dan misi sekolah (2) identifikasi timbulnya permasalahan, (3) prioritas permasalahan yang dihadapi sekolah untuk segera diselesaikan (4) alternatif cara pemecahan masalah, (5) prioritas pemecahan masalah, (6) tujuan program sekolah (7) rencana induk pengembangan sekolah dalam jangka waktu 3-5 tahun, (8) sumber dan untuk membiayai program, (9) proposal penunjang block-grand yang terdiri dari jenis program dan prakiraan
59
anggaran, dan (10) membuat rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah yang memuat semua jenis program dan sumber dana dalam jangka waktu 1 tahun. Menyangkut dan perancanaan program ini SDIT Nurul Fikri Makassar telah melakukan sebuah tahapan yang cukup baik dalam rangka meningkatkan partisipasi serta mendapatkan program yang berkualitas sebab sekolah ini menjaring seluruh aspirasi dari berbagai pihak kemudian menentukan program apa yang akan diambil. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Penanggung Jawab Sementara (PJS) Kepala Sekolah yang berinisial “S”. beliau mengambil alih sementara tanggungjawab kepala sekolah sebab pada saat itu kepala sekolah sedang berhalangan cukup lama. Beliau mengatakan bahwa: “Disekolah kami selalu diadakan rapat setiap tahunnya yang terlaksana sebelum tahun ajaran baru. Yang hadir itu ada dari yayasan, Kepala Sekolah, Wakasek, Guru , dan seluruh pegawai yang ada di Nurul Fikri. Nah, disitulah nantinya dibahas mengenai program yang akan dilakukan selama satu tahun kedepan. Seluruh aspirasi dari peserta rapat akan dikumpulkan terus diputuskan program mana yang akan dikerjakan.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Hal yang sama juga disampaikan oleh salah seorang guru kelas I yang berinisial “AB”. Beliau mengatakan bahwa: “Disekolah ini memang setiap tahun diadakan rapat untuk membahas tentang program-program apa yang akan dilaksanakan nantinya. Seluruh guru wajib hadir. Kami juga berpartisipasi aktif dalam memberikan pendapat untuk program sekolah.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Dari pernyataan 2 orang diatas dapat dilihat bahwa sekolah merancang program sendiri melalui partisipasi seluruh pihak sebab dalam rapat dihadiri oleh seluruh
60
pihak sekolah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sekolah mengelola sendiri perencanaan sekolahnya dengan cukup baik. Selain dari rapat tahunan di atas, sekolah juga terkadang megadakan rapat yang sifatnya insidentil jika ada kegiatan yang akan dilaksanakan tapi tidak dibahas dalam rapat tahunan. Rapat ini juga tetap di hadiri oleh seluruh pihak sekolah untuk mendapatkan banyak saran-saran terbaik. Seperti yang dikatakan oleh PJS kepala sekolah: “Kami juga biasanya mengadakan rapat dadakan selain rapat tahunan jika ada kegiatan yang sifatnya insidentil. Seperti acara pertemuan sekolah Nurul Fikri di Depok, kami rapatkan untuk membicarakan apa yang akan kita lakukan, nah disitulah tercetus mengenai gandarang buloh ini” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Wawancara ini memang dilakukan di baruga kecil pada saat murid sedang latihan gandrang buloh sehingga beliau mengambil contoh itu. Lanjut mengenai pernyataan ini “ yang lain juga misalnya bulan ini kan bulan Dzulqa’dah dan didalamnya kebetulan ada tahun baru islam sehingga kegiatan-kegiatan yang seperti inilah yang dibahas dalam rapat insidentil yang diadakan oleh sekolah. Dan orang-orang yang hadirpun dari seluruh pihak sekolah termasuk guru, pegawai dan lainnya” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Untuk lebih memantapkan mengenai pengelolaan sekolah dalam membuat perencanaan program dan kegiatan ini sekolah juga membuat sebuah pertemuan dengan orang tua yang didalamnya membahas berbagai hal yang menyangkut tentang sekolah dan anak mereka. Seperti yang dikatakan oleh pjs kepala sekolah: “Disekolah ini kami mempunyai FORSIL (forum silaturrahmi) antara pihak sekolah dengan orang tua murid yang membahas tentang perkembangan
61
anak mereka, serta program-program sekolah. Biasanya disini orang tua banyak yang menanyakan tentang perkembangan anak mereka dan ada juga yang menanyakan tentang kenapa anaknya belum bisa menghafal dan lain-lain, juga mengenai kegiatan apa yang ada disekolah yang diikuit oleh anak mereka. Orang tua juga bisa mengajukan saran-saran mengenai program atau kegiatan sekolah yang dianggap bagus untuk anak mereka.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Dari rentetan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sekolah Nurul Fikri Makassar cukup profesional dalam mengelola perencanaan sehingga terbentuk berbagai program unggulan dalam rangka meningkatkan mutu. Pengelolaan ini ditunjang dengan pasrtisipasi aktif yang memang sangat dibutuhkan oleh pihak sekolah dalam pembuatan program. Tentu saja keberadaan banyak orang dalam membahas sebuah program dan kegiatan akan mengahasilkan banyak ide-ide cemerlang yang akan sangat berbeda jika hanya dilakukan oleh satu orang saja. Jika dilihat dari cara Nurul Fikri Makassar dalam melahirkan sebuah program atau kegiatan sangatlah bagus dan sudah sesuai dengan konsep manajemen berbasis sekolah yang menyerahkan sepenuhnya otonomi kepada sekolah dalam merencakan programnya melalui partisipasi aktif dari seluruh pihak yang berkepentingan. Artinya Nurul Fikri Makassar telah berhasil dalam mengelola perencanaan program sekolah yang akan diterapkan di sekolahnya. Selain masalah program sekolah hal yang penting juga mengenai manajemen berbasis sekolah yang harus diterapkan adalah evaluasi internal. Evaluasi internal ini bisa dikatakan evaluasi program atau kegiatan yang telah dilakukan. Dari hasil evaluasi ini nantinya akan ada perbaikan dan bisa juga dilakukan penambahan perogram baru yang lebih baik lagi.
62
Mengenai evaluasi program yang dilakukan oleh SDIT Nurul Fikri Makassar dapat dilihat dari hasil wawancara dibawah ini terhadap guru yang berinisial “AB”, beliau mengatakan “kalau evaluasi mengenai program pasti ada, semua itu dilakukan pada saat rapat tahunan jadi yang di bahas dulu disitu adalah evaluasi program atau kegiatan yang telah dilakukan 1 tahun sebelumnya kemudian dijadikan reverensi untuk kegiatan 1 tahun kedepan. Kalau evaluasi secara khusus juga ada. Contohnya, dalam waktu dekat ini akan ada gebyar muharram nah nantinya itu kalau selesai akan ada rapat evaluasi yang dilakukan oleh panitia untuk mengetahui kekurangan dan nantinya akan jadi pedoman untuk kegiatan berikutnya. Disini kami juga punya yang namanya LPJ (laporan pertanggungjawaban) tentang suatu kegiatan yang nantinya akan dimasukkan ke yayasan untuk mempertanggung jawabkan dana yang digunakan dari sekolah.” (wawancara pada tanggal 12 november 2012) Evaluasi program lain seperti proses belajar mengajar dapat diketahui dari hasil wawancara dengan guru yang lain dengan inisial “EK”, beliau mengatakan “biasanya kita ada rapat antara guru dengan guru, ada juga rapat antara guru dengan orang tua. Nah disitu biasa dibahas masalah pembelajaran, apaapa yang kurang dan perlu di perbaiki” (wawancara pada tanggal 8 november 2012)
M
6Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program
dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah sudah cukup baik. Evaluasi program seperti ini memang sangat perlu dilakukan sebab kita bisa mengetahui kekurangan dari program atau kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya. Evaluasi inilah yang akan dijadikan referensi dalam pembuatan program berikutnya supaya bisa lebih baik dari program atau kegiatan yang telah dilakukan. V.2. Pengelolaan Ketenagaan Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekruitmen, pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga
63
evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa tenaga kerja adalah faktor utama sebagai penentu keberhasilan suatu organisasi. Begitupun dengan organisasi pendidikan seperti sekolah tenaga kerja seperti guru adalah penentu keberhasilan dari sekolah tersebut. Oleh karena itu sekolah harus mengelola tenaga kerja ini dengan baik sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan dengan maksimal. Untuk mengetahui pengelolaan tenaga kerja yang dilakukan oleh Nurul Fikri Makassar maka dapat dilihat dari hasil wawancara dengan pegawai. Pada dasarnya pengelolaan tenaga kerja yang dilakukan oleh Nurul Fikri sudah cukup profesional seperti yang dikatakan oleh PJS kepala sekolah: “Untuk perencanaan dan penerimaan guru itu dilakukan oleh yayasan. Tesnya juga dilakukan oleh yayasan. Kalau tesnya sendiri ada tes wawancara, tes tertulis, dan micro teaching. Di sini juga kita pake 3 status guru yaitu magang, kontrak dan guru tetap.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Hal ini juga ditegaskan oleh beberapa guru yang diwawancarai diantaranya guru yang berinisial “EK” beliau menyatakan bahwa: “saya sekarang sudah guru tetap. Waktu saya masuk disini dilakukan tes oleh pihak yayasan yaitu tes tertulis, tes wawancara dan tes micro teaching” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Hal senada juga disampaikan oleh guru yang lain yang berinisial “AB”, beliau menyatakan: “saya disini sudah cukup lama yaitu 1 tahun 6 bulan, waktu saya diterima disini saya di tes tertulis, tes wawancara, tes micro teaching atau tes mengajar. Kalau guru disini juga ada 3 status yaitu magang, dan kotrak untuk guru yang masih baru terus status guru tetap untuk yang sudah lama dan dinyatakan memang layak untuk mengajar. Kalau saya sendiri waktu sudah selesai kontraknya langsung diterima menjadi guru tetap tanpa ada tes lagi, tapi ada juga saya liat teman-teman yang dites lagi
64
pada saat selesai kontraknya untuk dijadikan guru tetap. Saya juga tidak tau kenapa? (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Dari ketiga hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan dan penerimaan tenaga kerja dilaksanakan oleh yayasan yang secara umum sudah profesional. Hal ini dapat dilihat dari tes yang dilakukan secara ketat, penggolongan guru sesuai statusnya serta evaluasi ulang yang dilakukan terhadap guru untuk sebelum dijadikan guru tetap. Ini juga diperkuat dari data pegawai yang didapatkan bahwa sebagian besar guru yang dierima di sekolah ini lulusan sarjana bahkan hampir semua sudah mempunyai pengalaman kerja khususnya dalam bidang pengajaran. Ini menunjukkan bahwa pihak sekolah benar-benar melakukan penerimaan yang ketat untuk mendapatkan pengajar yang berkualitas sehingga kualitas sekolah yang diinginkan dapat tercapai. Pengelolaan lain yang harus dilakukan dengan baik mengenai tenaga kerja ini adalah pengembangan. pengembangan tenaga kerja memang sangat dibutuhkan untuk terus memperbaiki kinerja guru dalam memberikan pelayanan terbaik kepada siswa termasuk dalam hal proses belajar mengajar. Baik pengembangan
kompetensi
maupun
pengembangan
skill
ataupun
pengembangan lain yang dibutuhkan. SDIT nurul fikri sendiri menurut penulis sudah melakukan pengembangan yang cukup baik. Ini dapat dilihat dari wawancara dibawah dengan pjs kepala sekolah dan beberapa guru. Adapun pjs kepala sekolah menyatakan bahwa: “Di sekolah kami ini, kami sangat memperhatikan masalah kompetensi guru sehingga untuk mengembangkannya maka kami mengikutkannya dalam berbagai program seperti Diklat. Kalau pengembangan lain biasa diikutkan dalam seminar-seminar, workshop, dan lain-lain. Bahkan kami mempunyai program untuk melanjutkan pendidikan guru yang dianggap perlu untuk itu” (wawancara pada tanggal 8 november 2012)
65
Pernyataan oleh pjs kepala sekolah diatas juga dikuatkan oleh hasil wawancara dengan 2 orang guru. Yang pertama dengan guru yang berinisial “AB” menyatakan bahwa: “ saya sudah pernah mengikuti diklat dan beberapa program seperti seminar-seminar dan workshop baik yang diselenggarakan oleh sekolah atau yang dari luar. Kami sebagai guru harusnya selalu mengikuti program seperti ini. Sebagai seorang pengajar kami tidak harus cepat puas dengan apa yang dimiliki sekarang, kita harus terus mengembangkan potensi untuk bisa lebih baik. Makanya sekolah harus terus meningkatkan program seperti ini untuk lebih meningkatkan lagi kompetensi yang kami miliki” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Dan guru kedua yang diwawancarai adalah guru PAI yang berinisial “A”, beliau menyatakan bahwa” “saya disini adalah guru baru, baru lima bulan. Masih guru kontrak juga. Saya sudah pernah mengikuti diklat tapi yang lainnya belum. Saya baru mengikuti satu saja. Mungkin kegiatan pengembangan lainnya nanti kalau saya sudah agak lama disini.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Dari keterangan beberapa orang diatas kita bisa melihat bahwa SDIT Nurul Fikri Makassar sangat memperhatikan masalah pengembangan tenaga kerja. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya program yang diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kompetensi dan skill guru. Selain itu, guru juga selalu diikutkan dalam kegiatan-kegiatan luar yang dianggap mampu untuk mengembangkan kapasitas guru. Program-program pengembangkan yang dilakukan sekolah ini perlu dipertahankan dan kalau perlu ditingkatkan lagi kuantitasnya dan kualitasnya sebab, bagaimanapun guru sebagai tenaga pengajar haruslah selalu meningkatkan kapasitas untuk mengikuti perkembangan zaman dan menjawab tuntutan dari orang tua siswa. Setelah
masalah
pengembangan,
aspek
lain
yang
menyangkut
pengelolaan ketenagaan adalah penghargaan dan sangsi. Telah diketahui
66
bersama bahwa adanya penghargaan yang diterima akan menambah motivasi pegawai untuk melakukan kinerja yang lebih baik lagi. Biasanya pegawai akan bekerja dengan baik apabila hasil kerjanya dihargai sesuai dengan yang diharapkan. Penghargaan dapat berupa materi seperti gaji, hadiah yang berupa benda dan lain-lain juga bisa berupa pujian. Untuk mengetahui bagaimana SDIT Nurul Fikri Makassar dalam memberikan penghargaan terhadap tenaga kerjanya sudah memadai atau tidak dapat dilihat dari hasil wawancara dengan beberapa tenaga kerja seperti PJS Kepala Sekolah. Beliau mengatakan “untuk masalah gaji yang kami terima disini saya tidak bisa menjawab. Anda sendiri bisa menganalisislah apakah gaji yang kami terima dengan hasil kerja kami di sekolah ini sudah memadai atau tidak. Bagaimana kami memberikan hal yang terbaik kepada sekolah ini dalam hal mengasuh anak-anak dari pagi sampai sore. Yang jelas kami sudah bekerja susah payah untuk itu dan adek sendirilah yang menafsirkan apakah kira-kira gaji kami seudah sesuai dengan hal yang kami lakukan itu.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Dari bahasa PJS kepala sekolah diatas dapat dipahami maknanya bahwa sekolah belum mampu memberikan gaji yang memadai terhadap seluruh pegawai di sekolah tersebut. Hal ini dikuatkan dari pernyataan salah seorang guru yang berinisial “EK” menyatakan bahwa “ gaji yang saya terima belum memadai dengan yang saya lakukan di sekolah ini. Karena disekolah ini banyak sekali pekerjaan dan kesibukan dalam mendidik anak-anak” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Walaupun demikian memang ada guru yang menyatakan bahwa gaji yang diterimanya sudah cukup untuk dirinya. Seperti yang dikatakan oleh guru yang berinisial “AB” “saya masuk disini bukan semata-mata untuk materi, salah satu tujuan terbesar saya disini adalah untuk dakwah. Saya ikhlas melaksanakan segala yang mesti harus laksanakan dengan segala resiko yang saya dapatkan. Karena itu saya tidak pernah memperdulikan mengenai bayaran yang saya dapatkan. Jadi saya sendiri sih menganggap bahwa gaji saya disini sudah cukup memadai.
67
(wawancara pada tanggal 8 november 2012) Namun pernyataan guru diatas ini tidak dapat dijadikan alasan bahwa gaji yang diberikan sekolah kepada seluruh pegawainya sudah memadai sebab dari penyataannya dia melakukan pekerjaannya dengan ikhlas tanpa memperhatikan gaji yang diterimanya sehingga berapapun gaji yang diterimanya dia akan menganggapnya cukup. Dari hasil analisis dan pernyataan ketiga orang diatas maka bisa dikatakan bahwa penghargaan yang diberikan oleh sekolah terhadap pegawai belumlah memadai dibandingkan hasil kerja yang mereka lakukan selama ini. Penghargaan lain juga diberikan oleh sekolah terhadap guru yang berprestasi atau dianggap mempunyai kerja baik. Penghargaannya terkadang berupa uang juga berupa barang. Ini berdasarkan hasil wawancara dari pegawai yaitu pjs kepala sekolah. Beliau mengatakan “Disekolah ini sering diberikan penghargaan bagi guru atau pegawai yang berprestasi atau yang bekerja dengan baik. Biasa diberikan berupa uang biasa juga dengan bingkisan.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Pernyataan diatas juga diperkuat dengan keterangan dari seorang guru berinisial “A” yang juga pernah diberikan hadiah oleh sekolah beliau megatakan “Sekolah memang kadang memberikan penghargaan kepada guru yang berprestasi berupa uang atau hadiah. Kalau hadiahnya saya sendiri tidak tau apa isinya tapi saya sering lihat ada guru yang diberikan semacam bingkisan dari sekolah. Contohnya pegawai yang sering datang cepat dan pulangnya lambat nah itu sering diberikan hadiah. Saya juga pernah diberikan penghargaan karena pada saat itu saya telah menghafal juz 30 jadi diberikan hadiah oleh sekolah.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Kedua penyataan diatas menunjukkan bahwa sekolah sangat memperhatikan pegawai yang dimiliki sebab keberhasilan yang dilakukan pegawai tidak hanya dihargai dengan pujian saja tapi terkadang diberikan hadiah berupa uang dan
68
bingkisan. Namun tetap saja sekolah harus memperhatikan masalah gaji yang diberikan kepada guru sebab faktor penting yang menentukan kinerja dari pegawai adalah gaji yang diterima. Penghargaan dan sangsi merupakan dua hal yang sangat berhubungan dalam
pengelolaan
keberadaannya
bisa
ketenagaan. membuat
Sangsi
pegawai
tidak akan
bisa segan
dilupakan untuk
sebab
melakukan
pelanggaran. Walaupun demikian sangsi tetap harus diatur supaya tidak menjadi momok yang ditakuti oleh pegawai melainkan sebagai motivasi untuk lebih baik lagi. Mengenai sangsi ini, Nurul Fikri cukup tegas jika ada pegawai yang melakukan kesalahan. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan pjs kepala sekolah yang mengatakan bahwa “Kami disini memakai sistem kekeluargaan jadi jika ada pegawai yang melanggar aturan maka kami menyelesaikannya juga dengan kekeluargaan pula. Kami hanya menegur dan menasehati dengan baik. Kalau masih melakukan pelanggaran maka akan dilanjutkan dengan surat peringatan 1,2, dan 3 dan apabila masih tidak ada perubahan juga maka kami suruh saja cari sekolah lain.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Senada dengan diatas, salah seorang guru yang berinisial “AB” mengatakan bahwa “Sangsi adalah hal yang pasti pasti jika ada ada yang melakukan pelaggaran. Itu sepaya mereka bisa merubah kebiasaan buruknya. Kalau sangsinya sendiri awalnya berupa teguran yang sifatnya kekeluargaan. Jika masih melakukan kesalahan maka akan di berikan surat peringatan 1 jika belum ada perubahan maka di berikan surat peringatan ke 2 dan kalau masih bersalah maka diberikan seurat peringatan ke 3 dan kemudian di keluarkan. Selama saya disini sudah cukup banyak orang yang dikeluarkan. Kalau saya bilang banyak itu artinya lebih dari 2 yah.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Dengan melihat hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa SDIT Nurul Fikri Makassar sangat baik dalam memberikan sangsi sebab untuk pelanggaran yang ringan maka akan diselesaikan dengan kekeluargaan namun jika
69
pelanggaran yang sering dilakukan maka pehak sekolah sangat tegas mengenai sangsi ini. Buktinya dilihat dari sudah adanya beberapa guru yang dikeluarkan karena tidak adanya perubahan sikap dari sangsi-sangsi yang diberikan. Dan aspek terakhir yang sangat penting dalam pengelolaan ketenagaan adalah evaluasi. Untuk evaluasi guru yang dilakukan oleh SDIT Nurul Fikri Makassar penulis melihat masih ada yang perlu ditingkatkan sebab belum dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja pegawai sekolah. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap 2 orang narasumber, yang pertama dengan PJS kepala sekolah. Beliau mengatakan bahwa: “Evaluasi kinerja guru dan pegawai itu dilakukan oleh pimpinan sekolah. Beliaulah yang menilai kinerja guru dan pegawai melalui hasil pengamatan sehari hari.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Dan narasumber kedua adalah salah seorang guru mata pelajaran PAI (pendidikan agama Islam) yang berinisial “A” menyatakan bahwa: “evaluasi biasanya dilakukan pada saat guru tersebut masih berstatus magang atau kontrak seperti saya. Setelah habis masa kontraknya maka guru tersebut akan dilakukan evaluasi oleh pihak yayasan dengan dilakukan lagi tes serta melihat hasil kinerja selama ini sehingga bisa ditentukan apakah guru tersebut bisa dijadikan guru tetap atau tidak. Untuk guru yang lama dinilai langsung oleh kepala sekolah. Sedangkan evaluasi kinerja secara menyeluruh saya dengar baru akan di programkan bulan ini.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Dari pernyataan narasumber diatas dapat dilihat bahwa evaluasi yang dilakukan oleh SDIT Nurul Fikri Makassar masih perlu ditingkatkan sebab belum ada Metode evaluasi menyeluruh yang diterapkan oleh sekolah terhadap kinerja pegawai. Padahal evaluasi itu sangat penting untuk melihat baik atau buruknya kinerja pegawai tersebut. Kinerja pegawai inilah yang berpengaruh terhadap
70
kinerja sekolah sehingga jika kinerja pegawai belum dievaluasi dengan baik maka mutu yang dinginkan terhadap sekolah juga belum tentu bisa tercapai. 5.3. Pelayanan siswa Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau memasuki
dunia
didesentralisasikan.
kerja
hingga
pengurusan
alumni
dari
dulu
telah
Yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan
eksistensinya. Dalam hal pelayanan siswa ini SDIT Nurul Fikri Makassar berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk seluruh siswanya. Seperti yang dikatakan oleh pjs kepala sekolah bahwa “Kami disini memprioritaskan pelayanan yang terbaik kepada seluruh murid. Kami senantiasa memberikan perhatian yang besar karena itulah tujuan dari sekolah kami. Apalagi anak-anak disinikan banyak yang dimanjakan oleh orang tunya sehingga jika mereka ke sekolah maka mereka juga selalu ingin dimanjakan.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Pelayanan yang terbaik inilah yang dijadikan
sebagai prioritas dalam
mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di Nurul Fikri. Salah satu aspek pelayanan siswa adalah pada penerimaan siswa baru. Nurul fikri sendiri sebenarnya adalah sekolah baru yang berdiri baru sekitar 3 tahun, artinya semestinya siswanya hanya sampai kelas 3 saja. Namun karena kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap sekolah ini maka siswa yang dimiliki sudah sampai pada kelas 6. Ini disebabkan banyaknya orang tua yang memindahkan anaknya ke sekolah ini. Sehingga dari paparan diatas dapat dikatakan bahwa penerimaan siswa di SDIT Nurul Fikri Makassar belum melalui tes sebab masih baru, sebagai sekolah baru maka Nurul Fikri pastilah
71
membutuhkan siswa terlebih dahulu . Olehnya itu, Nurul Fikri menerima langsung peserta yang mendaftar tanpa dilakukan tes terlebih dahulu. Meskipun demikian Nurul Fikri tetap membatasi siswa yang diterimanya karena fasilitas ruangan yang masih terbatas untuk menjaga kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan. Sebab jika ada banyak siswa dalam satu kelas maka proses belajar mengajarpun tidak akan berjalan dengan maksimal. Begitupun dengan penempatan siswa untuk melanjutkan sekolah atau memasuki dunia kerja. Hal ini belum dilakukan oleh sekolah ini sebab sebagaimana yang dipaparkan diatas bahwa Nurul Fikri adalah sekolah yang baru berdirir 3 tahun sehingga belum ada lulusannya. Tahun ini baru akan ada lulusan pertama dari sekolah ini. Sedangkan aspek pelayanan lain yang harus diberikan terhadap siswa adalah pengembangan, pembinaan, dan pembimbingan. Sebagai sekolah yang cukup baru Nurul Fikri Makassar adalah salah satu sekolah yang menitik beratkan pada pelayanan yang maksimal terhadap sekolah pengembangan, pembinaan, dan pembimbingan yang baik dari sekolah dapat dilihat dari efektifnya proses belajar mengajar, kegiatan ekskul yang terprogram dengan baik dan pembinaan melalui pembentukan akhlakul karimah. Untuk mengetahui tentang cara SDIT Nurul Fikri Makassar dalam memberikan pembinaan, pembimbingan dan pengembangan tehadap siswa dapat dilihat dari hasil wawancara dengan beberapa pegawai di sekolah. Yang pertama adalah PJS kepala sekolah, beliau menyatakan “Sekolah kami sangat megedepankan pembinaan terhadap seluruh siswa. Apalagi yang kami utamakan di sekolah ini sebenarnya adalah bagaimana cara membentuk siswa menjadi anak yang berakhlakul karimah tanpa meninggalkan pembinaan akademis karena kami sangat paham bahwa sekarang kita membutuhkan hal tersebut. Masalah
72
pembinaan, pembimbingan, dan pengembangan ini adalah prioritas kami apalagi anda taukan bahwa disini terdiri dari anak-anak yang high class sehingga terbiasa dimanja dirumahnya jadi disini otomatis kami juga harus memberikan perhatian yang lebih. Pembinaan juga kan dilakukan pada saat belajar mengajar dan kegiatan yang sangat bermanfaat dalam mengembangkan potensi anak seperti kegiatan ekstrakulikuler dan bimbingan belajar khususnya untuk siswa akan akan ujian nasional. Selain itu disini juga kami ada sebuah program yang namanya safe care yaitu perhatian khusus yang diberikan terhadap siswa yang biasanya seorang pembina hanya bisa membina 2 orang siswa sehingga betulbetul diperhatikan dengan baik. Kami juga disini punya psikolog yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa mengenai potensi dan masalah yang sering dihadapi.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Seperti yang dikemukakan diatas salah seorang guru yang berinisial “AB” juga menyatakan bahwa “ pembinaan dan pembimbingan merupakan tugas kami sebagai seorang guru sehingga kami berusaha memberikaan yang terbaik dalam pembinaan siswa baik dalam kegiatan proses belajar mengajar maupun dalam kegiatan yang lain. Salah satu yang juga merupakan pembinaan adalah sangsi yang diberikan terhadap siswa jika mereka melakukan kesalahan. Namun perlu diingat bahwa sangsi yang kami berikan disini sifatnya tidak menyakiti bahkan mendidik siswa sehingga ini bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk pembinaan untuk menghilangkan kebiasaan buruk siswa.” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Wawancara diatas juga diperkuat dari pengamatan langsung oleh peneliti pada saat melakukan wawancara dan pengambilan data yang sifatnya dokumen di sekolah. Pembinaan dan pendampingan yang baik memang dilakukan oleh seluruh pegawai di sekolah, seperti pada saat 2 orang anak yang sedang berkelahi maka dengan spontan salah seorang pegawai yang berstatus satpam segera melerai dengan ramah dan wajah yang baik dan kemudian mendamaikan kedua anak itu tanpa memarahi atau membentak sedikitpun. Pemandangan serupa juga terlihat di ruang guru yang pada saat itu ada 2 orang anak yang telah berkelahi dan salah seorang pegawai dengan ramahnya berusaha untuk menenangkan mereka serta menyuruhnya untuk bisa saling bersabar dan
73
apabila masih nakal maka akan diberikan hukuman yang sifatnya bisa mendidik atau yang bisa membuat mereka tidak melakukan hal yang serupa. Selama peneliti melakukan observasi disana, belum pernah terlihat ada guru yang memarahi anak-anak secara kasar apalagi memukul. Yang ada hanya adanya teguran-teguran dengan penuh kasih sayang sebab yang namanya anak-anak pasti sering melakukan kesalahan. Dan penulis sangat mengagumi pembinaan yang dilakukan oleh pegawai di sekolah sebab pembinaan bukan hanya dilakukan secara formal di dialam kelas namun senantiasa dilakukan disegala waktu dan kesempatan. Seperti yang diamati penulis pada saat seorang siswa yang makan tapi sambil berdiri, dengan cepat salah seorang guru mengingatkan kepada siswa bahwa makan harus dalam keadaan duduk dan tidak boleh berdiri. Inilah yang dikatakan oleh penulis bahwa pembinaan yang dilakukan bukan hanya bentuk formal didalam kelas namun disetiap waktu dan kesempatan. Secara khusus, pembinaan yang dilakukan SDIT Nurul Fikri dapat dilihat dari kegiatan belajar-mengajar yang dirancang seefektif mungkin sehingga siswa dapat merasa nyaman dan lebih bersemangat untuk mendapatkan pelajaran dari guru. Suasana kelas dibuat daam kondisi kekeluargaan sehingga siswa tidak menjadi segan terhadap guru tetapi tetap menghormatinya sebagai orang tua. Selain itu pembinaan dari segi keagamaan dan moral adalah hal yang sangat diperhatikan, seperti penyelenggaraan shalat berjamaah, pemberian hafalan Al Qur’an, dan pembinaan lain. Dalam aspek lain yaitu pembimbingan juga menjadi salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh pihak sekolah, ini dibuktikan dengan adanya seorang psikolog yang disiapkan oleh sekolah untuk membimbing para siswa dalam berbagai hal baik mengenai akademik, potensi siswa, sampai pada masalah
74
pribadi. Hal lain adalah dibentuknya pembimbing khusus oleh sekolah yang diambil dari tenaga pengajar yang nantinya akan membimbing secara khusus siswa yang menjadi anak bimbingannya. Dan untuk mengefektifkan program ini maka pihak sekolah membatasi jumlah siswa yaitu maksimal 2 orang yang dibimbing oleh seorang guru. Terakhir aspek pengembangan yang dilakukan sekolah seperti program ekstrakurikuler, lomba-lomba, dan pngembangan lain yang diberikan oleh sekolah kepada siswa. Program ini sangat bermanfaat sebab potensi siswa akan lebih berkembang melalui kegiatan seperti ini. Dari kedua wawancara diatas hasil observasi langsung penulis di lapangan dapat disimpulkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh sekolah dalam hal pembinaan, pembimbingan, dan pengembangan sudah cukup maksimal. Sehingga secara keseluruhan pelayanan siswa dijadikan sebagai perhatian utama untuk menciptakan suasana nyaman seluruh siswa dalam segala proses pembelajaran di sekolah. Siswa akan cenderung merasa nyaman apabila dilayani dengan baik apalagi mereka masih berstatus anak-anak yang biasanya membutuhkan perhatian yang lebih dari orang tuanya termasuk guru. V.4. Indikator mutu Keberhasilan sekolah dalam menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah dapat dilihat dari mutu sekolah yang meningkat. Sebagaimana yang dipaparkan dalam hasil penelitian melalui wawancara dan observasi diatas bahwa aspek yang diteliti yang menyangkut manajemen berbasis sekolah adalah 1) Perencanaan dan evaluasi program Sekolah, (2) Pengelolaan ketenagaan, (3) Pelayanan siswa. Dan untuk menentukan mutu sekolah meningkat atau tidak maka diperlukan sebuah indikator dalam melihat itu.
75
Syaiful Sagala dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat telah membagi indikator sekolah bermutu menjadi 3 yaitu input, proses dan output Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator output yaitu nilai ulangan umum, UN, US. Namun karena SDIT Nurul Fikri Makassar adalah sekolah yang baru berdiri 3 tahun yang lalu sehingga belum mempunyai lulusan. Oleh karena itu yang bisa dijadikan sebagai output disini hanyalah nilau ulangan umum sebab belum ada nilai UN dan US dari siswa. Untuk menganalisis mengenai keberhasilan Nurul Fikri Makassar dalam menghasilkan output yang diingikan dapat dilihat dari hasil wawancara penulis dengan PJS kepala sekolah, beliau menyatakan bahwa “nilai anak-anak disini sudah cukup baik dan selalu ada peningkatan dari yang sebelumnya. Kami juga senantiasa berusaha untuk membuat anakanak bisa mendapatkan nilai yang baik tapi tetap sesuai dengan kemampuannya. Kalau disekolah ini kami punya nilai KKM 75 sehingga siswa yang mendapatkan nilai dibawah itu maka akan diberikan remedial. Intinya nilai yang didapat siswa di sekolah ini sudah cukup baik dan cenderung ada peningkatan” (wawancara pada tanggal 8 november 2012) Keterangan diatas juga diperkuat dengan data nilai siswa yang bisa dilihat pada tabel di bawah ini
76
Kelas 2 Ustman Bin Affan Semester 1 tahun 2011/2012 Tabe 5.1
PKn
BHS . IND O
MA TH
IPA
IPS
SBK
SP OR T
ENGLI SH
ARAB IC
TIK
86
91
95
90
85
90
83
80
100
80
87
L
87
94
95
97
95
93
80
88
100
100
86
Muh. Akbar Dg. Siabeng
L
86
86
74
78
75
83
76
88
100
100
83
Rayn Aqmar
L
78
72
63
76
72
75
77
80
97
65
80
Syakirah Athaya Azalea
P
84
77
91
73
83
96
86
83
100
90
86
A. Fadhil Muhtadi S
L
85
80
91
78
88
83
78
93
100
100
83
A. M. Adryan Nur M
L
75
66
63
63
63
61
83
85
47
65
73
Nabilah Rajwa Suhaimah
P
86
76
98
82
79
97
85
88
100
80
86
Muh. Kafi Noviand
L
78
75
91
81
80
80
76
88
100
80
81
Aqila Syakira Patunru
P
91
96
98
89
92
94
88
83
100
100
82
Andi Afifah Syahrizka
P
92
98
82
89
89
98
86
85
100
100
83
Salsabila Raihana M
P
93
98
100
95
97
98
83
85
100
100
83
Andi Muh. Dzaki Faatin
L
81
77
88
70
80
79
75
80
97
100
80
85 75 13
83 75 11
87 74 11
81 70 12
83 75 11
86 75 12
81 75 13
85 75 13
95 75 12
83 75 11
82 70 13
L / P
PAI
Revina Fricilia Vanesia P
P
M. Azka Sufirman R
Nama
nilai rata-rata KKM TERCAPAI KKM
77
Kelas 4 Thalhah Bin Ubaidillah Semester 1 tahun 2011/2012 Table 5.2
L/ P
Nama
Nur Amalia Ramadhani Muhammad Vega Rasyidin Layanah Az-Zahrah A.M. Rayhansyah Mulaputra S. Al Mahdy Nur Muhammad S Nurul Ainun Aswan AR Rumaisha Zahra Hababiel Ahmad Taqarubin M Andi Muhammad Fadhil Muh. Akram Dzakwan Nilai rata-rata nilai KKM Tercapai KKM
PKn
BH S. IND O
79 97 86 70 59 75 95 67 85 77 79 75 7
57 81 88 60 67 40 85 31 84 67 66 75 4
PAI
P L P L L P P L L L -
76 79 79 62 56 47 93 68 64 63 69 75 5
MA TH
IPA
IPS
SBK
SP OR T
EN GLI SH
ARA BIC
TI K
55 68 79 44 46 53 78 42 53 65 58 75 2
80
84 80 86 40 81 84 83 81 82 82 78 75 9
81 86 91 82 90 84 85 79 83 84 85 75 10
96 98 100 68 70 74 100 95 98 92 89 75 9
84 91 97 75 84 77 93 75 89 84 85 75 10
88 93 93 83 83 85 93 83 86 86 87 75 10
72 75 75 50 60 45 80 55 77 70
66 75 4
84 86 55 47 66 92 85 75 81
75 75 7
Kelas 2b Ali Bin Abi Thalib Semester 1 tahun 2011/2012 Table 5.3
Nama
L/P
PKn
BH S. IND O
MA TH
IPA
IPS
SBK
SP OR T
EN GLI SH
AR ABI C
TIK
84 82 95 70 84 68 78
75 89 89 57 71 60 59
68 88 98 64 89 52 66
63 61 57 42 71 53 58
88 83 98 82 85 79 91
85 82 77 77 78 80 68
90 88 90 90 80 85 80
91 96 100 70 86 79 60
90 80 100 80 90 85 70
87 85 87 81 81 81 84
PAI Muh. Nur Waliyyu Khansa Fathiyah HS Rifqi Dzaky Taufiq Muh. Gilang Aldzakwan Muh. Wira Kenmeina Dhiaulhaq Faiz Mubarak Putri Jasmin Zabila
L P L L L L P
87 90 94 86 78 88 87
78
M. Azriel Naufal Aisyah Issiana Saujan Artika Qhiswa Findayanti A. Rezkique Firzatullah Andi Ilyasa Akbar Kone Nurul Hadriani Rusdy Muh Irfan Fauzan
L P P L L P L -
nilai rata-rata KKM Tercapainya KKM
89 82 91 87 79 87 79 86 75 14
69 67 83 79 60 95 72 77 75 8
61 79 77 62 40 95 51 69 74 6
52 48 65 44 67 95 60 68 70 4
57 60 64 52 42 89 45 58 75 1
78 79 94 92 75 99 88 86 75 14
76 87 82 78 82 85 84 80 75 13
90 83 83 85 83 85 88 86 75 14
91 67 93 100 86 100 86 86 70 12
85 75 85 100 75 100 100 87 75 14
81 80 84 86 81 85 81 83 70 14
SO SIAL
SBK
SPO RT
ENG LISH
ARA BIC
TIK
Writing
80
73
72
67
72
76
80
81
93
80
81
82
80
85
98
89
80
90
89
99
93
88
92
Kelas 4 bilal bin rabah Semester 1 Table 5.4
NAMA
PAI
Nurul Magfirah A. Alifiah Jauza Syatifa Al Miqdad Farhan Chandra Mahadika M. Dzakiy Abd. Azis Adnan Skilani Nurul Qalby Andi Muh. Muflih Rijal R. Haidar El-Fatih St. Afifa Fityatul Khaeriyah Alif Daryl Aqram A. Alkila Aurellia Firzatullah
75
nilai rata-rata KKM Tercapainya KKM
PKN
B. INDO
72
89
61 61 61
84
MA TH
SA INS
72 72
79
65 65 65
76
68 68 68
61
77
67
72
68
96
80
90
100
96
86
81 76
61 61
72 72
65 65
72 72
88
70
82
82
83
61
72
78
61
82
76
72
80 80
90
99
98
85
99
68 68
80
82
95
86
74
90
80
80
83
71
72
80
86
79
80
91
98
99
88
94
65
72
68
86
97
81
78
89
72
65
72
68
92
83
67
78
78
61
72
65
72
68
81
96
85
76
84
83
64
76
70
76
71
80
85
92
83
79
87
75
75
75
75
75
75
75
75
75
75
75
75
11
11
11
2
5
3
3
2
80 80 80
10
9 11
79
11
Kelas 4 (bilal Bin Rabah) Semester 2 Table 5.5
Kelas IV (Bilal Bin Raba)
Nama
Nurul Magfirah A. Alifiah Jauza Syatifa Al Miqdad Farhan Chandra M M. Dzakiy Abdul Azis A Skilani Nurul Qalby R. Haidar El-Fatih St. Afifa Fityatul K Alif Daryl Aqram A. Alkila Aurellia F M. Akbar M. Iqbal rata-rata KKM
L/ P
PKn
BH S. IND O
MA TH
IPA
PAI
IPS
SB K
SPO RT
BH S. ING RIS
AR A BIC
TI K
WRI TIN G
P
69
68
74
67
68
70
84
75
70
69
80
72
P
70
68
74
66
68
70
80
76
81
69
86
71
L
92
68
81
70
89
76
79
79
97
87
90
85
L
85
68
78
84
69
71
81
85
98
86
94
82
L
99
89
95
99
98
91
83
87
99
98
95
90
P
74
66
77
72
76
71
84
80
91
68
93
78
L P L P L L
96
87
85
91
93
86
83
88
97
94
93
83
78
67
81
79
80
72
83
82
89
82
92
78
72
65
71
72
70
75
81
87
72
68
84
74
87
75
80
74
76
78
80
81
98
71
89
88
72
68
71
69
69
73
80
84
72
68
89
72
74
68
71
65
68
73
79
79
71
68
86
72
80
71
78
76
77
75
82
82
86
77
89
79
75
75
75
75
75
75
75
75
75
75
75
75
6
3
7
4
6
5
12
12
8
5
12
7
Kelas 1 b Umar bin Khattab Semester 1 Tabel 5.6
NAMA Revina Fricilia Vanesia Putri Muh. Bintang Raudhlotul Irfan Muh. Nur Waliyyu
PAI
PKN
B. INDO
MATH
SAI NS
SO SIAL
SBK
SPO RT
ENG LISH
ARRA BIC
TIK
Writing
91
93
95
92
93
96
80
86
96
98
90
85
91
78
83
70
87
76
71
87
92
85
88
63
79
70
81
63
88
75
79
84
93
76
86
78
80
Khansa Fathiyah HS.
91
91
91
84
87
94
76
80
98
96
86
70
Rifqi Dzaky Taufiq M. Azka Sufirman Rahman Muh. Akbar Dg. Siabeng Syakirah Athaya Azalea Muh. Gilang Aldzaqwan A. Fadhil Muhtadi S.
88
88
85
89
88
90
75
84
90
89
82
70
97
93
91
90
95
94
74
83
90
98
91
75
78
74
81
63
74
81
70
83
90
87
79
68
83
86
79
82
83
87
74
84
93
82
85
78
84
81
83
83
86
79
71
81
97
86
71
65
91
78
77
81
85
76
70
81
89
86
76
75
Putri Jasmin Sabilah A. Ilyasa Akbar Kone
86
86
83
79
84
85
75
88
93
86
79
73
73
66
78
70
76
66
74
88
90
72
79
70
rata-rata
86
82
84
79
86
83
74
84
93
87
83
73
75
75
75
75
75
75
75
75
75
75
75
75
12
10
12
9
11
11
5
12
12
11
11
5
KKM Tercapainya KKM
Dari hasil temuan diatas dapat dikatakan bahwa nilai yang didapatkan siswa dalam setiap ujian semester sudah cukup baik. Ini terlihat dengan banyaknya siswa yang telah memenuhi nilai minimal bahkan hampir mendapatkan nilai sempurna. Seperti yang terjadi pada kelas 1b (Umar Bin Khattab) semester 1, dari 12 mata pelajaran yang diujikan, tercatat hanya 2 mata pelajaran yang hasilnya kurang memuaskan yaitu writing dan SBK. Untuk pelajaran SBK dan writing jumlah siswa yang mendapatkan nilai diatas dari nilai minimal adalah 5 orang dari 12 orang siswa. Sedangkan untuk nilai individu, seluruh siswa mendapatkan nilai diatas dari nilai minimal. Nilai yang memuaskan juga terjadi di kelas 2 A (ustman Bin Affan) semester 1. Hampir seluruh siswa mendapatkan nilai yang memuaskan, bahkan sebagaian besar siswa mendapatkan nlai sempurna yaitu 100 di 2 mata pelajaran yaitu
81
Arabic dan English. Praktis hanya ada 2 siswa yang mendapatkan nilai di bawah minimal dalam berbagai mata pelajaran. Meskipun beberapa kelas mendapatkan nilai yang bagus, namun dilain pihak ada juga kelas yang mendapatkan nilai kurang memuaskan seperti pada kelas 2 b (Ali Bin Abi Thalib). Sedikitnya ada 4 mata pelajaran yang mempunyai nilai kurang memuaskan seperti PKN, Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Bahkan pada pelajaran IPA hanya 1 siswa saja yang mendapatkan nilai diatas nilai minimal. Begitupula yang terjadi pada kelas 4 (bilal bin rabah) semester 1, ada sekitar 5 mata pelajaran yang mendapatkan nilai kurang memuaskan yaitu PKN, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS. Meskipun demikian kekurang maksimalan tentang nilai ini tidaklah selalu terjadi, buktinya pada semester 2 kelas 4 (Bilal Bin Rabah) nilai mata pelajaran pada semester 1 yang kurang memuaskan terjadi peningkatan yang cukup baik walaupun belum terlalu signifikan tapi ada pula mata pelajaran yang nilainya menurun. Atau dengan kata lain nilai yang diraih oleh siswa masih sangat fluktuatif. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa mutu yang dimiliki Nurul Fikri dengan mengacu pada indikator output yaitu nilai ujian umum siswa sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari nilai yang didapatkan cukup tinggi dan secara umum telah memenuhi nilai standar yang telah ditentukan. Walaupun demikian masalah nilai siswa ini tetap harus menjadi perhatian dari pihak sekolah sebab masih adanya beberapa siswa yang belum mampu mencapai nilai standar. Dan juga mengenai peningkatan nilai siswa dari semester satu ke semester 2 ternyata belum sesuai dengan harapan, masih ada nilai yang mengalami penurunan. Sehingga sekolah ini belum bisa dikategorikan berhasil dalam meningkatkan
82
mutu jika dipandang dari segi nilai ulangan umum siswa sebab peningkatan nilai siswa masih cenderung kurang stabil.
83
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab V, maka ditarik kesimpulan bahwa SDIT Nurul Fikri Makassar mempunyai mutu yang cukup baik dengan melihat dari nilai yang didapatkan siswa secara umum sudah memuaskan. Namun sekolah ini belum bisa dikategorikan berhasil dalam meningkatkan mutu jika dipandang dari segi nilai ulangan umum siswa karena peningkatan nilai siswa masih cenderung kurang stabil. Hal ini terlihat dari masih adanya beberapa nilai materi pelajaran yang mengalami penurunan walaupun tidak drastis. Dari temuan diatas hal ini disebabkan oleh strategi peningkatan mutu yang dimiliki oleh Nurul Fikri Makassar belum maksimal. Kekurang maksimalan ini disebabkan oleh beberapa faktor dalam hal pelaksanaan seperti yang telah digambarkan pada hasil penelitian bahwa pengelolaan ketenagaan masih perlu ditingkatkan lagi khususnya mengenai gaji dan evaluasi kinerja pegawai. Padahal salah satu faktor penting yang bisa meningkatkan mutu dalam hal ini nilai siswa adalah profesionalisme yang dimiliki oleh guru. VI.2. SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Perlunya
peningkatan
pengelolaan
ketenagaan
SDIT
Nurul
Fikri
Makassar khususnya pada aspek penghargaan dalam hal ini gaji yang diterima pegawai, sebab dari hasil penellitian penulis pegawai belum merasa puas dengan gaji yang dimiliki. Selain penghargaan hal yang
84
perlu ditingkatkan adalah masalah evaluasi kinerja. Pihak sekolah harus membuat sebuah metode evaluasi yang menyeluruh terhadap kinerja sehingga
pegawai
bisa
terus
memperbaiki
kinerjanya
dengan
memperhatikan evaluasi yang dilakukan sekolah. 2. Perlunya peningkatan sarana dan prasarana sekolah seperti fasilitas laboratorium, sarana bermain dan sarana penunjang pembelajaran lainnya yang bisa meningkatkan kualitas sekolah.
85