BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam masa yang rentan dengan krisis ekonomi seperti saat ini, memaksimalkan kinerja setiap karyawan lebih penting daripada tindakan lainnya yang pernah dilakukan untuk
manajer dan
organisasi. Di luar kinerja tugas karyawan, yang menyangkut pemenuhan tanggung jawab umum yang terkait dengan pekerjaan tertentu
atau
peranannya,
organisasional/organisational
terletak
citisenzhip
perilaku behavior
kewargaan (OCB),
yang
memberikan kontribusi pada pemeliharaan dan peningkatan konteks sosial dan psikologis yang mendukung kinerja dalam tugas (Organ, 1997). OCB atau kinerja kontekstual bisa didefinisikan sebagai perilaku yang bermanfaat bagi organisasi dan melampaui persyaratan pekerjaan formal seperti membantu rekan kerja, jam kerja ekstra, membuat saran untuk perbaikan (Organ, 1988). Dan pengertian tentang OCB sendiri telah disamakan dengan kinerja kontekstual (Motowidlo, 2000), dan mencakup seperti perilaku sebagai relawan/ volunteer
untuk membantu karyawan baru dalam menyelesaikan
pekerjaannya (bantuan antar pribadi), secara aktif mempromosikan produk dari organisasi atau layanannya kepada orang lain (dorongan kesetian), mengajarkan fungsi volunteer di pekerjaan (kebijakan kewargaan) (Moorman and Blakeley, 1995; Morrison, 1994). Karyawan yang mempunyai keterlibatan dalam perilaku yang mempertahankan dan meningkatkan konteks sosio-psikologis di
tempat kerja telah terbukti menghasilkan keuntungan untuk organisasi secara signifikan. Bantuan antar pribadi (helping interpersonal) telah terbukti untuk menjelaskan perbedaan secara signifikan dalam kuantitas produk, kualitas produksi, pendapatan, efisiensi dalam operasional, kepuasan pelanggan, dan kualitas kinerja (Podsakoff et al,
1997;.
Walz
dan
Niehoff,
2000).
Temuan
tersebut
menggabambarkan pentingnya organisasi yang membentuk faktor yang tepat dalam keikutsertaannya dalam perilaku kewargaan organisasional, dan faktor yang menghalangi karyawan dalam melakukan hal tersebut. Kerangka teori yang
digunakan untuk menjelaskan
partisipasi karyawan dalam OCB didasarkan pada norma timbal balik (Gouldner, 1960) dan teori pertukaran sosial (Blau, 1964), ketika individu diperlakukan baik oleh orang lain, maka individu akan merasa berkewajiban untuk merespon kebaikan tersebut, melalui sikap positif atau perilaku kepada individu yang tersebut. Mayoritas penelitian terbaru terhadap OCB telah diuji, sebagai indikator perlakuan yang menguntungkan, persepsi karyawan tentang keadilan organisasi, dukungan organisasi, dan persepsi umum tentang sejauh mana nilainilai organisasi umum berkontribusi dan peduli untuk kesejahteraan mereka (Eisenberger et al., 1990). Hasil empiris mendukung hubungan yang kuat antara kedua antara keadilan dan dukungan organisasi dan perilaku kewargaan organisasional (Liu, 2009; Wat and Shaffer, 2005). Tetapi tidak semua karyawan mempunyai OCB yang sesuai dengan harapan dari manajemen atau organisasi, menurut (Motowidlo et al. 1997) teori perbedaan individu dalam kinerja,
diusulkan
bahwa
OCB
dipengaruhi
oleh
kebiasaan
kontekstual, keterampilan, dan pengetahuan, yang masing-masing pada tahapannya dipengaruhi oleh variabel perfeksionisme adaptif, perfeksionisme maladaptif, self-efficacy. Melihat dari fenomena tersebut penelitian ini, akan mengkaji beberapa
dampak
perfeksionisme
perilaku
adaptif,
karyawan
perfeksinisme
pada
OCB,
maldaptif,
yaitu,
self-efficacy,
perbedaan tingkat OCB antara karyawan pria dan wanita. Perfeksionisme sendiri dapat didefinisikan sebagai sifat yang menuntut standar kesempurnaan dalam eksekusi dan pencapaian yang unggul (Flett dan Hewitt, 2002). Perfeksionisme dapat didefinisikan
menjadi
dua
dimensi
utama
yang
independen,
membedakan antara aspek-aspek positif dan negatif (Slaney et al, 2001;. Stumpf dan Parker, 2000). Ini sering disebut sebagai perfeksionisme adaptif dan perfeksionisme maladaptif (Chang et al, 2004;. Dunn et al., 2006). Kedua perfeksionisme adaptif dan perfeksionisme maladaptif menetapkan standar pribadi yang tinggi untuk bekerja atau pada perilaku mereka, tetapi mereka merespon secara berbeda ketika dihadapkan dengan kegagalan untuk mencapai standar tersebut. Perfeksionis adaptif mengalami tingkat tekanan yang rendah dari perbedaan antara standar pribadi mereka dan kinerja mereka,
sementara perfeksionis maladaptif
mengalami
tekanan tingkat tinggi (Slaney et al., 2001). Self-efficacy
dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang
mengacu pada keyakinan dalam kemampuan seseorang untuk memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan program tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasional diberikan (Wood dan Bandura, 1989). Sedangkan self-efficacy dibutuhkan agar
berkontribusi terhadap peningkatan kinerja dalam berbagai situasi karena hubunganya dengan strategi perilkau yang efektif. Hal tersebut sangat dibutuhkan karyawan agar mampu mengatasi tekanan yang timbul di lingkungan organisasi, sehingga mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi masalah. Teori berpendapat bahwa, suatu individu menilai kemampuan mereka untuk mengatasi tantangan berhasil ketika dihadapkan dengan tuntutan lingkungan, dan bahwa berdasarkan penilaian ini, individu memulai dan bertahan dengan strategi perilaku untuk mengelola tantangan secara efektif dan mencapai hasil yang diinginkan (Bandura, 1997). Variabel perfeksionisme
lain
yang
adaptif,
juga
dapat
perfeksionisme
mempengaruhi maladaptif,
antara
self-efficacy
dengan OCB adalah jender, dalam penelitian ini sebagai variabel pemoderasi. Jender telah terbukti sebagai kunci dalam pengaruh antarai
kinerja
terhadap
perilaku
kewargaan
organisasional
(Diefendorff et al., 2002), karena norma-norma sosial menekankan kinerja komunal, membantu perilaku oleh perempuan, berbeda dengan, perilaku asertif independen oleh laki-laki (Eagly dan Steffen , 1986; Langford dan MacKinnon, 2000). Penelitian telah menunjukkan bahwa perempuan di tempat kerja diharapkan memiliki perilaku kewargaan organisasional lebih, dan lebih mungkin untuk melihat perilaku kewargaan organisasional sebagai unsur sebagai peran, kinerja tugas (Heilman dan Chen, 2005; Morrison, 1994). Dalam penelitian Beauregard (2012) yang meneliti variabel perfeksionisme adaptif, perfeksionesme maladaptif, self-efficacy berpengaruh pada perilaku kewargaan organisasi, dan dimoderasi oleh peranan jender, penelitian ini juga membuktikan bahwa
karyawan perempuan memiliki level perilaku organisasi lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan laki-laki. Studi ini merupakan suatu studi replikasi dari penelitian Beauregard (2012) yang dilakukan di London, UK pada tahun 2012. Penelitian
ini
menguji
kembali
tentang
pengaruh
perilaku
perfeksionisme, self-efficacy, dan peranan jender pada perilaku kewargaan organisasional karyawan dengan mengambil sampel para karyawan yang ada di PT. Pamor Spinning Mills. Penelitian
ini
dilakukan
di
PT. Pamor Spinning Mills,
sebuah perusahaan pemintalan benang yang masih survive sampai saat ini.
Saat
ini
perusahaan membutuhkan
karyawan
memiliki perilaku kewargaan organisasional yang tinggi organisasi untuk organisasi.
mendorong
Untuk menciptakan
yang
terhadap
efektivitas
dan
produktivitas
karyawan
yang
berkomitmen,
perusahaan perlu memperhatikan masalah perilaku perfeksionisme dan self-efficacy karyawan. Dengan tingginya nilai kewargaan organisasional karyawan, self-efficacy karyawan serta perilaku perfeksionisme adaptif dan rendahnya perilaku perfeksionisme maladaptif di perusahaan maka akan tercipta iklim kerja yang nyaman antar sesama karyawan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan
penelitian
dengan
judul
”PENGARUH
PERILAKU
PERFEKSIONISME, SELF-EFFICACY (SELF-EFFICACY) PADA PERILAKU
KEWARGAAN
ORGANISASIONAL
(ORGANISATIONAL
CITIZENSHIP
PERANAN
SEBAGAI
JENDER
BEHAVIOR)
PEMODERASI
Karyawan PT. Pamor Spinning Mills)”.
DENGAN
(Studi
Pada
B. RUMUSAN MASALAH Setelah melihat latar belakang yang terurai tersebut, maka dapat diambil beberapa pokok masalah yang akan dibahas, yaitu : 1. Apakah perfeksionisme adaptif berpengaruh positif pada OCB? 2. Apakah perfeksionisme maladaptif berpengaruh negatif pada OCB? 3. Apakah self-efficacy berpengaruh positif pada OCB? 4. Apakah perempuan akan mempunyai level OCB yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki? 5. Apakah
jender
akan
memoderasi
hubungan
antara
perfeksionisme adaptif, perfeksionisme maladaptif, dan selfefficacy dengan OCB? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain: 1. Untuk menguji dan menganalisis apakah perfeksionisme adaptif berpengaruh positif pada OCB. 2. Untuk menguji dan menganalisis apakah perfeksionisme maldaptif berpengaruh negatif pada OCB. 3. Untuk
menguji
dan
menganalisis
apakah
self-efficacy
berpengaruh positif pada OCB. 4. Untuk menguji dan menganalisis apakah perempuan akan mempunyai level OCB yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
5. Untuk menguji dan menganalisis Apakah jender akan memoderasi
hubungan
antara
perfeksionisme
adaptif,
perfeksionisme maladaptif, dan self-efficacy dengan OCB.
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat
tertentu bagi
beberapa pihak terkait sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai antara lain : 1. Bagi perusahaan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan pada perusahaan terkait dengan perilaku perfeksionisme, self efficacy, dan OCB. Sehingga mampu mengoptimalkan potensi dari karyawan
2. Bagi akademisi Penelitian ini berguna sebagai bahan informasi dan acuan untuk akademisi
yang
berniat
untuk
mengembangkan
ataupun
melanjutkan penelitian di bidang perfeksionisme, self efficacy, dan OCB.