BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Isu kekerasan pada anak-anak (children abused) sebagai bagian dari
ketidakadilan gender bukan merupakan hal baru lagi. Praktik kejahatan tersebut sudah ada sejak lama dan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Kini, salah satu bentuk kekerasan pada anak yang paling marak terjadi adalah kekerasan seksual. Meskipun sudah banyak hal yang dilakukan untuk memberantas hal tersebut, jumlah korban pelecehan anak–anak masih sangat banyak. Hingga tidak dapat diketahui pasti jumlahnya. Kekerasan anak meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran. UNICEF mendefinisikan bahwa kekerasan terhadap anak adalah semua bentuk perlakuan salah secara fisik dan emosional, penganiayaan seksual, penelantaran, atau eksploitasi atau lainnya yang mengakibatkan gangguan nyata potensial terhadap perkembangan, kesehatan, dan kelangsungan hidup anak ataupun terhadap martabatnya dalam konteks hubungan yang bertanggung jawab, kepercayaan, atau kekuasaan.
2
Kekerasan memiliki bermacam-macam bentuk, antara lain kekerasan verbal dan emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan fisik (Murray, 2007). Berikut adalah masing-masing bentuk kekerasan yang dapat terjadi, yaitu: a. Kekerasan Verbal dan Emosional Kekerasan verbal dan emosional adalah ancaman yang dilakukan kepada orang lain melalui perkataan maupun mimik wajah. Kekerasan ini seringkali disebut level awal dan merupakan gerbang menuju kekerasan fisik ataupun seksual (Murray, 2007). Contoh kekerasan ini antara lain nama
panggilan
yang
merendahkan,
membatasi
waktu
bersama
keluarga/teman, selalu menyalahkan, membuat orang lain merasa tidak aman, mengancam, mempermalukan di depan umum, menginterogasi, merusak barang yang berharga bagi orang lain. b. Kekerasan Seksual Kekerasan seksual adalah pemaksaan untuk melakukan kegiatan atau kontak seksual sedangkan salah satu pasangan tidak menginginkannya (Murray, 2007). Kekerasan ini menjadi level kedua dalam kekerasan. Bentuknya antara lain pemerkosaan, sentuhan atau ciuman paksa, penggunaan kekerasan dalam berhubungan seksual. c. Kekerasan Fisik Kekerasan fisik adalah perilaku berbahaya yang mengakibatkan pasangan terluka secara fisik (Murray, 2007). Bentuk kekerasan ini antara lain
3
memukul, menampar, menendang, menarik rambut, mendorong, dan lain sebagainya. Kekerasan bagimanapun bentuknya dapat membawa dampak negatif dalam segi apapun. Kelly dalam Violence in Dating Relationship(2006) menjelaskan beberapa dampak kekerasan, antara lain: a. Dampak Fisik Kekerasan dalam pacaran dapat mengakibatkan luka dibagian wajah, tulang, dan bagian tubuh lainnya. AIDS, penyakit menular seksual, dan bahkan kematian. b. Dampak Psikologis 1. Fear Ketakutan adalah perasaan yang paling dominan yang dirasakan oleh korban, dan akan membayangi hampir dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan. Ketakutan juga dapat mengakibatkan insomnia atau mimpi buruk yang berkelanjutan. 2. Low Self-Esteem Kekerasan yang dialami oleh korban dapat menurunkan atau bahkan menghancurkan self esteem. Self esteem yang rendah menyebabkan seseorang memiliki emosi yang tidak stabil, bereaksi negatif terhadap peristiwa hidup, muram, dan tidak ada semangat untuk menjalani kehidupannya Hogg dan Vaughan (2002:136-137). 3. Internalization of Oppression
4
Korban kekerasan akan memandang diri mereka sebagai pihak yang inferior karena terus mendapatkan tekanan dari pasangannya. 4. Internalized Blame Korban kekerasan seringkali percaya bahwa merekalah yang menyebabkan kekerasan terjadi, karena kesalahan yang mereka lakukan. 5. Helplesness Perasaan tidak berdaya yang dirasakan korban akibat kekerasan yang dialami dapat mengarahkan pada kepercayaan bahwa mereka tidak mampu untuk mengubah situasi. 6. Isolation Korban kekerasan beresiko tinggi kesulitan mendapatkan bantuan dari orang lain. Hal ini disebabkan karena pelaku yang mengatur kehidupan korban. 7. Mood Swings Korban kekerasan rentan mengalami ketidakstabilan emosi, dan mood yang akan cepat berubah. Tindakan kekerasan secara fisik seperti memukul, menampar, menendang, pukulan yang menyebabkan luka ringan maupun parah yang dapat melukai pasangan, kata-kata kasar, bentakan, ancaman dengan senjata dan lain sebagainya (Jackson, 2007). Dampak lain juga muncul dalam kesehatan mental korbannya, meliputi berbagai gejala dan jenis seperti depresi, kecemasan, psikosomatis (Coker et al, 2002 dalam Shelby & Lohman, 2007)
5
Efek psikologis lain sebagai dampak kekerasan antara lain kehilangan kontrol diri, rasa malu yang besar, perasaan tidak berdaya, perasaan terhina, marah, shock, ketidakadilan, ketakutan, dan meningkatnya kesadaran akan kematian (Kahn, 1984 dalam Ainsworth, 2000). Kekerasan seksual tidak hanya sering terjadi terhadap anak normal. Anak–anak penderita tuna rungu dan tuna wicara juga sering menjadi korban kekerasan seksual. Terlebih lagi mereka tidak bisa mengungkapkannya karena kesaksian seorang anak tuna rungu dan tuna wicara selalu diragukan. Ketidakadilan ini memicu protes dari berbagai pihak. Atas protes ketidakadilan tersebut muncullah gerakan perempuan yang menuntut adanya persamaan dengan kaum yang menjadi oposisinya(laki–laki) (Matsui: 2002: 29). Gerakan tersebut adalah feminisme. Feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak dan derajat perempuan sepenuhnya sehingga dapat setara dengan laki–laki (KBBI: 2001: 315). Sejalan dengan pengertian tersebut, Geofe (1986: 837) juga menganggap feminisme sebagai gerakan menuntut persamaan hak dan derajat antara laki laki dan perempuan dibidang politik, ekonomi dan sosial. Feminisme lahir menjadi sebuah ideologi pembebasan perempuan dari ketidakadilan yang menimpa perempuan. Seiring perkembangannya, fenomena kekerasan seksual pada anak–anak terjadi tidak hanya dalam dunia empiris, namun juga di dunia literer; karya sastra. Karya sastra adalah seni kreatif yang digunakan pengarang sebagai tempat untuk menuangkan gagasannya. Karya sastra juga menjadi tempat pengarang untuk merespon fenomena yang muncul di sekitarnya. Penulisan karya sastra tidak terlepas dari latar budaya sosial
6
sastrawan saat menulis (Rampan, 1984: 15). Dengan demikian, karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya, termasuk film Silenced (도가니 ) karya Kong Ji Young . Film tersebut dibuat berdasarkan novel dengan judul yang sama. Film tersebut adalah salah satu karya sastra yang menceritakan ketidakadilan yang menimpa penderita tuna rungu dan tuna wicara. Film Silenced (도가니 ) menceritakan tentang tiga orang murid asrama sekolah dasar khusus penderita tuna rungu dan tuna wicara yang mengalami pelecehan seksual dan kekerasan fisik oleh guru dan kepala sekolahnya sendiri. Dalam film ini, banyak diceritakan penderitaan–penderitaan yang dialami tiga orang murid tersebut sehingga terdapat perlawanan–perlawanan dari orang–orang sekitar yang diduga sebagai ide feminis untuk mengakhiri tindakan tersebut. Oleh karena itu, film Silenced (도가니 ) akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini. Di mana pun kekerasan seksual terhadap anak–anak terutama yang dialami penderita tuna rungu dan tuna wicara selalu menjadi topik yang sensitif. Dalam film Silenced (도가니 ) si pengarang, Kong Ji Yong, membuat skenario sesuai dengan kisah aslinya. Film Silenced (도가니 ) merupakan sebuah film yang terinspirasi dari kisah nyata yang terjadi di Gwangju, Korea Selatan, pada tahun 2000. Kisah ini mulanya di tulis dalam bentuk novel pada tahun 2007 oleh Kong Ji Yong dan kemudian di filmkan
7
pada tahun 2011. Kong Ji Yong merupakan seorang novelis Korea Selatan yang lahir pada tahun 1963. Novel Silenced (도가니 ) ini berhasil membawa dampak yang besar terhadap masyarakat Korea Selatan dalam urusan hukum yang berkaitan dengan penyandang cacat. Namun, ketika film adaptasi ini mencapai box office dan membuat seluruh rakyat Korea meminta keadilan atas hukum bagi penyandang cacat, Partai Grand Nasional di Korea Selatan mencela Kong dan mengatakan bahwa Kong membuat novel dan film ini hanya untuk kepentingan politik saja. Kong tidak peduli dengan komentar tersebut. Ia justru semakin memamerkan kehebatannya dalam menulis novel, puisi, dan film. Novel ini sangat menarik hingga produser Korea, Uhm Yong-Hun, Bae Jeong Min,dan Na Byung-Joon merasa tertarik untuk memfilmkannya. Film ini di sutradai oleh Hwang Dong Yuk ini dibintangi Goong Yoo sebagai tokoh utama laki laki dan 3 bintang cilik Kim Hyun soo, Jung In Seo, dan Baek Seung Hwan. Film yang diliris resmi tanggal 22 September 2011 ini berhasil mencapai box office dengan pendapatan total $30.732.856. Alasan dipilihnya film Silenced (도가니 ) diteliti dengan kritik sastra feminis adalah sebagai berikut. Pertama, tokoh–tokoh perempuan dan anak–anak mendominasi penceritaan dan memiliki relasi kuat dengan tokoh laki–laki. Kedua, film Silenced (도가니 ) memunculkan permasalahan kekerasan terhadap tokoh perempuan dalam hal ini anak–anak sehingga dianggap perlu untuk dianalisis dengan menerapkan kritik sastra
8
feminis radikal sebagai alat analisis. Ketiga film ini berdasarkan pada kisah nyata yang terjadi di Gwangju, Korea Selatan. Sehingga memiliki akurasi data faktual dan merupakan cermin realitas sosial di Korea Selatan. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan, masalah pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskkan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah identifikasi tokoh profeminisme dan kontrafeminisme dalam film Silenced (도가니 )? 2. Apa sajakah bentuk kekerasan verbal, fisik, dan seksualyang diterima oleh tokoh profeminisme dalam film Silenced (도가니 )? 3. Apa sajakah ide–ide feminis yang keluar dalam film Silenced (도가니 )?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai 3 tujuan yaitu, pertama mengidentifikasikan tokoh profeminisme dan tokoh kontrafeminisme dalam film Silenced (도가니 ).Kedua mengetahui bentuk-bentuk kekerasan verbal, fisik, dan seksual yang dialami tokoh profeminisme dalam film. Ketiga, mengetahui ide–ide feminis yang keluar sebagai bentuk perlawanan terhadap kekerasan seksual dalam film Silenced (도가니 ).
9
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat Teoretis dalam penelitian ini adalah menambah pengetahuan dan wawasan terhadap kasus kekerasan seksual dalam karya sastra. Serta menambah penerapan kritik sastra feminisme dalam karya sastra Korea khususnya film. Sedangkan manfaat praktis dalam penelitian ini adalah menambah pengetahuan terhadap masyarakat luas tentang perjuangan melawan kekerasan seksual dalam karya sastra dan menambah pengetahuan kepada pembaca dan penikmat sastra untuk lebih mengerti dan mengapresiasi karya sastra sebagai suatu karya yang bermanfaat bagi semua pihak.
1.5
Tinjauan Pustaka Sampai laporan penelitian ini ditulis, penelitian dengan menggunakan film Silenced (도가니 ) karya Kong Ji Yong sebagai objek penelitian masih sedikit dilakukan. Penelitian yang ada berupa skripsi dengan pendekatan kritik sastra feminis akan tetapi dengan objek penelitian yang berbeda, yaitu skripsi Dian Saraswati yang berjudul Kekerasan pada Tokoh Perempuan dalam Novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto: Analisis Kritik Sastra feminis. Skripsi ini meneliti tentang bentuk bentuk kekerasan yang diterima korban karena kemolekan wajah dan fisiknya.
10
Berdasarkan tinjauan pustaka, sejauh pengamatan penulis film Silenced (도가니 ) belum pernah dianalisis menggunakan kritik sastra feminis maupun yang lain. Analisis dengan menggunakan pendekatan ini membahas adanya tindak kekerasan yang dialami tokoh perempuan. 1.6
Landasan Teori Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan, maka dalam penelitian ini digunakan metode kritik sastra feminisme. Kritik tersebut digunakan
untuk
mengungkapkan
bentuk–bentuk
perlawanan
terhadap
kekerasan yang dialami wanita, khususnya dalam film Silenced (도가니 ). Oleh karena itu ide–ide feminis yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan usaha untuk mengakhiri ketidakadilan gender yang ada dalam film Silenced (도가니 ).
Sementara itu ide ide feminis yang ada dalam novel ini juga merupakan bentuk respons atas realitas sosial tentang kekerasan pada wanita dan anak–anak terutama kekerasan seksual. Mengingat penelitian ini menggunakan karya sasta sebagai objeknya, maka teori feminis yang digunakan berhubungan dengan kritik sastra feminis. Akan tetapi sebelum membahas kritik sastra feminis, akan terlebih dulu dibahas feminisme. Hal itu disebabkan
kritik sastra feminis
merupakan kritik sastra yang muncul akibat adanya gerakan feminis yang tersebar ke berbagai bidang (Suharto, 2005 : 11)
11
Pada awalnya feminisme muncul atas ketidakpuasan terhadap sistem patriarki dalam masyarakat. Oleh karena itu sebelumnya perlu dijelaskan mengenai konsep patriarki, jenis kelamin dan gender untuk memudahkan pembicaraan lebih lanjut. Patriarki adalah sistem sosial yang mana laki–laki memegang kekuasaan atas semua bidang penting dalam masyarakat (Bhasin, 1995: 25).Selanjutnya jenis kelamin adalah penyifatan atau pembagian dua jenis manusia yang ditentukan secara biologis, yang melekat pada jenis kelamin tertentu (Fakih, 2008:8). Secara biologis alat–alat yang dimiliki wanita dan laki– laki tidak dapat dipertukarkan dan secara permanen tidak dapat dirubah. Hal tersebut merupakan hal yang ada secara biologis dan merupakan ketentuan Tuhan atau kodrat. Berbeda dengan jenis kelamin, gender adalah sifat yang dimiliki oleh laki–laki dan wanita yang dibentuk dari lingkungan dan sosial. Sehingga lahir anggapan tentang peran sosial dan peran budaya laki–laki dan wanita (Fakih, 2008:8-10). Dalam perkembangannya ternyata perbedaan gender menimbulkan beberapa masalah yang akhirnya menimbulkan manifestasi ketidakadilan gender. Bentuk bentuk ketidakadilan tersebut antara lain menjadikan wanita pihak ke dua dalam berbagai
bidang. Marginalisasi atau pemiskinan ekonomi,
subordinasi atau anggapan tidak penting perempuan dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau pelabelan negatif terhadap wanita, terjadinya kekerasan pada wanita, dan terdapat peran gender terhadap perempuan (Fakih, 2008:76-79), oleh karena itu muncul gerakan feminis. Feminisme menurut
12
Geofe (1986: 837) adalah gerakan menuntut persamaan hak dan derajat antara laki laki dan perempuan dibidang politik, ekonomi dan sosial. Inti tujuan gerakan feminisme adalah menyamakan derajat pria dan wanita. Selanjutnya Tong (2006 : 2) juga berpendapat bahwa feminisme adalah gerakan perempuan yang muncul dalam karakteristik yang berbeda. Hal tersebut disebabkan perbedaan asumsi dasar yang memandang persoalan–persoalan ketidakadilan gender. Oleh karena itu beberapa alira yang muncul adalah feminisme liberal, feminisme radikal, feminis marxis, feminisme sosialis, eco feminisme, post modern feminisme, feminisme psikoanalisis dan feminisme ekstensialis. Dalam penelitian kali ini akan digunakan teori kritik sastra feminisme sosialis. Kritik sastra feminis sosialis adalah kritik sastra yang beranggapan bahwa akar penindasan perempuan adalah sistem ekonomi kapitalisme secara total, tidak hanya pada kepemilikan alat produksi. Hal inilah yang menempatkan perempuan sebagai penduduk kelas dua dalam masyarakat kapitalisme patriarki. Laki-laki mempunyai kepentingan material khusus dalam mendominasi perempuan dan laki-laki mengonstruksikan sebagai tatanan institusional untuk melanggengkan dominasi tersebut (Humm,2002:447-448). Feminis ini juga berpendapat bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi di kelas manapun, bahkan revolusi sosialis tidak menaikkan posisi perempuan. Atas dasar itu, mereka menolak feminisme marxis yang meletakkan eksploitasi ekonomi sebagai dasar penindasan gender. Feminisme sosialis berpendapat bahwa analisis patriarki harus digabungkan dengan analisis kelas. Dengan
13
demikian, kritik terhadap eksploitasi kelas dari sistem kepitalisme harus dilakukan pada saat yang sama dan disertai sistem ketidak adilan gender (Fakih, 1996:95). Kritik sastra feminis sosialis juga mengevaluasi konsep penindasan yang terinternalisasi. Feminis sosialis juga menjelaskan sebab perempuan tampak berkolusi dengan subordinasi mereka sendiri dan mengabaikan peluang nyata untuk menolak penindasan baik secara individual maupun kolektif (Humm, 2002:449). Hal ini disebabkan oleh cara patriarkat mengkonstruksikan psikologi perempuan dan laki-laki. Perempuan akan terus menjadi subordinasi laki-laki sehingga pemikiran perempuan tidak setara dengan laki-laki (Tong, 2006:177). Feminisme sosialis bergerak untuk membebaskan perempuan melalui perubahan struktur patriarki. Tujuan perubahan struktur ini adalah pencapaian kesetaraan gender. Dengan terwujudnya kesetaraan gender maka tercipta masyarakat tanpa kelas atau hierarki horizontal. Yang dikerjakan pertamakali oleh feminisme sosialis adalah menyadarkan perempuan bahwa mereka adalah kaum tertindas. Penyadaran itu dilakukan dengan cara membangkitkan emosi perempuan untuk mengubah keadaannya. Emosi yang timbul karena adanya ketidakadilan akan memicu konflik dengan kelompok dominan. Proses penyadaran ini penting karena feminis sosialis berpendapat masih banyak perempuan yang tidak sadar bahwa mereka adalah kaum tertindas. Apabila mereka sadar akan adanya penindasan, perempuan akan menjadi peka gender
14
yang pada akhirnya akan terjadi kesetaraan gender (Juliasih, Kusharyanto, 2009:151-152) Menurut Edward Carpenter dan Havekick Ellis (via Gamble, 2010) dalam sebuah hubungan kekuasaan dan bahwa seksualitas laki-laki dan perempuan berada dibentuk melalui hubungan material atas kekuaan dan ketidaberdayaan. Hal ini menjadi acuan bahwa pola dominasi laki-laki dan kepatuhan perempuan menyebabkan terjadinya kekerasan seksual. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menggunakan analisis kritik sastra feminis sosialis. Hal ini disebabkan film Silenced tidak terlepas dari konsep feminis sosialis sebagai pendekatan analisis. Analisis film Silenced dengan kritik sastra feminis sosialis bertujuan untuk membongkar tindak kekerasan yang diterima tokoh perempuan akibat dominasi tokoh laki-laki. Dalam kaitannya dengan film, wanita tidak lebih hanya sebagai pemuas nafsu laki-laki yang akhirnya berujung pada tindak kekerasan. 1.7
Metode Penelitian Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pengumpulan data kualitatif, yaitu kepustakaan. Penulis menggunakan lirik lagu sebagai objek penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Adapun langkah kerja dan tahap analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
15
1. Menentukan objek penelitian, yaitu film Silenced (도가니 ) karya Kong Ji Yong yang diterbitkan pada tahun 2011. 2. Melakukan studi pustaka dengan mencari dan mengumpulkan bahan yang relevan dengan penelitian. 3. Mengidentifikasi
dan
menganalisis
tokoh
profeminisme
dan
kontrafeminisme dalam film Silenced (도가니 ). 4. Mengidentifikasi dan menganalisis kekerasan terhadap tokoh perempuan dan anak–anak dalam film Silenced (도가니 ). 5.
Mengidentifikasi dan menganalisis bentuk–bentuk feminisme dalam film Silenced (도가니 ).
6. Menarik kesimpulan. 7. Menyajikan hasil penelitian dalam bentuk laporan penelitian. 1.8
Sistematika Penyajian Laporan penelitian ini terdiri dari empat bab. Pembagian bahasan tiap tiap bab tersebut adalah sebagai berikut. Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari (1) latar belakang penelitian, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) tinjauan pustaka, (5) landasan teori, (6) metode penelitian dan (7) sistematika penyajian.
16
Bab II memuat identifikasi tokoh-tokoh pro dan kontrafeminisme dalam film Silenced (도가니 )
Bab III memuat bentuk–bentuk kekerasan yang dialami oleh tokoh profeminisme dalam film Silenced (도가니 ) yang terdiri dari (1) kekerasan verbal dan fisik, (2) kekerasan seksual Bab IV memuat bentuk bentuk ide feminis yang terdapat dalam film Silenced (도가니 ).
Bab V merupakan kesimpulan.