BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah Karya sastra diciptakan untuk dinikmati dan dijadkan sebagai kebudayaan, dipahami dan dimanfaatkan oleh pembaca. Perkembangan karya sastra dari zaman ke zaman tidak luput dari populasi manusia yang semakin terus bertambah. Seiring perkembangan dan kemajuan zaman, karya sastra semakin berkembang pula. Melayu mempunyai banyak kesusasteraan dan masih berkisar pada sastra lisan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa alat utama dari kesusasteraan itu adalah bahasa. Bahasa adalah pendukung kesusasteraan, sedangkan tulisan hanya merupakan lambang-lambang pengganti bahasa ( parkamin, 1973:11). Sastra itu sebagian besar tersimpan di dalam ingatan orang tua, pawang atau tukang cerita yang jumlahnya semakin berkurang dimakan usia. Di mana pengarang hasil sastra lisan biasanya tidak diketahui dengan pasti (anonim). Sastra lisan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sastra tertulis. Dengan adanya sastra tertulis, sastra lisan terus hidup berdampingan dengan sastra tertulis. Oleh sebab itu, studi tentang sastra lisan merupakan hal penting bagi para ahli yang ingin memahami peristiwa perkembangan sastra, asal mula timbulnya genre sastra, sertapenyimpangan-penyimpangan
Universitas Sumatera Utara
yang terjadi. Hal ini disebabkan adanya hubungan antara studi sastra lisan dengan sastra tertulis sebagaimana adanya kelangsungan tidak terputus antara sastra lisan dan sastra tertulis (Wellek, 1996:47). Sastra lisan merupakan bagian dari satu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat serta diwariskan turunmenurun secara lisan sebagai milik bersama. Ragam sastra yang demikian tidak hanya berfungsi sebagai alat hiburan, pengisi waktu senggang, dan penyalur perasaan serta pendengaran, melainkan juga sebagai alat pemeliharaan norma-norma masyarakat. Sastra lisan, termasuk cerita lisan tersebut. Merupakan warisan budaya
nasional
yang
masih
mempunyai
nilai-nilai
positif
untuk
dikembangkan dan dimanfaatkan dalam kehidupan yang akan datang, antara lain dalam hubungan dengan pembinaan apresiasi sastra. Sastra lisan juga telah lama berperan sebagai wahana pemahaman gagasan pewarisan tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat. Bahkan, sastra lisan telah berabadabad berperan sebagai dasar komunikasi antara penulis dan masyarakat, dalam arti sebuah karya sastra yang berdasarkan lisan akan lebih mudah diterima karena ada unsur yang dikenal masyarakat (Rusyana, 1995). Dalam keadaan masyarakat yang tengah membangun, seperti halnya masyarakat Indonesia sekarang ini, berbagai bentuk kebudayaan lama termasuk sastra lisan, bukan mustahil akan terabaikan di tengah-tengah kesibukan pembangunan dan pembaharuan yang sedang meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga dikhawatirkan lama kelamaan akan hilang tanpa bekas atau berbagai unsurnya yang asli sudah tidak muncul lagi dalam cerita. Berdasarkan kedudukan dan peranan sastra lisan yang cukup penting, maka penelitian sastra lisan perlu dilakukan upaya penyelamatan karya sastra. Mengingat terjadinya perubahan dalam masyarakat, seperti adanya kemajuan dalam teknologi, seperti radio dan televisi dapat menyebabkan hilangnya sastra lisan di seluruh Nusantara. Dengan demikian, penelitian sastra lisan berarti melakukan penyelamatan karya sastra dari kepunahan, yang dengan sendirinya merupakan usaha pewarisan nilai budaya, karena dalam
sastra lisan itu banyak ditemui nilai, cara hidup serta berfikir
masyarakat (nilai-nilai sosiologis masyarakat) yang memiliki sastra lisan. Demikain halnya dengan sastra lisan Melayu Langkat. Salah satu genre prosa rakyat dari kesusasteraan melayu adalah cerita rakyat yang lahir dari etnik masyarakat Melayu Langkat. Sastra lisan Melayu Langkat merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang perlu diselamatkan.
Salah
satu
usaha
penyelamatannya
adalah
dengan
mengadakan penelitian dan inventarisasi. Di samping itu, penelitian ini bermanfaat pula sebagai salah satu upaya pembinaan dan pengembangan sastra lisan yang bersangkutan, serta sekaligus mempunyai manfaat dalam rangka pembinaan dan pembagunan budaya daerah yang menjadi bagian dari budaya Nasional.
Universitas Sumatera Utara
Dari sekian banyak sastra lisan Melayu Langkat, satu diantaranya adalah cerita rakyat Selendang Delima yang selanjutanya akan disingkat menjadi SD. SD adalah cerita rakyat Melayu Langkat yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat serta merupakan cerminan masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara penulis tanggal 20 oktober 2008 dengan salah seorang nara sumber, Sahridin telah berusia 68 Tahun bertempat tinggal Di kampung Perhiasan, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, beliau mengatakan bahwa cerita ini dahulunya sangat populer dalam masyarakat Melayu Langkat. SD menceritakan musibah dialami oleh kerajaan bernama Bandar Pirus, akibat datangnya seekor burung garuda yang menyambar dan melenyapkan kampung Bandar Pirus itu, sehingga kampung itu musnah semuanya. Adapun yang dapat selamat hanyalah seorang anak muda yang bernama Mambang Segara dan adiknya yang bernama Sri Bunian. Penulis mengharapkan agar cerita rakyat SD ini perlu dilakukan penelitian yang ditinjau dari aspek nilai-nilai sosiologis di dalam masyarakat. Dengan dilakukan penelitian tersebut, penulis dapat mengetahui adanya hubungan masyarakat dengan cerita rakyat SD, dan apakah masyarakat masih mempercayai serta mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat Melayu Langkat. Ditinjau dari segi kemasyarakatan, penelitian ini juga mempunyai arti penting dapat digunakan sebagai bahan pengajaran bahasa dan sastra
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dan Daerah. Secara tidak langsung penelitian ini juga memberikan sumbangan bahan pembinaan kepribadian bangsa, terutama sastra lisan yang memuat unsur pendidikan budi pekerti luhur.
1. 2 Rumusan Masalah Untuk lebih memfokuskan pembahasan maka diperlukan perumusan masalah yang tepat agar pembahasan terhadap cerita rakyat Selendang Delima tidak meluas dan tidak mencapai sasaran yang dikehendaki. Permasalahan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini pada hakikatnya mencakup aspek nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat tersebut maka dianggap perlu untuk menelaah terlebih dahulu dari aspek-aspek pembangun dari cerita rakyat tersebut atau unsur-unsur pembentuk dalaman cerita (unsur intrinsik) rakyat SD. Adapun masalah yang akan dibahas dalam skrisi ini adalah : 1. Struktur Intrinsik apa sajakah yang membangun cerita SD ? 2. Nilai-nilai sosiologi apa sajakah yang terdapat dalam cerita rakyat SD ?
1. 3 Manfaat Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah maka kajian sosiologis dalam cerita rakyat SD secara khusus bertujuan untuk : 1. Mengetahui struktur intrinsik cerita rakyat SD yang terdiri dari tema, alur, latar dan perwatakan.
Universitas Sumatera Utara
2. Mengetahui nilai-nilai sosiologi dalam cerita rakyat SD.
Manfaat yang diharapkan oleh penelitian harus : 1. membantu pembaca untuk memahami unsur-unsur yang membangun cerita rakyat SD. 2. membantu pembaca untuk memahami adanya nilai-nilai sosiologi dalam cerita rakyat SD. 3. memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat diwariskan pada generasi yang akan datang.
1. 4 Anggapan Dasar Suatu
penelitian
memerlukan
anggapan
dasar
yang
dapat
memberikan gambaran arah pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Syah (1997:3), mengatakan ”anggapan dasar adalah titik tolak pemikiran untuk peneyelidikan tertentu, titik tolak yang dapat diterima kebenarannya”. Berdasarkan pemikiran pendapat di atas maka penulis memiliki anggapan dasar bahwa dalam cerita rakyat SD memiliki nilainilai sosiologi dari masyarakat pemilik cerita tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1. 5 Orisinalitas Penelitian Penelitian terhadap cerita rakyat SD ini telah dilakukan oleh Trisna Jayawati
dan
kawan-kawan
yang
bekerjasama
dengan
Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara pada tahun 1997. Dengan menerbitkan naskah cerita rakyat SD. Namun mereka hanya membuat naskah saja, tidak mengkaji lebih lanjut atau menerbitkan hasil penelitian mereka ke dalam buku, melainkan hanya menceritakan kembali cerita tersebut tanpa menganalisis cerita rakyat SD baik dengan pendekatan sastra maupun dengan pendekatan sosiologi sastra. Oleh karena itu, penulis beranggapan bahwa kajian yang penulis kerjakan terhadap cerita rakyat SD merupakan karya ilmiah yang asli (orisinil) dan belum pernah dikaji oleh peneliti manapun. Adapun kajian yang penulis fokuskan adalah nilai-nilai sosiologi yang terkandung di dalam cerita SD.
1. 6 Objek Penelitian Naskah yang menkjadi objek penelitian penulis adalah kumpulan cerita Rakyat Melayu Sumatera Utara yang diteliti oleh Trisna Jayawati, Sulistiati, dan Yeni Mulyani pada tahun 1997 dengan data sebagai berikut : a. Judul Buku
: Cerita Rakyat Selendang Delima
b. Penulis
: Trisna Jayawati, Sulistiati, dan Yeni Mulyani
c. Cover Depan
: Tidak Bergambar Berwarna Merah dan Kuning
d. Cover Belakang : Tidak Bergambar Berwarna Kuning
Universitas Sumatera Utara
e. Tebal Halaman
: 187 Halman
f. Ukuran
: 12 x 17,5
g. Tahun Penerbit
: 1997
h. Penerbit
: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara
1.7 LANDASAN TEORI Untuk membahas tentang struktur dalam teori struktural dan nilainilai sosiologi yang terkandung di dalam cerita rakyat SD digunakan teori pendekatan yaitu teori strukutural dan teori Sosiologi Sastra. Kedua teori
pendekatan tersebut digunakan untuk mengetahui
sekaligus mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terdapat di dalam cerita tersebut. Berikut akan dipaparkan kedua teori pendekatan tersebut.
1.7.1 Teori Struktural Pendekatan Struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha. Pendekatan ini mendapat pengaruh langsung dari teori Saussure yang mengubah linguistik dari pendekatan diakronik
Universitas Sumatera Utara
ke sinkronik. Studi linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya,
melainkan
pada
hubungan
antar
unsurnya.
Masalah unsur dan hubungan antar unsur merupakan hal yang penting dalam pendekatan ini. Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh unsur (pembangunnannya). Disatu pihak, struktur karya satra dapat diartikan sebagai susunan penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams dalam Nurgiyanto, 2001 : 46). Di pihak lain, Struktur karya sastra juga menyarankan pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Secara sendiri, terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur atau bagian-bagian tersebut tidak penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhan wacana. Selain istilah struktural yang terdapat di atas, dunia kesasteraan mengenal istilah struturalisme. Strukturalisme dapat di pandang sebagai salah satu pendekatan kesasteraan yang menekankan pada
Universitas Sumatera Utara
kajian hubungan antar unsur pembangunan karya yang bersangkutan. Jadi
strukturalisme
(disamakan
dengan
pendekatan
objektifnya
Abrams) dapat dipertentangkan dengan pendekatan yang lain, seperti pendekatan mimetik, ekspresif, dan pragmatik (Abrams dalam Teeuw, 1989: 89). Namun di pihak lain, strukturalisme, menurut Hawkes (dalam Nurgiyantoro, 2004: 47), pada dasarnya juga dapat dipandang sebagai cara berfikir tentang dunia yang lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda. Dengan demikian, kodrat setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung di dalamnya. Kedua pengertian tersebut tidak perlu dipertentangkan namun justru dapat dimanfaatkan secara saling melengkapi. Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini, dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik cerita yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasikan dan dideskripsikan, misalnya bagaiman keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Setelah coba dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur dalam menunjang makna keseluruhannya, dan
Universitas Sumatera Utara
bagaimana hubungan antar unsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu. Misalnya, bagaimana hubungan antar peristiwa yang satu dengan yang lain, kaitannya dengan pemplotan yang tidak selalu kronologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan, dengan latar dan sebagainya. Dengan demikian pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan kekaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya sastra, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun yang lebih penting adalah menunjukan bagaimana hubungan anatar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks dan unik, disamping setiap karya mempunyai ciri ke kompleksan dan keunikan tersendiri. Hal ini antara lain yang membedakan antara karya yang satu dengan yang lain. Namun, tidak jarang analisis fragmentaris yang terpisahpisah. Analisis yang demikian inilah yang dapat dituduh sebagai pemisah karya sastra sehingga justru menjadi tidak bermakna.
Universitas Sumatera Utara
Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-unsur dan mikrotes, suatu keseluruhan wacana, interstekstual (Hartoko dan Rahmanto, 1996: 136), Analisis unsur-unsur mikrotes itu misalnya berupa analisis dalam kata-kata kalimat, atau kalimat-kalimat dalam alinea atau konteks wacana yang lebih besar. Namun, ia dapat juga berupa analisis dan hubungan antar unsur satu keseluruhan wacana dapat berupa analisis bab per bab, atau bagian-bagian secara keseluruahan seperti dibicarakan di atas. Analisis relasi intertekstual berupa kajian hubungan antarteks, baik dalam satu periode (misalnya untuk karya-karya sastra Melayu zaman Hindu) maupun dalam periodeperiode yang berbeda (misalnya antar karya-karya sastra Melayu zaman Hindu dengan sastra Melayu zaman Islam). Karena pandangan keotonomian karya di atas, disamping itu juga pandangan bahwa setiap karya sastra memiliki sifat keunikannya tersendiri, analisis terhadap sebuah karya sastra pun tidak perlu dikaitkaitkan dengan karya-karya yang lain. Karya-karya yang lain pun berarti sesuatu yang diluar karya yang di analisis itu. Atau, jika melibatkan karya-karya lain, hal itu sangat bersifat sangat terbatas pada karya-karya tertentu yang berkaitan. Pandangan disini sejalan dengan konsep analisis di dunia strukturalsme linguistik yang
Universitas Sumatera Utara
memisahkan kajian aspek kebahasan pada tataran fonetik, morfomik, sintaksis, antara hubungan paradigmatik dan sintagmatik (Abrams dan Teeuw, 1989: 188). Hal itu bisa dimengerti sebab analisis struktural dalam bidang kesastraan mendasarkan diri pada model strukturalisme dalam bidang lingusitik. Pandangan
diatas
sebenarnya
bukannya
tidak
ada
keuntungannya. Sebab, analisis karya sastra, dengan demikian, tidak lagi membutuhan berbagai ilmu pengetahuan lain sebagai referensi, misalnya dari referensi sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain. Namun
penekanan pada sifat otonomi karya sastra dewasa ini
dipandang orang sebagai kelemahan aliran strukturalisme dan atau kajian struktural. Hal ini disebabkan sebuah karya sastra tidak mungkin dipisahkan sama sekali dari latar belakang sosial budaya dan atau latar belakang sejarahnya. Melepaskan karya sastra dari latar belakang sosial budaya dan sejarahnya, akan menyebabkan karya itu menjadi kurang bermakna, atau paling tidak maknanya menjadi sangat terbatas, atau bahkan makna menjadi sulit ditafsirkan. Hal itu berarti karya sastra menjadi kurang berarti dan bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu, analisis
Universitas Sumatera Utara
struktural sebaiknya dilengkapi dengan analsis yang lain, yang dalam hal ini dikaitkan dengan keadaan sosial budaya secara luas.
1.7.2 Sosiologi Sastra Membicarkan sosiologi sastra adalah membicarakan sampai dimana hubungan antar sosiologi dan sastra, dan membicarakan hasil sastra yang relevan. Sastra tercipta untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan manusia dalam suatu masyarakat. Sebagai sesuatu yang perlu dinikmati, karya sastra harus mengandung keindahan yang berasal
dari
keorisinalitasan
sehingga
dapat
memenuhi
dan
memuaskan kehausan estetis masyarakat penikmatnya. Sebagai suatu yang perlu dipahami, karya sastra memendam kompleksitas yang dapat dimengerti dengan usaha yang sungguh-sungguh dan teliti oleh masyarakat pembacanya. Dengan demikian, untuk mengungkapkan kandungan karya sastra yang dibutuhkan kepekaan yang luar biasa. Sebagai suatu yang perlu dimanfaatkan, karya sastra mengandung nilai berharga yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan manusia. Banyak kehidupan
kenyataan sosial
bermasyarakat.
yang
Kenyataan
dihadapi sosial
itu
manusia
dalam
dapat
berupa
tantangan untuk mempertahankan hidup, kebahagiaan dalam situasi
Universitas Sumatera Utara
keberhasilan, frustasi dalam situasi kegagalan, kesedihan dalam suasana kemalangan, dan lain sebagianya. Kenyataan sosial tersebut muncul sebagai akibat hubungan antar manusia, hubungan antara masyarakat dan hubungan antar peristiwa dalam batin seseorang. Hal diatas senada dengan apa yang disampaikan oleh Damoncy (1984: 4-5) bahwa : Kenyataan sosial tersebut mendapatkan perhatian sang pengarang, baik karena dia menyaksikannya maupun karena dia mengalaminya sendiri. Dengan demikian, sastra, melalui ramuan pengarang, mereflesikan gambaran kehidupan. Namun, tujuan utama sang pengarang bukanlah hanya menampilkan kenyataan sosial atau gambaran kehidupan, melainkan dia hendak menjadikan sastra sebagai resep kehidupan yang mampu menangkal penyakit dan manjur sebagai obat penyembuh. Sastra menjadi peralatan kehidupan manusia. Sastra dengan demikian berperan sebagai : 1. Pelipur lara 2. Ungkapan kekesalan 3. Kritik sosial 4. Kritik, dan 5. Nasehat.
Secara
sosiologi,
sastra
adalah
strategi
(sikap)
untuk
menghadapi situasi yang dialami manusia demi mengembangkan kemasyarakatan, situasi yang dialami manusia demi mengembangkan kemasyarakatan atau kesejahteraan manusia, demi mengembangkan kemasyarakatan atau kesejahteraan manusia itu sendiri sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian, pengarang merupakan ahli strategi.
Universitas Sumatera Utara
Pengarang harus mampu menilai sesuatu dengan tepat dan teliti. Pengarang tidak akan dapat mengetahui dan mengantisipasi masa depan sesuatu dengan tepat, apa yang akan memberikan harapan dan apa yang akan menyuguhkan ancaman, apabila dia tidak mengetahui keadaan sesuatu dengan jelas. Dengan demikian, seorang ahli strategi yang bijaksana tidak akan puas dengan strategi yang hanya memuaskan dirinya sendiri. Pengarang akan waspada terhadap ancaman atau bahaya yang sewaktu-waktu dapat menghadang. Dari uraian diatas dapat dilihat tiga aspek yang saling berhubungan
yaitu
hubungan
antara
sastrawan,
sastra,
dan
masyarakat. Hubungan ini bersifat sosial dan tertuang dalam satu karya sastra sebagai sarana penghubung antar sastrawan dan masyarakat pembaca. Dengan demikian, pembicara ini bersifat sosiologi yang disebut sosiologis sastra. Secara singat dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra adalah studi sosiologis terhadap karya sastra yang membicarakan hubungan dan pengaruh timbal balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat, dengan menitik beratkan pada realitas dan gejala nilai-nilai sosiologis yang ada diantara ketiganya. Dengan batasan seperti itu tampaklah kecenderungan ke arah relasi antara kenyataan yang hidup dalam
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang dirujuk karya sastra tersebut serta sikap budaya dan kreativitas pengarang sebagai seorang anggota masyarakat. Danandjaya (1999: 414) mengungkapkan bahwa : ”berbagai alasan dapat mendorong seseorang untuk menganalisis keadaan sosial suatu masyarakat melalui karya sosial suatu masyarakat melalui karya sastra. Misalnya dengan membaca karangan Ranggawarsito maka ia dapat menemukan suatu khazanah nasehat-nasehat bijaksana mengenai sikap dan perilaku seseorang di dalam masyarakat. Bahkan untuk karya sastra yang semacam itu, sangat relevan untuk mengerti kode etika dan harapan-harapan yang berlaku di dalam masyarakat”. Untuk mengetahui sikap dan perilaku seseorang di dalam suatu masyarakat tertentu, apabila di daerah yang belum dikenal seseorang, maka seseorang itu dapat membaca atau menganalisis karya sastra. Sebab, karya sastra semacam itu akan membicarakan suatu gambaran tentang sikap perilaku masyarakat melukiskan sikap dan perilaku suatu masyarakat pada zamannya. Atau dengan kata lain bahwa karya sastra merupakan pencerminan masyarakat pada zamannya. Pencerminan suatu masyarakat yang dimaksud seperti yang diungkapkan Semi (1984: 55) bahwa : ”Kesusastraan mencerminkan sistem sosial yang ada dalam masyarakat, sistem kekerabatan, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem kepercayaan yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan”. Karena itu, karya sastra hanyalah merupakan cermin dari pengarang semata. Kalaupun pengarang menggambarkan sesuatu keadaan umum masyarakat
Universitas Sumatera Utara
dalam karya sastranya, maka gambaran itu hanyalah karena telah menjadi persoalan pribadinya sendiri”. Sastra sebagai ungkapan pribadi pengarang, juga dikemukakan Sumarjo (1986: 3) yakni : ” sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, penasaran, ide, semangat, dan keyakinan yang dapat membangkitkan gairah pembaca melalui bahasa. Berdasarkan kedua pendapat yang berbeda tersebut, penulis berada diantaranya. Artinya, dari satu sisi, benar bahwa karya sastra merupakan karya individual pengarang dan karena itu tidak harus mencerminkan keadaan suatu masyarakat, pada zamannya. Kalaupun sastra melukiskan keadaan suatu masyarakat, hal itu karena telah menjadi persoalan pribadi pengarang. Akan tetapi, dari sisi lain, benar bahwa karya sastra merupakan pencerminan suatu masyarakat pada zamannya. Dalam hal ini Salleh (1980: 64) berpendapat bahwa : ”Seorang sosiologi dan sastrawan bahwa sosiologi menerima sumbangan sastra, dan begitu pula sastra yakni masalahmasalah sosiologi dapat dijadikan sebagai sarana pengembangan. Sosiologi dapat dijadikan sebagai sarana pengembangan sosiologi”. Dengan demikian, jelaslah bahwa sosiologi dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan sastra, sebab antara sosiologi dan sastra saling menguntungkan. Hanya perlu disadari bahwa karya sastra
Universitas Sumatera Utara
bukanlah merupakan cermin yang didahului pikiran masyarakat zamannya, melainkan karya sastra hanyalah cerminan masyarakat zamannya. Hal ini merupakan bahwa kehadiran sastra mempunyai peranan penting dalam membentuk struktur masyarakat. Pengarang dan karyanya merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka membicarakan sebuah karya sastra. Disatu sisi, pengarang adalah anggota dari kelompok masyarakat yang hidup di tengah-tengah kelompok masyarakat tersebut. Soemarjo (1995: 15) juga menekankan, bahwa kehadiran karya sastra merupakan salah satu wujud pelestarian dari keadaan sosiokultur suatu masyarakat dimana ia tercipta. Lebih jauh lagi Yakub Soemarjo mengatakan ”karya sastra menampilkan wajah kultur zamannya, tetap lebih dari sifat-sifat sastra juga ditentukan oleh masyarakat”. Pendapat Soemarjo di atas didukung pula oleh Semi (1989: 54) yang mengatakan bahwa : a. Konteks Sosial yakni yang menyangkut posisi sosial dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalam faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi si pengarang
Universitas Sumatera Utara
sebagai perseorangan disamping mempengaruhi isi karya sastranya. b. Sastra sebagai cermin masyarakat yang telaah adalah sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat. c. Sosial sastra dalam hal ini telah sampai berada jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial dan sampai berada jauh nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial dan sampai berapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi masyarakat pembacanya. Sosiologi pada sisi lain sebagi ilmu yang berbicara tentang aspek-aspek
kemasyarakatan
selalu
dapat
dimanfaatkan
untuk
pembicaraan sebuah cipta sastra, nilai-nilai sosiologi dalam sebuah karya sastra dapat terwujudkan untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam. Banyak hal-hal yang menjadi fokus pengamatan seorang sastrawan kehidupan pribadinya, lingkungan serta harapan-harapannya menjadi hal yang menarik dalam penelitian sebuah cipta sastra. Kompleks permasalahan itu merupakan hadiah seorang pengarang yang dapat memperluas wawasan pemikiran anggota masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Dengan menggambarkan fenomena dari hasil pengamatan pengarang, masyarakat pembacanya memperoleh hal yang bermakna dalam hidupnya. Pengarang sendiri mendapat sumber dalam aspek-aspek yang membangun keutuhan sebuah cerita adalah menyangkut perwatakan tokoh-tokohnya. Tokoh yang berfikiran primitif akan bertindak sebagai manusia yang modern yang serba luwes. Ciri-ciri perwatakan seorang tokoh selalu berkaitan dengan pengarang, lingkungan dimana dia hidup. Demikian juga menyangkut tipe orang atau tokohnya. Biasanya dalam setiap cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal inilah pengetahuan sosiologi berperna menggunakan isi sebuah karya sastra. Hal diatas didukung oleh pernyataan Damono (1981: 178) yang mengataan : Bahwa sosiologi sastra diaplikasikan pada tulis-tulisan para kritikus sejarahwan sastra yang menaruh perhatian utama pada cara atau keadaan seseorang pengarang dipengaruhi kelas sosialnya, ideologi sosialnya, kondisi ekonominya, profesinya, dan pembaca.
Universitas Sumatera Utara
Waren dalam (Damono, 1996: 84) mengklasifikasikan sosiologi sastra menjadi : Pertama, Sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Kedua, Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri; menjadi pokok penelaan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Ketiga, Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra. Ian Watt dalam (Damono, 1996: 3-4) melihat hubungan timbalbalik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Oleh sebab itu, telaah sosiologi suatu karya sastra akan mencakup tiga hal yaitu : Pertama, konteks sosial pengarang yaitu menyangkut posisi sosial yang mempengaruhi
pengarang
sebagai
perseorangan
disamping
mempengaruhi isi karya sastranya. Kedua, Sastra sebagai cermin masyarakat yaitu sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra yaitu sampai seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur
dan
sekaligus
sebagai
pendidikan bagi
masyarakat
pembaca.
Universitas Sumatera Utara
1.8 METODE PENELITIAN 1.8.1. Jenis Penelitian Metode / jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif, yang oleh Nawawi (1990: 63) diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek/subjek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang ada dan kemudian diinterpretasikan serta dianalisis secara rasional.
1.8.2.Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut : a. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, jurnal penelitian, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian. b. Studi teks, yaitu pengumpulan data melalui naskah yang diteliti setelah terlebih dahulu membaca kemudian menafsirkan nilainilai moral yang terkandung dalam naskah.
Universitas Sumatera Utara
1.8.3.Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, karena penelitian yang digunakan adalah kualitatif maka peneliti bersikap netral sehingga tidak mempengaruhi data. Untuk itu peneliti hanya membaca dan memperhatiakan lalu berusaha menjabarkan atau menginterpretasikan data tersebut untuk dianalisis sehingga dapat memberikan kesimpulan setelah dilakukan pengecekan ulang atas data tersebut. Informasi dan data yang diperoleh dari naskah disusun secara sistematis dan dikategorisasikan, selanjutnya informasi tersebut di desain sesuai dengan bagian-bagian yang telah ditentukan sehingga dapat menghasilkan sebuah laporan penelitian yang integretatif dan sistematis.
Universitas Sumatera Utara