BAB I PENDAHULUAN
I.
Judul Penelitian ‘Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Petani dalam Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian System of Rice Intensification (SRI)‟
II.
Alasan Pemilihan Judul a. Aktualitas Pembangunan nasional merupakan sebuah langkah yang ditempuh oleh
pemerintah maupun pihak swasta dalam meningkatkan kapasitas masyarakat Indonesia. Pembangunan nasional tidak hanya berupa pembangunan secara konvensional melainkan perbaikan kualitas sumber daya yang ada. Kondisi perekonomian masyarakat Indonesia dapat dikatakan belum para taraf sejahtera. Khusus kehidupan para petani saat ini, tingkat kesejahteraan petani rendah serta kemiskinan petani meningkat.Petani merupakan salah satu aktor penting dalam pengendali pangan rakyat Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ternyata belum mampu memecahkan masalah serta mengangkat petani dari kemiskinan. Sektor pertanian dapat dikatakan survive atau hidup kembali apabila pendapatan petani telah
meningkat dan kesejahteraannya membaik. Seluruh
energi perlu diarahkan pada peningkatan kesejahteraan petani serta sektor pertanian dan pedesaan umumnya. Indikator ini memang merupakan perpaduan
1
antara kinerja kuantitatif berupa berkurangnya angka kemiskinan, terutama di pedesaan dan angka-angka kinerja kualitatif berupa rumusan kebijakan yang seluruhnya mengacu pada posisi sektor pertanian dalam kebijakan pembangunan ekonomi. Saat ini terdapat 36 juta penduduk miskin atau 17 % dari total penduduk Indonesia. Lebih dari 15 juta orang miskin tersebut berada di daerah pedesaan dan umumnya terlibat atau berhubugan dengan sektor pertanian. Sebagian besar 72 persen dari kelompok petani miskin adalah pertanian pangan (Data BPS,2004). Kehidupan petani di Indonesia tidak hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan berbagai aspek penting penunjang pertanian. Sistem pengelolaan pertanian menjadi pilar penting bagi perbaikan kualitas pangan di Indonesia. Berbagai pakar ahli mulai mencanangkan sebuah inovasi-inovasi baru yang menunjang sistem produksi pertanian petani demi meningkatkan produktivitas hasil panen. Penyebaran inovasi terhadap masyarakat itu penting dan bukan merupakan pekerjaan yang mudah, melainkan membutuhkan proses panjang yang akhirnya berada pada tahap konsekuensi terhadap penyebaran inovasi (difusi). Menurut Hanafi (1987), sikap pengambilan keputusan baik menerima maupun menolak hadirnya inovasi salah satu tahapan yang penting yang harus dilakukan oleh para agen perubahan. Penggunaan metode konvensional sudah dianggap mendarah daging dikehidupan petani kini. Konsumsi pupuk kimia pada pertanian sudah membelenggu hingga sulit untuk ditinggalkan. Berbagai keuntungan memang secara langsung didapatkan akan penggunakan pupuk kimia tersebut dari jumlah kuantitas yang mereka dapatkan jauh lebih banyak serta metode yang diterapkan 2
sangat praktis. Kondisi seperti itulah yang seharusnya dirubah, mengubah pola pikir petani kini menjadi tanggung jawab semua pihak, tidak hanya tugas pemerintah melainkan para stakeholder terkait. Teknologi pertanian muncul sebagai inovasi baru dan alternatif bagi petani guna memperbaiki kondisi pertanian Indonesia. Metode pertanian organik dianggap mampu menjawab permasalahan petani dalam upaya peningkatan produktivitas pertanian. Metode pertanian organik yang saat ini berkembang di Indonesia adalah metode pertanian System of Rice Intensification (SRI). SRI merupakan metode pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, mulai dari zona perakaran sampai hasil panen. Metode SRI merupakan sebuah inovasi baru dalam teknik budidaya padi untuk meningkatkan kualitas padi yang baik dan sehat. Awal mula perkembangan SRI di kembangkan di Madagaskar awal tahun 1980 oleh Henri de Lauline, seorang pastur jesuit yang lebih dari 30 tahun hidup bersama para petani-petani disana. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Good Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina dalam memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. Hasil menunjukan positf setelah dilakukan dan diterapkam di sejumlah negara seperti Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh. Metode SRI ini mengembangkan teknik manajemen yang berbeda atas tanaman, taanah, air dan nutrisi.
3
Tabel 1.1 Perbandingan Pertumbuhan Padi antara Metode Tradisional dengan Metode SRI. MetodeTradisional Rumpun/m2 Tanaman/rumpun Batang/rumpun Malai/rumpun Bulir/malai Bulir/rumpun Hasil panen (t/ha) Kekuataan akar (kg)
Rata-rata 56 3 8,6 7,8 114 824 2,0 28
Kisaran 42-65 2-5 8-9 7-8 101-130 707-992 1,0-3,0 25-32
Metode SRI Rata-rata 16 1 55 32 181 5,858 7,6 53
Kisaran 10-25 1 44-74 23-49 166-212 3,956-10,388 6,5-8,8 43-69
Keterangan : Data dalam metode tradisional dihitung dari 5 pecahan lahan di areal yang berdekatan. Data dalam metode SRI merupakan rata-rata dan kisaran dari 22 plot uji coba (Data diambil dari thesis S2 Joelibarison, 1998 dalam Dawn Berkelaar, 2001)..
Hasil metode SRI sangat memuaskan (lihat Tabel 1.1).Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha.Sedangkan, di daerah lain selama 5 tahun, ratusan petani memanen 8-9 ton/ha. Metode SRI mulai dipelajari oleh petani guna memberikan hasil panen yang jauh lebih tinggi dengan pemakaian bibit dan input kebutuhan air yang lebih sedikit dari pada metode yang lebih modern (pemakaian pupuk dan asupan kimiawi lain).Metode ini mengembangkan teknik manajemen yang berbeda atas tanaman, tanah, air dan nutrisi. Penggunaan metode SRI tanpa menggunakan
4
bahan kimia, baik dalam proses awal hingga hasil panen menjadi sebuah inovasi baru dibidang pertanian. Penggunaan metode SRI meningkatkan produktivitas hasil panen padi yang signifikan, serta memiliki kualitas yang lebih baik menjadi alasan petani mengadopsi inovasi tersebut. Munculnya program SRI diharapkan mampu menjadi pendorong bagi para petani, khususnya di Dusun Watu agar dapat meningkatkan kinerja serta mampu mengubah pola pikir bertanam sehat untuk mewujudkan pertanian yang selaras dengan alam (Back to Nature). Tujuan pelaksanaan program tersebut tak lain untuk memberdayakan para petani dalam mengelola pertanian mereka, memperbaiki cara bertani, meningkatkan hasil produksi serta mewujudkan keluarga tani yang sehat dan sejahtera. b. Orisinalitas Metode SRI adalah merupakan salah satu metode pertanian yang tidak baru di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Metode SRI melalui pertanian organik merupakan salah satu alternatif perbaikan mutu kualitas padi. Metode SRI ini mulai diterapkan dan menjadi salah satu program andalan CSR PT. Pertamina Rewulu, untuk mewujudkan pertanian yang selaras dengan alam. Penerapan metode tersebut sesuai dengan kondisi pertanian di Dusun Watu, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul ini secara geografis yang mampu meningkatkan kualitas pertanian. Melalui program pemberdayaan CSR PT. Pertamina Rewulu diharapkan para petani memiliki kemandirian dalam mengelola petanian mereka dengan baik.
5
Setelah peneliti melakukan pencarian terhadapn riset terdahulu, ditemukan salah satu riset yang terkait dengan kajian peneliti. Seperti jurnal dengan judul „Persepsi dan Tingkat Adopsi Petani Padi Terhadap Penerapan System of Rice Intensification (SRI) di Desa Bukit Peninajuan I, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma‟ oleh Andi Ishak dan Afrizon, Informatika Pertanian (2011). Penelitian tersebut dapat dijelaskan penulis menggunakan beberapa variabel bebas dalam mengukur tingkat adopsi inovasi terhadap program (Y) seperti umur (X1), tingkat pendidikan (X2), luas penguasaan lahan (X3) dan tingkat pendapatan (X4). Hasil penelitian tersebut ialah persepsi petani terhadap SRI pada skor „Baik‟ dengan rata-rata skor 92,86 , tingkat adopsi teknologi SRI sebesar 69,23 % petani mengadopsi teknologi SRI sesuai anjuran, namun dari 6 komponen teknologi hanya jarak tanam dan pengairan yang telah umumnya diadopsi sesuai anjuran. Sedangkan adopsi petani terhadap teknologi SRI tidak dipengaruhi oleh variabel bebas. Tidak jauh berbeda dengan jurnal yang telah diteliti oleh Ridwan,H.K, dkk (2010) dengan judul ‘Adopsi Inovasi Teknologi Pengelolaan Terpadu KebunJeruk Sehat (PTKJS) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur‟. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa inovasi teknologi PTKJS dari komponen teknologi, seperti penggunaan bibit unggul berlabel bebas penyakit, konsolidasi pengelolaan kebun, dan subkomponen teknologi, seperti penggunaan perangkap kuning, penyiraman tanah dengan insektisida, penggunaan sex feromon, pemberongsongan, penyulaman dengan bibit berlabel, pemangkasan, penyiraman tanaman, dan pemanenan secara benar, tidak diadopsi oleh sebagian besar petani 6
jeruk di Kabupaten Ponorogo. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Endrit Pou, dkk (2006) dengan judul penelitian „Tingkat Adopsi Inovasi Petani terhadap Teknologi Budidaya Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt) di Kelurahan Borongloe, Kecamatan Bontomaranna, Kabupaten Gowa‟. Penelitian yang dilakukan oleh Endrit ini berfokus pada adopsi petani terhadap komponen yang ada dalam teknologi budidaya jagung manis. Terlihat hasilnya bahwa tingkat adopsi inovasi petani untuk penyiapan benih unggul berada pada kategori cukup (72,96%), penyiapan lahan pada kategori kurang (43,33%), penanaman pada kategori baik (87,22%), pemeliharaan pada kategori kurang (46,22%). Perlindungan tanaman pada kategori kurang (45,00%), panen pada kategori baik (91,11%). Rendahnya tingkat adopsi teknologi disebabkan karena rata-rata tingkat pendidikan rendah, kurangnya bimbingan dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), kurangnya modal untuk membiayai usaha taninya, serta kurangnya sumber infromasi. Untuk meningkatkan tingkat adopsi petani,maka perlu dilakukan upaya-upaya melalui peningkatan intensitas dan kualitas penyuluhan dengan metode, teknik dan media yang sesuai dengan kondisi petani. Penelitian terkait adopsi inovasi juga dilakukan Rudi Priyadi dan Rina Nuryati (2007) dengan judul penelitian “Adopsi Teknologi M-Bio Sebagai Peningkatan
Produksi
Pertanian
Berkelanjutan”.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa sebagai besar petani di Desa Setiawaras umumnya telah melaksanakan usaha budidaya tanaman pada organik dengan mengadopsi M-Bio yang dipadukan dengan SRI. Adopsi Teknologi ini telah mampu meningkatkan
7
produktivitas usaha budidaya tanaman padi yang dilakukan petani sebesar 10-15 persen. Perbedaan penelitian daalm mengukur orisinalitas, peneliti akan fokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi program SRI.Faktor-faktor yang peneliti ambil diantaranya terdapat beberapa variabel. Variabel bebas : karakteristik sosial ekonomi petani (X1), persepsi sifat inovasi (X2), tingkat akses informasi (X3), dan variabel terikat yaitu tingkat adopsi inovasi metode System of Rice Intensification (SRI) (Y).
c. Relevansi Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) merupakan cabang dari ilmu sosial yang mempelajari berbagai aspek kehidupan sosial dalam masyarakat yang begitu kompleks dengan berbagai permasalahan serta bagaimana mendapatkan solusinya. Salah satu konsentrasi dari Jurusan Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan
yakni
Community Development
atau
pemberdayaan
masyarakat.Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mewujudkan pemberdayaan petani dengan pendekatan pembangunan yang dianggap dapat menjawab problematika kehidupan petani di Indonesia. Melalui skema pemberdayaan petani melalui program SRI tersebut menjadi tolak ukur dalam meningkatkan kapasitas para petani di Dusun Watu, Desa Argomulyo. Melalui penerapan dan pembelajaran metode tersebut dapat diupayakan program tersebut dapat diadopsi oleh seluruh para petani.
8
Oleh karena itu, melalui program SRI tersebut dapat merubah cara berfikir dan perilaku petani sehingga mereka mandiri dan produktif dalam memenuhi kebutuhannya melalui perwujudan potensi yang dimiliki. III.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan potensi alamnya
seperti pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan. Kondisi alam tersebut tentu saja memberikan peluang besar bagi
masyarakat Indonesia dalam
mengembangkan potensi alam yang ada untuk aktivitas ataupun kegiatan yang berhubungan dengan pertanian. Didukung kondisi wilayah geografisnya, Indonesia salah satu negara yang memiliki luas areal pertanian dengan kondisi tanah yang terbilang sangat subur dan produktif, sehingga pertanian sangat cocok untuk dikembangkan di Indonesia. Pertanian adalah merupakan sebuah aktivitas sehari-hari yang sangat dibbutuhkan oleh setiap manusia dalam
pemenuhan
kebutuhan pangan serta upaya mempertahankan hidupnya. Kebutuhan pangan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan peduduk. Hal tersebut secara tidak langsung berpengaruh besar terhadap kebijakan yang terkait dengan program pangan. Mayoritas penduduk Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Permasalahan yang dihadapi untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok adalah meningkatkan ketersediaan beras bagi penduduknya. Sementara itu, upaya peningkatan produksi beras saat ini juga terganjal oleh berbagai kendala, seperti konvensi lahan sawah subur, kondisi iklim yang tak menentu serta penurunan kualitas sumber daya lahan. Sistem produksi padi juga sangat rentan terhadap peyimpangan iklim. Kebutuhan beras yang terus 9
meningkat serta peningkatan kualitas beras saat ini perlu adanya terobosan teknologi budidaya yang mampu memberikan nilai tambah dan meningkatkan efisiensi usaha pertanian. Upaya untuk meningkatkan efisiensi usaha pertanian terhambat karena muncul beragam persoalan yang cukup kompleks dalam pertanian. Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan dan terus-menerus mengakibatkan penurunan kualitas tanah akibat pencemaran pestisida kimia. Tentu saja berdampak buruk terhadap kualitas benih padi yang ditanam petani. Berbagai kerugian dan dampak buruk ditimbulkan akibat penggunaan bahan kimia pada pertanian menimbulkan kecemasan mendalam bagi petani. Kesadaran akan bahaya yang ditiimbulkan menjadikan masyarakat petani mulai berangsur meninggalkan metode tersebut. Sebagai alterantif dalam memperbaiki kondisi pertanian yang telah rusak, muncullah inovasi teknologi pertanian. Inovasi teknologi pertanian diadopsi oleh masyarakat yang memiliki kesadaran untuk meningkatkan produktivitas pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas dalam proses produksi. Hadirnya teknologi pertanian tentunya didasari atas problema yang ada saat ini. Pengembangan inovasi teknologi pertanian didukung atas partisipasi dari masyarakat petani sebagai alternatif dalam mendukung ketahanan pangan berkelanjutan. Inovasi teknologi alternatif yang diterapkan merupakan metode pertanian organik yang dikenal dengan istilah System of Rice Intensification (SRI). Metode SRI merupakan sebuah kegiatan atau aktivitas pertanian
yang dalam proses
produksinya tanpa menggunakan bahan-bahan kimia dan hanya bergantung pada produk-produk organik. Penerapan model pertanian organik hingga saat ini mulai 10
diminati oleh para petani di Indonesia. Perkembangan budidaya pertanian organik tentunya tidak terlepas dari permintaan pasar akan konsumsi beras organik yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu kelompok tani yang menerapkan metode SRI dan sampai saat ini ketergantungan terhadap penggunaan pupuk kimia masih terus terjadi dan membelenggu para petani, salah satunya para petani yang ada di Dusun Watu, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Sebagian besar petani yang tergabung didalam kelompok tani „Krenteg Mandiri‟ enggan beralih menggunakan metode non-konvensional. Hal tersebut didasarkan pada berbagai faktor pertimbangan bagi para petani di Dusun Watu tersebut. Namun setelah program tersebut diterapkan pada kelompok tani “Krenteg Mandiri” beberapa waktu silam, ternyata setelah dilakukan observasi oleh peneliti berdasarkan wawancara terhadap Ketua Kelompok Tani ditemukan fakta bahwa 5 dari 25 anggota kelompok tani yang menerima program SRI hingga saat ini masih menerapkan metode tersebut dan sisanya tidak menerapkan metode tersebut pada lahan mereka. Jika dihitung dalam bentuk persentage hanya 20% petani yang menerapkan metode tersebut. Berbagai asumsi dan persepsi yang ditemukan mengenai alasan dan faktor beberapa petani yang memilih tidak menerapkan metode tersebut ada beberapa hal seperti metode yang diajarkan rumit, tahapan yang dilalui cukup panjang, mereka yang tidak mampu menanggung resiko, asumsi bahwa penggunaan metode konvensional lebih praktis dan mudah dilaksanakan dan secara kuantitas hasil produksi padi juga lebih banyak apabila menggunakan pupuk kimia. Minimnya
11
akses informasi petani terhadap pengetahuan pertanian menjadi hambatan bagi petani dalam upaya peningkatan kualitas SDM. Faktor sosial ekonomi masyarakat petani yang serba terbatas menjadikan pola pikir masyarakat cenderung rendah sehingga kurang bisa menerima segala ide-ide baru yang hadir dilingkungan sekitar walaupun pada dasarnya memberikan dampak yang positif bagi kehidupannya kelak. Berdasarkan hasil kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya secara data maupun realitas dilapangan telah terbukti bahwa model budidaya padi dengan System of Rice Intensification organik di Demplot SLPHT Bulak Gunung Puthat, Dusun
Watu
Desa
Argomulyo
Kecamatan
Sedayu
Kabupaten
Bantul
menunjukkan mampu meningkatkan hasil panen padi yang cukup signifikan. Hasil taksasi panen padi menunjukkan peningkatan dari 3,5-5,6 Ton/Ha menjadi 7,89 Ton/Ha atau dengan kata lain meningkat 2,29-4,39 Ton/Ha,. Secara prosentase terjadi peningkatan hasil panen gabah kering pungut 40,5% sampai 125%( Laporan Pertanian Dusun Watu, 2013). Pendapatan perkapita dari hasil produksi padi organik juga meningkat dari harga jual beras organik Rp. 13.500,/kg sedangkan beras non organik hanya terjual Rp. 8.500,-/kg, selisih angka yang cukup jauh sehingga dapat dilihat dari keuntungan non sistem SRI ± Rp.1.5050.000 / Ha sedangkan hasil penerapan dengan
sistem SRI ± Rp.
1.600.000/Ha. Walaupun selisihnya tidak cukup jauh akan tetapi keuntungan tetap didapatkan oleh para petani organik lebih jauh bila dibanding dengan petani yang tidak menerapkan sistem SRI. Dari data tersebut yang menunjukkan peningkatan,
12
seharusnya diimbangi dengan konsistensi para petani dalam menggunakan metode SRI . Sebagai sebuah inovasi di bidang pertanian yang dapat memberikan keuntungan kepada petani, kemudian adopsi pertanian organik dengan Metode SRI oleh petani menjadi penting karena petani adalah aktor utama dalam pertanian adalah mereka. Disisi lain, metode pertanian ini tidak serta merta diadopsi secara mudah oleh petani mengingat sifat mereka yang berhati-hati dalam menerima inovasi. Petani dicirikan mempunyai karakter yang tidak mudah menerima bahkan cenderung menolak perilaku dan kegiatan-kegiatan yang dianggapnya berbeda apalagi bertentangan dengan kebiasaan adat setempat (Mardikanto, 1982:63). Adopsi penerapan metode SRI terletak pada 6 komponen SRI yang penting dalam proses keputusan inovasi diantaranya : 1. Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari. Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan mejaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air. Penanaman benih berada pada posisi horizontal agar ujung akar tidak menghadap ke atas. 2. Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun Pola tanam bibit yaitu satu bibit satu lobang dimaksutkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. 3. Jarak tanam yang lebar Bibit lebih baik ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah. Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm. Tujuannya memberi
13
kemungkinan lebih besar kepada akar untuk tumbuh leluasa, tanaman juga akan lebih banyak menyerap sinar matahari. 4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air Kebutuhan air yang digunakan petani kurang dari ½ pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. 5. Pendagairan Membersihkan gulma dan rumput dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana. Pendagairan pertama dilakukan 10 atau 12 hari setelah transplantasi dan pendagairan kedua 14 hari. Minimal disarankan dilakukan pendagairan sebanyak 2-3 kali. 6. Asupan organik Dalam upaya peningkatan hasil panen disarankan menggunakan pupuk kompos dari sisa tanaman maupun pupuk kandang hal tersebut bertujuan untuk memperbaiki kondisi struktur tanah yang menurun. Dari beberapa komponen SRI diatas, menjadi tolak ukur dalam proses keputusan inovasi oleh petani. Keberhasilan hadirnya inovasi dipengaruhi oleh tingkat penetahuan petani terhadap cara tanam maupun prosedur dalam penerapan metode SRI. Oleh sebab itu, peneliti perlu mengkaji lebih dalam faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi karena hadirnya sebuah inovasi tidak serta merta diterima baik oleh setiap individu. Suatu inovasi tidak akan berguna tanpa adanya adopsi. Demikian juga dengan aplikasi metode SRI ini yang merupakan pendukung pengembangan pertanian organik tidak akan berguna tanpa adanya
14
adopsi.Inovasi SRI tidak serta merta diadopsi oleh petani. Petani memutuskan untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi inovasi SRI dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penelitian ini, penulis ingin meneliti faktor-faktor apa yang mempengaruhi masyarakat petani dalam adopsi inovasi teknologi pertanian System of Rice Intensification(SRI) oleh petani di Dusun Watu, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. IV.
Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diperoleh beberapa
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu Faktor-faktor apa yang mempengaruhi masyarakat petani dalam adopsi inovasi teknologi pertanianSystem of Rice Intensification(SRI) oleh petani di Dusun Watu, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul? V.
Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan ini mempunyai tujuan yaitu mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi masyarakat petani dalam adopsi inovasiteknologi pertanian System of Rice Intensification(SRI)di Dusun Watu, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. VI.
Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, agar dapat memahami lebih jauh tentang adopsi inovasi teknologi System of Rice Intensification (SRI), sehingga diharapkan dapat memberi masukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi tersebut.
15
2. Bagi pemerintah dan instansi yang terkait diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya. 3. Bagi peneliti lain, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya yang terkait dengan judul penelitian ini. 4. Bagi petani, dapat memberikan pengetahuan mengenai adopsi teknologi System of Rice Intensification (SRI) oleh petani di Dusun Watu, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.
VII. Tinjauan Pustaka 1. Kerangka Teori Teori merupakan unsur yang paling penting didalam penelitian kuantitatif, dimana sebuah teori itu menjelaskan suatu fenomena sosial yang menentukan hubungan antar konsep tersebut. Didalam penelitian ini grand teori yang peneliti gunakan adalah “Paradigma Perilaku Sosial” yang mengacu pada tingkah laku individu dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada didalam lingkungan sekitarnya. Fokus dari paradigma ini adalah mengenai hubungan antara individu dengan lingkungannya. Paradigma perilaku sosial ini memiliki tiga teori yang termasuk didalamnya ialah Teori Pertukaran, Teori Pilihan Rasional, dan Teori Jaringan. Teori yang dipilih guna menjelaskan fenomena dan realitas dalam penelitian terkait pengambilan keputusan terhadap hadirnya inovasi teknologi pertanian System of Rice Intensification (SRI) dikelompok tani „Krenteg Mandiri‟adalah Teori Pilihan Rasional dari Friedman dan Hechter (Ritzer, 2011), Teori PerilakuSosial , dan Teori Jaringan Sosial.
16
Pada dasarnya ketiga teori diatas berada pada tataran abstrak teori. Menurut (Kerlinger, 1978) abstrak teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Melalui penelitian ini, peniliti mencoba menurunkan secara empirisbagaimana ketiga teori ini mengemukakan kehadiran aktor dalam kehidupan sosial. Secara empiris tingkat rasionalitas aktor dapat dilihat antara keputusan yang diambil berkorelasi dengan tujuannya. Aktor dalam penelitian ini adalah petani yang memiliki kehidupan sosial. yang memusatkan pada tindakan dalam mengambil keputusan. Keputusan yang ingin
diteliti
adalah
keputusan
aktor
untuk
mengadopsiteknologi
SRI
dikelompoktani „KrentegMandiri‟. Hal inilah yang berimplikasi pada baik atau buruknya hasil yang akan aktor dapatkan. Ketika aktor yang dalam hal ini adalah aktor mampu memperoleh hasil yang memuaskan. Berikut paparan dari teori perilaku sosial, teori jaringansosial,dan teori pilihan rasional. a. Teori Perilaku Sosial Tokoh sosiolog Max Weber mendefinisikan sosiologi ialah suatu ilmu yang mempelajari tindakan sosial (social action), sebagaimana dapat kita lihat pada perumusan berikut ini: Sociology… is a science which attempts the interpretive understanding of social action inorder thereby to arrive at a casual explanation of its course and effects (Weber, 1964:88). Apa yang dimaksudkan Weber dengan tindakan sosial adalah bahwa tidak semua tindakanmanusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan
17
hanya dapat disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain. Menurut Weber, suatu tindakan ialah perilaku manusia yang mempunyai makna subyektif bagi pelakunya. Karena sosiologi bertujuan memahami (Verstehen) mengapa tindakan sosial mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subyektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran makna, yanghendak memahami makna subyektif suatu tindakan sosial harus dapat membayangkan dirinya di tempat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamanya Oleh karena itu makna tindakan sosial yang dipakai oleh Weber adalah untuk memaknai perbuatan-perbuatan yang bagi si pelaku mempunyai arti subyektif dalam mencapai suatu Tujuan. Tujuan yang diharapkan ialah untuk kesejahteraan aktor tersebut. Dari tujuan tersebut akan mengarahkan seseorang pada pengambilan keputusan. Pelaku individual mengarahkan kelakuannya kepada penetapan-penetapan atau harapan-harapan tertentu yang berupa kebiasaan umum atau dituntut dengan tegas, bahkan dibekukan dengan undang-undang. Weber kemudianmembuat klasifikasi mengenai perilaku sosial atau tindakan sosial menjadi 4 yaitu : 1. Kelakuan yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya suatu tujuan. Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai kesesuaian antara cara dan tujuan.
18
2. Kelakuan yang berorientasi kepada nilai. Berkaitan dengan nilai – nilai dasar dalam masyarakat, nilai disini seperti keindahan, kemerdekaan, persaudaraan, dll. 3. Kelakuan yang menerima orientasi dari perasaan atau emosiatau Afektif . 4. Kelakuan Tradisional bisa
dikatakan
sebagai tindakan
yang
tidak
memperhitungkan pertimbangan Rasional. b. Teori Jaringan Sosial Jaringan sosial merupakan salah satu dimensi sosial yang mengedepankan proses belajar dalam membentuk sikap pada setiap individu. Hasil dari sikap yang telah terbentuk kemudian menjadi prasyarat dalam menjalin hubungan dengan pihak luar yang membutuhkan pemikiran yang berbeda sehingga tiap individu mampu berfikir kritis, logis serta rasional mengenai fenomena yang mereka hadapi melalui jalinan sosial yang terjadi. Sehingga proses tersebut akan berorientasi terhadap pemusatan perhatian pada aktor yang membuat keputusan melalui proses terjalinnya hubungan sosial. Pada dasarnya konsep jaringan sosial terbentuk karena adanya rasa saling tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan, dan saling membantu dalam melaksanakan ataupun mengatasi sesuatu.intinya, konsep jaringan dalam capital sosial menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Selanjutnya jaringan itu sendiri dapat terbentuk dari hubungan antar personal, antar individu dengan institusi, serta jaringan antar institusi. Salah satu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatian pada struktur mikro dan
19
makro, sehingga yang dimaksud aktor disini adalah mereka yang bertindak sebagai individu maupun sebuah kelompok sosial atau instansi yang memiliki interaksi sosial didalamnya. Hubungan dapat terjadi di tingkat struktur sosial skala luas maupun ditingkat yang lebih mikro. Menurut Granoveter (dalam Ritzer, 2011 : 383) melukiskan hubungan ditingkat mikro itu seperti tindakan yang “melekat” dalam hubungan pribadi konkret dan dalam struktur (jaringan) hubungan itu. Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau kolektivitas) mempunyai akses
berbeda terhadap sumber daya yang bernilai
(kekayaan, kekuasaan dan informasi). Terakhir juga diuraikan oleh Granovetter, bagaimana jaringan sosial berperan sebagai sumber inovasi beserta adopsinya, sebagai gambaran adanya interpenetrasi kegiatan sosial dalam tindakan ekonomi. Pada dasarnya jaringan sosial dan perannya dalam pengembangan agribisnis berbasis komunitas erat kaitannya dengan teori difusi inovasi yang diperkenalkan oleh Roger (1983). Menurutnya teori ini, masuknya suatu inovasi dalam suatu system sosial sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain berupa faktor internal yang berupa ciri-ciri atau karakteristik individu yang akan berkonsekuensi pada terjadinya perubahan dalam sistem sosial itu, sebagai akibat dari pengadopsian ataupun penolakan suatu inovasi dalam pengembangan agribisnis. Masuknya inovasi ke tengah suatu sistem sosial terutama terjadinya komunikasi antar anggota suatu masyarakat, ataupun antara suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Secaraideal, proses adopsi inovasi seharusnya didahului dengan proses adaptasiterlebih dahulu. Tetapi didalam praktek, terutama
20
yang menyangkut perubahan sosial, sering berlangsung sebaliknya, yakni proses adaptasi baru berlangsung setelah berlangsungnya proses adopsi inovasi. Merujuk pada teori menurut (Mardikanto: 1993) yang menyatakan bahwa adopsi dalam proses penyuluhan pertanian diartikan sebagai proses perubahan perilaku mengenai pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan yang terjadi pada seseorang. Perubahan tersebut terjadi setelah seseorang menerima “inovasi” yang disampaikan oleh penyuluh. Penerima dalam hal ini mempunyai makna tidak hanya “tahu”, tetapi sampai sungguh-sungguh dapat melaksanakan atau menerapkan dengan benar,serta menghayati dalam kehidupan usaha taninya. Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang. Jika ia menerima (mengadopsi) inovasi, berarti ia telah mulai menggunakan ide-ide baru, praktek baru atau barang baru itu dan menghentikan penggunaan ide-ide yang digantikan oleh inovasi itu. Keputusan inovasi adalah proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk meneriman atau menolaknya dan kemudian mengukuhkannya (Rogers and Shoemaker, 1981).
“The innovation-decision process is the process through which an individual (or other decision-making unit) passes from first knowledge of an innovation to forming an attitude toward the innovation, to a decision to adopt or reject, to implementation of the new idea, and to confirmation of decision. We conceptualize five main steps in the process : 1) knowledge, 2) persuasion, 3) decision, 4) implementation, and 5) confirmation.”(Rogers and Shoemaker, 1971)
21
Penyebaran atau diseminasi inovasi teknologi pada dasarnya merupakan transfer teknologi dari hasil-hasil penelitian kepada pengguna. Proses penyebaran inovasi tentunya sangat tergantung dari beberapa hal, termasuk kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Salah satu prakondisi yang sangat diperlukan dalam percepatan diseminasi inovasi teknologi adalah dengan penguatan terhadap proses dan kondisi yang diperlukan, termasuk pemanfaatan potensi sumber daya lokal. Dalam hal ini, masyarakat petani yang tergabung dalam kelompok tani “Krenteg Mandiri” dalam proses pengambilan sebuah keputusan teknologi pertanian tentunya membutuhkan adanya relasi sosial diantara aktor yang lain. Aktor yang di maksud disini tidak hanya antar anggota kelompok tani, melainkan hubungan sosial antara petani dengan stakeholder yang lain seperti penyuluh pertanian, ketua kelompok tani maupun instansi terkait. Akibat adanya hubungan atau jaringan sosial tersebut menghasilkan sebuah keputusan berdasarkan subjektifitas para akktor yang terlibat dalam mencapai sebuah tujuan. Tujuan yang diharapkan dalam menerapkan atau menolak hadirnya inovasi. Pencapaian sebuah tujuan tentunya dipengaruhi oleh faktor internal dari aktor tersebut seperti halnya sumber daya dan akses informasi. Semakin tinggi sumber daya dan akses informasi yang dimiliki semakin rasional tindakan yang diambil oleh aktor tersebut. c. Teori Pilihan Rasional Teori pilihan rasional merupakan salah satu teori yang dipengaruhi oleh pemikiran ekonomi neo-klasik yang menjelaskan bahwa setiap individu memiliki
22
daya nalar yang tinggi. Menurut Coleman sosiologi seharusnya memusatkan perhatian kepada sistem sosial.Akan tetapi, fenomena makro itu harus dijelaskan oleh faktor internalnya sendiri, dengan individu sebagai prototipenya.Salah satu alasannya ialah perhatian di tingkat individual, biasanya dikarenakan “intervensi” yang dilakukan untuk menciptakan perubahan social. Gagasan dasarnya ialah “tindakan perseorangan mengarah kepada sesuatu tujuan dan tujuan itu (dan juga tindakan) ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi). Selanjutnya, ia pun berargumen bahwa untuk sebagian besar tujuan teoritis, dihubungkan juga dengan ekonomi, yakni aktor akan memaksimalkan keuntungan atau pemuasan kebutuhan dan keinginannya.Ada dua unsur utama dalam teori Coleman, yakni aktor dan sumber daya.Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Pemusatan perhatiannya pada tindakan rasional individu ini, dilanjutkannya dengan memusatkan perhatian pada masalah hubungan mikro-makro atau bagaimana cara gabungan tindakan individual menimbulkan perilaku sistem sosial. Akhirnya, ia memusatkan perhatian pada aspek hubungan mikro-mikro atau dampak tindakan individual terhadap tindakan individu lain. Berkaitan dengan keterbatasan sumber daya ini adalah pemikiran tentang biaya kesempatan (opportunity cost) atau biaya yang berkaitan dengan rentetan tindakan yang dilakukan oleh seorangaktor. Seorang aktor mungkin memilih untuk tidak mengejar tujuan yang bernilai sangat tinggi bila sumber dayanya tidak memadai, bila peluang untuk mencapai tujuan itu mengancam peluangnya untuk mencapai tujuan berikutnya yang bernilai sangat tinggi. Menurut Friedman dan
23
Hechter (1988:202), mengemukakan terdapat dua gagasan yang menjadi dasar teori pilihan rasional. Pertama adalah kumpulan mekanisme atau proses yang menggabungkan tindakan aktor individual yang terpisah untuk menghasilkan akibat sosial. Kedua adalah bertambahnya pengertian tentang pentingnya informasi dalam membuat pilihan rasional yang kemudian diasumsikan bahwa aktor mempunyai informasi yang cukup untuk membuat pilihan di antara berbagai peluang tindakan yang terbuka untuk mereka. Tetapi, aktor pun makin mengenal bahwa kuantitas atau kualitas informasi yang tersedia sangat berubah-ubah dan perubahan itu sangat mempengaruhi pilihan aktor, menurut (Heckathorn,1977) dalam Ritzer, 2011. Pada intinya, teoritisi pilihan rasional memusatkan perhatian pada pengambilan keputusan individu karena memiliki tujuan tertentu guna selanjutnya melakukan tindakan tertentu. Maka dalam mengkaji fenomena yang terdapat di dalam kelompok tani „Krenteg Mandiri‟, inti dari pusat perhatian teori pilihan rasional kami turunkan sebagai variabel terikat dari penelitian ini yaitu tingkat adopsi petani aplikasi teknologi pertanian System of Rice Intensification (SRI). Peneliti memutuskan tingkat pengambilan keputusan petani dalam penerapan teknologi pertanian SRI sebagai sebuah pilihan rasional yang dipilih oleh tiap individunya atau dalam penjelasan teori diatas sebagai aktor karena telah mengambil keputusan dalam mengikuti kegiatan yang ada didalam kelompok tani tersebut. Salah satunya yaitu penerapan metode teknologi pertanian melalui aplikasi SRI. Pengambilan keputusan tersebut dimaksudkkan kepada petani untuk
24
memutuskan menerapkan atau menolak hadirnya inovasi tersebut yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam perkembangannya, teori pilihan rasional yang menerangkan terkait tujuan yang ingin dicapai oleh seorang aktor tentunya memiliki pertimbangan didalamnya. Tentunya ketersediaan sumber daya dan akses terhadap informasi menjadi kunci pokok dalam pengambilan keputusan yang rasional. Sehingga didalam teori pilihan rasional menurut Friedman dan Hecter ditemukan beberapa proposisi yang dikembangkan dan menjadi bahan rujukan dalam menentukan variabel selanjutnya, yaitu : Proposisi Tujuan , Friedman dan Hechter setiap aktor tentunya memiliki tujuan dan maksud tertentu didalam proses pengambilan keputusan. Berbagai pertimbangan dan faktor yang mempengaruhi pilihan tersebut pada akhirnya untuk pencapai sebuah tujuan yang konsisten. Dalam hal ini, pencapaian tujuan peneliti artikan sebagai sifat-sifat yang melekat pada inovasi yang secara langsung maupun tidak langsung keberadaannya dapat mendorong maupun menghambat proses pengambilan keputusan SRI oleh petani. Maka proposisi tujuan ini diturunkan menjadi variabel tingkat persepsi sifat inovasi. Proposisi Sumber Daya, dalam hal ini akses terhadap sumber daya tentunya memiliki perbedaan antara satu aktor dengan aktor yang lain. Keterbatasan sumber daya tentunya dipengaruhi oleh internal dari aktor tersebut. Kemampuan sumber daya tiap aktor tentunya mempengaruhi ketercapaian sebuah tujuan. Semakin banyak sumber daya yang dimiliki oleh aktor semakin mudah pula tercapainya tujuan. Begitu pula sebaliknya, jika aktor yang memiliki
25
keterbatasan terhadap sumber daya maka pencapaian tujuan akan sulit dicapai. Konsep sumber daya yang dianut tidak sebatas pada tahap kepemilikan secara fisik, melainkan kondisi sosial ekonomi yang diahadapi oleh aktor. Oleh karena itu, ketersediaan sumber daya menjadi hal penting bagi aktor dalam proses pengambilan keputusan petani. Maka proposisi sumber daya diturunkan menjadi variabel tingkat karakteristik sosial ekonomi petani. Proposisi Informasi, bahwa informasi memiliki arti penting bagi petani dalam menetapkan pilihan rasional. Asumsinya bahwa aktor yang memiliki informasi lebih banyak akan cenderung pro aktif memiliki pengetahuan yang lebih terhadap hadirnya inovasi teknologi pertanian. Melalui informasi dianggap sebagai sebuah jaringan media yang dianggap efektif yang mampu mempengaruhi keputusan aktor. Sehingga aktor mampu menelaah lebih jauh mengenai tujuan dari program yang akan dilaksanakannya. Maka proposisi informasi diturunkan menjadi variabel tingkat akses informasi. Proposisi Tindakan, bahwa tindakan tersebut diartikan sebagai kesimpulan didalam pemahaman mengenai teori pilihan rasional. Pada intinya, teorisasi pilihan rasional adalah sebagai perwujudan pemusatan perhatian para aktor dalam hal ini para petani yang tergabung dalam kelompok tani “Krenteg Mandiri” dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dipahami sebagai tindakan yang ditempuh para aktor pada akhirnya setelah melawati berbagai pertimbangan yang mengahsilkan sebuah pilihan rasional. Dalam mengkaji fenomena yang ada di dalam kelompok tani tersebut, dalam proposisi tindakan diartikan sebagai bentuk proses atas keputusan yang telah diambil.
26
Keputusan dalam hal menerima (adopsi) maupun menolak (non adopsi) adanya teknologi pertanian SRI. Maka proposisi tindakan diturunkan sebagai variabel tingkat adopsi inovasi teknologi SRI. Inti dari teori pilihan rasional yang dikemukakan oleh Friedman dan Hechter bahwa pilihan yang dipilih seorang aktor untuk menerapkan (adopsi) atau menolak aplikasi teknologi pertanian SRI. Terkait dengan fokus penelitian ini yaitu tentang tingat adopsi petani terhadap aplikasi teknologi pertanian SRI, maka diputuskan tingkat adopsi petani melalui aplikasi SRI sebagai sebuah pilihan rasional yang diputuskan oleh setiap aktor atau petani yang tergabung dalam kelompok tani “Krenteg Mandiri”. Dengan harapan terwujudnya keputusan adopsi dalam meningkatkan kesejahteran dan keberhasilan pertanian di wilayah Dusun Watu, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. 2. Hubungan Antar Variabel a. Hubungan antara tingkat karakteristik sosial ekonomi petani terhadap tingkat adopsi teknologi pertanian SRI. Salah satu variabel yang diturunkan dari proposisi sumber daya. Tingkat karakteristik sosial ekonomi petani dalam kaitannya dengan fenomena yang terkait tidak hanya sebatas pada kepemilikan sumber daya melainkan aspek internal yang melekat pada subjektifitas dari aktor tersebut. Selain itu juga diasumsikan lebih luas mengenai aktivitas sosial ekonomi petani sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dalam proses pengambilan keputusan. Dalam hal ini keterkaitan tingkat karakteristik sosial ekonomi petani terletak pada aspek pemenuhan kebutuhan sehingga semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seeorang
27
maka semakin tinggi pula tingkat pemenuhan kebutuhan, hal tersebut kemudian diikuti oleh tingkat kecepatan dalam proses adopsi teknologi SRI. Menurut Coleman dalam teori pilihan rasional yang menekankan bahwa seorang individu melakukan tindakan yang mana tindakan tersebut akan memanfaatkan sumber daya yang dia miliki untuk mencapai sebuah tujuan. Artinya, tindakan seseorang itu merupakan tindakan purposif atau bertujuan. Dalam penelitian ini tujuan yang menjadi fokus tindakan aktor adalah dalam pemilihan sebuah keputusan terhadap sesuatu. b. Hubungan antara persepsi sifat inovasi terhadap tingkat adopsi teknologi pertanian SRI. Inovasi adalah suatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan maupun dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat dalam lokalitas tertentu, yang digunakan untuk mendorong terjadinya perubahan-perubahan disegala aspek kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan (Mardikanto, 1993). Kebaharuan hadirnya inovasi tentunya tergantung pada subjektifitas aktor tersebut. baru dalam ide yang inovatif tentunya tidak berarti harus baru sama sekali. Sifat-sifat yang melekat pada inovasi secara langsung maupun tidak langsung, keberadaanya dapat mendorong atau menghambat dalam adopsi teknologi SRI. Sifat-sifat dari inovasi meliputi Keuntungan Relatif (Relative advantage),
Kompatibilitas
(Compatibility),
Kompleksitas
(Complexity),
Triabilitas (Triability), Observabilitas (Observability) dan input komplementer
28
yang diperlukan. Dari sifat inovasi tersebut tentunya menjadi pertimbangan yang penting bagi aktor dalam proses pengambilan keputusan. Hal tersebut dikarenakan semakin kecil resiko yang ditimbulkan maka semakin besar peluang aktor dalam menerapkan inovasi tersebut. c. Hubungan antara akses informasi terhadap tingkat adopsi teknologi pertanian SRI. Informasi memiliki peranan yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya sebagai sumber pengetahuan bagi khalayak, melainkan informasi sebagai salah satu cara dalam penentuan pilihan yang rasional. Semakin banyak informasi yang diterima oleh seorang aktor atau individu semakin tinggi pula tingkat intelegensi dan partisipasi petani terhadap kegiatan yang ada didalam kelompok tani tersebut. Informasi dalam hal proses pengambilan keputusan tentunya ada konsekuensi, diantaranya adalah pengetahuan, bahwa kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi, persuasif yaitu melalui informasi dapat membentuk sikap yang menyetujui maupun menolak hadirnya inovasi, adanya keputusan individu yang terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan atau mengadopsi atau menolak inovasi, selanjutnya pada tahap konformasi bahwa individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan sebelumnya jika pesanpesan mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya. Tujuan adanya informasi tentunya memiliki fungsi yang sangat strategis dalam proses transfer pengetahuan, sehingga penerima informasi atau petani
29
tersebut menjadi tahu terkait tujuan yang ada didalam informasi tersebut sehingga dengan mudah membuat pertimbangan untuk menolak atau menerima hadirnya inovasi. Adanya informasi yang diterima oleh petani dalam kelompok tani “Krenteg Mandiri” tentunya akan sangat mudah meningkatkan antusias para petani terhadap hadirnya inovasi pertanian dengan metode penyampaian yang mudah untuk dipahami oleh seluruh anggota. Dalam teori pilihan rasional yang dikemukakan oleh Friedman dan Hechter (1988), individu didorong oleh keinginan untuk melakukan sebuah tujuan. Tujuan dalam membuat sebuah pilihan rasional yang kemudian diasumsikan bahwa aktor mempunyai informasi yang cukup untuk membuat pilihan diantara berbagai peluang yang terbuka untuk mereka. 3. Hipotesis a. Hipotesis Mayor Ada hubungan antara tingkat karakteristik sosial ekonomi, persepsi sifat inovasi dan akses informasi petani terhadap tingkat adopsi inovasi teknologi pertanian SRI. b. Hipotesis Minor -
Ada hubungan antara tingkat karakteristik sosial terhadap tingkat adopsi inovasi teknologi pertanian SRI
-
Ada hubungan antara persepsi082242031076 sifat inovasi terhadap tingkat adopsi inovasi teknologi pertanian SRI
-
Ada hubungan antara tingkat akses informasi terhadap tingkat adopsi inovasi teknologi pertanian SRI
30
c. Hipotesis Geometrikal X1 X2
Y
X3 Keterangan : 1. Variabel Independent X1 = Tingkat Karakteristik Sosial Ekonomi Petani X2 = Tingkat Persepsi Sifat Inovasi X3 = Tingkat Akses Informasi 2. Variabel Dependent Y = Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian SRI
4. Definisi Konseptual a. Definisi Karakteristik Sosial Ekonomi Petani memiliki karakteristik yang beragam, karakteristik tersebut dapat berupa karakter demografis, kondisi sosial maupun kondisi ekonomi petani itu sendiri. Karakter-karakter tersebut yang membedakan tipe dan perilaku pada petani dalam situasi tertentu diantaranya meliputi : -
Umur : Menurut BPS ( 2012) berdasarkan komposisi penduduk , umur dikelompokkan menjadi 3 yaitu umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok belum produktif, kelompok penduduk umur 15-65 tahun dianggap sebagai kelompok produktif dan kelompok umur 65 tahun keatas dianggap sebagai kelompok penduduk yang tidak lagi produktif.
31
-
Pendidikan formal : merupakan proses timbal balik dalam transfer pengetahuan, dalam pendidikan formal tentunya memiliki jenjang masingmasing yang telah ditempuh oleh tiap individu meliputi SD, SMP,SMA, dan Perguruan Tinggi. Hasil yang diperoleh dari tiap jenjang pendidikan formal yaitu sebuah ijazah terakhir yang telah ditempuh individu selama mengikuti pendidikan
-
Pendidikan Nonformal : Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 ayat 26 menjelaskan bahwa pendidikan non formal adalah Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan,
kecakapan
hidup,
dan
sikap
untuk
mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi adanya tambahan pendidikan seperti kursus dan pelatihan tak lepas dari dukungan seorang agen pembaru. Agen pembaru adalah pekerja profesional yang berusaha mempengaruhi atau mengarahkan keputusaninovasi orang lain selaras dengan yang diinginkan oleh Lembaga Pembaruan di mana ia bekerja atau menjadi anak
32
buahnya. Para guru, penyuluh
lapangan, pekerja sosial, juru dakwah dan missionaris adalah agen pembaru. Penyuluh lapangan dalam kaitan penelitian ini adalah seorang penyuluh pertanian. kemampuan diri, pengembangan konsep diri Penyuluh pertanian lapangan adalah matarantai yang menghubungkan Dinas Pertanian dengan para petani. Penyuluhan pertanian menjadi salah satu alternatif
bagi petani dalam
meningkatkan kapasitas pengetahuan mengenai pertanian. Pada tahap ini penyuluh pertanian menjadi sasaran pokok penentu bagi aktor dalam adopsi inovasi melalui materi yang disampaikan, penguasaan materi, serta metode penyampaian. Materi penyuluhan harus bersifat inovatif yang mampu mengubah atau mendorong perubahan, sehingga terwujud perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh masyarakat (Mardikanto, 1993). Selain itu harus berorientasi pada kebutuhan petani sasaran kegiatan penyuluhan. Mengacu pada pendapat Srinivasan dalam (Mardikanto, 1993) bahwa dalam memilih metode penyuluhan perlu memperhatikan (1) pemecahan masalah sebagai pusat kegiatan belajar, (2) menstimulir kemampuan berfikir, dan (3) mengembangkan aktualisasi diri, dapat berupa pengembangan, serta pengembangan daya imajinasi yang kreatif. - Lahan : Merupakan sumber daya paling penting dalam pertanian, karena tanpa adanya ketersediaan lahan maka kegiatan pertanian tidak akan bisa dilakukan. Maka lahan sifatnya amat penting karena dipakai sebagai lokasi kegiatan pertanian akan dilangsungkan. Sumber daya Lahan dapat diukur melalui status kepemilikan lahan. Selain itu diukur pula melalui kuantitas
33
dan kualitas lahan yang diolah atau dimanfaatkan sesuai dengan jenis kegiatan pertanian yang dilakukan oleh petani yang bersangkutan. Menurut BPS (2014) dalam sensus pertanian 2013, rata – rata kepemilikan lahan per rumah tangga petani hanya antara 0,3 – 0,4 ha. Padahal menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPT) tahun 2013, luasan lahan yang dibutuhkan per rumah tangga tani padi untuk memperoleh pendapatan setara atau diatas Garis Batas Kemiskinan BPS minimal adalah seluas 0,65 ha.
Walaupun
produktifitas
mengalami
kenaikan,
meningkatkan
kesejahteraan petani padi menjadi sulit karena kepemilikan lahan yang terbatas.
Jadi
luas
lahan
merupakan
faktor
yang
sangat
penting
mempengaruhi kesejahteraan petani. - Pendapatan : Merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian keluarga. Tingkat pendapatan merupakan salah satu indikasi sosial ekonomi seseorang dimasyarakat disamping pekerja, kekayaan dan pendidikan. Keputusan seseorang dalam menerapkan sebuah inovasi sangat ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki dan tingkat pengeluaran seseorang yang menentukan tingkat kesejahteraan dalam status sosial ekonomi seseorang. Tingkat pendapatan dalam pemenuhan kebutuhan diukur sesuai dengan standar UMK Bantul sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam SK UMK DIY 2015 Nomor 253/Kep/2014 tentang Upah Minimum Kabupaten /Kota DIY tahun 2015 menetapkan UMK Kabupaten Bantul sebesar Rp 1.163.800,- . Besaran tersebut dijadikan tolak ukur peneliti dalam pemenuhan kebutuhan petani.
34
- Teknologi dan Alat Produksi : Teknologi sangat dibutuhkan dalam pertanian. Penggunaan teknologi diperlukan sebagai upaya meningkatkan hasil produksi dengan waktu yang relatif cepat dan hasilnya pun mampu menunjukkan produktivitas dari kegiatan pertanian tersebut. Pemanfaatan teknologi dapat diukur melalui kepemilikkan teknologi pertanian oleh petani, pemahaman dalam penggunaan teknologi tersebut, dan intensitas frekuensi penggunaan teknologi. Teknologi dan alat produksi yang digunakan petani adalah traktor. - Kekosmopolitan : menurut (Mardikanto dan Sri Sutarni,1982) tingkat kekosmopolitan merupakan karakteristik yang mempunyai hubungan dan pandangan yang luas dengan dunia luar, dengan kelompok sosial yang lain serta mobilitas yang tinggi. Hal ini dapat diukur melalui frekuensi pergi ke kota dan jarak yang ditempuh serta pemanfaatan media massa.
b. Definisi Inovasi Inovasi merupakan sebuah gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ‟baru‟ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.Menurut Margono Slamet dalam Mardikanto (1982) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang untuk mengadopsi inovasi yaitu sifta-sifat inovasi yang meliputi:
35
-
Keuntungan relatif (Relative advantage)
Setiap ide (inovasi) baru akan selalu dipertimbangkan mengenai seberapa jauh keuntungan relatif yang dapat diberikan, yang diukur dengan derajat keuntungan ekonomi, besarnya penghematan atau keamanan, atau pengaruhnya terhadap posisi sosial yang akan diterima olek komunikasi selaku adopter. Hal ini tentunya dapat diukur keuntungan secara kuantitas dan kualitas padi secara berkala. -
Kompatibilitas (Compatibility)
Setiap inovasi baru akan cepat diadopsi manakala mempunyai kecocokan atau berhubungan dengan kondisi setempat yang telah ada dimasyarakat. Hal ini dapat dikur dengan kesesuaian lahan yang akan digunakan serta kualitas tanah yang dimiliki. Tidak hanya ini dapat diukur pula dengan kondisi sosial masyarakat sekitar. Suatu inovasi mungkin kompatibel dengan 1) nilai-nilai dan kepercayaan sosiokultural, 2) dengan ide-ide yang telah diperkenalkan lebih dulu, dan 3) dengan kebutuhan klien terhadap inovasi (Hanafi, 1981 : 1500) -
Kompleksitas (Complexity)
Inovasi baru akan sangat mudah untuk dimengerti dan disampaikan manakala cukup sederhana, baik dalam arti mudahnya bagi komunikator maupun mudah dipahami dan dipergunakan oleh komunkasinya. Makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan makin lambat pengapdopsiannya. Hal ini dapat diukur dengan tingkat kepemahaman individu terhadap materi yang disampaikan mengenai inovasi.
36
-
Triabilitas (Triability)
Inovasi baru yang tidak mudah dicoba karena perlengakpannya yang kompleks dan memerlukan biaya atau modal yang besar lebih sulit diadopsi dibanding varietas unggul baru yang tidak mahal dan mudah dikerjakan oleh petani. Ketercobaan ini dapat diukur melalui proses aplikasi secara bertahap tiap step, apakah teknologi tersebut mudah dilakukan dan diterapkan. -
Obeservabilitas (Observability)
Inovasi baru, akan lebih cepat diadopsi manakala pengaruhnya atau hasilnya mudah dan atau cepat dilihat atau diamati olek komunikannya.
c. Definisi Informasi Informasi dalam penelitian ini adalah segala bentuk informasi yang diterima oleh masyarakat petani di Desa Watu terkait dengan aplikasi teknologi SRI. Selanjutnya, dalam penelitian ini disebut sebagai akses informasi. Keberadaan informasi tentunya memberikan tambahan pengetahuan yang lebih bagi penerima tentang suatu hal tertentu yang membantu pengambilan keputusan secara tepat. Dalam penelitian ini membagi akses informasi menjadi tiga kriteria yakni, sumber informasi, nilai informasi, dan frekuensi akses informasi. Pertama, adalah sumber informasi yang terbagi menjadi dua yaitu yang dapat diperoleh secara langsung (primer) dan secara tidak langsung (sekunder). Adapun sumber informasi yang diperoleh secara langsung (primer) merupakan pemberitahuan yang dapat diakses maupun diperoleh secara langsung dari narasumber terutama melalui sosialisasi langsung. Sedangkan, sumber
37
informasi yang diperoleh secara tidak langsung (sekunder) yakni merupakan pemberitahuan kabar atau berita yang dapat diakses maupun diperoleh secara tidak langsung, namun lewat media massa lokal. Kedua, adalah nilai informasi yang meliputi kualitas informasi. Kualitas informasi dapat berupa nilai kebermanfaatan informasi setelah informasi tersebut sampai di tengah masyarakat petani. Ketiga, terkait dengan frekuensi informasi yang dalam penelitian ini diartikan sebagai intensitas informasi yang diberikan yaitu menyangkut waktu dan seberapa sering informasi tersebut dapat diakses oleh para petani.
38
Definisi operasional Variabel Tingkat Karakteristik Sosial Ekonomi Petani
Subvariabel
Deskriptor -Status lahan yang dikelola
Lahan usaha tani
Teknologi dan Alat Produksi
Pendapatan Pendidikan formal
Pendidikan Nonformal
Umur
Tingkat Persepsi Sifat Inovasi
Indikator
Keuntungan Relatif
Kompatibilitas
Kompleksitas
Status dan kondisi lahan
Kepemilikan alat teknologi, penguasaan teknologi dan penggunaan alat produksi untuk pertanian Perolehan pendapatan petani Pendidikan terakhir formal yang dicapai oleh petani responden Pendidikan nonformal petani responden melalui pelatihan yang di berikan oleh penyuluh pertanian Kemampuan fisik petani dalam mengelola usahatani Keuntungan yang diperoleh petani saat menerapkan metode SRI Derajat dimana inovasi dianggap konsisten dengan nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat Derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk
39
-Kualitas dan kuantitas lahan yang tersedia untuk diolah sesuai dengan jenis kegiatan pertanian yang dilakukan oleh petani yang bersangkutan. - Kepemilikkan teknologi pertanian -Pemahaman dalam penggunaan teknologi -Frekuensi penggunaan teknologi. Pendapatan berdasarkan standar UMK Bantul Jenjang pendidikan formal meliputi pendidikan formal wajib belajar 12 tahun dan perguruan tinggi Materi yang diberikan penyuluh, pengusaan materi oleh penyuluh, tingkat komunikasi penyuluh terhadap petani Umur petani responden saat pengambilan data, diukur pada tiga kriteria yaitu produktif, non produktif dan tidak produktif. Dapat diperoleh secara fisik (hasil produksi) maupun non fisik (tenaga,waktu,biaya) Kesesuaian inovasi teradap kondisi sosial sekitar, kaedah kerjasama, tingkat gotongroyong, kondisi geografis Paham terhadap teknologi yang digunakan, tata cara penggunaan, kemudahan akses teknologi SRI
dipahami dan digunakan
Triabilitas
Observabilitas
Derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu
Asal mula munculnya motivasi untuk menguji, efisiensi teknologi, perbandingan terhadap teknologi lain.
Sejauh mana sebuah inovasi dapat diamati oleh orang lain
Tokoh panutan yang telah menerapkan inovasi
Sumber Informasi Secara langsung (primer) Secara tidak langsung (sekunder)
Tingkat Akses Informasi
Nilai Informasi
Kualitas Informasi
Frekuensi Informasi
Intensitas Informasi
Kosmopolitan
Tingkat hubungan petani dengan dunia luar di luar sistem sosialnya sendiri ditandai dengan aktivitas mencari informasi yang berhubungan dengan usahataninya
40
Pemberitahuan kabar atau berita yang dapat diakses maupun diperoleh secara langsung terutama melalui sosialisasi. Pemberitahuan kabar atau berita yang dapat diakses maupun diperoleh secara tidak langsung. Namun menggunakan media massa lokal sebagai perantaranya (koran, majalah, televisi radio, dan media sekunder lainnya) Pemberitahuan kabar atau berita yang meliputi kualitas informasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai kebermanfaatan informasi yang sampai ke masyarakat. -Seberapa sering informasi diberikan. -Seberapa sering informasi diterima oleh tiap orang.
Kontak dengan petani didaerah lain, kontak dengan penyuluh,
Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi SRI
Tahapan petani dalam mengadopsi komponen teknologi SRI
Umur bibit tanam
Satu lobang satu tanaman
Jarak tanam
Pengairan
Pendagairan
Asupan bahan organik Kategori Adopter yang mempengaruhi kecepatan dalam proses pengambilan keputusan
Inovator
Early Adopter
Early Majority
Late Majortity
41
Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya berumur 8-15 hari, kelembaban tanah, jumlah bulir yang dihasilkan oleh malai, waktu yang dibutuhkan tiap perpindahan bibit ke pesemaian. Penanaman bibit satu lobang satu tanam terdiri dari 2-3 tanaman, jenis tanaman yang ditanam Pola luasan jarak tanam minimal 25cm, tanaman yang diperoleh tiap m2, kebutuhan benih tiap ha Kebutuhan air yang dibutuhkan (Sistem Irigasi) Pembersihan Gulma dengan alat sederhana, pendagairan pertama dilakukan 10-12 hari setelah transplantasi dan kedua 14 hari, minimal pendagairan sebanyak 2-3 kali Jenis pupuk yang digunakan, hasil panen yang diperoleh per ha, kualitas tanah. Aktor yang berani mangambil resiko, memiliki jiwa petualang yang tinggi, memahami pengetahuan teknik yang rumit Lebih beriorientasi didalam sistem, melakukan observasi terlebih dahului sebelum mengadopsi , menjadi panutan bagi anggota dalam kelompok sosial. Penuh pertimbangan dalam mengadopsi inovasi, lebih banyak berinteraksi dengan anggota sistem lainnya. Adanya tekanan sosial dan ekonomi, bersikap skeptis dan hati-hati, perlu adanya dorongan dan tekanan dari teman anggota kelompok
sosial didalamnya.
Laggards
Jangka Waktu Tahap Pengenalan
Tahap Persuasi
Tahap Keputusan
Tahap Pengukuhan
42
Kelompok yang sempit dan minim pengetahuan, memiliki pedoman masa lalu, berpegang teguh pada nilainilai tradisional. Berbicara atau kontak langsung dengan agen pembaru Mengadakan komunikasi antar petani dan melakukan percobaan Memahami seluruh areal lahan pertanian dengan bibit baru yang akan digunakan Memutuskan untuk meneruskan atau tidak meneruskan penggunaan inovasi SRI