BAB I PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan ekowisata yang tidak lepas dari pemanfaatan kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan definisi ekowisata sebagai perjalanan ke wilayah-wilayah alami dalam rangka mengkonservasi lingkungan dan memberi penghidupan bagi penduduk lokal (TIES, 1990; Rome, 1999:4). Selain itu, ekowisata juga muncul sehubungan dengan dinamika ekonomi dunia seperti krisis ekonomi, globalisasi yang belum tuntas dan tarik menarik kepentingan ekonomi dunia maju dan dunia ketiga yang membuat jenis jasa wisata berkembang dengan tujuan untuk memberi jaminan terciptanya kesejahteraan (Nugroho, 2011:3). Di negara-negara maju, ekowisata diharapkan memberi manfaat utama terhadap lingkungan sehingga manfaatnya dapat terus dinikmati generasi mendatang. Sedangkan di negara-negra berkembang, ekowisata sering menjadi salah satu wisata alternatif yang memiliki tujuan utama untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan lingkungan hidup bagi pengunjungnya, serta manfaat ekonomi yang diharapkan dapat memperbaiki kehidupan masyarakat lokal, terutama yang masih berada di bawah garis kemiskinan.
1
1.1
Latar Belakang Di Indonesia, jasa ekowisata dianggap dapat memberi keuntungan karena
lazimnya proses transformasi struktur ekonomi bergerak dari sektor pertanian, manufaktur kemudian ke sektor jasa. Sayangnya, transformasi dari sektor pertanian ke manufaktur mengalami beberapa kendala seperti sektor permodalan, ketrampilan maupun entrepreneurship untuk mengolah produk-produk pertanian (Nugroho, 2011:4). Hal ini mengakibatkan sebagian besar tenaga kerja masih bergantung pada sektor pertanian. Proses transformasi yang diharapkan adalah pengembangan potensi seperti lingkungan, tradisi dan budaya yang dapat dikemas sebagai produk wisata yang menarik pengunjung. Dengan demikian petani atau penduduk lokal memiliki pilihan dan ragam produksi tidak hanya dari usaha pertanian, namun jasa ekowisata maupun penunjang wisata lainnya sehingga dapat menghasilkan insentif untuk mengkonservasi sistem produksi pertanian, nilai-nilai tradisi dan budaya serta kelestarian lingkungan. Penjelasan tersebut merupakan salah satu alasan mengapa manfaat ekowisata sebagai salah satu bentuk pariwisata berkelanjutan sangat besar, terutama jika dikembangkan di Indonesia. Saat ini di Indonesia setidaknya 50 tujuan ekowisata telah teridentifikasi. Setiap destinasi wisata menawarkan karakteristik budaya dan lingkungan yang khas (Nugroho, 2011:6).
2
1.1.1
Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Kawasan Ekowisata Potensi wilayah yang menjadi tujuan ekowisata di Indonesia terdiri dari
laut atau daratan, Taman Nasional (TN), kawasan konservasi hingga kawasan pesisir beserta seluruh ekosistemnya. Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia kaya akan potensi ekowisata yang salah satunya adalah hutan mangrove. Menurut Mangrove Information Centre, Denpasar (Dalam Sudiarta, 2006:2), Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia mencapai 25% dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia (18 juta hektar) yaitu seluas 4,5 juta hektar. Meskipun demikian, menurut pernyataan Kementrian Lingkungan Hidup (http://www.antaranews.com/berita/453668/hampir-40-persenhutan-mangrove-indonesia-rusak , diakses pada 10 Januari 2015), kerusakan hutan mangrove di Indonesia cukup tinggi mencapai hingga 40% di tahun 2014. Kondisi ini tidak hanya disebabkan oleh faktor alam, namun juga faktor manusia yang salah satunya melalui tindakan penebangan liar. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah semakin tingginya tingkat kerusakan tersebut adalah mengembangkan ekowisata di kawasan hutan mangrove dengan tujuan utama yaitu sebagai sarana pendidikan lingkungan hidup bagi pengunjungnya. Kedatangan pengunjung secara otomatis dapat memberikan sumbangan untuk upaya pelestarian alam serta menghasilkan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal. Jika tujuan tersebut dapat dicapai secara optimal, maka sebaliknya, baik pengunjung maupun masyarakat akan terus menjaga kelestarian hutan mangrove.
3
1.1.2
Pengelolaan Ekowisata di Kawasan Hutan Mangrove Wonorejo Surabaya dan Isu Kompleks yang Terjadi Pemanfaatan kawasan hutan mangrove sebagai wilayah ekowisata juga
dilakukan di Surabaya. Kawasan hutan mangrove yang terletak di pesisir Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) tepatnya di kelurahan Wonorejo ini memiliki nilai ekologis yang menjadikannya sebagai area sabuk hijau Surabaya dengan berbagai fungsi, diantaranya sebagai daerah penjaga sistem alami dan habitat flora fauna dengan potensi utama tanaman hutan mangrove yang membuat kawasan hutan ini disebut
sebagai
satu-satunya
hutan
yang
tersisa
di
Surabaya
(https://djarumbeasiswaplus.org/artikel/content/27/Konsep-Ekowisata:-ShorebirdSchool-dan-Birdwatching-dalam-Upaya-Pelestarian-Flora-dan-Fauna-di-PesisirPantai-Wonorejo-Surabaya/ , diakses pada 12 April 2014). Kawasan ini dikembangkan menjadi area rekreasi dengan tujuan untuk mengembalikan kualitas hutan mangrove dari maraknya perusakan oleh penebangan liar, Pengembangan area rekreasi dilakukan melalui penyediaan atraksi serta fasilitas pendukungnya untuk memenuhi kebutuhan berekreasi pengunjung. Selama 5 tahun keberadaannya, ekowisata di kawasan ini telah menarik
kedatangan
pengunjung
dan
keterlibatan
beberapa
pemangku
kepentingan dalam pengelolaannya. Salah satu isu utama pemanfaatan kawasan hutan mangrove Wonorejo sebagai area ekowisata adalah minimnya peluang rekreasi yang tersedia. Berdasarkan observasi awal peneliti, sebagian besar pengunjung tampak melakukan aktivitas yang cenderung terbatas. Selain dikhawatirkan tidak 4
memberikan pengunjung pengetahuan dan manfaat edukatif yang lebih dalam tentang keberadaan hutan mangrove, pengalaman berwisata pengunjung juga cukup rendah. Selain itu, di akhir pekan dan hari libur sebagian besar pengunjung tampak berada di area-area tertentu yang membuat area tersebut sangat padat dan menimbulkan ketidaknyamanan di antara mereka sendiri. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat kawasan hutan mangrove Wonorejo sebenarnya sangat luas dan memiliki potensi ekowisata yang beragam di seluruh kawasannya, serta terdapatnya masyarakat lokal yang beraktivitas di kawasan turut meningkatkan kemungkinan partisipasi mereka dalam pengelolaan ekowisata. Isu lain yang terlihat adalah usaha pengelola dalam mengembangkan kawasan sebagai area rekreasi dengan ragam aktivitas dan fasilitas rekreasi yang terkesan belum terencana dengan baik dan belum berdasar pada identifikasi keinginan pengunjung serta karakteristik kawasan. Dilihat dari sisi pariwisata, kawasan hutan mangrove Wonorejo dengan jumlah pengunjung yang semakin bertambah di setiap tahunnya, sedangkan peluang rekreasi yang ditawarkan masih minim dan belum memanfaatkan seluruh potensi kawasannya dapat mengakibatkan semakin tingginya permintaan (demand) terhadap penyediaan ragam aktivitas rekreasi (supply). Untuk menciptakan ragam aktivitas rekreasi yang tetap sesuai dengan karakteristik kawasan hutan mangrove Wonorejo, maka sebaiknya didasari oleh keseimbangan identifikasi antara keinginan pengunjung dan karakteristik kawasan baik dari aspek fisik, sosial dan manajerial, sehingga dapat memperbesar kemungkinan
5
tercapainya tujuan ekowisata yang memberikan manfaat berkelanjutan bagi pengunjung, lingkungan dan masyarakat lokal di sekitar kawasan. 1.1.3
Analisis Peluang Rekreasi dengan Pendekatan ROS (Recreation Opportunity Spectrum) sebagai Salah Satu Wujud Pengelolaan Ekowisata Pada dasarnya, dalam pengelolaan ekowisata, pemenuhan akan kebutuhan
berekreasi pengunjung dinilai sangat penting. Hal ini memunculkan pemahaman bahwa pengunjung yang terpuaskan akan cenderung memberikan dampak positif terhadap sebuah kawasan melalui injeksi aliran ekonomi lokal dan insentif bagi pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Sebagai akibatnya, pengunjung juga akan memperoleh pengalaman dan pendidikan lingkungan yang nyata. Nilai-nilai positif ini dapat secara bertahap mengubah persepsi dan perilaku mereka secara lebih luas (Nugroho, 2011:88). Pemenuhan kualitas pengalaman berwisata pengunjung tanpa harus mengorbankan kualitas lingkungan melahirkan konsep pengelolaan pengunjung (visitor management) sebagai sebuah gagasan yang memberikan keuntungan seimbang, baik untuk pengunjung dan situs terkait (Mc. Arthur, 1993 dalam Mahdayani, 2011:10). Terkait dengan permasalahan minimnya peluang rekreasi di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya, pengembangan peluang rekreasi dipandang sebagai sebuah solusi yang baik karena mampu memberikan pengunjung pengalaman yang variatif dengan penyediaan ragam aktivitas rekreasi oleh pengelola yang terlebih dahulu melalui proses identifikasi kesesuaian kawasan dan penggunaannya (Ormsby, Jayne et. al., 2004:9).
6
Identifikasi peluang rekreasi yang dapat dikembangkan dapat dilakukan dengan pendekatan ROS, yaitu sebuah pemikiran konsepsual yang memiliki prinsip pencapaian kualitas pengalaman berwisata di kawasan alami dengan pemenuhan terhadap permintaan pengunjung terhadap aktivitas rekreasi yang beragam (Ormsby, Jayne et.al., 2004:11). ROS yang pertama kali diperkenalkan oleh Clark dan Stankey melalui Departemen Pertanian bagian Kehutanan Amerika Serikat di tahun 1979 ini memuat faktor-faktor yang lengkap dalam mewujudkan ragam aktivitas rekreasi tanpa mengorbankan kualitas lingkungan di kawasan alami. Proses mengembangkan peluang rekreasi akan terlebih dahulu melalui proses identifikasi karakteristik kawasan berdasarkan tiga parameter, yaitu parameter fisik (physical attribute), manajerial (managerial attribute) dan sosial (social attribute) sehingga tercipta keseimbangan antara kondisi lingkungan dan kegiatan rekreasi (Clark dan Stankey, 1979). Penggunaan ROS ini memiliki keuntungan karena didasari perspektif yang rasional dan mudah dipraktikkan sehingga perencana-perencana pariwisata tertarik untuk menggunakannya, seperti di kawasan alami di Asia, Eropa, Amerika Utara hingga Pasifik Selatan (Stankey et.al., 1999). Hal tersebut mendasari mengapa penelitian mengenai peluang rekreasi di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya penting untuk dilakukan. Berkaitan dengan tema ekowisata dalam penelitian ini, pendekatan ROS sebaiknya diintegrasikan dengan prinsip-prinsip ekowisata yang berperan sebagai panduan (guidelines) dan batas (limit) terhadap pengembangan peluang rekreasi. Hal 7
tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan rekomendasi peluang rekreasi yang lebih beragam dengan tetap berpedoman pada konsep ekowisata sehingga manfaatnya pun dapat secara utuh dirasakan oleh lingkungan, pengunjung dan masyarakat lokal di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya secara berkelanjutan. 1.2
Rumusan Masalah Kawasan
hutan
mangrove
Wonorejo
dengan
ekowisata
yang
dikembangkan didalamnya merupakan aset berharga kota Surabaya. Adapun rumusan masalah yang terjadi di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya, adalah sebagai berikut : 1. Kurangnya identifikasi karakteristik kawasan hutan mangrove, termasuk di dalamnya potensi ekowisata, baik yang telah dimanfaatkan maupun yang belum 2. Belum adanya analisis tingkat kepuasan berwisata pengunjung dan kegemaran pengunjung terhadap aktivitas rekreasi yang telah tersedia 3. Masih terbatasnya peluang rekreasi pengunjung yang berupa ragam aktivitas rekreasi dan fasilitias pendukungnya sehingga mereka cenderung melakukan aktivitas yang terbatas dan dikhawatirkan belum menambah pengetahuan tentang kawasan hutan mangrove 4. Kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya yang lokasinya berdekatan dengan pemukiman warga menuntut ekowisata di kawasan ini melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya dan memberi manfaat bagi mereka.
8
1.3
Pertanyaan Penelitian Menyimak rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya,
pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi eksisting kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya dilihat dari karakteristik kawasan dan aktivitas rekreasi yang tersedia? 2. Peluang rekreasi apa saja yang memungkinkan untuk dikembangkan di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya? 3. Bagaimana potensi keterlibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan ekowisata di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya? 1.4
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kondisi eksisting kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya dilihat dari karakteristik kawasan dan aktivitas rekreasi yang tersedia 2. Mengetahui peluang tekreasi yang dimungkinkan untuk dikembangkan di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya 3. Mengetahui potensi keterlibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan ekowisata di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan wawasan
terhadap pengembangan ekowisata yang dilihat beberapa perspektif, seperti:
9
1. Peranan ekowisata dalam memberikan manfaat yang secara rata harus dirasakan oleh aspek wisatawan, lingkungan dan masyarakat sekitar secara berkelanjutan 2. Pengetahuan tentang kawasan hutan mangrove dan bagaimana pengembangan ekowisata mampu bersinergi dengan upaya pelestarian di kawasan hutan mangrove 3. Manfaat penggunaan pendekatan ROS dalam upaya untuk mengetahui peluang rekreasi yang memungkinkan untuk dikembangkan di kawasan alami, salah satunya adalah kawasan hutan mangrove 1.6
Batasan Penelitian Agar penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan yang telah direncanakan
serta untuk mempermudah perolehan data dan informasi terkait, maka penelitian ini dibatasi pada : 1. Analisis peluang rekreasi yang memungkinkan untuk dikembangkan di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya dengan pendekatan ROS berdasarkan karakteristik kawasan dan kegemaran pengunjung terhadap aktivitas rekreasi yang diintergrasikan dengan prinsip-prinsip ekowisata 2. Analisis pendapat pengunjung terhadap aktivitas rekreasi eksisting yang digemari dan ide-ide peluang rekreasi yang dapat ditawarkan di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya 3. Deskripsi dua aspek pengembangan sebuah daya tarik ekowisata, yaitu aspek fisik (peluang rekreasi) dan aspek sosial (keterlibatan
10
masyarakat) yang merupakan dua aspek penting dalam keberhasilan pengembangan sebuah daya tarik ekowisata
11
1.7
Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Hernowo Muliawan
Enny Ratnadewi
Sadtata Noor Adirahmanta
Amanda Naimufar Rengganis
Judul Penelitian
Tahun
Sustainable Mountain Ecotourism Development A Visitor Management Approach
2004
Pengelolaan Tinggalan Budaya dengan Pendekatan Visitor Management Prospek Pengembangan Kegiatan Wisata di Kawasan Kaliurang Pasca Penetapan Taman Nasional Gunung Merapi Peluang Rekreasi di Kawasan Hutan Mangrove Wonorejo Surabaya
2005
2005
2015
Lokus Penelitian Gunung Merapi, Yogyakarta
Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif
Kontribusi Penelitian
Candi borobudur, Kabupaten Magelang Kawasan Kaliurang, Yogyakarta
Kualitaif Kuantitatif
Kualitatif Kuantitatif
Pengetahuan tentang prospek pengembangan berbagai jenis kegiatan wisata, prasarana dan sarana melalui pendekatan fisik, sosial-budaya dan spasial dengan keterlibatan pemerintah untuk memaksimalkan peran masyarakat didalamnya.
Kawasan Hutan Mangrove, Wonorejo, Surabaya
Kualitatif Kuantitatif
Pengetahuan tentang manfaat analisis ROS (Recreation Opportunity Spectrum) terhadap peluang rekreasi yang dapat dikembangkan di kawasan hutan mangrove Wonorejo Surabaya yang menawarkan keseimbangan manfaat bagi pengalaman berwisata pengunjung, kesesuaian karakteristik lingkungan dan potensi keterlibatan masyarakat setempat dalam pengelolaannya.
Pengetahuan tentang kawasan merapi yang memiliki potensi sebagai daya tarik wisata berbasis atraksi alam membutuhkan manajemen kunjungan wisatawan yang bertujuan untuk melindungi sumber daya (alam dn budaya) serta memaksimalkan pengalaman berwisata pengunjung sebagai wujud pengembangan ekowisata yang berkelanjutan. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip visitor management untuk menyeimbangkan kegiatan wisata pengunjung dan upaya konservasi Candi Borobudur sebagai daya tarik wisata dengan nilai sejarah yang tinggi.
Sumber : Analisis, 2015
12