STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN MAROS The management of Protected Area in Maros Regency
Stiawati Rahayu, Hazairin Zubair dan Roland A. Barkey ABSTRACT The aim of the research is to identify the region functioning as a protected area which does not include in RTRWP of South Sulawesi, to find out the management strategy for the region functioning a protected area in Maros Regency. The methods use in the research were the application of Geography Information System (GIS) and gualitative method. The resultsreveal that the area having a width of 28.848,61 hectare is potential to maintain as the region functioning as a protected area in Maros Regency and it is located in an area which is used fot other purposes with the slope of > 40%. The management strategy of the region functioning as a protected area in Maros Regency can be applied by doing space planning proposed for protected area.It is intended to make the state forest area and public forest/area use for other purposes with the slope of > 40% as a regency protected area and propose the direction of making use of the area through agroforestry pattern. Public foret and community forest which give ecological and economic values through local government’s assistance area symbiosis mutualism forms (they give benefit each other) between farmers and forest area. This is supported by a program which gives insentive for the implementation of the protection of forest area as a motivation to manage wisely the region functioning as a protected area.
Keywords : Environmental Management, Protected Area
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kawasan berfungsi lindung yang tidak masuk dalam RTRWP Sulawesi Selatan; mencari strategi pengelolaan lingkungan untuk kawasan berfungsi lindung di Kabupaten Maros. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan aplikasi Geografy Information System (GIS) dan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada lahan seluas 28.848,61 hektar yang memiliki potensi untuk dipertahankan sebagai kawasan berfungsi lindung di Kabupaten Maros dan berada pada areal penggunaan lain dengan kelerengan >40%; strategi pengelolaan kawasan berfungsi lindung di Maros dapat diterapkan dengan melakukan perencanaan ruang yang disarankan pada kawasan lindung adalah menjadikan kawasan hutan negara dan lahan rakyat/areal penggunaan lain dengan kelerengan >40% sebagai kawasan lindung kabupaten dan mengusulkan arahan pemanfaatan lahan pada kawasan lindung kabupaten tersebut dengan pola agroforestry, hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan yang memberikan nilai ekologi dan nilai ekonomi melalui pendampingan pemerintah daerah merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme (hubungan yang saling menguntungkan) antara petani dan lingkungan kawasan hutan dengan dukung program yang memberikan insentif bagi penyelenggara perlindungan kawasan hutan sebagai motivasi untuk mengelola lahan-lahan yang berfungsi lindung secara bijak. Kata Kunci : Pengelolaan Lingkungan, Kawasan Lindung
PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan tata guna lahan yang tidak mengindahkan rencana tata ruang yang telah ditetapkan memberikan kontribusi terbesar dalam rusaknya fungsi kawasan lindung. Perubahan ini telah menyebabkan terganggunya keseimbangan yang menyebabkan banjir dan longsor. Selama tahun 2005, Departemen PU mencatat paling tidak terjadi 87 bencana banjir & longsor diberbagai daerah yang menewaskan 225 jiwa, 325 orang hilang, 42 ribu orang mengungsi dan mengakibatkan 7 ribu rumah hancur. Selain korban jiwa dan harta benda, bencana banjir dan tanah longsor juga merusakan infrastruktur jalan sepanjang 716 Km, 48 jembatan, 23 bendungan, 11 ribu meter saluran irigasi dan 10 ribu meter tanggul. Kabupaten Maros termasuk daerah yang sering mengalami banjir pada musim hujan dan longsor akibat kegiatan yang tidak mengindahkan kepentingan lingkungan. Tercatat selama Tahun 2005 Kabupaten Maros mengalami bencana banjir di 26 kelurahan dan desa dengan jumlah keluarga yang tertimpa bencana tersebut adalah 4.531 keluarga dan longsor terjadi di 4 lokasi yang menimpa 124 keluarga. Agar pemanfataan ruang tidak menimbulkan konflik serta menjamin kelestarian lingkungan maka di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa perlu adanya penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfataan ruang, dan pengendalian pemanfataan ruang yang dapat mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan-kawasan berfungsi lindung dalam rencana tata ruang yaitu agar : kawasan-kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan budidaya (kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya) tetap terjaga keberadaaannya, sehingga kawasan budidaya dapat dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, termasuk kebutuhan bagi generasi yang akan datang serta kawasan-kawasan yang secara spesifik perlu dilindungi untuk kepentingan pelestarian flora dan fauna (plasma nutfah), pelestarian warisan budaya bangsa, pengembangan ilmu pengetahuan, dan kepentingan lainnya tetap dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang tidak terbatas (Dardak, 2007). Perbaikan lingkungan bertujuan menyeimbangkan penataan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya agar tetap lestari sehingga perlu diterapkan strategi pengelolaan kawasan lindung yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup bagi rakyat di Kabupaten Maros. Strategi pengelolaan dilakukan dengan menjadikan peta Program Menuju Indonesia Hijau (MIH) sebagai tools untuk mengkaji penetapan kawasan lindung di Kabupaten Maros karena tujuan Program MIH adalah melakukan pengawasan kinerja pemerintah kabupaten dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya alam dan pengendalian kerusakan lingkungan. METODE PENELITIAN Penelitian mengenai “Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung di Kabupaten Maros” menggunakan aplikasi GIS dan metode kualitatif. Aplikasi GIS digunakan sebagai alat untuk perencanaan dalam menetapkan arahan pemanfaatan lahan dan menganalisa kebijakan yang diterapkan pada lahan-lahan yang berfungsi lindung baik di dalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan yang merupakan hutan negara dan tanah milik rakyat. A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, bulan April-September 2009. Penelitian dilakukan di Kabupaten Maros. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam kegiatan kajian tata ruang ini untuk menjalankan aplikasi Sistem Informasi Geografis adalah : 1. Komputer
2
2. Peta Digital RTRWP Sulawesi Selatan tahun 2009 3. Peta Digital MIH tahun 2007 dari Kementerian Lingkungan Hidup C. Jenis dan Sumber Data Jenis data berupa data sekunder yaitu peta digital RTRWP Sulawesi Selatan 2009 dari Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Prop. Sulawesi Selatan, Peta Digital MIH tahun 2007 dari Kementerian Lingkungan Hidup 2007; Data potensi sumberdaya alam dari BPS Kabupaten Maros, Data potensi bencana Kabupaten Maros dari Badan Kesatuan Bangsa dan Linmas Kabupaten Maros.
1. 2. a. b. c.
D. Analisis Data Analisa data dilakukan dengan mengunakan dua cara : Aplikasi sistem Informasi Geografis Analisis deskriptif kualitatif. Langkah-langkah dalam analisis deskriptif kualitatif (Usman, 2006) antara lain : Reduksi data Display data Pengambilan keputusan dan verifikasi
Langkah-langkah operasionalnya untuk mendapatkan strategi pengelolaan kawasan lindung yang tepat dalah sebagai berikut: Pertama
Kedua
Ketiga
Keempat Kelima
Keenam
: Overlay peta kawasan hutan Kabupaten Maros menurut RTRW Propinsi Sulawesi Selatan dengan Peta Program MIH untuk melihat kesesuaian lokasi kawasan lindung. : Kawasan yang tidak sesuai dapat disesuaikan menjadi kawasan lindung kabupaten dengan menggunakan parameter kelerengan lahan. Jika kelerengan lahan <40% akan jadi kawasan budidaya. Jika kelerengan lahan >40% akan jadi kawasan lindung : Kawasan lindung kabupaten yang jadi lokasi kajian adalah : • Areal penggunaan lain yang berada pada kelerengan >40% • Seluruh kawasan hutan RTRWP kecuali kawasan konservasi : Lokasi kajian kemudian dioverlay dengan peta tutupan lahan untuk melihat kondisi lahan dan pemanfaatan lahan pada kawasan lindung kabupaten : Menerapkan pengelolaan lingkungan dengan menetapkan arahan pemanfaatan lahan sebagai bagian dari perencanaan ruang pada kawasan lindung kabupaten dengan menggunakan parameter status lahan dan tutupan lahan : Kriteria arahan pemanfaatan lahan: - Program MIH: lereng >40%, RTRWP: areal penggunaan lain, Tutupan lahan: sawah, tegalan/ ladang dan kebun campuran adalah untuk pola pertanian agroforestry - Program MIH: lereng >40%, RTRWP: areal penggunaan lain, Tutupan lahan: hutan dan semak/belukar adalah untuk pola hutan rakyat. - Program MIH: lereng <40%, RTRWP: hutan lindung dan >40%, RTRWP: hutan lindung, hutan produksi dan hutan produksi terbatas adalah hutan kemasyarakatan
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Maros terletak di bagian Barat Sulawesi Selatan antara 40o 45’ – 50o 07’ Lintang Selatan dan 109o 205’ – 129o 12’ Bujur Timur. Sebelah utara Kabupaten Maros berbatasan dengan Kabupaten Pangkep, sebelah selatan berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bone dan di sebelah baratnya adalah Selat Makassar.
3
Luas wilayah Kabupaten Maros adalah 1.619,12 Km2, secara administrasi Pemerintahan terbagi menjadi 14 Kecamatan dan 103 Desa/Kelurahan. Ibu kota Kabupaten Maros adalah Kota Maros (Pemda Kabupaten Maros, 2008). B. Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Maros Kabupaten Maros merupakan salah satu daerah penghasil tanaman pangan dengan predikat sebagai lumbung padi di Propinsi Sulawesi Selatan dengan produksi mencapai 235.638 ton seluas 41.340 hektar atau rata-rata produktivitas 5,70 ton/hektar pada tahun 2007. Selain padi sebagai komoditas andalan, tanaman pangan lain yang dihasilkan adalah jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, kacang kedele, kacang hijau. Selain memproduksi tanaman pangan Kabupaten Maros juga memproduksi tanaman perkebunan rakyat dengan jambu mente sebagai produk andalan yang mencapai 40.00 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 2.600.000.000.000,- jauh melampaui produk perkebunan lainnya yaitu kakao, kopi, kapok, kelapa dan kemiri. Sedangkan dari sektor kehutanan menghasilkan hanya dua jenis produk yaitu kayu jati sebesar 860 m2 di Kabupaten Mallawa, Kayu bakar 8,5 SM di Kecamatan Tanralili dan bambo 85.500 batang di Kecamatan Tanralili. C. Potensi Bencana Kabupaten Maros sering mengalami bencana banjir yang hampir tiap tahun terjadi. Kerugian akibat banjir yang terdata Badan Kesatuan Bangsa dan Linmas Kabupaten Maros pada tahun 2008 sebesar Rp. 820.000.000,- berupa tambak udang dan sawah yang terjadi di Kecamatan Bontoa, Kecamatan Lau, dan Kecamatan Maros Baru. Kerugian yang ditimbulkan oleh angin kencang senilai Rp 1.209.755,500,- berupa rumah, peternakan ayam, pasar, sekolah, mesjid, kantor camat dan gudang beras. Kerugian yang ditimbulkan oleh bencana longsor belum terdata meski sudah sering terjadi. D. Kondisi Kawasan Lindung di Kabupaten Maros 1. Kawasan Lindung Menurut Program MIH Kabupaten Maros Lokasi Kawasan lindung di wilayah Kabupaten Maros menurut Program MIH seluas 86.141,94 hektar yang tampak pada Gambar 1. Dasar penetapan kawasan lindung Program MIH adalah mengikuti kriteria yang ditetapkan dalam peraturan perundangan dengan batasan penetapannya adalah : a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya meliputi: 1) Hutan lindung, hutan konservasi; 2) Hutan produksi yang mempunyai ciri fisik: Ketinggian ≥ 2000 mdpl dan/atau kelerangan ≥ 40%; 3) Diluar Kawasan Hutan Lindung mempunyai ciri fisik: Ketinggian ≥2000 mdpl dan/atau kelerangan ≥40% adalah kawasan rawan longsor. b. Kawasan Perlindungan Setempat meliputi : 1) sempadan sungai; 2) sempadan danau/waduk; dan 3) sempadan pantai.
4
Gambar 1 Kelerengan pada kawasan lindung Program MIH pada Tabel 1 memperlihatkan kelerengan >40% sangat mendominasi kawasan lindung yang mencapai 85%, sedangkan kelerengan <40% hanya 15% yang merupakan hutan lindung, kawasan konservasi dan sempadan sungai. Tabel 1. Kelerengan pada kawasan lindung Prog.MIH Lereng <2 2-8 9-15 16-25 41-60 >60 Jumlah
Luas 2.948,85 687,83 43,61 9.248,04 58.321,85 14.891,78 86.141,94
Persentase 3,42 0,80 0,05 10,74 67,70 17,29 100
Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup 2007 Kawasan lindung Program MIH yang dominan berada pada kelerengan >40% sudah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya yang cukup dominan pada kelerengan <40% maupun pada lereng >40% adalah kebun campuran yaitu 35,23% dan 40,11% dari luas kawasan lindung.sedangkan untuk pemukiman hanya 0,2% tidak signifikan mempengaruhi kondisi lingkungan tetapi bila tidak diantisipasi dari awal maka pemukiman akan terus bertambah di daerah kawasan lindung seiring pertumbuhan penduduk yang terus meningkat tiap tahun yang membutuhkan lahan untuk tempat tinggal ataupun untuk bercocok tanam dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 2.
Kawasan Hutan Kabupaten Maros dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan 2009-2029 Penetapan kawasan lindung didalam RTRW Propinsi Sulawesi Selatan didasarkan pada Peta Kawasan Hutan Sulawesi Selatan yang dikeluarkan Departemen Kehutanan yaitu Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.434/Menhut-II/2009 tentang kawasan hutan dan konservasi perairan Propinsi Sulawesi Selatan.
5
Gambar 2. Penetapan kawasan lindung pada RTRW Propinsi Sulawesi Selatan 2009-2029 adalah : a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya termasuk kawasan lindung di dalam kawasan hutan dan kawasan lindung di luar kawasan hutan meliputi : 1) hutan konservasi; 2) hutan lindung dan atau kawasan hutan lainnya dengan nilai skor > 125 (kelas lereng, jenis tanah, intensitas hujan); 3) Lereng lapangan> 40% dan pada daerah yang tanahnya peka terhadap erosi dengan kelerengan lapangan lebih dari 25%; 4) Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 2000 meter atau lebih di atas permukaan laut. b. Kawasan Lindung Setempat meliputi : 1) sempadan pantai; 2) sempada sungai; 3) sempada waduk; 4) sempadan mata air. Tabel 2. Kawasan Hutan Propinsi Sulawesi Selatan Kawasan Luas Persentase Hutan Lindung 13.657,32 20,90 Hutan Produksi 16.747,22 25,63 Hutan Produksi Terbatas 6.309,55 9,66 Taman Nasional 28.620,21 43,81 Jumlah 65.334,30 100 Sumber : Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Sulawesi Selatan 2010 Kawasan hutan Propinsi Sulawesi Selatan menjadi perbandingan bagi kawasan lindung Program MIH dimana kawasan hutan yang masuk dalam RTRW Propinsi Sulawesi Selatan 20092029 luasnya mencapai 65.334,30 hektar yang dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2 menunjukkan kawasan hutan yang paling luas adalah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung seluas 28.620,21 hektar di Kabupaten Maros atau 43,81% dari luas keseluruhan kawasan hutan Kabupaten Maros dan 66,88% dari luas keseluruhan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang berada di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep seluas 42.794,24 hektar atau 33,12% (Renstra TN Bantimurung Bulusaraung 2007). Hutan lindung cukup signifikan luasnya yaitu 13.657,32 hektar sehingga perlu dijaga keberadaannya dan dikelola untuk tetap memenuhi fungsinya sebagai bagian dari kawasan lindung dengan melakukan negosiasi dan pendekatan secara kekeluargaan kepada masyarakat yang melakukan kegiatan budidaya dalam kawasan hutan lindung agar tidak merusak fungsi lindung dari hutan lindung.
6
A. Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung Dengan Manajemen Lingkungan 1. Perencanaan Tata Ruang Perencanaan tata ruang Kabupaten Maros mengacu pada RTRW Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009-2019 sesuai dengan ketetapan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007. Inventarisasi data lingkungan yang ada akan menjadi alat untuk merencanakan tata ruang daerah yang kemudian dilegalkan dengan peraturan daerah dimana hingga saat ini draf dokumen RTRW Kabupaten Maros belum disetujui menjadi peraturan daerah Kabupaten Maros sebagai pedoman perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan kawasan lindung Kabupaten Maros harus mengacu pada kawasan lindung yang ditetapkan oleh Propinsi Sulawesi Selatan dan penulis membandingkannya dengan kawasan lindung yang disarankan pada Program MIH dan tidak bertentangan dengan RTRW Propinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu strategi untuk menentukan pengelolaan kawasan lindung kabupaten. Hasil overlay peta kawasan lindung RTRW Propinsi Sulawesi Selatan dengan peta kawasan lindung Program MIH luasnya mencapai 97.407,36 hektar tetapi berdasarkan parameter penelitian untuk kawasan lindung kabupaten hanya seluas 65.562,70 hektar, sisanya 3.224,45 hektar menjadi kawasan budidaya karena merupakan areal penggunaan lain yang berada pada kelerengan <40% dan 28.620,21 hektar merupakan kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung dan Bulusaraung yang sudah memiliki perencanaan jangka panjang tahun 2008-2027.
Gambar 3 Kawasan lindung kajian seluas 65.562,70 hektar yang kemudian disebut sebagai kawasan lindung kabupaten sudah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian, baik untuk pertanian semusim maupun untuk perkebunan yang ditampilkan pada Gambar 3 dan Tabel 3. Kegiatan pertanian pada kawasan lindung kabupaten merupakan aktivitas yang sudah cukup lama dilakukan oleh masyarakat sekitarnya sehingga tidak mudah untuk mengembalikan kawasan lindung tersebut sesuai dengan fungsinya. Diperlukan suatu kajian yang hasilnya tidak berdampak buruk secara ekonomis kepada masyarakat begitupula dengan kawasan hutan dapat tetap berfungsi sebagai kawasan lindung bagi Kabupaten Maros. Kegiatan budidaya pada lahan dengan kelerengan >40% dapat saja dilakukan tetapi memerlukan tindakan konservasi yang cukup berat dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, sehingga tetap harus ada alternatif sistem pertanian yang bisa diterapkan oleh petani pada pertanian tanaman semusim dengan biaya kecil dan memberikan keuntungan jangka panjang.
7
Tabel 3. Kawasan Lindung Kabupaten Maros Kawasan Areal Penggunaan lain
Tutupan lahan Hutan Kebun campuran Sawah Semak/belukar Tegalan/Ladang
Hutan Lindung Hutan Kebun campuran Sawah Semak/belukar Tegalan/Ladang Hutan Produksi Hutan Kebun campuran Sawah Semak/belukar Tegalan/Ladang Hutan Produksi Terbatas Hutan Kebun campuran Semak/belukar Tegalan/Ladang Jumlah
Luas 28.848,61 1.349,58 18.123,69 4.597,24 3.516,23 1.261,87 13.657,32 5.142,59 3.803,03 987,64 3.523,29 200,78 16.747,22 1.485,84 10.258,61 1.215,47 3.470,00 317,29 6.309,55 717,83 5.309,59 266,64 15,49 65.562,70
Persentase 43,99 2,06 27,64 7,01 5,36 1,92 20,84 7,85 5,80 1,51 5,37 0,31 25,55 2,27 15,65 1,86 5,29 0,48 9,62 1,09 8,10 0,41 0,02 100
Sumber : Hasil overlay peta 2010 2. Arahan Pemanfaatan Lahan Informasi dari data lingkungan pada lokasi kajian menjadi dasar bagi penulis untuk menyarankan rencana arahan pemanfaatan lahan dengan mengacu pada status lahan berdasarkan penetapan kawasan hutan Propinsi Sulawesi Selatan, kondisi lahan (kelerengan) dan pemanfaatan lahan/tutupan lahan saat ini. . Pemanfaatan lahan tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan pola pemanfaatan yang dapat menjembatani kepentingan masyarakat yang memiliki ketergantungan yang cukup besar pada kawasan tersebut maupun kelestarian dari kawasan lindung tersebut. Melalui aplikasi GIS dan analisis kualitatif maka penulis membuat arahan pemanfaatan lahan pada lokasi yang dikaji menjadi 3 (tiga) bagian menurut perkecamatan sebagaimana yang tampak pada Tabel 4 dan Gambar 4. Arahan pemanfaatan lahan yang penulis sarankan sebagai salah satu strategi pengelolaan kawasan lindung adalah agroforestry sebagai berikut : a. Agroforestry b. Hutan rakyat c. Hutan Kemasyarakatan
8
Tabel 4. Arahan Pemanfaatan Lahan Kawasan Lindung Kabupaten Maros Arahan Pemanfaatan Lahan Agroforestry Hutan Rakyat Hutan Kemasyarakatan Jumlah
Luas 23.982,81 4.865,80 36.714,09
Persentase 35,90 7,28 56,82
65.562,70
100
Sumber : Hasil kajian penulis 2010
Gambar 4 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Penelitian memberikan gambaran bahwa ada lahan yang berpotensi menjadi kawasan lindung di Kabupaten Maros, dimana saat ini belum cukup mengatasi bencana banjir dan longsor yang sering terjadi. Kekurangan tersebut dapat ditutupi dari lahan rakyat yang ada dengan kegiatan budidaya yang berfungsi lindung. 2. Strategi pengelolaan kawasan berfungsi lindung di kawasan hutan maupun lahan rakyat di Kabupaten Maros dapat diterapkan dengan pola agroforestry, hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan dengan pemilihan jenis tanaman yang tidak hanya memberikan nilai ekonomi tetapi juga nilai ekologi sehinga memberikan keuntungan satu sama lain antara petani dan kawasan lindung (simbiosis mutualisme). Motivasi pengelolaan kawasan lindung tersebut dapat didukung dengan program yang memberikan insentif bagi penyelenggara perlindungan kawasan hutan. Saran Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyadari bahwa apabila kawasan lindung rusak maka untuk memulihkan keadaan sebagaimana mestinya tidak semudah dengan membalikkan telapak tangan, untuk itu penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. RTRWK Maros harus sesegera mungkin direvisi menyesuaikan RTRWP Sulawesi Selatan dengan perencanaan ruang yang lebih detail dan lebih memperhitungkan bencana-bencana yang sering timbul akibat dari perencanaan ruang yang kurang ramah lingkungan yang mungkin tidak masuk dalam RTRWP Sulawesi Selatan.
9
2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang perbandingan keuntungan ekonomi pada pola pertanian agroforestry terutama pola agroforestry windbreak, dimana petani harus mengorbankan sebagian lahannya untuk ditanami tanaman kehutanan atau tanaman tahunan yang berfungsi melindungi tanaman semusim yang menjadi tanaman utama dengan tanpa pola agroforestry dengan memperhitungkan faktor eksternal seperti bencana yang sering datang tiap tahun atau yang belum terjadi. DAFTAR PUSTAKA ---------------------------, 1997, Undang-undang RI Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan , Jakarta: Sekneg. --------------------------, 2007, Undang-undang RI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Jakarta: Sekneg. --------------------------, 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Jakarta: Sekneg. --------------------------, 2008, Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Periode 2008-2027. Maros, Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Dardak, Hermanto. 2006. Kebijakan Penataan Ruang dalam Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana Longsor. Makalah yang disajikan dalam Lokakarya Penataan Ruang Sebagai Wahana untuk Meminimalkan Potensi Kejadian Bencana Longsor , Kerjasama Ditjen Penataan Ruang Dep PU dengan Badan Kejuruan Sipil Persatuan Insinyur Indonesia , Jakarta 7 Maret 2006. Internet : http:// www. PU.go.id. Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Pedoman Umum Program Menuju Indonesia Hijau . KLH, Jakarta. Pemda Kabupaten Maros, 2008, Data Keadaan Posko Laporan Kejadian Bencana, Maros: Badan Kesatuan Bangsa dan Linmas Kabupaten Maros. Usman, H dan PS. Akbar. 2006. Metodologi Penelitian Sosial. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta
10